Pelaksanaan 3M Plus Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue DBD
                                                                                31 Ban,  botol,  plastik,  dan  barang-barang  lain  yang  dapat
menampung  air  merupakan  sarana  yang  memungkinkan  untuk tempat  perkembang  biakan  nyamuk.  Karena  semakin  banyak
tempat bagi nyamuk yang dapat menampung air, semakin banyak tempat  bagi  nyamuk  untuk  bertelur  dan  berkembang  biak,
sehingga  makin  meningkat  pula  risiko  kejadian  DBD  Widodo, 2012.
Dalam  penelitian    yang  dilakukan  oleh  Wati  2009 menunjukkan  terdapat  perbedaan  yang  signifikan  praktik
mengubur  barang-barang  bekas  di  desa  endemis  dan  desa  non endemis penyakit DBD. Namun, dalam penelitian yang dilakukan
oleh  Anggara  2005  di  wilayah  Kerja  Puskesmas  Dahlia  Kota Makassar  yang  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  hubungan  antara
mengubur  barang-barang  bekas  dengan  keberadaan  larva  Aedes aegypti.  Demikian  juga  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan
oleh Yudhastuti, dkk 2005 di Surabaya. 4.  Mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung
Dalam mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung seminggu sekali, hal yang perlu dilakukan tidak hanya mengganti
air  tersebut  akan  tetapi  harus  mencucinya  dengan  menyikat tempat-tempat  tersebut  agar  jentik  Aedes  aegypti  tidak  dapat
hidup ataupun berkembang biak di dinding-dindingnya.
32 Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, Keman, dan Wahyuni
2005  menunjukan  bahwa  keberadaan  kontainer  atau  tempat penampungan  air,  baik  yang  berada  di  dalam  maupun  di  luar
rumah, merupakan faktor yang berperan penting dalam penularan ataupun terjadinya KLB DBD.
Saniambara et al. 2003 menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih
dan yang tidak beralaskan tanah, seperti: bak mandiwc, drum dan kaleng  bekas,  tempat  minum  burung  dan  pot  tanaman  hias.
Kadang-kadang  ditemukan  juga  di  pelepah  daun,  lubang pagarbambu dan lubang tiang bendera.
5.  Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak. Memperbaiki  saluran  dan  talang  air  yang  tidak  lancar  atau
rusak agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut Depkes, 2005.
Tempat  penampungan  air  positif  larva  yang  juga  penting diperhatikan adalah talang air. Hal ini dikarenakan letak talang air
yang  tinggi  dan  terletak  di  atas  sehingga  sulit  dijangkau  untuk dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang
digemari  nyamuk  untuk  meletakkan  larva  nyamuk  Ramadhani, dkk., 2009.
6.  Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah.
33 Menutup  lubang-lubang  pada  potongan  bambu  dan  pohon
dengan  tanah  sehingga  nyamuk  Aedes  aegypti  tidak  dapat berkembang biak Depkes, 2005.
Lingkungan  yang  masih  terdapat  benda-benda  yang  dapat menjadi  tempat  bersarang  nyamuk  seperti  adanya  lubang  pada
potongan  bambu,  pohon,  dan  bekas  tempurung  kelapa  yang berserakan  mengakibatkan  bertambahnya  tempat  perindukan
nyamuk  dan  jumlah  nyamuk  akan  bertambah  meningkat  Duma, dkk, 2007.
7.  Menabur bubuk larvasida Dalam  menaburkan  bubuk  larvasida  dapat  dilakukan  di
tempat-tempat  penampungan  air  yang  sulit  dikuras  atau dibersihkan dan di daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1
ppm atau 10 gram lebih kurang 1 sendok makan  rata untuk tiap 100  liter  air.  Abatisasi  dengan  themephos  ini  mempunyai  efek
residu  3  bulan  dan  aman  digunakan  meskipun  diberikan  pada tempat-tempat  penampungan  air  baik  untuk  mencuci  atau  air
minum sehari-hari Depkes, 2005. WHO 2000 telah menyatakan bahwa pemberantasan larva
nyamuk  Aedes  aegypti  dengan  penaburan  butiran  temephos dengan  dosis  1  ppm  dengan  efek  residu  selama  3  bulan  cukup
efektif  menurunkan  kepadatan  populasi  nyamuk  Aedes  aegypti
34 atau  meningkatkan  angka  bebas  jentik,  sehingga  menurunkan
risiko terjadinya KLB penyakit DBD. Hasil  penelitian  Yunita  K.R  dan  Soedjajadi  K  2007,
menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik  Aedes aegypti pada rumah  yang  tidak  diberi  abate  pada  tempat  penampungan  airnya
adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan dengan rumah yang diberi abate pada tempat penampungan airnya terhadap kejadian DBD.
8.  Memelihara ikan pemakan jentik Pengendalian  jentik  Aedes  aegypti  adalah  dengan
memelihara  ikan  gabus,  ikan  guppy,  ikan  kepala  timah,  ikan mujair, ikan nila Depkes, 2005.
Penelitian yang dilakukan oleh Anggara 2005 menyatakan tidak  terdapat  hubungan  antara  memelihara  ikan  pemakan  jentik
dengan  keberadaan  larva  Aedes  aegypti.  Namun,  hasil  penelitian yang  dilakukan  oleh  Lintang,  dkk  2005  yang  menunjukkan
bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Sebagaimana  juga  dalam  penelitian  yang  dilakukan Mahardika 2009 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna  antara  memelihara  ikan  pemakan  jentik  dengan kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  di  wilayah  kerja  Puskesmas
Cepiring  Kecamatan  Cepiring  Kabupaten  Kendal  tahun  2009. Nilai  Odd  Ratio  OR  =  1,179  95  CI  =0,383-3,630,
35 menunjukkan  bahwa  responden  yang  tidak  memelihara  ikan
pemakan  jentik  mempunyai  risiko  1,179  kali  lebih  besar menderita  DBD  daripada  responden  yang  memelihara  ikan
pemakan  jentik  tetapi  karena  95CI  mencakup  angka  1  maka variabel  tidak  memelihara  ikan  pemakan  jentik  belum  tentu
merupakan faktor risiko timbulnya penyakit DBD. 9.  Memasang kawat kasa
Memasang  kawat  kasa  merupakan  salah  satu  upaya pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD Depkes, 2005.
Hasil  penelitian  Azwar  2009  menemukan  bahwa  pada responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah
18  responden  28,6,  sedangkan  yang  tidak  memenuhi  syarat sebanyak  38  responden  46,9,  sehingga  hal  ini  berarti  ada
hubungan  antara  pemakaian  kawat  kasa  pada  ventilasi  dengan kejadian DBD.
Sementara  menurut  Widodo  2012  dalam  penelitiannya menyebutkan  jika  penggunaaan  kawat  kassa  nyamuk  juga  akan
berpengaruh  dengan  kejadian  DBD.  Demikian  pula  dengan penelitian  Tamza,  R.B.,  et.  al.  2013,  dalam  Maria,  Ita.,  et.al.
2013 di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung menyimpulkan  bahwa  pemasangan  kawat  kasa  pada  ventilasi
mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. 10.  Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
36 Menurut Harianto dkk 1989 mengatakan bahwa kebiasaan
menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-tempat yang disenangi  nyamuk  untuk  hinggap  istirahat  selama  menunggu
waktu  bertelur  dan  tempat  tersebut  gelap,  lembab  dan  sedikit angin.  Nyamuk  Aedes  aegypti  hinggap  di  baju-baju  yang
bergantungan dan benda-benda lain di rumah. Penelitian  Cendrawirda  2003  menyatakan  bahwa  ada
hubungan kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah dengan kejadian DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Perich
et. al. 2000 dari  hasil  penelitiannya di Panama  seperti dikutip oleh Widjana 2003, bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai
sebagai  tempat  beristirahat  nyamuk  yakni  permukaan  semen, kayu, pakaian, dan logam.
11.  Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai. Pencahayaan  dan  ventilasi  ruangan  di  rumah  harus
memadai  sehingga  nyamuk  Aedes  aegypti  tidak  dapat berkembang biak Depkes, 2005.
Menurut KepMenkes No.829MenkesSKVII1999 tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas
lubang ventilasi minimal berukuran 10 dari luas lantai rumah. Secara  teoritis  banyaknya  tumbuhan  di  sekitar  rumah
mempengaruhi  pencahayaan  dalam  rumah,  merupakan  tempat
37 yang  disenangi  nyamuk  untuk  hinggap  dan  beristirahat
Soegijanto, 2003. 12.  Menggunakan kelambu.
Menggunakan  kelambu  saat  tidur  terutama  pada  pukul 09.00
–  10.00  dan  16.00  –  17.00,  sehingga  dapat  tercegah terkena penyakit DBD Depkes, 2005.
Hasil penelitian Mahardika 2009 menyatakan bahwa tidak ada hubungan  yang  bermakna antara  memakai kelambu dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring  Kecamatan  Cepiring  Kabupaten  Kendal  tahun  2009.
Nilai  Odd  Ratio  OR  =  1,138  95  CI  =  0,420-3,084, menunjukkan  bahwa  responden  yang  tidak  memakai  kelambu
mempunyai  risiko  1,138  kali  lebih  besar  menderita  DBD  dari pada responden yang memakai kelambu saat tidur tetapi karena
95CI  mencakup  angka  1  maka  variabel  tidak  memakai kelambu  belum  tentu  merupakan  faktor  risiko  timbulnya
penyakit DBD. 13.  Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Mencegah gigitan nyamuk dengan  menggunakan  repellent, obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik Depkes, 2005.
WHO  2005  menyatakan  bahwa  penolak  serangga merupakan  sarana  perlindungan  diri  terhadap  nyamuk  dan
serangga  yang  umum  digunakan.  Benda  ini  secara  garis
38 besarnya  dibagi  menjadi  dua  kategori,  penolak  alami  dan
kimiawi.   Minyak  esensial  dan  ekstrak  tanaman  merupakan bahan  pokok  penolak  alami.  Penolak  serangga  kimiawi  dapat
memberikan  perlindungan  terhadap  nyamuk  Aedes  aegypti, Aedes albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam.
Teori  Nadesul  2004  menyatakan  bahwa  cara  lain  untuk menghindari  gigitan  nyamuk  adalah  dengan  membaluri  kulit
badan dengan obat anti nyamuk repellent. Menurut  Sitio  2008,  dalam  penelitiannya  menyebutkan
penggunaan  obat  anti  nyamuk  di  siang  hari  OR=  4,343 berpengaruh  terhadap  kejadian  DBD.  Dalam  penelitian
Mahardika  2009  menyatakan  bahwa  ada  hubungan  yang bermakna  antara  memakai  lotion  anti  nyamuk  dengan  kejadian
Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan  Cepiring  Kabupaten  Kendal  tahun  2009.  Nilai  Odd
Ratio  OR=  6,000  95  CI=  1,787-20,147,  menunjukkan bahwa  responden  yang  tidak  memakai  lotion  anti  nyamuk
mempunyai  risiko  6,000  kali  lebih  besar  menderita  DBD  dari pada responden yang memakai lotion anti nyamuk.
39
                