17
2.3 Dampak Terhadap Perikanan Budidaya
Kegiatan perikanan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim karena lokasinya yang berada pada dataran rendah low lying area. Untuk kegiatan
budidaya, dampak utama berupa penggenangan kawasan budidaya, kehilangan aset ekonomi dan infrastruktur perikanan, meningkatnya erosi dan rusaknya lahan
budidaya di wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kerugian akan diderita oleh masyarakat pesisir, nelayan tangkap, dan pembudidaya dalam bentuk:
a. Menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat erosi pantai, intrusi air laut, dan pencemaran.
b. Berkurangnya produktifitas perikanan karena rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang akibat kenaikan suhu permukaan air laut dan perubahan
rezim air tanah. c. Kerusakan lahan budidaya perikanan akibat penggenangan oleh air laut
maupun banjir yang disebabkan kenaikan muka air laut. d. Kerusakan rumah dan potensi kehilangan jiwa akibat kejadian ekstrim seperti
badai tropis dan gelombang tinggi. Untuk menghitung kerugian secara ekonomis masih memerlukan kajian
lebih detail terkait dengan nilai ekonomi sumberdaya, lahan produktif, kegiatan ekonomi, dan infrastruktur di wilayah pesisir. Sebagai gambaran umum, saat ini
Indonesia telah memiliki ± 400.000 ha lahan budidaya tambak dan berbagai infrastruktur perikanan. Penggenangan lahan tersebut tentu saja akan mengganggu
produksi terutama udang yang merupakan komoditas ekspor strategis. Selain itu,
18 dampak perubahan iklim juga akan memperburuk kondisi sosial ekonomi dari
sekitar 8.000 desa pesisir dengan populasi sekitar 16.000.000 jiwa dengan indeks kemiskinan mencapai 32 Dekimpraswil, 2002.
Pada sektor pertambakan, perubahan iklim membuat udang menjadi lebih rentan dengan perubahan cuaca. Daya tahan udang menurun sehingga mudah
terserang penyakit. Selain itu, perubahan cuaca dan suhu perairan dapat memicu stress pada udang.
Menurut Muralidhar et al 2010, menyatakan bahwa curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi mengakibatkan terjadinya penurunan salinitas,
fluktuasi tingkat keasaman PH, dan mengurangi Dissolved Oxygen DO air tambak. Dampak yang akan ditimbulkan adalah daya tahan tubuh udang akan
turun, molting, udang terkena penyakit, dan biaya produksi yang keluarkan menjadi besar. Suhu yang tinggi mengakibatkan salinitas meningkat, tingkat
keasaman PH meningkat, dan kekeringan sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan udang rendah, periode budidaya meningkat, dan meningkatnya
biaya produksi. Menurut Sutanto 2009
1
, peralihan dari musim hujan ke kemarau dan perubahan cuaca yang ekstrem menurunkan daya tahan udang sehingga di
beberapa daerah mulai merebak penyakit virus pada udang. Di Jawa Timur, penyakit Infectious Myo Necrosis Virus IMVN menyebar pada beberapa areal
tambak di Banyuwangi, Situbondo, dan Malang. Adapun di Lampung terjadi serangan penyakit bintik putih atau White Spot Syndrome Virus WSSV. Serangan
virus telah menyebabkan produksi udang turun 30-40 persen. Gangguan penyakit
1. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak. Http:koralonline.comartikel12
. Diakses tanggal 1 Oktober 2010.
19 pada udang memang setiap tahun terjadi. Biasanya terjadi pada periode
Desember-Februari, yang dipicu oleh perubahan cuaca dan suhu perairan. Menurut Subiyakto 2009
2
, budidaya udang juga terpengaruh dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu,
dampak perubahan iklim yang tercermin dari pergantian cuaca harian yang ekstrem, yakni panas dan hujan datang bergantian sehingga membuat suhu
perairan di tambak berfluktuasi 28 –31
C. Gejolak perubahan cuaca dan suhu perairan telah memicu stress pada udang dan melemahnya daya tahan tubuh benih
udang benur. Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan udang lebih mudah terjangkit penyakit. Perubahan suhu perairan juga memacu meletupnya
pertumbuhan plankton di perairan, hal ini dapat menggangu sirkulasi oksigen di tambak yang akhirnya berdampak pada udang. Selain udang dewasa, perubahan
cuaca yang ekstrem juga berpengaruh pada benur. Angka kehidupan benur yang biasanya 75-80 kini turun menjadi sekitar 50.
Beberapa item yang perlu diwaspadai pada saat musim hujan terkait dengan teknis budidaya antara lain:
1. Tingkat kestabilan kualitas air tambak. Pada saat musim hujan, kualitas air
tambak cenderung tidak stabil dan berfluktuasi serta pada kondisi ekstrim akan terjadi penurunan kualitas perairan secara drastis. Kualitas perairan erat
sekali dengan aktivitas plankthon phytoplankthon dalam berfotosintesa untuk menghasilkan cholorophyl zat hijau daun yang sangat berguna
dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan tersebut. Kegiatan fotosintesa oleh plankthon phytoplankthon tersebut sangat tergantung oleh
2. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak. Http:koralonline.comartikel12
. Diakses tanggal 1 Oktober 2010.
20 adanya sinar matahari, sedangkan pada musim hujan intensitas sinar
matahari di dalam perairan tambak relatif minim sehingga kualitas air tambak cenderung tidak stabil. Pada saat curah hujan sangat tinggi, bahkan
sering dijumpai fenomena “plankthon collaps”, yaitu plankthon yang ada di
dalam perairan tambak mengalami “kematian secara massal”. Pada kondisi kualitas air tambak tidak stabil, udang akan sangat mudah mengalami stress
dan sangat rentan terhadap berbagai ancaman penyakit. 2.
Sumber pemasukan air inlet. Di Indonesia secara umum sumber pemasukan air inlet yang digunakan untuk sirkulasi air tambak adalah air
yang diambil secara langsung dari laut atau sungai besar. Pada saat musim hujan sumber pemasukan air ini relatif keruh dan kotor karena erosi dan
kotoran yang terbawa oleh aliran air laut atau sungai. Kondisi air seperti ini jika digunakan secara langsung dalam proses sirkulasi air tambak akan
berpengaruh terhadap kualitas air yaitu adanya partikel-partikel di dalam perairan tambak. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan penyakit insang
merah pada udang. 3.
Program pemberian pakan. Pada saat musim hujan, program pemberian pakan terutama yang terkait dengan pakan harian biasanya terganggu baik
itu frekuensi yang diberikan maupun tingkat rataan sebaran pakan dalam petakan. Kondisi seperti ini lebih terkait dengan sikap dan kedisiplinan dari
petugas pemberi pakan, karena biasanya seseorang cenderung malas dan seenaknya dalam memberikan pakan dalam kondisi hujan. Perubahan
frekuensi pakan dan sebaran pakan yang tidak merata secara tidak langsung
21 dapat mengakibatkan ukuran udang atau tingkat variasi udang akan beragam
dan pada kondisi ekstrim dapat memperburuk kondisi udang. Menurut Marindro 2008, faktor musim memiliki pengaruh yang nyata
terhadap proses budidaya udang terutama terkait dengan pengelolaan kualitas air tambak dan kondisi serta kualitas udang. Sebagai negara tropis Indonesia
memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan yang masing- masing memiliki karakteristik yang berbeda terhadap proses budidaya udang.
Karakteristik tersebut terkait dengan intensitas sinar matahari dan intensitas air hujan pada perairan tambak. Mengacu pada perbedaan karakteristik tersebut maka
sudah selayaknya jika sistem pengelolaan budidaya udang pada kedua musim tersebut juga berbeda agar tidak terjadi treatment error yang dapat merugikan
usaha budidaya udang pada periode tersebut. Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan musim hujan
bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses budidaya
udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian. Tabulasi di bawah ini merupakan matriks perbedaan antara
musim kemarau dan musim hujan serta pengaruhnya terhadap kualitas air dan kondisi atau kualitas udang.
22
Tabel 3. Matriks Perbedaan Antara Musim Kemarau dan Musim Hujan Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan KondisiKualitas
Udang
No. Items
Musim Kemarau Musim Hujan
1. Intensitas sinar matahari
Tinggi Rendah
2. Salinitas air tambak
Tinggi Rendah
– sedang 3.
Kestabilan plankton Stabil
– booming Tidak stabil
– collaps
4. Pertumbuhan udang
Lambat – kuntet
Normal 5.
Kecerahan air Cenderung rendah pada
kecerahan tinggi
berpotensi menumbuhkan lumut di dasar tambak
Cenderung tinggi
6. Warna air
Dominan hijau,
hijau pupus,
dan hijau
kekuningan, Pada malam hari terkadang dijumpai
fenomena air menyala Dominan coklat
dan coklat
kehijauan.
Sumber: Marindro, 2008
3
Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat bahwa intensitas sinar matahari sangat berpengaruh terhadap kualitas air tambak yang pada akhirnya ikut berpengaruh
pula pada pertumbuhan udang. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, proses budidaya udang pada kedua musim tersebut sama-sama memerlukan
penanganan yang cermat terutama dalam pengelolaan kualitas air tambak. Kecermatan penanganan dibutuhkan sebagai upaya mencegah kecenderungan
perubahan kualitas air secara drastis yang disebabkan oleh karakteristik kedua musim tersebut. Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan
musim hujan bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses
budidaya udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian.
3. Marindro, I. 2008. Waspada Terhadap Musim Hujan. Dalam Http:marindro-ina.blogspot.com. Diakses pada tanggal 30 September 2010.
23
2.4 Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim