Analisis kelayakan pengusahaan ikan lele (kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten, Bekasi, Propinsi Jawa Barat)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

SKRIPSI

ROSMAWATI H34076135

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

SKRIPSI

ROSMAWATI H34076135

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(3)

RINGKASAN

ROSMAWATI. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, sehingga laut mempunyai potensi yang sangat besar. Beragam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna, cakalang, ubur-ubur, kepiting, ikan hias, karang-karangan, termasuk mutiara dan rumput laut sangat mudah didapat.

Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70 persen). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun.

Dengan meningkatnya konsumsi ikan, juga akan meningkatkan produksi budidaya ikan air laut maupun budidaya ikan air tawar. Semakin meningkatnya permintaan ikan konsumsi tersebut maka adanya peluang bagi para petani untuk memenuhi permintaan ikan konsumsi tersebut, serta merencanakan jumlah produksi yang akan menghasilkan output lebih besar lagi untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, karena ikan lele adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara optimal di darat. Oleh karena itu ikan lele memiliki prospek pasar cukup cerah dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat tahan hidup sehingga masyarakat senantiasa mengkonsumsinya dalam keadaan segar.

Pengusahaan perikanan air tawar yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, salah satunya terdapat di Kecamatan Babelan. Di Kecamatan Babelan ini terdapat beragam komoditas ikan konsumsi yang diusahakan, seperti ikan patin, gurame, mujair, mas, dan lele. Untuk jenis ikan konsumsi, ikan lele dumbo adalah komoditas yang banyak diusahakan oleh para petani di Babelan. Pengusahaan ikan lele dumbo pada Kecamatan Babelan ini tergabung dalam kelompok tani yaitu Kelompok LPPMPU (Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat)

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), (3) Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada harga pakan dan harga jual output yaitu ikan lele.


(4)

Penelitian dilakukan di daerah Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada kelompok tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU). LPPMPU mulai berjalan pada tahun 2004. Tujuannya di bentuk kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi hasil pembudidayaan ikan lele, serta mensejahterakan para anggota kelompok tani.

Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan finansial yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele. Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial dalam mengembangkan pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri pada tingkat diskonto sebesar 7 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 190,564,149.51 pada pengusahaan pembenihan ikan lele, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar Rp 118,979,693.69. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 3,77, dan 2,08 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,77 dan 2,08 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 51 persen, dan 25 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 7 persen artinya investasi di usaha ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 1,35 tahun dan 1,40 tahun.

Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual benih atau output yang dihasilkan oleh petani ikan LPPMPU, serta adanya kenaikan harga pakan berupa pelet, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri untuk penurunan harga jual output yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 23 persen dari harga benih Rp 150,00 per ekor menjadi Rp 115,00 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 47 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64 persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen, dan 51 persen. Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak untuk dikembangkan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen, dan 31 persen.


(5)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

ROSMAWATI H34076135

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(6)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten, Bekasi, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Rosmawati

NRP : H34076135

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

NIP. 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2010

Rosmawati H34076135


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi tanggal 16 Mei 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bahrim Lubis dan Ibunda Dahriani Lubis.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pekayon Jaya III pada tahun 1998 dan pendidikan tengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 12 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Tulus Bhakti Jatiasih diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Dumbo (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat) , dibimbing oleh Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele apakah usaha yang dijalakan layak atau tidak dengan investasi yang ditanamkan, serta menganalisis sensitivitas dengan menggunakan analisis switching value atau nilai pengganti untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, April 2010 Rosmawati


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Kepada Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji. 3. Kepada Rika Miftahul Jannah, selaku pembahas skripsi ini.

4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

5. Kepada Dinas Perikanan Kabupaten Bekasi, Kepala UPTD Kecamatan Babelan atas waktu, kesempatan, dan informasi yang diberikan.

6. Kepada seluruh anggota Kelompok Tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat, yaitu Pak Sumirta, Pak H. Marjani, Pak Rohmat, dan Pak Misar yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 41 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, April 2010 Rosmawati


(11)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

SKRIPSI

ROSMAWATI H34076135

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(12)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

SKRIPSI

ROSMAWATI H34076135

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(13)

RINGKASAN

ROSMAWATI. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, sehingga laut mempunyai potensi yang sangat besar. Beragam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna, cakalang, ubur-ubur, kepiting, ikan hias, karang-karangan, termasuk mutiara dan rumput laut sangat mudah didapat.

Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70 persen). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun.

Dengan meningkatnya konsumsi ikan, juga akan meningkatkan produksi budidaya ikan air laut maupun budidaya ikan air tawar. Semakin meningkatnya permintaan ikan konsumsi tersebut maka adanya peluang bagi para petani untuk memenuhi permintaan ikan konsumsi tersebut, serta merencanakan jumlah produksi yang akan menghasilkan output lebih besar lagi untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, karena ikan lele adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara optimal di darat. Oleh karena itu ikan lele memiliki prospek pasar cukup cerah dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat tahan hidup sehingga masyarakat senantiasa mengkonsumsinya dalam keadaan segar.

Pengusahaan perikanan air tawar yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, salah satunya terdapat di Kecamatan Babelan. Di Kecamatan Babelan ini terdapat beragam komoditas ikan konsumsi yang diusahakan, seperti ikan patin, gurame, mujair, mas, dan lele. Untuk jenis ikan konsumsi, ikan lele dumbo adalah komoditas yang banyak diusahakan oleh para petani di Babelan. Pengusahaan ikan lele dumbo pada Kecamatan Babelan ini tergabung dalam kelompok tani yaitu Kelompok LPPMPU (Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat)

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), (3) Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada harga pakan dan harga jual output yaitu ikan lele.


(14)

Penelitian dilakukan di daerah Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada kelompok tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat (LPPMPU). LPPMPU mulai berjalan pada tahun 2004. Tujuannya di bentuk kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi hasil pembudidayaan ikan lele, serta mensejahterakan para anggota kelompok tani.

Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan finansial yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele. Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial dalam mengembangkan pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri pada tingkat diskonto sebesar 7 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 190,564,149.51 pada pengusahaan pembenihan ikan lele, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar Rp 118,979,693.69. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 3,77, dan 2,08 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,77 dan 2,08 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 51 persen, dan 25 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 7 persen artinya investasi di usaha ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 1,35 tahun dan 1,40 tahun.

Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual benih atau output yang dihasilkan oleh petani ikan LPPMPU, serta adanya kenaikan harga pakan berupa pelet, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri untuk penurunan harga jual output yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 23 persen dari harga benih Rp 150,00 per ekor menjadi Rp 115,00 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 47 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64 persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen, dan 51 persen. Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak untuk dikembangkan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen, dan 31 persen.


(15)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN

LELE DUMBO (

Kasus : Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat

)

ROSMAWATI H34076135

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(16)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten, Bekasi, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Rosmawati

NRP : H34076135

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

NIP. 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(17)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2010

Rosmawati H34076135


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi tanggal 16 Mei 1986. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Bahrim Lubis dan Ibunda Dahriani Lubis.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pekayon Jaya III pada tahun 1998 dan pendidikan tengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 12 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Tulus Bhakti Jatiasih diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Dumbo (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat) , dibimbing oleh Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele apakah usaha yang dijalakan layak atau tidak dengan investasi yang ditanamkan, serta menganalisis sensitivitas dengan menggunakan analisis switching value atau nilai pengganti untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, April 2010 Rosmawati


(20)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Kepada Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji. 3. Kepada Rika Miftahul Jannah, selaku pembahas skripsi ini.

4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

5. Kepada Dinas Perikanan Kabupaten Bekasi, Kepala UPTD Kecamatan Babelan atas waktu, kesempatan, dan informasi yang diberikan.

6. Kepada seluruh anggota Kelompok Tani Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat, yaitu Pak Sumirta, Pak H. Marjani, Pak Rohmat, dan Pak Misar yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 41 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, April 2010 Rosmawati


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Karekteristik Ikan Lele Dumbo ... 10

2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele ... 11

2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele ... 12

2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ... 12

2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ... 14

2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ... 15

2.4. Penanggulangan Hama dan penyakit ... 16

2.5. Pakan Ikan Lele ... 17

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ... 25

3.1.2. Aspek-Aspek Studi Kelayakan ... 25

3.1.2.1. Aspek Pasar ... 26

3.1.2.2. Aspek Teknis ... 27

3.1.2.3. Aspek Manajemen ... 27

3.1.2.4. Aspek Sosial dan Lingkungan ... 28

3.1.2.5. Aspek Finansial ... 28

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat ... 29

3.1.4. Analisis Finansial ... 29

3.1.5. Analisis Sensitivitas ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 35

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 35


(22)

4.3.1. Analisis Aspek Pasar ... 36 4.3.2. Analisis Aspek Teknis ... 36 4.3.3. Analisis Aspek Manajemen ... 37 4.3.4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan ... 37 4.3.5. Analisis Kelayakan Finansial ... 37 4.3.5.1. Net Present Value (NPV) ... 37 4.3.5.2. Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio) ... 38 4.3.5.3. Internal Rate of Return (IRR) ... 39 4.3.5.4. Analisis Payback Period ... 40 4.3.2. Analisis Sensitivitas ... 40 4.4. Asumsi Dasar yang digunakan ... 41

V. GAMBARAN UMUM ... 43 5.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 43 5.1.1. Letak dan keadaan Alam ... 43 5.1.2. Kependudukan ... 44 5.1.3. Prasarana dan Sarana ... 45 5.2. Gambaran Umum Pengusahaan Ikan Lele ... 45 5.3 Kelompok Pembudidaya ... 46

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL ... 49 6.1. Aspek Pasar ... 49 6.1.1. Permintaan dan Penawaran ... 49 6.1.2 Pemasaran ... 50 6.2. Aspek Teknis ... 51 6.2.1. Lokasi Usaha ... 52 6.2.2. Proses Produksi ... 54 6.2.2.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ... 54 6.2.2.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ... 60 6.2.2.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ... 63 6.3. Aspek Manajemen ... 66 6.4. Aspek Sosial dan Lingkungan ... 67

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ... 68 7.1. Arus Pengeluaran dan Arus Penerimaan ... 68 7.1.1. Arus Pengeluaran ... 68 7.1.2. Biaya Investasi ... 68 7.1.3. Biaya Operasional ... 71 7.1.3.1. Biaya Tetap ... 71 7.1.3.2. Biaya Variabel ... 71 7.2. Arus Penerimaan ... 76 7.3. Kelayakan Analisis Finansial ... 78


(23)

7.3.1. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 78 7.3.2. Kelayakan Analisis Finansial Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 80 7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Pengusahaan Pembenihan dan

Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 81 7.5. Kelayakan Analisis Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 82 7.6. Analisis Switching Value ... 83

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85 8.1. Kesimpulan ... 85 8.2. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbandingan Zat Gizi yang Terkandung dalam Beberapa

Sumber Protein Hewani Per Kilogram ... 2

2. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar

Ikan Konsumsi di Kabupaten Bekasi Tahun 2004-2008 ... 3

3. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Kedung Pengawas

Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 ... 44

4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Babelan Tahun 2008-2009 ... 44

5. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 69

6. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembesaran Ikan

Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 70

7. Rincian Biaya Tetap Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok

Tani LPPMPU ... 71

8. Rincian Biaya Variabel Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok

Tani LPPMPU ... 76

9. Nilai Sisa Investasi Pada Pengusahaan Ikan Lele ... 78

10.Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 79

11.Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 81

12.Perbandingan Hasil Kelayakan Pengusahaan Pembenihan dan

Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 81

13.Kelayakan Finansial Pengembangan Pengusahaan Ikan Lele


(25)

14.Analisis Switching Value Pengusahaan Ikan Lele Pada


(26)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Operasional Penelitian ... 34

2. Skema Aliran Pemasaran Ikan Lele ... 51

3. Alur Proses Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 57

4. Alur Teknik Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok Tani

LPPMPU ... 60

5. Alur Proses Produksi Pendederan Ikan Lele Pada Kelompok

Tani LPPMPU ... 63

6. Alur Proses Produksi Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok

Tani LPPMPU ... 66


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi ... 90

2. Rincian Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 91

3. Rincian Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 92

4. Laporan Rugi Laba Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 93

5. Laporan Rugi Laba Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 94

6. Analisis Cash Flow Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 95

7. Analisis Cash Flow Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele

Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 97

8. Analisis Cash Flow Pengembangan Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 99

9. Analisis Cash Flow Pengembangan Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 101

10.Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Benih Ikan Lele Sebesar 28 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 103

11.Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Cacing Sutra Sebesar 97 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 105

12.Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet Hiprovit Sebesar 56 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada


(28)

13.Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet 99 Sebesar 250 Persen Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 109

14.Analisis Switching Value Penurunan Harga Ikan Lele Ukuran Konsumsi Sebesar 48 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan

Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU ... 111

15.Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet 782 Sebesar 93 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 113

16.Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Pelet Hiprovit Sebesar 85 Persen Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada

Kelompok Tani LPPMPU ... 115

17.Daftar Kuisioner Pada Pengusahaan Ikan Lele ... 117

18.Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Pada Kelompok

Tani LPPPMPU ... 122

19.Pola Tanam Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Pada Kelompok


(29)

 

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, sehingga laut mempunyai potensi yang sangat besar. Beragam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti udang, tuna, cakalang, ubur-ubur, kepiting, ikan hias, karang-karangan, termasuk mutiara dan rumput laut sangat mudah didapat pada perairan Indonesia 1).

Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70 persen). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan budidaya, saat ini baru sekitar 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01 untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun. Kegiatan budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun, hal ini dikarenakan kondisi perairan di Indonesia beriklim tropis 2).

Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar dan permodalan. Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan masyarakat melakukan usahanya dengan daya dukung yang terbatas.

Permintaan terhadap ikan dan produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun terakhir meningkat, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung, serta penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan. Komoditi perikanan merupakan komoditi ekspor dimana kebutuhan ikan dunia meningkat rata-rata 5 persen per tahun.

1)Tribun Timur.2007. Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas. http://www.tribun-timur.com. Diakses pada tanggal 20 Juni 2009.


(30)

Pada saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari 22,58 kilogram per kapita per tahun pada Tahun 2004, pada Tahun 2007 meningkat menjadi 28,28 kilogram per kapita, sedangkan pada Tahun 2008 naik menjadi 29,98 kilogram per tahun 3). Peningkatan tersebut terjadi akibat keberhasilan program pemerintah yaitu, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan Pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan dapat terus terjadi semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan.

Ikan merupakan salah satu jenis lauk-pauk yang dapat dikategorikan makanan empat sehat lima sempurna. Daging ikan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan daging lainnya, seperti daging ayam dan daging sapi. Perbandingan nilai gizi yang terkandung dalam berbagai sumber protein hewani dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Zat Gizi yang Terkandung dalam Beberapa Sumber Protein Hewani Per Kilogram

Unsur Gizi Lele Mas Kembung Udang Tawes Betok Sapi Ayam

Air (gram) 75,10 80,00 76,00 78,50 82,00 75,00 66,00 63,3 Protein

(gram) 37,00 16,00 22,00 18,10 9,7 17,50 18,00 18.20 Lemak

(gram) 4,80 2,00 1,00 0,10 5,1 5,00 14,00 25,00 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2003)

Berdasarkan Tabel 1, ikan lele memiliki kandungan gizi yang paling baik dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Daging ikan lele mengandung protein yang berkualitas tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya dan hewan lainnya. Protein dalam ikan sangat baik, karena tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan. Selain itu protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorbsi tubuh (DKP 2003). Ikan pun sering disebut juga sebagai makanan untuk kecerdasan karena mengandung lemak omega-3 yang berfungsi sebagai asam lemak otak yang terutama berperan dalam proses tumbuh kembang otak janin.

3)Tempo Interaktif. 2009. Penduduk Yogya Kekurangan Ikan Lele. www.tempointeraktif.com. Diakses pada tanggal 19 November 2009


(31)

Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi perikanan air tawar yaitu Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar dengan berbagai jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, serta didukung oleh luas perairan umum (rawa) sekitar 74 hektar, lahan kolam 785 hektar, lahan tambak 12.000 hektar, dan lahan sawah berpengairan teknis yang memungkinkan untuk usaha budidaya mina padi seluas 43.173 hektar (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi 2009).

Tersedianya sumberdaya dan faktor klimatologis yang mendukung serta peluang pasar yang terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang baik. Hal ini terlihat dari data peningkatan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Ikan Konsumsi di Kabupaten Bekasi Tahun 2004-2008

No Jenis Ikan

Produksi (ton)

Jumlah

Presentasi Kenaikan Produksi

(%) 2004 2005 2006 2007 2008

1. Mas 34.4 62 105.6 96.8 101.46 400.26 22.32%

2. Gurame 8.5 33.3 24.5 17.5 18.4 102.2 35.98

3. Lele 96.5 96.7 107.3 159.4 176.77 636.67 23.27%

4. Tawes 17.8 16.3 13.8 16.3 14.88 79.08 (15.61%)

5. Nila 62.4 85 115 120.5 130.5 513.4 21.15%

Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi (2009)

Berdasarkan Tabel 2, tingkat produksi ikan lele di Kabupaten Bekasi pada Tahun 2004-2008 mencapai angka 636,67 ton, mengalami peningkatan produksi sebesar 23,27 persen. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi dapat diketahui bahwa produksi ikan budidaya air tawar di Kabupaten Bekasi pada tahun 2004-2008 yang masih mengalami peningkatan salah satunya adalah ikan lele dumbo.

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, karena ikan lele adalah salah


(32)

satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan secara optimal di darat. Oleh karena itu ikan lele memiliki prospek pasar cukup cerah dilihat dari kelebihan ikan lele, yaitu dapat tahan hidup sehingga masyarakat senantiasa mengkonsumsinya dalam keadaan segar. Selain itu beberapa keunggulan dari ikan lele sebagai komoditas budidaya diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, tumbuh lebih cepat, dapat hidup pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dapat mencapai ukuran yang lebih besar, dan dapat diberikan pakan tambahan bermacam-macam (Agriminakultura 2008).

Salah satu aspek penting dalam melakukan pengusahaan ikan lele adalah kegiatan pemasaran. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat, sebab dalam upaya tersebut dapat menentukan hasil distribusi produksi perikanan dari tangan produsen ke konsumen. Sebelum melakukan pemasaran perlu adanya upaya pra pemasaran yang dapat meningkatkan mutu produksi perikanan air tawar yaitu kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan lele. Cara ini dianggap mampu mempertahankan mutu produk dari produsen hingga konsumen dan merupakan salah satu mata rantai perekonomian strategis yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pengusahaan perikanan air tawar yang ada di daerah Kabupaten Bekasi, salah satunya terdapat di Kecamatan Babelan. Di Kecamatan Babelan ini terdapat beragam komoditas ikan konsumsi yang diusahakan, seperti ikan patin, gurame, mujair, mas, dan lele. Untuk jenis ikan konsumsi, ikan lele dumbo adalah komoditas yang banyak diusahakan oleh para petani di Babelan. Pengusahaan ikan lele dumbo pada Kecamatan Babelan ini tergabung dalam kelompok tani yaitu Kelompok LPPMPU (Lembaga Pemberdayaan Pemuda dan Masyarakat Peduli Umat).

Pengusahaan ikan lele yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU diantaranya pengusahaan pembenihan ikan lele (termasuk pendederan) dan pengusahaan pembesaran ikan lele. Pengusahaan pembenihan dilakukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dengan ukuran sekitar 5-5,5 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran ikan lele merupakan kegiatan menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi yaitu 9-10 ekor per kilogram.

Tujuan dari kelompok tani LPPMPU dalam jangka pendek adalah memperoleh keuntungan yang maksimal dari hasil kegiatan yang dilakukan, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan keberlangsungan hidup dan mengembangkan usahanya menjadi skala besar dari anggota kelompok tani LPPMPU. Oleh karena itu, dalam rangka mencapai tujuan tersebut kelompok tani LPPMPU perlu mengelola usahanya dengan baik. Dengan demikian, pentingnya melakukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU yaitu dapat membantu para pelaku


(33)

yang terkait didalamnya menyusun alternatif-alternatif yang baik sehingga dapat memajukan usaha tersebut sesuai dengan aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, aspek pasar serta memastikan bahwa akan memberikan hasil yang optimal. Dengan adanya analisis tersebut juga dapat melakukan keputusan dengan baik mengenai upaya dalam memasarkan produk yang dihasilkan, agar kegiatan yang dilakukan dapat memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat khususnya bagi petani ikan lele. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis finansial melalui beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP). Selain itu juga dilakukan pula tingkat sensitivitas apabila terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan manfaat dan biaya.

1.2. Perumusan Masalah

Keanekaragaman jenis ikan memberi peluang besar dalam kegiatan budidaya perikanan ikan air tawar, baik usaha perikanan tangkap maupun perairan umum (waduk, danau, sungai, dan rawa) serta usaha budidaya ikan di kolam, keramba, dan jaring apung. Sektor budidaya telah berkembang menjadi sektor usaha yang memiliki peranan penting terutama sebagai sumber lapangan kerja, sumber bagi pendapatan masyarakat serta sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.

Salah satu sektor budidaya yang memiliki potensi adalah pengusahaan ikan lele dumbo. Dengan semakin dikenalnya konsumsi ikan lele di kalangan masyarakat jumlah pedagang pecel lele semakin meningkat, sehingga meningkat pula permintaan terhadap ikan lele dumbo setiap tahunnya. Untuk itu pengusahaan ikan lele pada tahap pembenihan dan pendederan merupakan usaha yang cukup penting bagi pengusahaan pembesaran ikan lele ukuran konsumsi.

Keberhasilan produksi pembesaran ikan ukuran konsumsi tergantung pada ketersediaan benih ikan lele yang baik, karena benih merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan pengusahaan ikan lele. Benih perlu tersedia dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik. Benih yang baik akan menghasilkan ikan dengan pertumbuhan yang cepat dan tahan terhadap penyakit.

Salah satu alternatif usaha yang berkembang di Provinsi Jawa Barat adalah ikan lele. Pengusahaan jenis ikan ini memiliki keunggulan, yaitu dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air terbatas dengan padat tebar tinggi, serta dapat dipijahkan sepanjang tahun. Daerah yang memiliki potensi untuk melakukan kegiatan pengusahaan ikan lele di Propinsi Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Bekasi, Kecamatan Babelan.


(34)

Kegiatan pengusahaan ikan lele yang dilakukan di daerah Kecamatan Babelan yaitu dari kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Petani ikan lele di Kecamatan Babelan terbentuk dalam kelompok tani yang dinamakan LPPMPU. Pada awalnya pengusahaan ikan lele di Kecamatan Babelan sudah berkembang dengan pesat, namun perkembangannya telah menyebabkan penurunan mutu benih yang dihasilkan. Permasalahan yang dihadapi pada pengusahaan ikan lele ini yaitu turunnya kualitas dan kuantitas benih ikan lele yang dihasilkan oleh para petani, baik pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, maupun kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya, serta kurang pengetahuan dalam kegiatan produksi sehingga produksi yang dihasilkan tidak kontinyu. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang dihasilkan oleh petani ikan lele yang mengakibatkan para petani ikan lele tidak mampu mencukupi permintaan ikan lele ukuran konsumsi khususnya untuk daerah Kabupaten Bekasi.

Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh petani adalah belum menerapkan pola tanam yang teratur, sehingga penebaran benih dan masa pemeliharaan tidak teratur. Masa pemeliharaan yang tidak teratur berpengaruh terhadap pemberian pakan yang berlebihan selama menjalankan pengusahaan ikan lele, serta penebaran benih yang tidak teratur berpengaruh terhadap perkembangan ikan itu sendiri, yang dapat menyebabkan ukuran ikan tidak sama besar.

Kendala lain yang dihadapi petani adalah biaya produksi pengusahaan ikan lele sering kali mengalami fluktuasi dalam produksi dan harga. Kegiatan utama dalam pengusahaan ikan lele dumbo adalah produksi, sedangkan dalam berproduksi memerlukan input-input produksi dimana harga-harga input (pakan atau pelet baik untuk induk maupun benih, serta hormon perangsang untuk pemijahan) dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang, serta adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani untuk mengembangkan usahanya menjadi skala usaha besar. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan petani untuk menambah lahan dan kolam sebagai proses produksi masih kurang, dikarenakan masih terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani.

Pada awal melakukan pengusahaan ikan lele dumbo membutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga diperlukan biaya yang cukup besar untuk mempersiapkan dan melaksanakan usaha ini. Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena dalam pengusahaan ikan lele dumbo tergolong hewan yang mudah untuk dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. Besar kecilnya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan skala usaha yang dilakukan dan tingkat pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele dumbo untuk mengetahui apakah


(35)

pengusahaan ikan lele ini layak untuk dilaksanakan, sehingga investasi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha ini dapat membuahkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

Investasi yang dikeluarkan pada masing-masing anggota kelompok tani LPPMPU dalam pengusahaan ikan lele dumbo belum dianalisis kelayakannya secara finansial maupun non finansial, sehingga belum dapat diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan keuntungan atau kerugian bagi kelompok tani LPPMPU. Selain itu juga pentingnya melakukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele dumbo pada kelompok tani LPPMPU adalah untuk mengembangkan usaha yang dijalankan di masa mendatang, agar pengusahaan ikan lele dumbo tersebut menjadi skala usaha besar serta mampu memenuhi permintaan ikan lele dumbo ukuran konsumsi khususnya di Kota Bekasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam pengusahaan ikan lele dumbo dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana kelayakan pengusahaan ikan lele di daerah penelitian dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan?

2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP)?

3. Bagaimana pengaruhnya jika terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga jual output (benih ikan lele) pada pengusahaan ikan lele?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi

yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).

3. Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada harga pakan dan harga jual output yaitu benih dan ikan lele ukuran konsumsi.


(36)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Bahan informasi bagi pihak perbankan atau non bank mengenai tingkat pengembalian investasi dan kelayakan pengusahaan ikan lele, sehingga dapat memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada kegiatan tersebut.

3. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya dilakukan di Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Penelitian ini membahas mengenai pengusahaan ikan lele dengan menggunakan kolam semen dan kolam terpal. Kegiatan yang dilakukan dalam pengusahaan ikan lele ini adalah pembenihan ikan lele yang menghasilkan benih berukuran 5-5,5 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran ikan lele menghasilkan 9-10 ekor per kilogram. Adapun analisis kelayakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan, sedangkan aspek finansial meliputi Net Present Value

(NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan

Payback Period (PP). Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cashflow


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karekteristik Ikan Lele Dumbo

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa, baik dibudidayakan di kolam maupun di keramba (sungai, danau dan irigasi). Sebagai bagian kelompok hewan berdarah dingin, sebagian besar ikan termasuk ikan lele sangat efisien dalam mengonversi energi yang berasal dari pakan menjadi protein (Khairuman dan Amri 2008). Hal ini tentu sangat menguntungkan karena dalam pembudidayaan ikan lele dumbo, pakan merupakan komponen biaya investasi yang cukup besar. Pemanfaatan pakan secara efektif akan menyokong laju pertumbuhan. Artinya, pakan yang diberikan dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk memacu laju pertumbuhan yang lebih cepat sehingga masa pemeliharaan dapat dipersingkat.

Lele dumbo adalah ikan pendatang baru yang merupakan keturunan lele hasil persilangan antara lele asli dari Taiwan dan lele yang berasal dari Afrika. Ikan hasil persilangan ini kemudiaan diintroduksi (dimasukkan) ke negara Indonesia sekitar tahun 1986. Karena ukuran tubuhnya yang cepat besar atau bongsor dan melebihi ikan lele lokal, lele ini kemudian dinamakan lele dumbo. Kata ”dumbo” diduga berasal dari kata “jumbo” yang berarti berukuran besar atau raksasa (Khairuman dan Amri 2008).

Seperti umumnya ikan dari jenis ikan lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya berubah menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu lebih kurang ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau ketika mencari makan (Khairuman dan Amri 2008).

Sebagai alat bantu untuk berenang, lele dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur. Lele dumbo juga memiliki sirip berpasangan, yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan


(38)

sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berguna sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak (Khairuman dan Amri 2008).

2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele

Habitat atau lingkungan hidup lele dumbo adalah air tawar. Seperti sungai yang alirannya air tidak terlalu deras, atau perairan yang tenang misalnya danau, waduk, rawa serta genangan-genangan kecil (kolam). Menurut Agriminakultura (2008), salah satu sifat lele dumbo adalah suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nocturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat gelap dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari ikan lele dumbo adalah memiliki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam tampak keruh.

Lele dumbo dilengkapi insang tambahan (organ arborescent) yang dikenal dengan sebutan labyrinth. Dengan organ ini lele dumbo bisa hidup dalam lumpur atau kandungan oksigennya sedikit. Bahkan dengan organ tersebut, lele dumbo mampu hidup di luar air selama beberapa jam asalkan udara sekitarnya cukup lembab (Khairuman dan Amri 2008).

Kualitas air tidak menjadi masalah untuk ikan lele tidak seperti ikan-ikan lainnya, lele tidak menuntut air yang berkualitas misalnya air yang jernih dan air yang mengalir. Karena itu ikan lele bisa dipelihara di kolam penampungan buangan air di belakang rumah, bahkan dicomberan sekalipun (Khairuman dan Amri 2008). Pada kelompok tani LPPMPU kolam yang digunakan untuk pengusahaan ikan lele menggunakan kolam semen dan kolam terpal yang terletak di sekitar halaman rumah para petani ikan lele. Dalam pengusahaan ikan lele perlu juga diperhatikan keadaan suhu air dan tingkat keasaman air (pH). Kondisi iklim di derah Kecamatan Babelan cukup mendukung untuk melakukan pengusahaan ikan lele yaitu berkisar antara 27-32 0C, sedangkan tingkat keasaman air tanah yang dipergunakan untuk kegiatan produksi ikan lele sebesar 7,3.


(39)

Ditinjau dari jenis makanannya pakan alami ikan lele dumbo adalah binatang renik yang hidup di dasar mau pun di dalam air seperti jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, kutu air, dan sisa bahan organik yang masih segar. Lele juga bersifat kanibal, yaitu makan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Agriminakultura 2008).

2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele

Dalam budidaya lele atau perikanan pada umumnya dikenal adanya subsistem atau kegiatan pembenihan (termasuk didalamnya pemijahan), kegiatan pendederan dan kegiatan pembesaran. Ketiga kegiatan tersebut saling berhubungan dalam melakukan pengusahaan ikan lele. Jika ada permasalahan dalam suatu subsistem, maka akan berpengaruh terhadap subsistem lainnya. Pada saat ini sebagian besar petani ikan lele mulai memilih kegiatan yang lebih spesifik seperti spesialisasi pembenihan, spesialisasi pendederan, dan spesialisasi pembesaran. Dengan demikian, peluang usaha budidaya ikan lele dari masing-masing subsistem akan terbuka lebar, karena kegiatan pendederan dan pembesaran tidak akan dapat berjalan apabila tidak ada kegiatan pembenihan, dan begitu juga sebaliknya kegiatan pembenihan tidak akan dapat berjalan jika tidak ada kegiatan pendederan dan pembesaran. Sehingga tidak ada masyarakat yang akan mengkonsumsi ikan lele (Agriminakultura 2008).

2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele

Secara umum pembenihan adalah kegiatan budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Kegiatan pembenihan bisa dilakukan di dalam ruangan tertutup atau di ruang terbuka di sekitar rumah. Usaha budidaya ikan lele bermula dari kegiatan menghasilkan benih, untuk selanjutnya didederkan dan dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi (Agriminakultura 2008).

Tahapan dalam kegiatan pembenihan diawali dengan penyiapan media unit pembenihan, manajemen atau pengelolaan induk yang baik, pemijahan, sampai dengan penetasan telur menjadi telur atau larva yang kemudian dilanjutkan dengan usaha pemeliharaan larva sampai ukuran tertentu untuk


(40)

tahapan pendederan. Induk yang akan dipijahkan dipilih yang sudah matang kelamin dan umurnya tidak kurang dari satu tahun.

Menurut peternak ikan lele, ciri induk betina ikan lele yang telah siap untuk dipijahkan diantaranya bagian perut tampak membesar kearah anus dan jika diraba terasa lembek, lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus, akan keluar beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan dan ukurannya relatif besar, serta pergerakannya lamban dan jinak, sedangkan ciri-ciri induk ikan lele jantan yang telah siap untuk dipijahkan diantaranya alat kelamin tampak jelas dan lebih runcing, warna tubuh agak kemerah-merahan, tubuhnya ramping dan gerakannya lincah.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam kegiatan pemijahan ikan lele. Saat ini dikenal 3 cara pemijahan, yaitu pemijahan secara alami, pemijahan semi alami, dan pemijahan buatan. Pemijahan alami diartikan sebagai pemijahan yang dilakukan dengan cara induk tidak diberi rangsangan, sehingga memijah secara alami (memijah dengan sendirinya di kolam pemijahan). Pemijahan semi alami adalah pemijahan dengan cara induk diberi rangsangan dari kelenjar hipofisa atau hormon ovaprim agar terangsang untuk segera memijah dan melakukannya secara alami atau memijah sendiri. Adapun pemijahan buatan adalah induk diberi rangsangan atau suntikan kelenjar hipofisa atau hormon ovaprim, kemudian memijah secara buatan dengan bantuan manuasi. Untuk diketahui, kelenjar hipofisa berada di kepala ikan di bawah otak, sementara ovaprim merupakan hormon (campuran GnRh dan Domperidone).

Pada kelompok tani LPPMPU petani yang melakukan pengusahaan ikan lele dalam kegiatan pembenihan atau pemijahan dengan cara pemijahan semi alami yaitu dengan menggunakan ovaprim dan aqua destilata. Teknik pembenihan dilakukan dengan memilih terlebih dahulu induk ikan lele yang siap untuk dipijahkan, kemudian dari masing-masing induk ikan lele tersebut disuntikkan ovaprim yang telah dicampur dengan aqua destilata. Setelah induk ikan lele disuntik dengan ovaprim maka ikan tersebut ditempatkan pada kolam pemijahan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam waktu 24 jam induk ikan lele


(41)

tersebut akan menghasilkan telur sebanyak 25.000 butir telur yang terletak pada kakaban atau sarang telur.

Proses produksi pembenihan ikan lele terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan kolam, pemeliharaan induk, seleksi induk, penyuntikan, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva, pencegahan dan pengobatan penyakit, pemanenan larva dan pengepakan. Pada kegiatan pembenihan ikan lele menghasilkan benih yang telah berumur 15-17 hari yang berukuran 0,9-1,3 cm, yang kemudian akan dibesarkan pada kegiatan pendederan ikan lele.

2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele

Pendederan bisa diartikan sebagai pembesaran larva dari ukuran benih sampai ukuran tertentu untuk dipelihara pada tahap pembesaran atau untuk dijual kepada peternak pembesaran. Ukuran siap jual (hasil pendederan) yang umumnya berlaku di kalangan peternak lele adalah 1-3 cm (benih), 3-5 cm (pendederan 1), dan 5-8 cm (pendederan 2) (Khairuman dan Amri 2008).

Menurut Khairuman dan Amri K (2008) pendederan pertama adalah pemeliharaan benih ukuran 1-3 cm menjadi ukuran 3-5 cm. Pendederan kedua adalah pemeliharaan benih hasil pemeliharaan pendederan pertama 3-5 cm menjadi 5-8 cm. Rata-rata lama masa pendederan adalah 3-4 minggu. Adapun tempat kegiatan pendederan itu bisa dilakukan di jaring apung, terpal plastik, maupun di kolam tanah (tembok/semen).

Kegiatan pendederan yang dilakukan pada kelompok tani LPPMPU adalah pendederan kedua yaitu menghasilkan benih yang berukuran 5-5,5 cm. Kolam yang pergunakan untuk pemeliharaan benih ikan lele adalah kolam semen dan kolam terpal. Masa pemeliharaan benih ikan lele adalah selama 1 bulan dari awal benih ditebar pada kolam pemeliharaan. Jenis pakan yang diberikan adalah pelet 99, dengan dosis yang diberikan adalah 3 kali sehari yaitu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Padat tebar dalam setiap kolam adalah sebanyak 22.500 ekor benih ikan lele yang berukuran 0,9-1,3 cm.

Proses produksi pendederan ikan lele terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan benih, pemberian pakan, pencegahan dan pengobatan penyakit, pemanenan benih dan pengepakan atau panen.


(42)

2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele

Hasil pendederan 1 dan 2 hingga ukuran 5-8 cm belum bisa langsung untuk dikonsumsi. Ikan ukuran seperti ini harus dipelihara lagi untuk tahapan pembesaran sampai mencapai ukuran layak konsumsi, yaitu minimal 200 gram per ekor (5-6 ekor per kg). oleh karena itu, tahapan pembesaran merupakan tahapan penting dalam pemeliharaan ikan lele supaya bisa menghasilkan ikan panenan yang diterima konsumen untuk langsung dijadikan ikan konsumsi (Khairuman dan Amri 2008).

Pembesaran ikan lele dapat dilakukan di kolam tanah atau kolam tembok atau kolam yang menggunakan bak plastik (terpal). Untuk jenis kolam, ada tiga ketegori utama yang bisa digunakan sebagai tempat pembesaran ikan lele. Pertama adalah kolam tanah, yaitu kolam yang dasar dan dinding atau tanggulnya tanah. Kemudian, kolam yang dasarnya tanah dengan dinding tembok, kolam yang semuanya tembok atau beton (dasar dan dindingnya tembok), dan menggunakan jaring atau waring untuk memelihara di sungai, danau, maupun waduk (Khairuman dan Amri 2008).

Kegiatan pembesaran ikan lele pada kelomok tani dilakukan dengan menggunakan kolam semen dan kolam yang dindingnya semen tetapi dasarnya adalah tanah. Dalam kegiatan pembesaran kelompok tani LPPMPU menghasilkan ikan lele ukuran konsumsi 9-10 ekor per kilogramnya. Masa pemeliharan pada kegiatan pembesaran ikan lele yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan kegiatan pembenihan dan pendederan yaitu selama 3 bulan, sehingga petani LPPMPU dapat melakukan panen sebanyak 4 kali dalam setahun. Jumlah benih yang ditebar dalam satu kolam adalah 4.000 ekor dengan ukuran benih yang ditebar adalah pendederan kedua yaitu 5-5,5 cm. Jenis pakan yang diberikan pada benih ikan lele adalah pelet 782 dan pelet hiprovit. Harga ikan lele ukuran konsumsi yang siap panen adalah Rp 10.000,00 per kilogramnya.

2.4. Penanggulangan Hama dan Penyakit

Salah satu kendala yang sering dihadapi petani dalam budidaya ikan lele adalah serangan hama dan penyakit. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit. Meskipun demikian, keduanya


(43)

harus mendapat perhatian sehingga budidaya lele dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Sebab, pencegahan dilakukan sebelum terjadi serangan, baik hama maupun penyakit, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar (Khairuman dan Amri 2008).

1) Hama

Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas lele, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama yang menyerang lele biasanya datang dari luar melalui aliran air, udara atau darat. Hama yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam yang kurang sempurna. Hama yang sering menyerang ikan lele, terutama yang masih berukuran kecil adalah ular, belut, dan cacing. Pada pengusahaan pembenihan ikan lele LPPMPU hama yang sering menyerang pada benih ikan lele adalah cacing. Cacing tersebut berasal dari tempat penampungan air, sehingga sebelum benih ikan lele ditebar pada kolam pemeliharaan diberi garam dengan tujuan untuk membunuh hama atau cacing yang dapat menyebabkan kematian pada benih ikan lele. Setelah pemberian garam dengan merata, maka cacing-cacing tersebut akan mati dan mengambang dipermukaan air. Cacing yang sudah mati diangkat dengan menggunakan serokan, jika pada kolam pemeliharaan sudah bersih dari cacing maka benih siap ditebar.

2) Penyakit

Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan lele sehingga organ tubuh ikan lele terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh ikan lele terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan lele. Kemudian penyakit akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan antara kondisi ikan lele, lingkugan dan pantogen. Ikan lele yang kondisi tubuhnya buruk, sangat besar kemungkinan terserang penyakit. Sebaliknya, jika kondisinya tubuhnya baik, ikan lele sangat kecil kemungkinan terserang penyakit. Kondisi tubuh yang buruk dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti terjadinya perubahan lingkungan secara mendadak yang membuat ikan lele mengalami stress atau terjadi luka dan pendarahan pada tubuhnya.

Luka dan pendarahan dapat terjadi akibat penanganan kurang baik, terutama pada saat panen, dan sistem pengangkutan yang kurang tepat. Demikian pula dengan kondisi lingkungan. Jika lingkungan kurang baik, seperti kandungan oksigen di kolam rendah, ada gas beracun atau terjadi pencemaran (baik limbah industri maupun limbah rumah tangga), kondisi tubuh lele bisa manjadi lemah. Penyakit yang sering meyerang pada


(44)

tubuh ikan lele adalah bintik putih (white spot). Tanda-tanda ikan lele terkena penyakit bintik putih adalah terdapat bintik-bintik putih pada kulit, sirip dan insang. Ikan lele berenang sangat lemah dan selalu berenang dipermukaan air. Selain itu juga ikan lele sering menggosokkan tubuhnya ke dasar kolam atau benda-benda keras. Cara penanggulangannya yaitu dengan cara ikan lele yang terkena penyakit bintik putih dipisahkan dengan ikan yang belum terserang penyakit tersebut. Ikan lele dimasukkan pada kolam yang telah diberikan garam selama 3 jam. Setelah ikan lele diobati selama 3 jam, ikan lele tersebut diangkat dan dipindahkan pada kolam pemeliharaan yang baru, sampai keadaan ikan lele tersebut pulih kembali.

2.5. Pakan Ikan Lele

Untuk hidup dan berkembang biak ikan lele memerlukan pakan. Jenis, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan tergantung dari ukuran dan jumlah ikan lele yang dipelihara. Ada dua jenis pakan yang disukai ikan lele, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam air, seperti plankton, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang di buat oleh manusia atau pabrik, meskipun demikian pakan alami dapat dibuat dengan cara membudidayakannya. Disamping pakan tersebut, ada satu lagi jenis pakan yang dapat diberikan, yaitu pakan alternatif.

Pakan alternatif yang dapat diberikan kepada ikan lele antara lain ikan rucah atau ikan-ikan hasil tangkapan dari laut yang sudah tidak layak dikonsumsi manusia, limbah peternak ayam, limbah pemindangan ikan, dan daging bekicot atau daging keong mas. Karena ikan lele tergolong karnivora atau pemakan daging, pakan yang diberikan, baik buatan maupun alami harus yang mengandung daging. Pakan buatan seperti pelet biasanya telah mengandung daging yang berasal dari tepung ikan, dengan kandungan protein tidak kurang dari 30 persen. Pakan buatan dalam bentuk pelet diberikan pada lele yang telah berukuran agak besar, yakni 30 gram ke atas. Sementara itu, ikan lele yang berukuran lebih kecil dapat diberi pakan pelet, tetapi dalam bentuk tepung atau crumble yang ukurannya lebih besar daripada tepung. Ukuran pakan buatan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut lele. Semakin kecil bukaan mulut, semakin kecil ukuran pakan yang diberikan (Khairuman dan Amri 2008).


(45)

Jenis pakan ikan lele yang diberikan pada kelompok tani LPPMPU adalah keong sawah dan pelet kasar merek Hiprovit untuk pakan induk ikan lele, sedangkan jenis pakan yang diberikan pada benih ikan lele adalah cacing sutra, dan pelet halus (pelet 99 merek Hiprovit). Dosis yang diberikan pada ikan lele adalah 3 kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari, siang hari, dan malam hari. Keong tidak dapat diberikan langsung pada induk ikan lele, tetapi harus terlebih dulu dipisahkan cangkang dan dagingnya yaitu dengan cara memecahkan cangkang (ditumbuk) kemudian diambil dagingnya. Setelah bersih dari cangkang, daging keong bisa langsung diberikan pada induk ikan lele.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya perikanan seperti lobster air tawar, udang dan budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias. Salah satunya adalah Perdana (2007) yang meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha secara Partisifasif pada Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Gurame (Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju, Desa Situgede)”. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha keseragaman budidaya pembesaran ikan gurame pada Kelompok Tani Tirta Maju layak untuk diimplementasikan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen maupun finansial. Analisis pendapatan usahatani menunjukkan nilai keuntungan sebesar Rp 16.238.500,00 dan R/C sebesar 1,29, sedangkan dalam analisis penilaian investasi usaha diperoleh nilai NPV, PI, IRR dan PBP masing-masing sebesar Rp 10.433.512,00 : 1,67 ; 28,9 persen ; dan 2,9 periode. Namun demikian, usaha ini masih termasuk kurang profitable dan menarik bagi bank atau investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini dikarenakan keuntungan per bulan usaha ini selama 5 periode berjalan hanya sebesar Rp 260.838,00. Selain itu, pendapatan per bulan setiap anggota yang terlibat berdasarkan nilai keuntungan satu periode hanya sebesar Rp 225.535,00 dan lebih rendah dari kebutuhan rumah tangga yang mencapai Rp 450.000,00 per bulan.

Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kelayakan usaha Tirta Maju cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada faktor harga jual ikan gurame dan volume produksi. Sementara itu, perubahan pada faktor harga pakan buatan (pelet) tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ini. Pada kenaikan harga pelet mencapai 61 persen dapat menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak.

Afni (2008) yang melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar (Kasus K’BLAT’S Farm, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)”. Penelitian ini menggunakan 3 skenario yaitu, sekenario I pada usaha pembenihan lobster air tawar arus penerimaan diperoleh dari hasil


(46)

penjualan benih lobster air tawar dan nilai sisa biaya investasi berupa tanah dan bangunan. Tiap induk betina dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian (SR) telur menjadi benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap produksi didapatkan 10.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 8.500 ekor.

Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembenihan lobster diperoleh NPV sebesar Rp 73.792.135,00. Net B/C sebesar 3,47 dan IRR sebesar 33 persen. Menyatakan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar layak untuk diusahakan. Pola usaha pembenihan lobster air tawar memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 4,04 tahun. Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembenihan lobster air tawar, apabila terjadi penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual yang masing-masing adalah 23,8 persen, 774,95 persen, dan 23,8 persen. Besarnya penurunan produksi dan harga jual sebesar 23,8 persen menunjukkan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini masih layak apabila penurunan yang terjadi terhadap produksi dan harga jual tidak lebih besar dari 23,8 persen. Sementara itu, besarnya kenaikan harga pakan yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi usaha pembenihan lobster air tawar adalah 774,95 persen. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelangsungan usaha.

Pada usaha pembesaran lobster air tawar dengan menggunakan skenario II, arus penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan lobster ukuran konsumsi dan diperoleh dari hasil nilai sisa biaya investasi proyek berupa lahan serta bangunan. Jumlah benih yang ditebar adalah 3.545 ekor dengan tingkat kematian benih (SR) adalah 25 persen, sehingga jumlah lobster yang dapat di panen hanya 75 persen dari total benih yang ditebar. Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembesaran lobster air tawar diperoleh NPV sebesar Rp 112.563.989,00. Net B/C sebesar 4,22 dan IRR sebesar 41 persen. Hal ini menyatakan bahwa usaha pembesaran lobster air tawar layak untuk diusahakan. Pola usaha pembesaran lobster air tawar memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 3,40 tahun.

Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembesaran lobster air tawar menunjukkan bahwa perubahan terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan dan harga jual masih layak apabila besarnya penurunan produksi dan harga jual tidak melebihi 23,11 persen. Jika penurunan yang terjadi lebih besar dari 23,11 persen, maka usaha pembesaran lobster air tawar ini menjadi tidak layak. Sementara itu, kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kelayakan usaha. Hal ini dapat dilihat dari besarnya perubahan kenaikan harga pakan yang mencapai 571,77 persen, sehingga


(47)

dapat dilihat bahwa usaha pembesaran lobster air tawar sangat sensitif terhadap perubahan produksi dan harga jual karena dapat mengubah tingkat kelayakan usahanya.

Pada pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar, arus pemasukan diperoleh dari penjualan benih lobster dan penjualan lobster konsumsi. Hasil analisis kriteria investasi terhadap usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar diperoleh nilai NPV sebesar Rp 138.280.330,00, Net B/C sebesar 5,14 dan IRR sebesar 52 persen. Hal ini menyatakan bahwa usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar layak untuk diusahakan. Pola usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar memiliki periode pengembalian biaya investasi selama 2,79 tahun.

Hasil analisis sensitivitas pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar diperoleh apabila perubahan terhadap penurunan produksi dan penurunan harga jual yang terjadi melebihi 34,87 persen, maka usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar ini menjadi tidak layak. Dengan perubahan kenaikan harga yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi usaha ini adalah sebesar 828,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelayakan usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar.

Anggraini (2008) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan cara Pemberokan (Kasus : Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)”. Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 5,5 persen dan umur ekonomis selama 10 tahun menunjukkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara pemberokan pada ketiga skala usaha (kecil, menengah, dan besar) di daerah penelitian layak diusahakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai NPV pada skala kecil sebesar Rp 112,293 juta, pada skala menengah sebesar Rp 1.588,601 juta, dan pada skala besar sebesar Rp 6.772,189 juta. Sementara itu nilai IRR yang diperoleh pada skala kecil adalah 14 persen, pada skala menengah sebesar 59 persen, dan pada skala besar diperoleh IRR sebesar 55 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh pada skala usaha kecil adalah 1,511, pada skala menengah adalah 4,45, dan pada skala besar adalah 4,19, sedangkan payback period pada skala kecil yaitu 9 tahun 3 bulan, pada skala menengah adalah selama 2 tahun 10 bulan, dan pada skala besar adalah selama 3 tahun 7 bulan.

Jika dilihat dari nilai IRR, Net B/C, dan payback period pada ketiga skala usaha tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara pemberokan pada skala menengah adalah yang paling efisien untuk diusahakan. Hal tersebut dikarenakan usaha yang dilakukan pada skala menengah merupakan yang paling optimal di mana produksi ikan Mas per meter perseginya sudah lebih sesuai dengan kondisi ideal menurut dinas


(48)

perikanan. Sementara itu untuk skala usaha kecil dan skala usaha besar, produksi ikan Mas per meter perseginya belum mencapai kondisi ideal. Jumlah tenaga kerja yang kurang seimbang dengan luas usaha yang diolah mengakibatkan sistem budidaya pada skala usaha besar, khususnya cara pemupukan dan pemberian pakan, tidak dilakukan secara optimal. Pada skala usaha kecil, penggunaan benih yang kurang berkualitas menyebabkan usaha ikan Mas pada skala tersebut memiliki tingkat kelayakan lebih rendah dibandingkan dengan skala lainnya.

Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya komoditas perikanan juga dilakukan oleh Sugama (2008) yang melakukan penelitian mengenai ”Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali)”. Berdasarkan hasil analisis finansial diperoleh nilai NPV pada usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek, kerapu sunu dan masing-masing hasilnya adalah Rp 330.405.688,00, Rp 448.428.815,00, dan Rp 206.600.377,00 keuntungan yang diperoleh pada selama 10 tahun. Nilai IRR yang diperoleh yaitu pada ikan kerapu macan sebesar 72 persen, ikan kerapu bebek sebesar 96 persen, dan ikan kerapu sunu sebesar 46 persen, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada usaha pembenihan ikan kerapu macan sebesar 3,179, pembenihan ikan kerapu bebek diperoleh 4,867, dan pembenihan ikan kerapu sunu diperoleh nilai sebesar 2,431. Payback period

yang diperoleh dalam usaha pembenihan ikan kerapu macan adalah 3 tahun, pembenihan ikan kerapu bebek adalah 2 tahun 2,9 bulan dan untuk pembenihan ikan kerapu sunu adalah 3 tahun 3,36 bulan.

Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka usaha pembenihan ikan kerapu secara masing-masing layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis sensitivitas, diperoleh bahwa usaha pembenihan ikan kerapu macan paling sensitif dan tidak layak diusahakan jika terjadi pada penurunan harga benih, diikuti dengan pembenihan gabungan, pembenihan kerapu bebek, dan pembenihan kerapu sunu tetapi masih layak untuk dilaksanakan. Jika terjadi penurunan tingkat kematian (SR), usaha pembenihan ikan kerapu sunu dan ikan kerapu macan merupakan usaha yang paling sensitif dan tidak layak untuk dilaksanakan, diikuti dengan pembenihan kerapu gabungan, dan kerapu bebek tetapi masih layak untuk dilaksanakan. Jika terjadi kenaikan harga telur, usaha pembenihan ikan kerapu sunu merupakan usaha yang paling sensitif diikuti pembenihan ikan kerapu macan, pembenihan ikan kerapu bebek, pembenihan ikan gabungan tetapi usaha masih tetap layak untuk dilaksanakan.

Surahmat (2009), meneliti mengenai Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor.


(1)

bunga yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah Net B/C, pada pengusahaan pembenihan ikan lele diperoleh nilai Net B/C sebesar 3,77 lebih besar dari nol yang menyatakan bahwa pengusahaan pembenihan ikan lele ini layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai IRR yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan ikan lele adalah sebesar 51 persen. Dimana nilai IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang berlaku yaitu 7 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan tingkat pengembalian internal proyek sebesar 51 persen. Nilai IRR lebih besar dari discount factor yaitu sebesar 7 persen maka pengusahaan pembenihan ikan lele pada kelompok tani LPPMPU layak untuk dikembangkan. Pengusahaan pembenihan ikan lele ini memiliki waktu pengembalian investasi yaitu selama 1,35 tahun.

Sementara itu pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh nilai NPV lebih kecil bila dibandingkan dengan pengusahaan pembenihan ikan lele. Nilai NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 118,979,693.69 yang artinya bahwa pengusahaan pembesaran ikan lele ini layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV sama dengan Rp 118,979,693.69 juga menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari pengusahaan pembesraran ikan lele selama umur proyek terhadap tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C dan IRR yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran lebih kecil bila dibandingkan dengan pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 2,08 dan 25 persen, sedangkan waktu pengembalian biaya investasi yang ditanamkan adalah 1,40 tahun dimana pengusahaan pembesaran juga layak untuk dikembangkan (Lampiran 8).

7.6. Analisis Switching Value

Analisis switching value dilakukan dengan menghitung perubahan maksimum yang terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter yang digunakan yaitu penurunan harga jual benih dan ikan lele ukuran konsumsi, serta kenaikan harga pakan yaitu pelet sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol atau bisa juga dengan menggunakan parameter IRR sama dengan tingkat suku bunga.

Hasil perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada pengusahaan pembenihan ikan lele untuk penurunan harga jual output yaitu benih


(2)

ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm adalah sebesar 23 persen yaitu dari harga Rp 150,00 per ekor menjadi Rp 115 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 47 persen dari harga Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram. Apabila perubahan yang terjadi melebihi dari batas tersebut maka pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele menjadi tidak layak untuk diusahakan. Besarnya penurunan harga jual benih ikan lele dan ikan lele ukuran konsumsi ini masih layak, apabila penurunan yang terjadi terhadap harga jual benih dan ikan lele ukuran konsumsi tidak lebih besar dari 23 persen dan 47 persen.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64 persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan dan ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen, dan 51 persen.

Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak untuk dilaksanakan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen, dan 31 persen (Lampiran 10).

Tabel 14. Analisis Switching Value Pengusahaan Ikan Lele Pada Kelompok Tani LPPMPU

No Perubahan

Hasil (%)

Pembenihan Ikan Lele Pembesaran Ikan Lele

1. Penurunan harga jual benih dan

ikan lele ukuran konsumsi 23 47

2.

Kenaikan harga pakan : a) cacing sutra

b) pelet 99 c) pelet hiprovit d) pelet 782

64 58 51 - - - 49 31


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afni K. 2008. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar (Kasus K’BLAT’S Farm, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten. Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Agriminakultura T. 2008. Bisnis dan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : PT

Gramedian Pustaka.

Amri K dan Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Lele Dumbo Secara Intensif. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Anggarini S. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas (Cyripnus carpio) Dengan Cara Pemberokan (Kasus Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Indeks Harga Konsumen di Ibukota Propinsi Indonesia (1978 = 100). Jakarta : Biro Pusat Statistik.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Ayo makan ikan. Artikel.

http://www.dkp.go.id/content.php?c=1866. Diakses : Jumat, 07 Agustus

2009.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Ikan Lele Menjadi Komoditas Utama. Artikel. http://www.dkp.go.id/. Diakses : Rabu, 25 November 2009.

Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi. 2009. Potensi Perikanan di Kabupaten Bekasi. Bekasi.

Fauzi A. 2001. Makalah Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi. Panduan Singkat. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi ke-2. Sutomo S, K Mangiri. Penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari :

Economics Analysis of Agriculture Project.

Husnan S dan Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.

Kadariah, L Karlina, C Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek : Analisis Ekonomis. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


(4)

Lipsey RG, PN Courant, DD Purvis, PO Steiner. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid Satu. Wasana AJ, Kibrandoko, Budijanto. Penerjemah. Ed ke-10. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari : Economics 10th ed.

Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan 3. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor

Perdana A. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Secara Partisipasif Pada Usaha Budidaya pembesaran Ikan Gurame (Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju Desa Situ Gede) [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Rachmina D dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

Rahardi F, Kristiawati, Nazaruddin. 2005. Agribisnis Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Soetomo M. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Bandung. Sinar Baru Algesindo Offset.

Sugama N. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Macan Kecamatan Gerokgok, Kabupaten Buleleng, Bali [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sugiarto, T Herlambang, Brastoro, R Sudjana, S Kelana. 2005. Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Surahmat. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulan, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Wulandari S. 1997. Analisis Permintaan Konsumen Terhadap Ikan Laut Segar di Pasar Swalayan Hero Jakarta (Studi Kasus di Hero Cabang Gatot Subroto dan Hero Cabang Kalibata) [Skripsi]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.


(5)

                       


(6)