dengan program pengiriman TKW ke luar negeri, umur sangat penting mengingat tingginya tingkat kesulitan yang akan dialami TKW pada saat bekerja. Kesulitan
tersebut terjadi misalnya dalam sosialisasi antara TKW dengan majikan dan sosialisasi dengan pekerjaan. Kesulitan-kesulitan inilah yang sering dialami oleh
para TKW yang bekerja di luar negeri. Kesulitan tersebut terjadi karena adanya perbedaan budaya antara budaya yang ada di kampung halaman TKW sendiri
dengan budaya di tempat mereka bekerja. Hubungan antara program pengiriman TKW ke luar negeri dan umur
yaitu, pemerintah telah menetapkan persyaratan yaitu minimal berusia 18 tahun atau sesuai permintaan negara tujuan pasal 39 ayat 2MEN2002, dimana umur
yang sudah cukup dewasa dan matang dalam bersikap dan semangat kerja yang tinggi. Pada Tabel 8, dapat dilihat rataan pembagian umur responden, yang dibagi
menjadi dua golongan umur yaitu umur ketika pertama kali responden melakukan migrasi internasional x
≤ 21 tahun dan x 21 tahun serta umur saat responden saat penelitian ini dilaksanakan yaitu
x ≤ 36 tahun dan x 36 tahun. Saat pertama kali bekerja ke luar negeri, sebanyak 48,5 persen responden
berada pada rentang umur x ≤ 21 tahun dan sebanyak 51,5 persen responden
berada pada rentang umur x 21 tahun. Berdasarkan pengakuan responden, terdapat umur responden yang kurang dari 18 tahun, yaitu termuda berumur 16
tahun ketika pertama kali berangkat menjadi TKW. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengetahui secara pasti peraturan yang menetapkan bahwa calon TKW
harus berumur 18 tahun ke atas atau sesuai dengan permintaan negara tujuan. Umur responden ketika penelitian ini berlangsung yaitu sebanyak 51,5 persen
responden berada pada rentang umur x ≤ 36 tahun dan sebanyak 48,5 persen
responden berada pada rentang umur x 36 tahun.
5.3.2 Status Pernikahan
Status pernikahan menentukan derajat kehidupan seseorang di dalam rumah tangga maupun masyarakat. Seorang wanita yang sudah menikah tentu
akan berbeda dengan wanita yang belum menikah atau janda. Perbedaan yang sangat mencolok terlihat pada peranan mereka dalam rumah tangga. Seorang
wanita yang sudah menikah mempunyai peranan yang komplek yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga. Wanita yang sudah menikah menjadi TKW untuk
membantu suaminya mencari nafkah, sedangkan wanita yang belum menikah atau janda, menjadi TKW untuk membantu perekonomian keluarganya. Dari sisi
tanggung jawab, wanita yang sudah menikah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibanding wanita yang belum menikah, karena harus meninggalkan suami
dan anaknya. Hal ini kemudian akan berdampak pada kehidupan rumah tangganya dan perkembangan anaknya, untuk itu status pernikahan berpengaruh pada
keputusan migran untuk bekerja atau tidak. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 8 terlihat bahwa 66,7 persen
responden berstatus menikah. Hal ini menunjukkan adanya suatu keterkaitan responden terhadap suami dan anaknya, namun di sisi lain pernikahan juga
memungkinkan responden untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai pendidikan sekolah anak. Kebutuhan tersebut dirasakan lebih tinggi
dibanding ketika belum menikah, sehingga hal tersebut mendorong responden untuk melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya, dengan membantu suami
ataupun sebagai pencari nafkah utama karena suami tidak bekerja. Sebanyak 24,3 persen responden belum menikah ketika pertama kali melakukan migrasi
internasional, hal ini dikarenakan keinginan responden untuk membantu perekonomian keluarga, mencari pasangan hidup, atau sekedar mencari
pengalaman dan menabung untuk masa depan. Tingginya wanita berstatus menikah yang menjadi TKW menunjukkan tuntutan wanita untuk bekerja sebagai
pencari nafkah membantu suami dan ketidakpuasan terhadap penghasilan suami. Ketika dilakukannya penelitian ini, sebanyak 90,9 persen responden sudah
menikah dan sebanyak 9,1 persen responden yang berstatus janda. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap responden, diketahui bahwa terjadi
pergantian status pernikahan responden selama pengalamannya menjadi TKW. Sebanyak 2 orang responden yang menikah dengan orang di tempatnya bekerja,
namun kemudian bercerai. Hal ini dialami oleh NH 31 tahun dan EU 41 tahun. NH bekerja di Hongkong dan menikah dengan orang di tempatnya bekerja, namun
mengalami perceraian, dan dari hasil pernikahannya ia mendapatkan seorang putra. Setelah mengalami perceraian, ia tetap bekerja sebagai TKW dan tidak
menikah kembali. Lain halnya dengan EU, ia bekerja di Malaysia dan kemudian menikah dengan orang di tempatnya bekerja dan mendapatkan seorang putri dari
pernikahannya, namun mengalami perceraian. Sekembalinya ke daerah asal, ia menikah lagi dengan orang Indonesia dan saat ini masih menetap di daerah asal.
Kisah perceraian juga dialami oleh AL 31 tahun. Sepulangnya menjadi TKW, ia menikah dengan orang Indonesia, namun tak berapa lama pernikahannya, ia
bercerai. Beberapa bulan kemudian ia memutuskan untuk bekerja kembali menjadi TKW.
Status pernikahan memang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keputusan responden untuk menjadi TKW kembali, namun hal ini juga
dipengaruhi oleh individu itu sendiri. Ketika ia masih merasa mampu untuk membantu suaminya, maka ia memutuskan untuk pergi kembali, namun beberapa
responden juga mengaku lelah bekerja sebagai TKW dan memutuskan untuk fokus mengurus keluarga.
5.3.3 Tingkat Pendidikan