Analisis Peta METODE PENELITIAN
8
Gambar 3. Diagram alur pemuatan Forest Canopy Density FCD 2.4.1.2.Peta Ketinggian
Menurut beberapa penelitian van Balen et al. 1999; Setiadi et al. 2000, distribusi EJ tersebar dari hutan dataran rendah sampai pegunungan dengan
dengan jumlah penyebaran terbesar pada ketinggian 500–1,000 m dpl. Pendekatan spasial untuk mengetahui sebaran ketinggian KG di lokasi penelitian adalah
berdasarkan peta raster DEM-SRTM dengan resolusi peta 90 m. Ketinggian di lokasi penelitian berkisar antara 0-2,200 mdpl. Peta sebaran ketinggian di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 .
2.4.1.3.Peta Kelerengan Tingkat kelerengan atau kemiringan lereng memiliki pengaruh terhadap
keberadaan EJ. Syartinilia 2009 menggunakan kemiringan lereng sebagai salah satu variabel yang berpengaruh dalam membangun model habitat EJ. Penelitian
Prawiradilaga 2006, menunjukkan bahwa pohon sarang yang digunakan oleh EJ berada pada tingkat kelerengan yang tinggi antara 54° -86°.
Peta kelerengan KL atau slope di lokasi penelitian didapatkan dari hasil analisis turunan peta raster DEM-SRTM dengan resolusi 90 m dengan
menggunakan tool surface pada software arcmap. Varian data kelerengan merupakan derajat kemiringan lahan. Rentang kelerengan di lokasi penelitian
Vegetation Density VD
Scale Shadow Index
SSI
Forest Canopy Density FCD
Penggabungan Model
Citra Landsat
Vegetation Index VI
Thermal Index TI
Bare Soil Index BI
Shadow Index SI
9 berkisar antara 0°-90°. Peta kelerengan di lokasi penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 2. 2.4.1.4.Peta Arah Lereng
Arah lereng berkaitan erat dengan intensitas radiasi cahaya matahari pada areal tertentu. Pada areal perbukitan dan pegunungan yang memiliki tingkat
kemiringan lereng yang cukup tinggi, areal lereng yang menghadap timur cenderung memperoleh intensitas cahaya matahari lebih banyak dibandingkan
dengan areal lereng yang menghadap ke barat. EJ merupakan satwa yang beraktivitas pada siang hari diurnal antara pukul 07.00 sampai dengan 16.30
Prawiradilaga 2006. Hasil observasi Sozer Nijman 1995 menyatakan bahwa pada pagi hari EJ mulai terbang soaring dengan memanfaatkan udara panas
thermal dari pemanasan sinar matahari pada suatu areal. Oleh karena itu, cahaya matahari menjadi salah satu faktor penting dalam aktivitas EJ.
Peta sebaran arah lereng AL didapatkan dari hasil analisis aspec berdasarkan peta raster DEM-SRTM 90 m pada software arcmap. Data atau
varian dari variabel arah lereng adalah derajat terhadap utara dengan selang data 0-3600. Peta arah lereng di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.
2.4.1.5.Peta Curah Hujan Elang jawa lebih cenderung menyukai areal dengan curah hujan yang
relatif tinggi. Penelitian Sozer Nijman 1995 menunjukkan bahwa EJ lebih menyukai lokasi hutan yang memiliki lebih dari 30 hari hujan dalam empat bulan
musim kemarau 122 hari. Peta sebaran curah hujan CH diperoleh dari peta raster bioclimatic
http:www.worldclim.org dengan resolusi 1 Km
2
. Penurunan ukuran pixel dilakukan dengan metode interpolasi menggunakan inverse distance weighted
IDW berdasarkan titik tengah dari pixel sebelumnya. Varian data curah hujan adalah mmtahun. Curah hujan di lokasi penelitian berkisar antara 2,547-4,379
mmtahun. Peta curah hujan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5 .
2.4.1.6.Peta Sebaran Suhu Suhu atau temperatur merupakan faktor yang penting pada wilayah
biosfer, karena berpengaruh besar terhadap segala bentuk kehidupan. Setiap organisme memiliki selang temperatur optimum dimana kegiatan harian
organisme tersebut berjalan secara normal. Perubahan temperatur atau suhu dari keadaan yang normal dapat menyebabkan perubahan struktur biotik Alikodra
2002. Beberapa jenis elang memanfaatkan suhu udara thermal untuk meminimalkan energi pada saat terbang soaring Li 2008. Pada EJ, soaring
dilakukan untuk mengintai mangsa yang berada di antara kanopi dan tajuk pohon Sozer Nijman 1995.
Peta sebaran suhu udara SH diperoleh dari peta raster bioclimatic http:www.worldclim.org dengan resolusi 1 Km
2
. Penurunan ukuran pixel dilakukan dengan metode interpolasi menggunakan inverse distance weighted
IDW berdasarkan titik tengah dari pixel sebelumnya. Varian data suhu adalah derajat celcius. Suhu di lokasi penelitian berkisar antara 15-28.3
C. Peta sebaran suhu di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6
.
Gambar 4. Tahapan dan alur kegiatan penelitian
11
2.4.1.7. Peta Sebaran Sungai Air hujan membawa mineral tanah serta bahan organik ke sungai.
Penelitian Hadi 2002 menyatakan bahwa keanekaragaman tumbuhan di sekitar sungai lebih tinggi dibandingkan dengan areal punggungan. Keanekaragaman
tumbuhan di suatu lokasi biasanya diikuti oleh keanekaragaman satwa didalamnya termasuk jenis-jenis pakan EJ.
Peta sebaran sungai didapatkan dari peta hidrografi dalam Peta Rupabumi Indonesia RBI Badan Informasi Geo-Spasial BAKOSULTANAL. Peta jarak
dari sungai JS merupakan hasil ekstrapolasi menggunakan metode Euclidean distance
pada software arcmap. Bentuk satuan varian data jarak dari sungai adalah meter. Jarak dari sungai pada lokasi penelitian berkisar antara 0-2,089 m. Peta
jarak dari sungai di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7. 2.4.1.8.Peta Sebaran Jalan
Jalan merupakan tempat untuk lalu lintas manusia sebagai sarana penghubung antar tempat. Selain dari itu, jalan merupakan salah satu sarana bagi
manusia untuk mengakses sumberdaya, oleh karenanya, tingkat aktivitas manusia pada areal ini cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang tidak terdapat
jalan. Keberadaan jalan merupakan salah satu pendorong terjadinya deforestasi dan fragmentasi habitat akibat aksesibilitas yang mudah. Kerusakan dan degradasi
hutan termasuk perubahan hutan menjadi perkebunan, padang rumput, dan areal budidaya lainnya merupakan ancaman paling utama bagi EJ Sozer Nijman
1995 Peta sebaran jalan didapatkan dari peta transportasi dan utilitas dalam Peta
Rupabumi Indonesia RBI Badan Informasi Geo-Spasial BAKOSULTANAL. Peta jarak dari jalan JJ merupakan hasil ekstrapolasi menggunakan metode
Euclidean distance pada software arcmap. Bentuk satuan varian data jarak dari
jalan adalah meter. Jarak dari jalan pada lokasi penelitian berkisar antara 0-7,604 m. Peta jarak dari jalan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.
2.4.1.9.Peta Sebaran Permukiman Permukiman merupakan daerah tempat bermukim dimana merupakan
pusat dari aktivitas manusia. Semakin dekat jarak dengan permukiman maka aktivitas manusia semakin meningkat. Kawasan permukiman biasanya memiliki
tutupan vegetasi serta keanekaragaman satwa yang rendah. Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi Sozer Nijman 1995, EJ kadang dijumpai pada
habitat yang rendah seperti tegakan jati, perkebunan dan permukiman. Oleh karena itu, variabel sebaran permukiman dimasukkan kedalam salah satu variabel
penentu kesesuaian habitat EJ. Peta sebaran permukiman didapatkan dari peta penutupan lahan tahun
2013 dalam Peta Rupabumi Indonesia RBI Badan Informasi Geo-Spasial BAKOSULTANAL. Peta jarak dari permukiman JP merupakan hasil
ekstrapolasi menggunakan metode Euclidean distance pada software arcmap. Bentuk satuan varian data jarak dari permukiman adalah meter. Jarak dari jalan
pada lokasi penelitian berkisar antara 0-8,476 m. Peta jarak dari permukiman di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9.
12 2.4.1.10. Peta Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk berkaitan dengan kebutuhan sumberdaya seperti ruang dan kebutuhan pokok lainnya. Dengan mengetahui sebaran kepadatan
penduduk, maka akan diketahui kecenderungan kebutuhan sumberdaya serta tekanan terhadap habitat EJ.
Peta sebaran kepadatan penduduk didapatkan dari hasil interpolasi menggunakan inverse distance weighted IDW berdasarkan titik tengah dari tiap
desa dengan acuan jumlah penduduk pada tiap desa. Data populasi penduduk didapatkan dari data kependudukan Komisi Pemilihan Umum KPU tahun 2014.
Jumlah penduduk JP di areal penelitian berkisar antara 300-20,453 individu. Peta sebaran kepadatan penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat Lampiran 11.