2. Konsep Nyeri
2.1 Definisi Nyeri
Menurut The International Association of the Study of Pain 1979 dalam Prasetyo, 2010 nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial Brunner Suddarth,
2002. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri yang benar-benar sama. Selain
itu, perbedaan persepsi dan reaksi nyeri individual, serta banyak penyebab nyeri menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk meredakan nyeri dan memberikan kenyamanan. Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah aspek penting dalam asuhan
keperawatan Kozier et al, 2010. 2.2
Penyebab Nyeri Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma baik trauma mekanik,
termis, kimiawi, maupun elektrik, neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh adanya
trauma psikologis. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.
Universitas Sumatera Utara
Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat
asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri Asmadi, 2008.
Nyeri yang disebabkan faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Nyeri yang disebabakan oleh faktor psikologis merupakan
nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena faktor ini
disebut juga psychogenic pain Asmadi, 2008. 2.3
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada durasi lamanya nyeri, tingkat keparahan intensitas, model transmisi,
lokasi nyeri dan kausatif penyebab nyeri. 2.3.1
Nyeri berdasarkan durasi lamanya nyeri a.
Nyeri akut Nyeri akut terjadi secara tiba-tiba setelah terjadi cedera atau penyakit akut,
dan tetap ada sampai periode penyembuhan terjadi Lewis et al, 2000. Nyeri akut akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih
pada area yang rusak Potter Perry, 2006. Umumnya nyeri akut akan berkurang dalam waktu kurang dari 6 bulan Brunner Suddarth, 2002.
Nyeri akut biasanya diakibatkan oleh trauma, bedah atau inflamasi, seperti saat sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri saat
melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan, dan yang lainnya. Nyeri akut
Universitas Sumatera Utara
terkadang disertai oleh aktivasi system saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan
respirasi, peningkatan denyut jantung, diaphoresia dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku
seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah atau menyeringai Prasetyo, 2010.
Nyeri apabila tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskular, gastrointestinal,
endokrin, dan imunologik Benedetti et al, 1984;Yeager et al, 1987 dalam Brunner Suddarth, 2002.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. McCaffery 1986 dalam Potter Perry, 2006;
Brunner Suddarth, 2000. Nyeri kronik dapat disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol atau
pengobatan kanker tersebut, atau gangguan progresif lain, yang disebut dengan nyeri maligna. Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai kematian.
Potter Perry, 2006. Nyeri kronis bersifat konstan atau intermiten yang bertahan selama periode waktu yang lama. Hal Ini dapat berlangsung jauh
dari waktu penyembuhan yang diharapkan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab spesifik atau cedera. Pengobatan nyeri kronis sulit karena
Universitas Sumatera Utara
penyebab nyeri atau asal nyeri tersebut tidak jelas, Namun jika berlanjut dapat menjadi gangguan utama Brunner Suddarth, 2000.
Nyeri kronis non-maligna seperti nyeri punggung bagian bawah , merupakan akibat dari cedera jaringan yang tidak sembuh atau yang tidak-
progresif. Akan tetapi nyeri tersebut berlangsung terus dan sering kali tidak berespon terhadap pengobatan yang dilakukan.Sering kali penyebab nyeri
non-maligna tidak diketahui. Daerah yang mengalami cedera mungkin telah memulih sejak lama, tetapi nyeri menetap Meinhart dan McCaffery 1983
dalam Potter Perry, 2006. Nyeri kronik non-maligna disebut juga dengan chronic benign pain. McCaffery dan Pasero 1997 dalam Prasetyo, 2010,
mengidentifikasikan tiga karakteristik khusus pada nyeri kronis non-maligna yaitu: 1 nyeri ini berhubungan dengan penyebab-penyebab yang tidak
mengancam kehidupan klien, 2 Nyeri kronik non-maligna tidak begitu responsif terhadap metode-metode pembebasan nyeri, 3 dapat berlanjut pada
sisa kehidupan klien. Penyakit-penyakit yang termasuk dalam nyeri kronik maligna adalah neuralgia, low back pain, rheumatoid arthritis, ankylosing
spondilitis, nyeri phantom, myofascial pain syndrome Prasetyo, 2010. Gejala nyeri kronik meliputi keletihan, insomnia, anoreksia, penurunan berat badan,
depresi, putus asa dan kemarahan Potter Perry, 2006. 2.3.2
Nyeri berdasarkan tingkat keparahan intensitas nyeri a.
Nyeri Ringan Nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan. Individu secara objektif
mampu berkomunikasi dengan baik. Skala nyeri pada nyeri ringan adalah ≤4.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik Backonja et al, 2010 .
b. Nyeri Sedang
Nyeri yang timbul dengan intensitas nyeri yang sedang. Pada nyeri sedang secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat ,menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Skala nyeri berkisar antara 5-6 dalam skala nyeri numerik Backonja et al, 2010.
c. Nyeri Berat nyeri tak tertahankan.
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang. Skala nyeri di atas 7, dengan skala nyeri numerik Backonja et al, 2010.
2.3.3 Nyeri berdasarkan model transmisi
a. Reffered Pain nyeri alih
Nyeri dalam dapat diakibatkan dari gangguan organ visceral atau lesi pada bagian somatik dalam misalnya; otot, ligament, vertebral. Keduanya dapat
dirasakan menyebar sampai ke bagian permukaan kulit karena serabut saraf visceral bersinapsis di dalam medulla spinalis dengan beberapa neuron urutan
kedua yang sama yang menerima serabut nyeri dari kulit. Apabila serabut nyeri visceral tersebut dirangsang dengan kuat, sensasi nyeri dari visceral
menyebar ke dalam beberapa neuron yang biasanya menghantarkan sensasi
Universitas Sumatera Utara
nyeri dari kulit sehingga orang tersebut mempunyai perasaan bahwa sensasi itu benar-benar dari dalam kulit itu sendiri Kozier et al, 2010.
b. Radiasi
Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau atau sepanjang
bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermitten atau konstan. Penyebab nyeri ini adalah nyeri punggung bagian bawah akibat diskus invertebral yang ruptur
disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik Potter Perry, 2006.
2.3.4 Nyeri berdasarkan lokasi nyeri
a. Nyeri Superfisial Kutaneus
Nyeri kutaneus berasal dari kulit atau jaringan subkutan, misalnya: teriris kertas yang menyebabkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar. Kozier et
al, 2010. Ada dua tipe nyeri superficial yakni 1 nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan dan dengan kualitas nyeri yang tajam dan perih dan 2 nyeri
dengan onset yang lebih lambat dan terdapat nyeri terbakar. Nyeri kutaneus relatif tidak sulit karena hal ini dapat langsung dirasakan dan terlokalisasi
sehingga individu dengan tepat dapat mengetahui lokasi nyeri Luckmann Sorrensen, 1993.
b. Nyeri somatik profunda
Nyeri ini berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah, dan saraf. Nyeri somatik profunda cenderung berlangsung lebih lama dibanding nyeri
kutaneus Kozier et al, 2010. Nyeri somatik merupakan fenomena nyeri yang rumit, melibatkan otot dan tulang. Nyeri somatik tidak terlokalisasi, dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan nausea, sering kali berhubungan dengan perubahan tekanan darah. Nyeri somatik berasal dari struktur yang dalam dan sifatnya menyebar
Luckmann Sorrensen, 1993. c.
Nyeri visceral Nyeri visceral berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen,
cranium dan toraks. Nyeri visceral cenderung menyebar dan sering kali terasa seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul atau merasa
tertekan. Nyeri visceral sering kali disebabkan oleh peregangan jaringan, iskemia atau spasme otot. Misalnya obstruksi usus akan menyebabkan nyeri
visceral Kozier at al, 2010. d.
Central pain Patologi nyeri akibat cedera pada CNS Central Nervous Sistem adalah
infarksi, tumor, dan kerusakan lainnya pada spinal cord, brain stem, dan area pada otak. Central pain sangat ekstrem, konstan dan sulit diatasi. Nyeri ini
dapat terjadi bersamaan dengan kelainan yang disebabkan oleh kerusakan CNS, termasuk kanker, diabetes, stroke, multiple sclerosis atau trauma
Luckmann Sorrensen, 1993. 2.3.5
Nyeri berdasarkan penyebab nyeri kausatif. a.
Nyeri Neuropatik Nyeri neuropatik adalah nyeri akibat kerusakan sistem saraf tepi atau
sistem saraf pusat di masa kini atau di masa lalu dan mungkin tidak mempunyai stimulus, seperti kerusakan jaringan atau saraf, untuk rasa nyeri.
Nyeri neuropatik berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri tumpul, dan nyeri tumpul yang
Universitas Sumatera Utara
berkepanjangan. ; episode nyeri tajam seperti tertembak dapat juga dialami Hawthorn Redmond, 1998 dalam Kozier et al, 2010.
b. Nyeri bayangan
Nyeri ini merupakan sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah hilang misalnya, kaki yang telah diamputasi, atau yang lumpuh
akibat cedera tulang belakang. Insidensi nyeri bayangan dapat dikurangi jika analgesik diberikan melalui kateter epidural sebelum amputasi Kozier et al,
2010. 2.4
Penatalaksanaan Nyeri Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan
data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok dan untuk mengevalusi respon klien terhadap
terapi Potter Perry, 2006. Penatalaksanaan nyeri antara lain: 2.4.1
Tindakan penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis Tindakan penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis adalah sejumlah terapi
nonfarmakologis yang mengurangi resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut dan perawatan tersier. Tindakan
nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku- kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Terapi nyeri nonfarmakologis antara lain:
a. Bimbingan Antisipasi
Bimbingan antisipasi dilakukan dengan cara memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri menghilangkan nyeri dan
menambah efek tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain. Salah satu contoh bimbingan antisipasi adalah penyuluhan praoperasi. Pasien harus
Universitas Sumatera Utara
dijelaskan terlebih dahulu secara rinci tentang prosedur medis dan kondisi pasca operasi yang akan dialami sehingga klien dapat beradaptasi selama
prosedur atau peristiwa yang menyakitkan Potter Perry, 2006. b.
Distraksi Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Sistem aktivasi reticular menghambat stimulus yang
menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori yang cukup ataupun berlebihan. Individu yang diisolasi hanya memikirkan nyeri tersebut dengan
lebih akut. Namun, distraksi hanya memberikan pengaruh yang baik pada waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri yang intensif hanya berlangsung
beberapa menit, misalnya, selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik Potter Perry, 2006.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Distraksi dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi system kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak
Brunner Suddarth, 2002. Contoh distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri
fisiologis, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Pada penelitian oleh Sarah Damayanti Saragih 2011 tentang
Efektivitas Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Kanker Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan, diperoleh hasil penelitian adanya
perbedaan intensitas nyeri yang signifikan antara kelompok kontrol dengan
Universitas Sumatera Utara
kelompok yang diberikan perlakuan terapi musik. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi
kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu Guzetta, 1989 dalam Brunner Suddarth, 2002.
Distraksi dapat juga dilakukan dengan melihat film layar lebar, melalui permainan dan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi misalnya, catur.
Tidak semua pasien mencapai peredaan dengan distraksi, terutama mereka yang mengalami nyeri hebat, pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi
cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas mental atau fisik yang kompleks Brunner Suddarth, 2002.
c. Biofeedback
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respons fisiologi misalnya tekanan
darah atau ketegangan dan cara untuk melatih kontrol volunteer terhadap respon tersebut National Institute of Health NIH, 1986 dalam Potter
Perry, 2006. Biofeedback adalah sebuah teknik terapi yang membantu klienmengembangkan kemampuan untuk mengendalikan proses
fisiologistertentu. Sarana untuk melakukan hal ini mencakup pemantauan responfisiologis di klien dan menampilkan sinyal yang dihasilkan oleh teknik
pemantauan ke terapis dan klien. Klien menggunakan umpan balik biologis untuk mempelajari dan menguasainya respon. Biofeedback Oleh karena itu,
proses pendidikan di mana klien dibantu untuk belajar mengendalikan proses fisiologis tertentu, tetapi itu adalah klien yangmengasumsikan tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
dan menjadi peserta aktif dalam perbaikan sendiri. Mike, SHSU dalam Putro Romli, 2011.
d. Hipnosis diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang
perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang
menghasilkan respons tertentu bagi mereka Edelman Mandel, 1994 dalam Potter Perry, 2006.
e. Stimulasi Kutaneus.
Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Yang termasuk dalam terapi ini adalah masase, mandi
air hangat, kompres menggunakan kantong es, dan stimulasi saraf transkutan TENS. Stimulasi kutaneus menyebabkan pelepasan endofrin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate-control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang
lebih besar dan lebih cepat. Maka, stimulasi kutaneus ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A berdiameter kecil Potter
Perry, 2006. Stimulasi saraf elektris transkutan TENS menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elktroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area
nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gate control. Reseptor nyeri diduga
Universitas Sumatera Utara
memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden system saraf pusat Brunner Suddarth, 2002.
Meek 1993 dalam Potter Perry 2006 mengatakan bahwa sentuhan dan masase merupakan teknik intergrasi sensori yang mempengaruhi aktifitas
sitem otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi.
f. Terapi Es dan Panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan Brunner Suddarth,
2002. g.
Relaksasi Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan eksalasi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasive lainnya, mungkin
memerlukan latihan sebelum pasien terampil menggunakannya Brunner Suddarth, 2002.
Terapi relaksasi ini merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri yang kronis McCaffery, 1989 dalam Brunner
Universitas Sumatera Utara
Suddarth, 2000. Efek positif dari terapi relaksasi pada pasien nyeri kronis adalah memperbaiki kualitas tidur, memperbaiki kemampuan pemecahan
masala, menurunkan fatigue, meningkatkan kepercayaan diri dan self-control dalam koping terhadap nyeri, meningkatkan efektifitas terhadap tindakan lain
untuk meredakan nyeri, dan memperbaiki kemampuan dalam toleransi Priharjo, 1993 dalam Rabi’al, 2010.
2.4.2 Terapi Nyeri Farmakologis
a. Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgesic, yaitu : 1 non-narkotik dan obat anti-inflamasi
nonsteroid NSAID, 2 analgesic narkotik atau opiate, dan 3 obat tambahan adjuvan atau koanalgesik. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan
nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terjait dengan arthritis rheumatoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, episiotomy,
dan masalah pada punggung bagian bawah. Walaupun mekanisme kerja pasti NSAID tidak diketahui, NSAID diyakini bekerja menghambat sintesis
prostaglandin McKenry dan Salerno, 1995 dalam Brunner Suddarth, 2002 dan menghambat respon selular selama inflamasi. Kebanyakan NSAID
bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri. NSAID tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernafasan
juga tidak menggangu fungsi berkemih atau defekasi The Agency for Health Care Policy and Research AHCPR, 1992.
Analgesik opiad atau narkotik diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna. Efek samping opioid
Universitas Sumatera Utara
antara lain depresi pernafasan dan sedasi, mual dan muntah, konstipasi. Resiko depresi pernafasan meningkat dengan penambahan usia dan seiring
dengan pemberian opioid lain atau depresan system persrafan pusat lain. Adjuvan, seperti sedatif, anticemas, dan relaksan otot meningkatkan kontrol
nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual Brunner Suddarth, 2002; Potter Perry, 2006.
b. Analgesik Dikontrol Pasien ADP
ADP merupakan pompa infuse yang dapat dibawa biasanya diatur komputer, yang berisi ruang untuk tempat spuit. Sistem pemberian obat yang
disebut ADP merupakan system pemberian obat yang memungkinkan klien mendapatkan medikasi nyeri ketika mereka menginginkan obat tersebut tanpa
resiko overdosis dengan cara mengatur pemberian dosis setiap jam atau 4 jam. ADP diberikan intravena atau dapat melalui subkutan Potter Perry, 2006.
Pompa ADP memungkinkan pasien untuk memberikan secara mandiri medikasi melalui infuse kontinu dalam batas aman dan memampukan mereka
untuk memberikan medikasi ekstra dengan episode aktivitas yang meningkatkan nyeri atau menimbulkan nyeri. Pasien-pasien yang memakai
pompa seperti ini untuk mengontrol nyeri mendapat peredaan nyeri yang lebih baik dan membutuhkan medikasi nyeri yang lebih sedikit, karena pasien dapat
mempertahankan kadar medikasi yang mendekati konstan Brunner Suddarth, 2002.
Universitas Sumatera Utara
c. Anastesi lokal dan regional
Anastesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Anastesi lokal memblokir fungsi neuron sensori, motorik, dan
neuron otonom yang menyuplai area yang dipengaruhi Potter Perry, 2006. Anastesi lokal dapat diberikan secara langsung ke tempat yang cedera
Misalnya, anastesi topical dalam bentuk semprot untuk luka bakar akibat sinar matahari atau secara langsung ke serabut saraf melalui suntikan saat
pembedahan. d.
Analgesia Analgesik dapat diberikan melalui rute parenteral intravena,
intramuscular, atau subkutan, rute oral, rektal dan transdermal melalui kulit melalui kateter epidural atau intraspinal Brunner Suddarth, 2002.
Pemberian parenteral memberikan efek yang lebih cepat disbanding pemberian oral, tetapi durasi efek lebih pendek. Rute subkutan untuk infus
analgetik opioid digunakan untuk pasien dengan nyeri berat seperti nyeri kanker.
Rute oral dipilih jika pasien mampu menggunakan obat melalui mulut, karena cara ini mudah, noninvasive, dan tidak menyakitkan seperti injeksi.
Pasien dengan penyakit terminal dan nyeri berkepanjangan, dosis secara bertahap dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan penyakit dan
menyebabkan pasien lebih nyeri atau pasien toleransi terhadap obat. Pemberian melalui rute rectal diindikasikan untuk pasien yang tidak
mampu menggunakan obat-obat melalui rute lainnya. Rute transdermal digunakan untuk mencapai kadar opioid yang konsisten dalam serum melalui
Universitas Sumatera Utara
absorpsi obat melalui kulit. Metoda ini telah digunakan untuk menangani nyeri pasca operatif dan nyeri kanker. Analgesia Epidural merupakan suatu
bentuk anastesi local dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pasca operasi akut, nyeri persalinan dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya
yang berhubungan dengan kanker McNair, 1990 dalam Brunner Suddarth, 2002. Analgesia ini memungkinkan pengontrolan atau pengurangan nyeri
yang berat tanpa efek sedative dan narkotik parenteral atao oral yang serius. Analgesia epidural diberikan ke dalam ruang epidural spinal. Jarum dengan
ujung tumpul dimasukkan ke dalam prosessus spinal vertebral lumbar L3 dan L4. Kemudian larutan diinjeksikan melalui kateter berukuran kecil. Setelah
kateter dimasukkan ke dalam ruang epidural, jarum diangkat, kateter yang tersisa ditutup dengan balutan oklusif dan diplester ke atas punggung klien.
Perawat menerima pelatihan khusus untuk pemberian analgesi epidural. Agens narkotik yang umum digunakan untuk analgesia epidural meliputi
morfin sulfat, fentanil, sufentanil, dan hidromorfon. Morfin memiliki efek jangka panjang tetapi juga menimbulkan lebih banyak efek samping Sabbe
Yaksh, 1990 dalam Brunner Suddarth, 2002. e.
Tindakan bedah Apabila nyeri yang dialami seorang klien menetap walaupun terapi medis
telah dilakukan dan terlihat bahwa nyeri akibat factor fisik, maka terapi pembedahan dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Misalnya, rizotomi
dorsal dilakukan dengan memotong akar saraf dorsal posterior melalui pembedahan karena akar tersebut memasuki medulla spinalis. Tindakan ini
efektif untuk menghilangkan nyeri akut yang terlokalisasi di daerah yang
Universitas Sumatera Utara
disuplai akar saraf dan nyeri visceral dalam. Klien mengalami kehilangan sensasi nyeri, tetapi dapat mempertahankan seluruh fungsi motorik. Tindakan
bedah yang lain adalah kordotomi. Tindakan kordotomi lebih ekstensif dan dilakukan melalui reseksi traktur spinotalamus. Prosedur ini untuk menangani
nyeri yang tidak dapat dikendalikan atau yang tidak dapat dihilangkan. Apabila dilakukan dengan benar, prosedur ini dapat menghilangkan nyeri
yang persisten tanpa menyebabakan deficit neurologi yang serius Brunner Suddarth, 2002.
3. Perilaku nyeri