Kota dalam Pengembangan Wilayah

bangun. Oleh karenanya mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial spatial planning, tata guna lahan land use planning hingga perencanaan kelembagaan Structural planning dan proses perencanaan. Sebagai suatu ilmu yang mengkaji seluruh aspek-aspek kewilayahan dan mencakup aspek sumberdaya serta interaksi dan interelasi antar wilayah, maka kajian perencanaan dan pengembangan wilayah memiliki sifat: 1 berorientasi kewilayahan; 2 futuristik; dan 3 berorientasi publik. Secara umum perencanaan pengembangan wilayah ditunjang oleh empat pilar pokok, yaitu: 1 inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya; 2 aspek ekonomi; 3 aspek kelembagaan institusional dan; 4 aspek spasiallokasi. Menurut Triutomo 2001, tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Disisi sosial-ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberi kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan sebagainya. Disisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan. Berkembangnya suatu wilayah sangat terkait oleh tingkat pemanfaatan dari tiga sumberdaya yakni sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Kemudian Prod homme 1985, dalam Triutomo 2001, menyatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah.

2.4. Kota dalam Pengembangan Wilayah

Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan kota urban merupakan kawasan yang dinamis, dimana secara tetap terjadi perubahan. Kota merupakan sebuah hasil proses produksi yang permanen Lefebvre 1990, diacu dalam Martokusumo, 2006. Perubahan ini bisa bersifat ekspansif perluasan atau intensifikasi restrukturisasi internal sebagai respon dari kebijakan ekonomi atau tekanan sosial yang timbul. Desain urban dapat dilihat sebagai sebuah alat untuk mengontrol perubahan, sebagai konsekuensi terhadap perkembangan dan pembangunan perkotaan, terutama yang berkaitan dengan kepentingan publik. Desain urban bukanlah merupakan suatu produk akhir. Namun, desain urban akan sangat turut menentukan kualitas dari produk akhirnya, yaitu lingkungan binaan yang dihuni. Dengan demikian desain urban harus dipahami sebagai suatu proses yang mengarahkan perwujudan suatu lingkungan binaan fisik yang layak, sesuai dengan aspirasi masyarakat, ramah terhadap lingkungan, termasuk kepada kemampuan sumberdaya setempat dan daya dukung lahan serta merujuk kepada aspek lokal Martokusumo, 2006. Menurut Budiharjo 1997, kota adalah kumpulan orang-orang yang berdomisili dalam jangka waktu lama maupun sementara. Sebuah kota tidak akan nyaman jika orang-orangnya tidak menciptakan kenyamanan bagi lingkungannya. Kota yang baik dan berkesan adalah kota-kota dimana masyarakatnya memberikan kenyamanan terhadap eksistensi lingkungannya. Jadi dengan membicarakan kenyamanan berarti sebuah kota adalah kumpulan nilai-nilai yang dianut masyarakatnya. Kota dari pandangan yuridis administrasi dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah negara, dimana keberadaannya diatur oleh undang- undang peraturan tertentu daerah, dimana dibatasi oleh batas-batas administratif yang jelas yang keberadaannya diatur oleh undang-undangperaturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya Yunus, 2005. Sementara itu menurut Sujarto 1970, yang dikutip Yunus 2005, kota adalah suatu wilayah negarasuatu areal yang dibatasi oleh batas-batas administrasi tertentu, baik berupa garis yang bersifat mayaabstrak ataupun batas-batas fisikal, misalnya sungai, jalan raya, lembah, barisan pegunungan dan lain sebagainya yang berada di dalam wewenang suatu tingkat pemerintahan tertentu yang berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga di wilayah tersebut. Kota di tinjau dari morfologi kota, dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial, kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan di sekitarnya. Sementara itu daerah yang bersangkutan sudahmulai terjamah fasilitas kota Yunus, 2005. Kriteria Umum Kawasan Perkotaan menurut Kepmen Kimpraswil 3272002 adalah: 1 memiliki fungsi kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau lebih dari 75 mata pencaharian penduduknya di sektor perkotaan; 2 memiliki jumlah penduduk sekurang-kurangnya 10.000 jiwa; 3 memiliki kepadatan penduduk sekurang-kurangnya 50 jiwa per hektar; 4 memiliki fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa dalam bentuk sarana dan prasarana pergantian moda transportasi. Budiharjo 1997, mengatakan bahwa fungsi kota sebagai pusat pelayanan service center membawa konsekuensi areal kota akan dipenuhi oleh kegiatan- kegiatan komersial dan sosial, selain kawasan perumahan dan permukiman. Pembangunan ruang kota bertujuan untuk: 1 memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat berusaha dan tempat tinggal, baik dalam kualitas maupun kuantitas; dan 2 memenuhi kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram dan sejahtera. Berkenaan dengan hal tersebut pembangunan kota harus ditujukan untuk lebih meningkatkan produktifitas yang selanjutnya akan dapat mendorong sektor perekonomian. Namun dalam pengembangannya, tentu perlu diperhatikan ketersediaan sumberdaya, sehingga perlu dicermati efisiensi pemanfaatan sumberdaya maupun efisiensi pelayanan prasarana dan sarana kota. Pembangunan perkotaan dilaksanakan dengan mengacu pada pengembangan investasi yang berwawasan lingkungan, sehingga tidak membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan tidak merusak kekayaan budaya daerah. Selain itu juga diharapkan untuk selalu mengarah kepada terciptanya keadilan yang tercermin pada pemerataan kemudahan dalam memperoleh penghidupan perkotaan, baik dari segi prasarana dan sarana maupun dari lapangan pekerjaan. Menurut Rustiadi et al. 2005 dilihat dari konsep keruangan spasial dan ekologis, urbanisasi merupakan gejala geografis yakni; a adanya perpindahan penduduk keluar wilayah ; b gerakanperpindahan penduduk yang terjadi disebabkan adanya salah satu komponen dari ekosistem kurangtidak berfungsi secara baik sehingga terjadi ketimpangan dalam ekosistem setempat; c terjadinya adaptasi ekologis yang baru bagi penduduk yang pindah dari daerah asal ke daerah yang baru, dalam hal ini kota. Sehingga urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian : 1 meningkatkan jumlah dan kepadatan penduduk kota menjadi lebih menggelembung; 2 bertambahnya kota dalam suatu negara atau wilayah akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan tehnologi baru; 3 merubah kehidupan desa atau nuansa desa menjadi suasana kehidupan kota. Yunus 2006, ada dua dimensi dalam membahas urbanisasi yaitu; 1 dimensi fisiko-spasial dan 2 dimensi non fisikal. Dalam dimensi fisiko-spasial, urbanisasi berarti berubahnya kenampakan fisiko spasial kedesaan menjadi kenampakan fisiko-spasial kekotaan. Jadi urbanisasi merupakan proses berubahnya ketiga elemen morfologi kekotaan land use characteristics; building characteristics dan circulation characteristics. Sedangkan dimensi non fisikal merupakan berubahnya keseluruhan dimensi kehidupan manusia perilaku ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi dari sifat kedesaan menjadi bersifat kekotaan. Sub-urban diartikan sebagai proses terbentuknya pemukiman-pemukiman baru dan juga kawasan industri di pinggir wilayah perkotaan, terutama sebagai perpindahan penduduk kota yang membutuhkan tempat bermukim dan untuk kegiatan industri. Sub urban telah melahirkan fenomena yang kompleks di wilayah sub urban yaitu akulturasi budaya, konversi lahan pertanian di perkotaan, spekulasi lahan dan lain-lain. Proses sub urbanisasi adalah salah satu proses pengembangan wilayah yang semakin menonjol dan semakin berpengaruh nyata di dalam proses penataan ruang disekitar wilayah perkotaan Rustiadi et al., 2005. Disatu sisi proses ini dipandang sebagai perluasan wilayah ke wilayah pinggir kota yang berdampak meluasnya skala manajemen wilayah urban secara riil, dilain sisi proses ini sering dinilai sebagai proses yang kontradiktif mengingat prosesnya selalu diiringi dengan proses konversi lahan pertanian yang sangat prodiktif.

2.5. Teori Lokasi dan Pemusatan Kegiatan