Kerapatan Jenis Lamun Lamun .1 Persentase Komposisi Jenis Lamun

4.3.3 Persentase Penutupan Lamun

Persen penutupan menggambarkan tingkat penutupanpenaungan ruang oleh lamun. Informasi mengenai penutupan sangat penting untuk mengetahui kondisi ekosistem secara keseluruhan serta sejauh mana lamun mampu memanfaatkan luasan yang ada. Nilai kerapatan saja belum tentu dapat menggambarkan tingkat penutupan suatu spesies karena nilai penutupan selain dipengaruhi oleh kerapatan juga sangat erat kaitannya dengan tipe morfologi spesiesnya. Persentase penutupan lamun yang ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persen penutupan lamun untuk seluruh jenis di lokasi penelitian Jenis lamun Stasiun Tenggara Stasiun Timur laut Lamun Tanpa lamun Lamun Tanpa lamun Kisaran Rerata Kisaran Rerata Thalassia hemprichii 1-75 38 - 4-17 10,5 - Syringodium isoetifolium 8-29 18,5 - 2-60 31 - Cymodocea serullata 3-17 10 - 11-69 40 - Halodule uninervis 1 1 - 0,3 0,3 - Halophila minor - - - 6 6 - Persen penutupan di stasiun Tenggara, Thalassia hemprichii memiliki persen penutupan tertinggi yakni berkisar 1-75 dan penutupan terendah adalah Halodule uninervis yang berkisar 1. Sementara di stasiun Timur Laut, Cymodocea serullata memiliki persen penutupan tertinggi yakni berkisar 11-69, disusul Syringodium isoetifolium berkisar 2-60, Thalassia hemprichii berkisar 4-17. Persentase penutupan terendah adalah Halodule uninervis sebesar 0,3. Persen penutupan yang diperoleh ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Kamri 2004, yang menemukan Thalassia hemprichii dengan persentase penutupan sekitar 70, Cymodocea serullata sekitar 21,45, Halodule uninervis sekitar 1,45, dan Syringodium isoetifolium sekitar 0,06. Hal ini disebabkan oleh perbedaan lokasi pengukuran. Secara garis besar Tabel 9 menunjukkan bahwa persen penutupan di Tenggara lebih rendah dibandingkan dengan Timur Laut. Hal ini disebabkan oleh partikel tersuspensinya TSS relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Timur Laut. Padatan tersuspensi yang tinggi dapat menghalangi fotosintesis. Sebagaimana pendapat Gruber 2010 bahwa cahaya dapat membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan lamun. Material tersuspensi yang melayang-layang dalam kolom air akan melekat pada helaian daun lamun, sehingga dapat menghalangi cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis. Apabila proses fotosintesis terganggu dapat mengakibatkan pertumbuhan lamun menjadi terganggu. Hal ini didukung pula oleh tingginya liat yang ditemukan di Tenggara. 4.4 Laju Pemerangkap Partikel Tersuspensi Laju pemerangkap partikel tersuspensi yang tertinggi dalam sediment trap terdapat di daerah lamun stasiun Tenggara yakni berkisar 2,37-4,57 mgcm 2 hari. Begitu pula dengan ortofosfatnya lebih tinggi di lamun stasiun Tenggara yakni berkisar 13,5-17,4 mgl. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh persen liat di stasiun Tenggara lebih tinggi dibandingkan dengan Timur Laut, sehingga diduga terperangkap ke dalam sediment trap. Dari hasil pengukuran TSS diperoleh di stasiun Tenggara lebih tinggi Tabel 5. Partikel tersuspensi yang terperangkap pada sediment trap di lokasi penelitian dapat dilihat di Tabel 10. Tabel 10 Partikel tersuspensi yang terperangkap pada sediment trap di lokasi penelitian Parameter Unit Stasiun Tenggara Stasiun Timur Laut Lamun Tanpa lamun Lamun Tanpa lamun Partikel tersuspensi mgcm 2 hari 2,37-4,57 2,28-2,32 1,87-2,32 2,13-2,21 Rerata 3,5 2,3 2,10 2,2 Nitrat mgkg 0,3-0,5 0,3-0,4 0,4-0,7 0,4-0,4 Rerata 0,4 0,4 0,55 0,4 Ortofosfat mgkg 13,5-17,4 12,4-13,6 13,3-14,9 12,9-13,1 Rerata 15,5 13,0 14,10 13,0 Tingginya partikel tersuspensi yang terperangkap dalam sediment trap di lamun stasiun Tenggara, selain disebabkan oleh liatnya yang tinggi, juga didukung oleh bentuk topografinya yang membentuk cekungan, sehingga dengan tipe pasang surut Pulau Barrang Lompo yang semi diurnal Lampiran 10, maka partikel-partikel tersuspensi lebih banyak mengendap. Sementara daerah tanpa lamun, partikel tersuspensi yang terperangkap dalam sediment trap tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara stasiun Tenggara dan Timur Laut. Tabel 10 menunjukkan pula bahwa nitrat dan ortofosfat yang terperangkap di sediment trap memiliki perbedaan yang tidak signifikan antara daerah lamun dan tanpa lamun. Namun terdapat perbedaan yang signifikan antara nitrat dan ortofosfat di kolom air dan di substrat baik di stasiun Tenggara maupun Timur Laut daerah lamun dan tanpa lamun. Nitrat dan ortofosfat yang terperangkap dalam sediment trap lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada di kolom air dan di substrat. Nitrat dan ortofosfat yang berada di substrat dapat dilihat pada Tabel 6 dan yang berada di kolom air di Tabel 5. Hal ini diduga karena nitrat dan ortofosfat yang terperangkap di sediment trap belum banyak dimanfaatkan oleh organisme karena terlindung oleh tabung pemerangkap. Sementara yang berada di kolom air dan substrat telah banyak dimanfaatkan oleh organisme. Jadi laju partikel tersuspensi yang terperangkap dalam sediment trap di Pulau Barrang Lompo bagian Tenggara dan Timur Laut berkisar 1,87-4,57 mgcm 2 hari. Jumlah ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan data pengukuran tahun 2004 yang memperoleh laju partikel tersuspensi sekitar 0,5-3,0 mgcm 2 hari. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan laju pemerangkap partikel tersuspensi di Pulau Barrang Lompo. 4.5 Struktur Komunitas Makrozoobentos 4.5.1 Persentase Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobentos Hasil identifikasi jenis makrozoobentos yang ditemukan di Pulau Barrang Lompo berjumlah 70 genera yang terdiri atas 53 famili, 7 kelas dan 4 filum. Dari ke-70 genera tersebut, 46 genera berasal dari kelas Gastropoda, 2 genera dari kelas Skaphopoda, 16 genera dari kelas Bivalvia, 1 genera dari kelas Polikhaeta, 2 genera dari kelas Asteroidea, 2 genera dari kelas Ekhinoidea serta 1 genera dari kelas Malakostraka. Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa di daerah lamun komposisi kelas Gastropoda paling sering ditemukan baik di stasiun Tenggara dan Timur Laut yakni sebesar 68 dan 74 . Disusul kelas Bivalvia sebesar 17 dan 19, kelas Skaphopoda sebesar 6 dan 7. Kelas makrozoobentos yang paling jarang ditemukan adalah kelas Asteroidea dan Polikhaeta untuk stasiun Tenggara sedangkan Timur Laut adalah kelas Ekhinoidea, Asteroidea dan Krustasea.