Masa Pemerintahan Kesultanan Buton

Selain empat kampung tersebut, di pulau Buton juga telah berdiri beberapa kerajaan kecil yaitu: Tobe-Tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan-kerajaan kecil dan empat kampung tersebut kemudian bergabung dan membentuk sebuah kerajaan baru dengan nama Kerajaan Buton, dengan daerah Baluwu sebagai pusat pemerintahan. Dengan naiknya Wa Kaa Kaa sebagai raja pertama, Kerajaan Buton semakin berkembang hingga Islam masuk ke Buton pada pertengahan abad ke-16 M. Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua di antaranya perempuan. Era pra Islam Kerajaan Buton berlangsung dari tahun 1332 hingga 1542 M.

3.2.2. Masa Pemerintahan Kesultanan Buton

Perubahan Kerajaan Buton menjadi Kesultanan terjadi pada tahun 1542 M 948 H, bersamaan dengan pelantikan Lakilaponto sebagai Sultan Buton pertama, dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis. Setelah Raja Lakilaponto masuk Islam, Kesultanan Buton semakin berkembang dan mencapai masa kejayaan pada abad ke 17 M. Ikatan kesultanan dengan agama Islam sangat erat, terutama dengan unsur-unsur sufistik. Ini ditandai dengan adanya Undang-undang Kerajaan Buton yang disebut dengan Martabat Tujuh, suatu terma yang sangat populer dalam tasawuf. Undang-undang ini mengatur tugas, fungsi dan kedudukan perangkat kesultanan serta kehidupan masyarakatnya Zahari, 2002. Pada masa ini pusat pemerintahan berada di wilayah Wolio yang merupakan wilayah kelurahan Melai saat ini. Perkembangan permukiman mulai berkembang pada Sultan ke-6 Sultan Labuke, ini ditandai dengan selesai dibangun benteng pada tahun 1634 sebagai daerah pertahanan. Tembok keliling benteng panjangnya 2.740 meter, melindungi area seluas 401.900 meter persegi. Tembok benteng memiliki ketebalan 1-2 meter dan ketinggian antara 2-8 meter, dilengkapi dengan 16 bastion dan 12 pintu gerbang lawa. Lokasi benteng berada di daerah perbukitan berjarak sekitar 3 kilometer dari pesisir pantai. Rumah mulai dibangun secara teratur yang dimulai dengan dibangunnya Mesjid Agung Keraton Buton, rumah aparatur pemerintahan berupa rumah dinas yang dibangun di depan Mesjid, termasuk Rumah Sultan. Dalam norma atau aturan kesultanan awal setara dengan undang-undang, dikatakan bahwa yang berhak tinggal dan bermukim dalam wilayah benteng maksimal 40 bangsawan beserta keluarganya, lebih dari itu harus keluar dari wilayah benteng dan membangun rumah di luar benteng yang masih wilayah Kesultanan Buton. Namun setelah ada falsafah Martabat Tujuh hal tersebut tidak diberlakukan lagi. Periode Kesultanan Buton berlangsung dari tahun 1542 hingga 1960 M. Selama rentang waktu ini, telah berkuasa 38 orang raja. Sultan terakhir yang berkuasa di Buton adalah Muhammad Falihi Kaimuddin pada tahun 1960 M. Sumber : Hasil Observasi, 2009 GAMBAR 3.4 MESJID KERATON BUTON DAN TEMPAT PELANTIKAN SULTAN

3.3. Perkembangan Permukiman