METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Studi
Lokasi penelitian meliputi tiga kecamatan yang tidak terkena bencana tsunami di Kota Banda Aceh yang terletak di wilayah sub urban pinggiran kota
Banda Aceh yaitu Kecamatan Ulee Kareng, Lueng Bata dan Banda Raya, yang termasuk dalam administrasi kota Banda Aceh lihat Gambar 2.
Analisis dan pengolahan data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Bulan Maret 2008 sampai dengan Bulan Nopember 2008.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.
3.2. Data dan Sumber Data
Data sekunder diperoleh dari studi literatur terhadap hasil-hasil penelitian, laporan, peta dan data statistik yang diperoleh dari instansi pemerintahan, antara
lain: Bappeda, BPN, BPS, BRR Aceh-Nias. Data sekunder meliputi; data spasial,
data kependudukan, sosial ekonomi dan aksesibilitas. Data primer diperoleh dengan melakukan survey pada lokasi penelitian dan penyebaran kuesioner
kepada responden melalui metode analisis hirarki proses AHP. Responden yang dipilih untuk kegiatan AHP terdiri dari unsur Pemerintah
Daerah, DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan akademisi, dengan prinsip bahwa responden yang dipilih mempunyai pemahaman yang baik
tentang karakteristik wilayah serta perkembangan pembangunan, ekonomi, dan sosial di Kota Banda Aceh.
Tabel 2. Aspek, Variabel, Jenis Data, dan Sumber Data yang Digunakan. No
Aspek Variabel
Jenis Data Sumber Data
1. Penggunaan Lahan
Spasial • Citra Ikonos Thn
2006 • BRR Aceh-Nias
2. Sarana dan
Prasarana Atribut
sebaran sarana dan
prasarana • Data Kependudukan
• Banda Aceh dalam Angka 2006
• Podes thn 2006
3. Arahan Pemanfaatan
Ruang Kebijakan
• RTRW Kota Banda Aceh 2007
• Bappeda • Kuesioner
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan beberapa analisis data yang dapat dikelompokkan dalan 2 bagian yaitu analisis spasial dan analisis statistika. Lebih
jelasnya mengenai metode pengolahan dan analisis data dapat dilihat bagan alir pendekatan pada Gambar 3 dan Tabel 3 mengenai matrik tujuan, analisis dan
keluaran penelitian sebagai berikut:
Tabel 3. Matrik Tujuan, Analisis, Variabel, Data dan Keluaran No
. Tujuan Analisis
Metode Parameter Data
dan Sumber
Data Keluaran
1. Mengetahui
penggunaan lahan di
kawasan sub- urban
Analisis spasial
Penggunaan lahan
Citra Ikonos
2006 Pengguna
an Lahan Ruang
2. Mengidentifi
kasi hirarki pusat-pusat
aktifitas Deskriptif
Skalogram 2006
Jarak, biaya dan waktu
Peta Adminis trasi, Podes
2006 yg diperkaya
dikoreksi dgn data
primer Fasilitas
Infrastruktur, Sosial,
Kelembaga an, Kependu
dukan, dan Ekonomi
Pusat- pusat
aktivitas dan hirarki
wilayah di kawasan
sub urban
3. Arahan
pemanfaatan lahan
Analisis spasial Penggunaan
lahan AHP
Arahan Pengemban
gan wilayah
Fisik Dasar Kuisioner
Arahan Pengem-
bangan Wilayah
Gambar 3. Bagan Alir Pendekatan Penelitian
3.3.1. Analisis penggunaan lahan
Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penguasaan, penggunaan, pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan
lindung. Selain itu, dengan analisis ini dapat diketahui besarnya fluktuasi intensitas kegiatan di suatu kawasan, perubahan, dan kecenderungan pola
perkembangan kawasan budidaya. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi suatu bentuk penggunaan lahan yang terjadi. Hasil identifikasi tersebut kemudian
dideskripsikan. Hasil deskripsi tersebut berupa luasan dan persentase luasan dari suatu bentuk penggunaan lahan pada suatu wilayah administrasi.
Data spasial yang dianalisis adalah citra Ikonos tahun 2006 yang diperoleh dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh-Nias BRR-Aceh Nias, kemudian
diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 8.6. Analisa spasial di gunakan sebagai upaya memanipulasi data spasial. Analisa terfokus pada kegiatan
investigasi pola-pola atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut: Koreksi Geometrik
Langkah pertama yang dilakukan sebelu melakukan analisis penggunaan lahan adalah mengkoreksi geometrik. Akuisisi citra yang dipengaruhi oleh
rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dan efek panoramik menyebabkan posisi setiap obyek di citra tidak sama dengan posisi geografis
yang sebenarnya. Untuk itu perlu dilakukan koreksi terhadap distorsi geometrik tersebut dengan melakukan 1 transformasi koordinat citra ke
koordinat bumi dan 2 resampling citra. Transformasi koordinat dilakukandengan bantuan titik control tanah Ground Control Point yang
didapat dari peta topografi referensi, sedangkan metode resampling menggunakan nearest neighbour.
Memotong Citra Cropping. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah obyek penelitian.
Sebagai acuan adalah peta administrasi yang sudah terkoreksi geometris, dimana batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest
AOI. Klasifikasi Penggunaan Lahan.
Klasifikasi citra Ikonos ke dalam beberapa jenis penutup lahan menggunakan metode klasifikasi terbimbing yaitu klasifikasi kemungkinan maksimum
maximum likelihood classification. Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan area contoh ditentukan berdasarkan keberadaan jenis penutupan
lahan yang ada di dalam citra dan kesamaan warna obyek tersebut. Uji akurasi.
Keakuratan hasil klasifikasi dapat dihitung dengancara membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi. Data referensi yang akan digunakan
disini adalah berasal dari pengecekan lapangan yang diambil secara acak pada areal yang dicakup oleh citra Ikonos untuk masing-masing kelas.
3.3.2. Analisis Pusat Aktivitas dengan Skalogram
Analisis skalogram digunakan untuk menentukan hirarkhi pusat-pusat wilayah. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh
setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel. Metode skalogram ini bisa digunakan dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap
wilayah, atau menuliskan adatidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlahkuantitasnya.
Tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut: 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam
unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling
jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan. Angka yang dituliskan adalah jumlah fasilitas
yang dimiliki setiap unit wilayah. 2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai
ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap
terletak di susunan paling bawah. 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas
maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit wilayah. 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga
diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas
merupakan sub wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap. Sedangkan posisi terbawah merupakan sub wilayah dengan ketersediaan fasilitas umum
paling tidak lengkap. 6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua daerah dengan
jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang persis, maka pertimbangan ke tiga adalah jumlah penduduk. Subwilayah dengan jumlah penduduk lebih tinggi
diletakkan pada posisi di atas, sedangkan subwilayah dengan jumlah penduduk lebih rendah ditempatkan di urutan berikutnya.
3.3.3. Analisis Hirarki Proses
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah merumuskan dan mengeluarkan kebijakan. Suatu kebijakan dapat diketahui melalui beberapa
parameter penting seperti proses, isi, dan konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Pemerintah perlu memperhatikan isu-isu yang
berkembang di masyarakat, sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang tepat yang menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, analisis
kebijakan dan proses kebijakan menjadi unsur yang penting dilakukan. Untuk menggali persepsi dari pengambil kebijakan dan tokoh masyarakat
terhadap penentuan arahan pengembangan wilayah kota Banda Aceh Pasca Tsunami di Kecamatan-Kecamatan Sub-Urban dapat dilakukan dengan metode
analisis yang dikenal dengan Analisis Hirarki Proses AHP. Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Thomas Saaty di tahun 1970-an.
Dalam menetapkan suatu kebijakan, maka perumus kebijakan akan dihadapkan pada banyak faktor baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif,
dimana seringkali analisis yang dilakukan mengabaikan faktor-faktor yang bersifat kualitatif. Dengan metode AHP, maka semua faktor yang dianggap
berpengaruh terhadap suatu kebijakan akan diikutkan dalam perhitungan. Menurut Saaty 1980 pada umumnya hal-hal yang berperan dalam pengambilan
keputusan adalah a perencanaan, b perumusan alternatif, c menetapkan berbagai prioritas, d menetapkan alternatif terbaik, e mengalokasikan sumber daya, f
menentukan kebutuhan, g memprediksi hasil yang dicapai, h mendesain sistem i penilain hasil, j menjaga kestabilan sistem, k mengoptimalkan tujuan, dan l
mengelola konflik. Saaty 1980 menekankan pentingnya pendekatan sistem dalam pengambilan keputusan, dengan memperhatikan struktur, fungsi, tujuan dan
lingkungan. Beberapa keuntungan dari metode AHP dalam kegiatan analisis antara lain :
1. Dapat merepresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-
unsur pada level yang lebih rendah;
2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang komplek dan tidak berstruktur, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna
mendapatkan prioritas; 3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas
dengan tidak memaksakan pemikiran yang linier; 4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai
korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas
Sarana yang digunakan dalam metode AHP ini adalah dengan memberikan kuisioner kepada para responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan
baik masalah-masalah yang menjadi obyek penelitian. Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan, maka dilakukan penyebaran
kuisioner dan wawancara dengan berbagai unsur yakni Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh sebanyak 3 orang, DPRD Kota Banda Aceh sebanyak 1 orang, dari
Akademisi sebanyak 1 orang, LSM sebanyak 1 orang. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan
kriteria responden adalah pihak-pihak yang terlibat langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan pembangunan di Kota Banda Aceh. Kriteria
responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan kebijakan
pembangunan. Analisis AHP dilakukan dengan software Criterium Decision Plus Ver.3.0
Dalam analisis ini, langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasimenetapkan masalah-masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;
3. Mengidentikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan;
4. Menetapkan struktur hirarki; Menurut Saaty 1980 hirarki adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa
leveltingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. Hal yang dilakukan dalam suatu hirarki adalah mengukur
pengaruh berbagai kriteria yang terdapat pada hirarki. Pada umumnnya masalah dasar yang muncul dalam penyusunan hirarki adalah menentukan
level tertinggi dari berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level; 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan,
pelakuobjek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor; 6. Membandingkan alternatif-alternatif comparative judgement;
7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas synthesis of priority; 8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical
conssistency.
KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH 4.1.
Kota Banda Aceh 4.1.1.
Letak Geografis
Secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 5°30’ – 05 35’ LU dan
95°30’ – 99 16’ BT, dengan ketinggian rata-rata 0,80 meter diatas permukaan
laut, dengan luas wilayah 61,36 km
2
. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka; sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar; sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.
Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan, luas masing-masing wilayah kecamatan di Kota Banda Aceh.
Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh
NO KECAMATAN LUAS Km
2
PERSENTASE
1. Meuraxa 7.258
11.83 2. Baiturrahman
4.539 7.40
3. Kuta Alam
10.047 16.37
4. Syiah Kuala
14.244 23.21
5. Ulee Kareng
6.150 10.02
6. Banda Raya
4.789 7.80
7. Kuta Raja
5.211 8.49
8. Lueng Bata
5.341 8.70
9. Jaya Baru
3.780 6.16
JUMLAH 61.359 100.00
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2006
4.1.2. Topografi
Kota Banda Aceh secara geomorfologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan 70 wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari
permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan
ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga
mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut.
4.1.3. Hidrologi
Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air Catchment Area dan sumber air baku, kegiatan perikanan,
dan sebagainya. Tabel. 5 Nama Sungai di Kota Banda Aceh dan Luas Daerah Resapannya
Nama Sungai Luas Daerah Resapan km
2
Krueng Aceh 1712,00
Krueng Daroy 14,10
Krueng Doy 13,17
Krueng Neng 6,55
Krueng Lhueng Paga 18,25
Krueng Tanjung 30,42
Krueng Titi Panjang 7,80
Sumber: URRP Banda Aceh City JICA, 2006. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan
tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian Utara dan Timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari
Timur ke Barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian Selatan kota.
4.1.4. Klimatologi
Banda Aceh memiliki rentang suhu udara mulai dari 18 C hingga 37
C dengan rata-rata bulanan antara 25
C hingga 27 C dan tekanan minibar 1008-
1012. Adapun kelembaban udaranya adalah berkisar dari 75-85 dengan jumlah hari hujan 11 hari dalam 1 bulan. Rata-rata jumlah curah hujan adalah 1.454 mm
dengan konsentrasi musim hujan mulai dari bulan Oktober hingga Maret. Kecepatan angin tidak terlalu tinggi, yaitu dengan kecepatan normal rata-rata 13,3
mdetik dan kecepatan maksimum rata-rata sebesar 17,3 mdetik.
4.1.5. Geologi
Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cmtahun dan
merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu
patahan Darul Imarah dan Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga
sesungguhnya Banda Aceh adalah suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga dataran Banda Aceh ini merupakan batuan
sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa disekitarnya.
4.2.Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana tsunami adalah sekitar 263.668 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya
Islam. Sebagai ibukota Provinsi yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, Kota Banda Aceh memiliki jumlah dan kepadatan penduduk tertinggi
dibandingkan dengan KabupatenKota lainnya dalam lingkup Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh
NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK
JUMLAH PENGUNGSI
PRE- TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449
36.783 5.052
2. Kuta Alam
55.062 43.113
23.971 3. Meuraxa
31.218 5.657
867 4. Syiah Kuala
42.779 35.514
6.411
5. Lueng Bata 18.360
18.254 5.229
6. Kuta Raja 20.217
5.122 230
7. Banda Raya
19.071 19.015
9.451
8. Jaya Baru
22.005 11.384
6.163
9. Ulee Kareng
17.510 17.388
8.126 TOTAL 263.668
192.194 65.500
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 2006.
Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan nyata sekitar 27 , tereduksi menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah
kehilangan meninggal dunia atau hilang sebanyak 71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak 65.500 jiwa.
Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di Kecamatan Meuraxa 82 , Kecamatan Kuta Raja 75 , Kecamatan Jaya Baru
49 , dan Kecamatan Kuta Alam 22 .
10000 20000
30000 40000
50000 60000
B ai
tu rra
hm an
Ku ta
al am
Me ur
ax a
Sy ia
h K ual
a Lu
en g
B at
a K
ut a
Ra ja
Band a
R ay
a Jay
a Ba ru
U le
e Karen
g
Jumlah Penduduk Pre-Tsunami Jumlah Penduduk Pasca Tsunami
Jumlah Pengungsi
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 2006. Gambar 4. Grafik Jumlah penduduk sebelum dan sesudah tsunami.
4.2.1. Kepadatan Penduduk
Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan
dari 43 jiwaha menjadi hanya 31 jiwaha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 7. Penurunan tingkat
kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan Meuraxa menurun
sebesar 82 dan Kuta Raja menurun sebesar 75 karena memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling besar. Selain
itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya dan
Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana tsunami.
Gambar 5 di bawah ini menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh pasca bencana tsunami.
Tabel 7. Tingkat Kepadatan Pendudukdi Kota Banda Aceh Pasca Tsunami
NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK
Jiwa LUAS
WILAYAH Ha
KEPADATAN PENDUDUK
JiwaHa PRE-
TSUNAMI PASCA
TSUNAMI PRE-
TSUNAMI PASCA
TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783
453.90 83
81 2. Kuta
Alam 55.062
43.113 1004.70 55
42 3. Meuraxa
31.218 5.657
725.80 43
8 4. Syiah Kuala
42.779 35.514
1424.40 30
25
5. Lueng Bata 18.360
18.254 534.10
34 34
6. Kuta Raja 20.217
5.122 521.10
39 10
7. Banda Raya 19.071
19.015 478.90
40 40
8. Jaya Baru
22.005 11.384
378.00 58
30
9. Ulee Kareng 17.510
17.388 615.00
28 28
TOTAL 263.668
192.194 6135.9 43
31
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 2006.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Ba itu
rra hm
an Ku
ta ala
m Me
ura xa
Sy iah
Ku ala
Lu en
g B ata
Ku ta
Ra ja
Ba nd
a R ay
a Ja
ya Ba
ru Ule
e K are
ng
Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 2006. Gambar 5. Grafik Penurunan Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca
Bencana Tsunami.
Kecamatan Ulee Kareng, Lueng Bata, dan Banda Raya
Secara administratif Kecamatan Ulee Kareng, Kecamatan Lueng Bata, dan Kecamatan Banda Raya, termasuk kedalam wilayah administrasi Kota Banda
Aceh. Ketiga Kecamatan tersebut terletak di sebelah Selatan Kota Banda Aceh dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Ulee Kareng
terdiri dari 9 desa, Kecamatan Lueng Bata terdiri dari 9 desa, dan Kecamatan Banda Raya terdiri dari 10 desa lihat Tabel 8
Tabel 8. Nama Desa Kelurahan
KECAMATAN KELURAHANDESA
Ulee Kareng Pango Raya, Pango Deah, Ilie, Lamteh, Lam Glumpang,
Ceurih, Ie Masen Ulee Kareng, Doi, Lambhuk.
Lueng Bata Landom, Cot Mesjid, Batoh, Lueng Bata, Blang Cut,
Lampaloh, Sukadamai, Panteriek, Lam Seupeung. Banda Raya
Lam Ara, Lampuot, Mibo, Lhong Cut, Lhong Raya, Peunyeurat, Lam Lagang, Geuceu-Komplek, Geuceu-
Iniem, Geuceu Kayee Jato.
Sumber: Banda Aceh dalam Angka, 2006.
4.4. Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk Kecamatan Ulee Kareng, Lueng, Bata, dan Banda Raya tahun 2006 berturut-turut adalah 22.823 jiwa, 19.339 jiwa, 24.272 jiwa. Dengan
rata-rata kepadatan penduduk berturut-turut adalah 2.536 jiwadesa, 2.149 jiwadesa, dan 2.427 jiwadesa dengan penduduk beragama dan berbudaya Islam.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan
Hasil interpretasi Citra Ikonos tahun 2006 pada Kecamatan Ulee Kareng, Lueng Bata dan Banda Raya, juga pemeriksaan lapangan diperoleh informasi
mengenai penggunaan lahan tahun 2006 pada tiga kecamatan penelitian. Jenis penggunaan lahan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 10.
Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan di Tiga Kecamatan Penelitian
No Jenis Penggunaan
Luas Ha
Persentase
1 Fasilitas Olah Raga
22.842 1.52
2 Industri 9.317
0.62 3 Jalan
18.132 1.21
4 Kebun 400.772
26.74 5 Lahan
Kosong 10.568
0.71 6 Makam
0.338 0.02
7 Pemukiman 626.932
41.84 8 Perguruan
Tinggi 1.359
0.09 9 Rawa
49.281 3.29
10 Rumput 18.081
1.21 11 Sawah
310.497 20.72
12 Semak Belukar
3.946 0.26
13 Sungai 26.241
1.75
Total 1.498.306 100.00
Sumber : Hasil Analisis Penggunaan lahan di tiga kecamatan penelitian didominanasi oleh
pemukiman sebesar 41.84 , urutan berikutnya ialah kebun sebesar 26.74 , sawah sebesar 20.72 , rawa sebesar 3.29 , dan lainnya sebesar 7.41 .
Penutupan lahan berupa sawah, dan ruang terbuka hijau lainnya kebun, rawa, dan semak-semak lebih dominan terdapat pada bahagian Selatan hingga ke
perbatasan Kabupaten Aceh Besar. Sementara itu ruang terbangun dominan cenderung menyebar di bahagian Utara mengikuti jaringan jalan yang telah
terbangun dengan baik yang merupakan daerah yang meliliki jaringan infrastruktur yang lebih baik dan tersedia transportasi umum yang melayani
masyarakat kawasan tersebut, seperti terlihat pada gambar 7 peta penggunaan di tiga lokasi penelitian.
46
Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian.
Di tiga kecamatan penelitian terlihat bahwa ruang terbangun dan ruang tidak terbangunruang terbuka masing-masing sebesar 43.80 dan 56.20 .
Penyebaran penggunaan lahan kebun dominan terdapat di Kecamatan Ulee Kareng di bahagian Selatan hingga ke bantaran Krueng Aceh sungai.
Penyebaran penggunaan lahan sawah dominan terdapat di Kecamatan Lueng Bata dan berdampingan dengan Kecamatan Bandara Raya menyebar ke arah Selatan
menuju ke perbatasan Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan penyebaran penggunaan lahan pemukiman merupakan penggunaan yang dominan dibandingkan untuk
penggunaan lainnya di tiga kecamatan penelitian menyebar di bahagian Utara masing-masing kecamatan.
5.1.1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ulee Kareng
Peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa kondisi penutupan lahan tahun 2006 di Kecamatan Ulee Kareng di dominasi oleh kebun sebesar 53.09 , urutan
berikutnya ialah pemukiman sebesar 29.16 , sawah sebesar 9.14 , rumput sebesar 3.01 , rawa sebesar 2.15 , lahan kosong sebesar 0.73 , perdagangan
dan industri sebesar 0.01 , dan lainnya sebesar 2.71 . Penutupan lahan berupa kebun, sawah dan ruang terbuka hijau lainnya lebih dominan berada pada bagian
Selatan Kecamatan Ulee Kareng, sementara itu ruang terbangun cenderung menyebar mengikuti jaringan jalan yang dominan bagian Utara kecamatan.
Pemanfaatan ruang di Kecamatan Ulee Kareng adalah ruang terbangun sebesar 29.63 dengan luas 155.488 ha dan ruang tidak terbangun sebesar 70.37
dengan luas 369.328 ha. Pemanfaatan ruang didominasi penggunaan untuk kebun sebesar 53.09 yang berada di bahagian Selatan sampai ke bantaran
Krueng Aceh sungai. Pada umumnya kebun-kebun yang terdapat di kecamatan ini di tanami dengan tanaman tahunan berupa tanaman kelapa, tanaman buah-
buahan seperti mangga, sawo, dan lain-lain. Kemudian penggunaan lahan berikutnya adalah pemukiman sebesar 29.16 yang mengelompok di bahagian
Utara kecamatan hingga ke perbatasan Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Kuta Alam merupakan wilayah administratif Kota Banda Aceh, serta ke
perbatasan Kabupaten Aceh Besar.
Tabel 10. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Ulee Kareng tahun 2006
No Jenis Penggunaan lahan
Luas Ha
Persentase
1 Fasilitas Olah Raga
1.024 0.20
2 Perdagangan Industri
0.032 0.01
3 Jalan 2.408
0.46 4 Kebun
278.633 53.09
5 Lahan Kosong
3.812 0.73
6 Pemukiman 153.048
29.16 7 Rawa
11.302 2.15
8 Rumput 15.816
3.01 9 Sawah
47.987 9.14
10 Sungai 10.754
2.05
Total 524.816 100.00
Sumber : Hasil Analisis
5.1.2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Lueng Bata
Peta penggunaan lahan menunjukkan, bahwa kondisi penutupan lahan tahun 2006 di Kecamatan Lueng Bata didominasi oleh permukiman sebesar 47.67 ,
urutan berikutnya ialah sawah sebesar 24.45 , kebun sebesar 14.45 , rawa sebesar 5.27 , perdagangan dan industri sebesar 2.04 , dan lainnya sebesar
6.12 . Kawasan pemumukiman cenderung berkembang di sebelah Utara kecamatan, sedangkan ruang terbuka hijau dominan di bagian Selatan
kecamatan. Pemanfaatan ruang di Kecamatan Lueng Bata adalah ruang terbangun
sebesar 52.30 dengan luas 238.229 ha dan ruang tidak terbangun sebesar 47.70 dengan luas 217.348 ha. Pemanfaatan ruang didominasi penggunaan untuk
pemukiman sebesar 47.67 yang berada di bahagian Utara kecamatan. Pada umumnya pemukiman yang terdapat di kecamatan ini sudah ada sejak
pemerintahan kolonial Belanda bahkan pada masa Kerajaan Aceh pun desa-desa yang ada di kecamatan ini sudah ada dan mengelompok di bahagian Utara di
sepanjang Krueng Aceh yang relatif lebih maju. Kemudian penggunaan lahan sawah menunjukkan bahwa mengelompok di satu kawasan bersebelahan dengan
Kecamatan Banda Raya, keberadaan sawah di sekitar pinggiran desakecamatan menandakan sistem pertanian yang sudah maju dengan sistem drainase. Namun
sekarang ini sawah-sawah tersebut sudah tidak produktif lagi dan sudah banyak
yang dialih fungsikan menjadi pemukiman, meskipun wujud fisiknya berupa sawah, sebahagian sawah tersebut sudah tidak digarap lagi.
Tabel 11. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Lueng Bata tahun 2006
No Jenis Penggunaan lahan
Luas Ha
Persentase
1 Perdagangan Industri
9.285 2.04
2 Jalan 10.427
2.29 3 Kebun
65.803 14.45
4 Lahan Kosong
2.989 0.66
5 Pemukiman 217.158
47.67 6 Rawa
23.993 5.27
7 Perguruan Tinggi
1.359 0.30
8 Sawah 111.401
24.45 9 Semak
Belukar 1.115
0.24 10 Sungai
12.047 2.64
Total 455.577 100.00
Sumber : Hasil Analisis
5.1.3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Banda Raya
Peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa kondisi penutupan lahan di Kecamatan Banda Raya di dominasi oleh permukiman sebesar 49.57 , urutan
berikutnya ialah sawah sebesar 29.18 , kebun sebesar 10.87 , tegalan sebesar 2.88 , rawa sebesar 2.70 , lahan kosong sebesar 0.73 dan lainnya sebesar
6.95 . Penutupan lahan berupa sawah dan ruang terbuka hijau lainnya lebih dominan berada pada bagian selatan Kecamatan Banda Raya, sedangkan ruang
terbangun cenderung menyebar mengikuti jaringan jalan, dominan di bagian utara hingga ke bahagian barat kecamatan yang berbatasan dengan kabupaten Aceh
Besar beberapa kawasan pemukiman baru dibangun di bahagian barat kecamatan, dimana terdapat jaringan jalan lingkar Kota Banda Aceh yaitu jalan negara
Sukarno-Hatta. Percepatan pengembangan wilayah kecamatan ini sangat dimungkinkan dikarenakan terdapat fasilitas yang tidak dimiliki kecamatan lain
seperti stadion sepak bola terbesar di Aceh, sarana kesehatan berupa rumah sakit meuraxa, sarana pendidikan terpadu yaitu sekolah kejuruan STM Negeri dan
SMK Negeri pada lokasi yang sama dengan penggunaan fasilitas yang berintegrasi pada lembaga pendidikan ini sehingga penggunaan fasilitas lebih
efisien.
Pemanfaatan ruang di Kecamatan Banda Raya adalah ruang terbangun sebesar 54.80 dengan luas 283.841 ha dan ruang tidak terbangun sebesar 45.20
dengan luas 217.348 ha. Pemanfaatan ruang didominasi penggunaan untuk pemukiman sebesar 49.57 yang berada di bahagian Utara kecamatan. Pada
umumnya pemukiman yang terdapat di kecamatan ini sudah ada sejak lama dan mengelompok di bahagian Utara kecamatan. Kemudian penggunaan lahan sawah
menunjukkan bahwa mengelompok di satu kawasan bersebelahan dengan Kecamatan Lueng Bata dan pencilan terdapat di bahagian Selatan yang berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Besar. Keberadaan sawah di sekitar pinggiran desakecamatan, sekarang sebahagian sawah-sawah tersebut sudah tidak digarap
lagi, sebahagian lagi masih ditanami satu tahun sekali, sehingga sawah-sawah tersebut sudah tidak produktif lagi meskipun wujudnya berupa sawah.
Tabel 12. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Banda Raya tahun 2006
No Jenis Penggunaan
Luas Ha
Persentase
1 Fasilitas Olah Raga
21.818 4.21
2 Jalan 5.297
1.02 3 Kebun
56.336 10.87
4 Lahan Kosong
3.767 0.73
5 Makam 0.338
0.07 6 Pemukiman
256.726 49.57
7 Rawa 13.986
2.70 8 Rumput
2.265 0.44
9 Sawah 151.109
29.18 10 Semak
Belukar 2.831
0.55 11 Sungai
3.440 0.66
Total 517.913 100.00
Sumber : Hasil Analisis Pemanfaatan ruang di tiga kecamatan penelitian dapat di tampilkan
sederhanakan menjadi pemanfaatan ruang terbangun berupa stadion olah raga, jalan, pemukiman ,perumahan,gedung dan ruang tidak terbangunterbuka, berupa
sawah, kebun, rawa, dan semakbelukar, sungai adalah sebagai berikut:
Tabel 13. Pemanfaatan Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka No.
Nama Kecamatan
Ruang Terbangun Ruang Terbuka
Luas Ha Luas Ha
1. Ulee Kareng
155.488 29.63
369.328 70.37
2. Lueng Bata
238.229 52.30
217.348 47.70
3. Banda Raya
283.841 54.80
234.072 45.20
Sumber: Hasil Analisis
5.2. Penentuan Hirarki Pusat Aktivitas
Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu
wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksesibilitas masyarakat di dalam pemanfaatan sumberdaya ekonomi yang dapat digambarkan
baik secara fisik maupun non fisik. Metode skalogram dapat digunakan untuk menentukan peringkat
pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi
yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis.
Indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing
masing wilayah. Metode ini mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
1. Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan.
2. Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah. 3. Membandingkan pemukiman-pemukiman dan wilayah-wilayah berdasarkan
ketersediaan fasilitas pelayanan. 4. Memperlihatkan hierarki pemukiman atau wilayah.
5. Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya.
Selanjutnya dari hasil analisis skalogran seperti terlihat pada Tabel 14 bahwa pusat-pusat hirarki menunjukan pusat pelayanan di kecamatan sub urban
kota, dengan Kecamatan Lueng Bata menduduki urutan pertama dari sisi ketersediaan fasilitas berdasarkan jumlah jenis sarana prasarana, juga berdasarkan
indeks perkembangan kecamatan. Tabel 14. Hirarki Kecamatan Penelitian dalam Kota Banda Aceh berdasarkan
Jumlah Jenis Sarana Prasarana.
No.
KECAMATAN DESAKELURAHAN
Jumlah jenis sarana dan
prasarana Jumlah
sarana dan prasarana
Hirarki 1.
2.
3.
ULEE KARENG
LUENG BATA BANDA RAYA
CEURIH DOI
IEMASEN ULEE KARENG ILIE
LAMBHUK LAMGLUMPANG
LAMTEH PANGO DEAH
PANGO RAYA BATOH
BLANG CUT COT MESJID
LAMPALOH LAMSEUPEUNG
LANDOM LUENG BATA
PANTERIEK SUKADAMAI
GEUCEU INIEM GEUCEU KAYEE JATO
GEUCEU KOMPLEK LAM ARA
LAM LAGANG LAMPUOT
LHONG CUT LHONG RAYA
MIBO PEUNYEURAT
38 30
27 27
35 37
31 24
30 25
31 34
24 41
26 33
30 38
27 29
26 25
45 26
30 31
27 25
668 446
348 582
1180 643
683 100
282 883
513 856
151 736
371 753
287 700
760 727
855 479
1133 144
414
1154 424
234
Hirarki I Hirarki II
Hirarki III Hirarki III
Hirarki II Hirarki II
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki II
Hirarki III Hirarki I
Hirarki III Hirarki II
Hirarki III Hirarki I
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki III
Hirarki I Hirarki III
Hirarki II Hirarki I
Hirarki III Hirarki III
.Sumber : BPS, Podes 2006 Analisis Dari hasil analisis skalogram seperti terlihat pada Tabel 14 diketahui bahwa
Kecamatan Lueng Bata secara kumulatif menduduki urutan pertama dari sisi ketersediaan fasilitas berdasarkan jumlah sarana dan prasarana, kemudian diikuti
oleh Kecamatan Ulee Kareng dan Kecamatan Banda Raya. Dari analisis
skalogram tersebut, Kecamatan Lueng Bata masuk kategori hirarki I, kemudian Kecamatan Ulee Kareng hirarki II dan Kecamatan Banda Raya hirarki III.
Tabel 15. Hirarki Kecamatan berdasarkan Indeks Perkembangan Kecamatan
No.
KECAMATAN DESAKELURAHAN
Indeks Perkembangan
Kecamatan Hirarki
1. 2.
3. ULEE KARENG
LUENG BATA BANDA RAYA
CEURIH DOI
IEMASEN ULEE KARENG ILIE
LAMBHUK LAMGLUMPANG
LAMTEH PANGO DEAH
PANGO RAYA BATOH
BLANG CUT COT MESJID
LAMPALOH LAMSEUPEUNG
LANDOM LUENG BATA
PANTERIEK SUKADAMAI
GEUCEU INIEM GEUCEU KAYEE JATO
GEUCEU KOMPLEK LAM ARA
LAM LAGANG LAMPUOT
LHONG CUT LHONG RAYA
MIBO PEUNYEURAT
70 48
31 28
47 55
42 18
27
33 40
49 23
85 30
62 38
69
27 42
24 33
102 24
48 67
40 26
Hirarki I Hirarki II
Hirarki III Hirarki III
Hirarki II Hirarki II
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki II
Hirarki III Hirarki I
Hirarki III Hirarki II
Hirarki III Hirarki I
Hirarki III Hirarki III
Hirarki III Hirarki III
Hirarki I Hirarki III
Hirarki II Hirarki I
Hirarki III Hirarki III
Sumber : BPS, Podes 2006 Analisis Hasil analisis skalogram baik berdasarkan jumlah jenis saran dan prasarana
maunpun berdasarkan indeks perkembangan kecamatan menunjukkan bahwa: 1 Kecamatan Ulee Kareng terdapat 1 desa yang berhirarki I yaitu Desa Ceurih,
3 desa yang berhirarki II yaitu Desa Doi dan Desa Lambhuk, Lam Glumpang dan 5 desa yang berhirarki III yaitu Desa Ie Masen Ulee Kareng, Ilie, Lamteh, Pango
Deah, Pango Raya; 2 Kecamatan Lueng Bata terdapat 2 desa yang berhirarki I yaitu Desa Lam Seupeung dan Desa Sukadamai, yang berhirarki II ada 2 desa
yaitu Desa Cot Mesjid dan Desa Lueng Bata, yang berhirarki III ada 5 Desa yaitu
Desa Batoh, Desa Blang Cut, Desa Lampaloh, Desa LamDom dan Desa Pante Riek; 3 Kecamatan Banda Raya terdapat 2 desa yang berhirarki I yaitu Desa
Lam Lagang dan Desa Lhong Raya, ada 1 desa yang berhirarki II yaitu Desa Lhong Cut, dan 7 desa yang berhirarki III yaitu Desa Geuce Iniem, Desa Geuce
Kayee Jato, Desa Geuce Komplek, Desa Lam Ara, Desa LamPeuot,Desa Mibo dan Desa Peunyeurat. Dari hasil hirarki diperoleh bahwa antara kecamatan Lueng
Bata memiliki 2 desa yang berhirarki I, dan juga kecamatan Banda Raya memiliki 2 desa yang berhirarki I, hanya berbeda pada hirarki II dimana Kecamatan Lueng
ada 2 desa dan Kecamatan Banda Raya 1 desa. Sedangkan Kecamatan Ulee Kareng berada hanya satu desa berhirarki I.
Secara kumulatif Kecamatan Lueng Bata pada hirarki I, Kecamatan Banda Raya pada hirarki II sedangkan Kecamatan Ulee Kareng pada hirarki III.
Sesuai dengan hasil analisis skalogram yang menunjukkan bahwa Kecamatan Lueng Bata berada pada hirarki I, maka dapat dikatakan bahwa
Kecamatan Lueng Bata secara realistis dapat menjadi pusat berbagai aktifitas yang memiliki beberapa fasilitas umum yang secara relatif lebih baik.
5.3. Keterkaitan Hirarki Pusat Aktivitas dengan Prasarana Jalan