Analisis SCOR Level Dua

4.3.2. Analisis SCOR Level Dua

Walaupun analisis SCOR level satu menunjukan bahwa kegiatan rantai pasok tanaman selada keriting organik di PT. Indonesia Agro Industri sudah optimal, namun pada kenyataan perusahaan masih menghadapi masalah pada pemenuhan PO. Oleh karena itu dilakukan analisis SCOR level dua untuk mengetahui proses inti pada rantai pasok yang kinerjanya kurang baik.

Langkah pertama pada analisis SCOR pada level dua adalah menguraikan dan memetakan kembali kegiatan-kegiatan dari lima proses inti dalam kegiatan rantai pasok (plan, source, make, deliver dan return) pada rantai pasok produk selada keriting organik di perusahaan menjadi beberapa kegiatan yang lebih spesifik dan disesuaikan dengan tipe kegiatannya. Kegiatan pada analisis level dua dikelompokan dengan kode berdasarkan tipe kegiatan pada proses inti. Contoh pemetaan level dua dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut adalah uraian kegiatan-kegiatan pada pemetaan SCOR level dua dengan menggunakan kode berdasarkan tipe kegiatan:

1. Plan

Plan Supply Chain yang memiliki kode tipe kegiatan P1 adalah proses penggunaan data aktual dari permintaan dan pasokan yang digunakan untuk membuat sebuah rencana pasokan untuk kegiatan rantai pasok. Langkah-langkah dasar dalam perencanaan memerlukan:

a. Diskusi dari unit peramalan yang dipercaya untuk menentukan jumlah pasokan.

b. Rencana pasokan yang membatasi peramalan berdasarkan ketersediaan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

c. Suatu langkah seimbang dalam perkiraan demand/supply yang akan terjadi.

Plan Source yang memiliki kode tipe kegiatan P2 adalah proses membandingkan persyaratan total material dengan batasan peramalan yang dibuat pada P1 dan dibuat berdasarkan persyaratan material yang direncanakan pada P3 untuk memuaskan biaya yang dikeluarkan dan tujuan persediaan menurut tipe komoditas. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktek perencanaan persyaratan material dan item material yang akan dikelompokan berdasarkan pemasok atau tipe komoditas serta tipe pasokan.

Plan Make yang memiliki kode tipe kegiatan P3 adalah proses membandingkan permintaan produk aktual sekaligus penambahan produk yang harus dibuat berdasarkan dari P4 namun terbatas dari perkiraan P1 yang telah dihasilkan. Perencanaan akan menghasilkan rencana sumber jadwal induk produksi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan tujuan persediaan. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktek kegiatan-kegiatan penjadwalan induk produksi yang ada didalam perusahaan.

Plan Deliver yang memiliki kode tipe kegiatan P4 adalah proses membandingkan pesanan aktual yang telah ada pada P1 dan pengembangan dalam rencana sumber distribusi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan tujuan persediaan. P4 dilakukan untuk tiap lokasi gudang berdasarkan fasilitas yang dimiliki dan keadaan geografi. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktek perencanaan kebutuhan distribusi.

Plan Return yang memiliki kode tipe kegiatan P5 adalah proses membandingkan pengembalian yang telah dilakukan dengan pengembalian yang telah direncanakan pada P1 dan akan menghasilkan rencana sumber pengembalian untuk memenuhi pelayanan, biaya, dan tujuan persediaan. P5 dilakukan untuk menentukan kebutuhan tipe, volume dan jadwal pengembalian yang akan dilakukan pada tiap gudang berdasarkan fasilitas dan keadaan geografi serta kemampuan sumber daya untuk perawatan dan pabrikasi ulang.

2. Source

Kegiatan pada proses source level dua terdiri dari Source Stocked Product yang memiliki kode tipe kegiatan S1, Source Make-to-Order Product yang memiliki kode tipe kegiatan S2 dan Source Engineer-to-Order Product yang memiliki kode Kegiatan pada proses source level dua terdiri dari Source Stocked Product yang memiliki kode tipe kegiatan S1, Source Make-to-Order Product yang memiliki kode tipe kegiatan S2 dan Source Engineer-to-Order Product yang memiliki kode

S1 dilakukan untuk persediaan barang berdasarkan persayaratan peramalan dari P1 dan P2 dan pada S1 pemasok telah menyediakan barang jadi sebelum pesanan dilakukan. Selanjutnya kegiatan S2 melakukan pembuatan pesanan. Pada S2 dilakukan untuk pemesanan berdasarkan persyaratan pesanan pelanggan yang spesifik dan pada S2 perusahaan harus mengubah bahan baku atau barang setengah jadi dalam merespon pesanan konsumen. Lalu pada kegiatan S3 dilakukan rekayasa pesanan. Pada S3 jarang dilakukan karena pada kegiatan tersebut dilakukan rekayasa spesifik untuk pelanggan dengan permintaan khusus.

3. Make

Kegiatan pada proses make level dua terdiri dari Make-to-Stock yang memiliki kode tipe kegiatan M1, Make-to-Order Product yang memiliki kode tipe kegiatan M2 dan Engineered-to-Order yang memiliki kode tipe kegiatan M3 yang masing-masing mencirikan perusahaan dalam kegiatan produksi dan pembuatan barang tambahan. Pemilihan dalam menentukan tipe proses make memicu kejadian dari plan, source dan deliver serta keadaan barang di pemasok dan gudang ketika pemesanan dilakukan.

M1 dilakukan berdasarkan peramalan jumlah produk dan penambahan stok dalam kegiatan P1 dan P3. Bentuk produksi tidak hanya bergantung pada jumlah pesanan namun bergantung pada keadaan persediaan perusahaan. M2 dilakukan berdasarakan pesanan yang dilakukan oleh konsumen. Kegiatan M2 dilakukan untuk merubah bahan mentah atau produk setengah jadi menjadi produk jadi. Lalu pada M3 dilakukan berdasarkan persyaratan spesifik dari pelanggan. Teknik pabrikasi harus disesuaikan sebelum melakukan kegiatan rekayasa dan disesuaikan dengan jumlah pesanan pelanggan yang spesifik.

4. Deliver

Kegiatan pada proses deliver level dua terdiri dari Deliver Stocked Product yang memiliki kode tipe kegiatan D1, Deliver Make-to-Order Product yang memiliki kode tipe kegiatan D2 dan Deliver Engineered-to-OrderProduct yang memiliki kode tipe kegiatan D3 yang masing-masing mencirikan perusahaan dalam kegiatan pengiriman barang persediaan dan barang tambahan. Pemilihan dalam menentukan tipe proses deliver memicu kejadian dari plan, source dan make serta keadaan barang di gudang ketika pemesanan dilakukan.

D1 dilakukan berdasarkan peramalan yang dilakukan pada P1 dan P4 dalam pengiriman produk. Jumlah persediaan yang dikirim tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu. Selanjutnya S2 melakukan pengiriman berdasarkan jumlah pesanan pelanggan untuk barang yang berasal dari bahan mentah dan barang D1 dilakukan berdasarkan peramalan yang dilakukan pada P1 dan P4 dalam pengiriman produk. Jumlah persediaan yang dikirim tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu. Selanjutnya S2 melakukan pengiriman berdasarkan jumlah pesanan pelanggan untuk barang yang berasal dari bahan mentah dan barang

5. Return

Kegiatan return pada level dua terdiri dari Return Defective Product yang memiliki kode tipe kegiatan R1, Return Maintenance Repair and Overhoul Product yang memiliki kode tipe kegiatan R2 dan Return Excess Product yang memiliki kode tipe kegiatan R3 yang masing-masing mencirikan kegiatan perusahaan dalam pengembalian barang. Terdapat dua perspektif dalam tipe pengembalian barang yaitu Return form Customer yang memiliki kode tipe kegiatan DRx dan Return to Supplier yang memiliki kode tipe kegiatan SRx.

R1 dilakukan berdasarkan barang yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dengan konsumen atau pemasok dan pengembalian tersebut tidak direncanakan sebelumnya oleh perusahaan. Sedangkan R2 adalah kegiatan perawatan produk yang direncanakan sebelumnya oleh perusahaan. Lalu R3 dilakukan ketika terjadi kelebihan produk yang diterima oleh konsumen atau perusahaan yang berasal dari pemasok.

Setelah dilakukan pemetaan, langkah selanjutnya pada analisis SCOR level dua adalah penentuan proses inti bermasalah di rantai pasok selada keriting perusahaan. Penentuan proses inti bermasalah dilakukan untuk mengetahui kegiatan rantai pasok selada keriting organik di perusahaan yang memiliki kinerja buruk. Penentuan proses bermasalah dilakukan dengan menghitung angka POF dan OFCT pada proses inti source, make, dan delivery. Proses yang memiliki nilai POF terendah dan OFCT terbesar adalah proses yang memiliki kinerja buruk.

4.3.2.1. Pemetaan SCOR Level Dua

Pada pemetaan SCOR level dua setiap proses inti ditampilan lebih rinci hingga tingkat kegiatan entitas didalam rantai pasok. Terdapat tiga tipe proses dalam analisi SCOR level dua yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (excecution), dan pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan (enabling). Kegiatan rantai pasok tanaman selada keriting organik di PT. Indonesia Agro Industri berdasarkan

pemetaan SCOR adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Proses perencanaan pada perusahaan sudah dilakukan dengan baik. Perencanaan dilakukan pada jangka waktu mingguan, bulanan dan tahunan. Perencaaan dimulai dari perencanaan rantai pasok secara keseluruhan yaitu perencanaan pasokan, perencanaan produksi, perencanaan pengiriman dan perencanaan pengembalian produk.

Perencanaan pada perusahaan dilakukan dengan kegiatan peramalan (forecasting) dengan melihat data-data sebelumnya dan ramalan cuaca serta keadaan Perencanaan pada perusahaan dilakukan dengan kegiatan peramalan (forecasting) dengan melihat data-data sebelumnya dan ramalan cuaca serta keadaan

 Plan Supply Chain (P1): Melakukan forecasting penjualan tanaman selada keriting; mengidentifikasi kemampuan perusahaan dan pemasok; membuat jadwal

pembibitan, penanaman, perawatan dan pemanenan tanaman sesuai dengan blok lahan; menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan rantai pasok.

 Plan Source (P2): Menentukan pemasok berdasarkan kemampuan dan rekapitulasi pembelian sebelumnya dan menentukan anggaran yang dibutuhkan

untuk kegiatan pembelian benih, bibit, produk dan saprodi.  Plan Make (P3): Menentukan jumlah yang akan diproduksi sesuai hasil forecasting dan identifikasi pasar; menentukan jadwal kegiatan produksi;

menentukan kebutuhan untuk produksi.  Plan Deliver (P4): Menentukan target jumlah pengiriman; menentukan

penempatan produk berdasarkan kemampuan distribusi dan jarak toko/ritel; menentukan biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan distribusi.

 Plan Return (P5): Menentukan kegiatan perlakuan yang diberikan kepada produk bermasalah yang dikembalikan ke perusahaan. Perusahaan melakukan sortir ulang untuk produk yang dikembalikan ke perusahaan.

2. Pelaksanaan (Execution)

Pelaksanaan proses-proses SCOR pada PT. Indonesia Agro Industri sudah dilakukan dengan baik. Kepala perusahaan dengan dibantu oleh manajer administrasi dan manajer produksi telah mampu melakukan penjadwalan pembibitan, penanaman dan pemanenan berdasarkan permintaan produk harian. Perusahaan juga melakukan kegiatan pengolahan produk yaitu pencucian, penyortiran dan pengemasan produk untuk menghasilkan produk sesuai dengan permintaan ritel.

Kegiatan distribusi dilakukan dengan menggunakan sepeda motor dan dilakukan setiap hari pada pagi hari. Untuk ritel Setiabudi Supermarket terjadi kegiatan pengembalian produk (return). Sedangkan untuk ritel Griya Yogya dan Transmart Carefour terjadi kegiatan penolakan produk (reject). Perusahaan tidak melakukan pengembalian produk atau penolakan produk kepada petani pemasok namun perusahaan melakukan teguran bila terjadi ketidaksesuaian pasokan yang diberikan oleh pemasok bibit atau produk. Berikut adalah uraian kegiatan rantai Kegiatan distribusi dilakukan dengan menggunakan sepeda motor dan dilakukan setiap hari pada pagi hari. Untuk ritel Setiabudi Supermarket terjadi kegiatan pengembalian produk (return). Sedangkan untuk ritel Griya Yogya dan Transmart Carefour terjadi kegiatan penolakan produk (reject). Perusahaan tidak melakukan pengembalian produk atau penolakan produk kepada petani pemasok namun perusahaan melakukan teguran bila terjadi ketidaksesuaian pasokan yang diberikan oleh pemasok bibit atau produk. Berikut adalah uraian kegiatan rantai

 Source Stocked Product (S1): Pembelian produk tanaman selada keriting untuk menambah persediaan perusahaan dari petani pemasok produk.

 Source Make-to-Order Product (S2): Pembelian benih, bibit, saprodi dan kemasan yang digunakan untuk kegiatan produksi produk tanaman selada keriting

organik.  Make-to-Order (M2): Pemibitan, penanaman, perawatan, dan pemanenan

tanaman selada keriting organik pada divisi produksi perusahaan; pencucian, sortasi, pengemasan dan penyimpanan produk tanaman selada keriting pada divisi processing perusahaan.

 Deliver Make-to-Order Product (D2): Penerimaan PO dari toko/ritel modern yang menjadi pelanggan perusahaan; pengiriman produk berdasarkan kapasitas pengiriman dan jarak tempuh tujuan toko/ritel modern; membuat bukti pengiriman dan pencatatan produk yang terjual ke toko/ritel moden; pembuatan kontra bon sebagai bukti pembayaran sementara kepada perusahaan

 Return Defective Product (R1): Perlakuan kepada produk yang bermasalah dan dikembalikan ke perusahaan oleh toko/ritel modern; sortir ulang produk yang

bermasalah untuk menambah tingkat persediaan produk tanaman selada keriting di perusahaan; pembuangan produk ke tempat pembuatan pupuk kompos perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan pengolahan lahan penanaman tanaman selada keriting organik.

3. Pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan (Enabling)

Kegiatan pelatihan dan pengawasan diberikan pada karyawan PT. Indonesia Agro Industri bila terjadi perubahan dalam sistem dan SOP perusahaan. Pengawasan juga dilakukan kepada petani pemasok bibit dan produk yang bekerjasama dengan perusahaan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas perusahaan. Uraian kegiatan enabling yang dilakukan oleh PT. Indonesia Agro Industri pada tiap proses inti rantai pasok tanaman selada keriting adalah sebagai berikut:

 Plan: Melakukan pengaturan kegiatan rantai pasok dan finansial perusahaan disesuaikan dengan hasil forecasting dan keadaan yang terjadi selama periode

kegiatan perusahaan  Source: Melakukan perjanjian dan kontrak dengan pemasok agar kegiatan

pembelian sumber bahan baku dapat berjalan sesuai dengan tujuan perusahaan.  Make: Melakukan pembuatan jadwal kegiatan produksi dan SOP pada kegiatan produksi tanaman selada keriting agar produk sesuai dengan standard an tujuan

perusahaan.  Deliver: Melakukan perjanjian dengan toko/ritel yang sudah menjadi pelanggan perusahaan agar standar produk perusahaan sesuai dengan dan kegiatan

pengiriman dapat mengantarkan produk yang sesuai dengan perjanjian.  Return: Pembuatan SOP untuk produk bermasalah yang diterima perusahaan agar

kerugian perusahaan dapat diminimalisir.

Berdasarkan penjelasan pemetaan SCOR level dua, PT. Indonesia Agro Industri melakukan proses planning (P1-P5), executing (S1, S2, M2, D2 dan DR1), dan enabling. PT. Indonesia Agro Industri melakukan kerjasama dengan petani pemasok yang memasok bibit dan produk jadi kepada perusahaan. Selain itu perusahaan juga membeli benih dari CV. Buana Tani untuk kegiatan pembibitan mandiri oleh perusahaan. Perusahaan tidak melakukan pengembalian kepada pemasok. Selanjutnya perusahaan merubah produk tersebut menjadi sesuai dengan permintaan ritel. Produk yang sudah jadi dikirimkan keesokan harinya pada pagi hari kepada ritel yang sudah memberikan PO. Pengembalian dan penolakan dilakukan kepada produk yang tidak sesuai dengan kriteria dan tidak terjual setelah diletakan pada lini penjualan ritel. Pemetaan pada analisis SCOR level dua berdasarkan kegiatan-kegiatan dalam proses inti pada rantai pasok tanaman selada keriting organik di PT. Indonesia Agro Industri dapat dilihat pada Gambar 11.

Dari hasil pemetaan berdasarkan observasi dan wawancara. Kategori kegiatan M2 adalah fase kritis dalam kegiatan rantai pasok selada keriting PT. Indonesia Agro Industri. Jumlah permintaan tinggi dan diiringi dengan peningkatan produktifitas perusahaan. Hal itu tidak mudah untuk dilakukan karena fasilitas dan kapasitas produksi perusahaan yang belum memadai serta pengaruh cuaca ekstrim membuat produksi tanaman selada keriting sulit untuk ditingkatkan. Pengaruh cuaca yang tidak menentu membuat banyak tanaman produk selada keriting organik di lahan yang gagal panen.

4.3.2.2. Penentuan Proses Inti Bermasalah pada SCOR level dua

Peninjauan rantai pasok pada level dua dilakukan lebih detil lagi untuk mengetahui proses inti yang bermasalah dan menjadi penyebab kurang baiknya kinerja kegiatan rantai pasok. Analisis lebih detil dapat dilakukan dengan mengidentifikasi nilai metrik POF dan OFCT yang masih dianggap kurang baik. Pengidentifikasian nilai metrik COGS dan CTCCT tidak perlu diukur karena dengan menganalisis POF dan OFCT secara langsung akan memberikan dampak perbaikan pada nilai COGS dan CTCCT. Dalam perhitungan POF dan OFCT perlu diperhitungkan ketepatan waktu, ketepatan kualitas, serta kondisi barang yang tepat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan PT. Indonesia Agro Industri, didapatkan informasi bahwa yang menjadi masalah dalam kegiatan rantai pasok tanaman selada keriting organik adalah pada kegiatan produksi (make). Menurut hasil wawancara, hal itu terjadi karena kurangnya fasilitas dan kapasitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Namun yang menjadi masalah utama adalah faktor iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi. Pengaruh perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu membuat serangan penyakit pada tanaman semakin parah serta membuat pertumbuhan gulma menjadi tidak terkendali.Hama maupun penyakit yang sebelumnya dianggap minor dapat berubah menjadi penting jika kondisi faktpr iklim dan faktor lainnya menunjang. Status dan dominasi jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) telah berubah dengan adanya perubahan iklim (Wiyono, 2007)

Gambar 11. Pemetaan SCOR level dua Rantai Pasok Tanaman Selada Keriting Organik

Besar angka POF untuk proses make adalah 84 % yang menunjukan bahwa dari target hasil produksi dengan penggunaan bahan baku tertentu, perusahaan hanya mampu memenuhi 84% dari target awal. Angka tersebut didapatkan dari data hasil wawancara. Dikatakan bahwa jumlah bibit tanaman selada yang dibeli pada tahun 2016 sejumlah 52000 bibit yang jika seluruhnya tumbuh mampu menghasilkan produk sebanyak 13000 pack dengan isi empat pohon dalam satu pack dan jumlah produk tambahan dari pembelian produk pada petani mitra sebanyak 7328 pack maka seharusnya perusahaan dapat mengirimkan produk sebanyak 20328 pack, tetapi perusahaan hanya mampu mengirimkan produk sebanyak 17154 pack.

Untuk nilai POF pada proses deliver adalah sekitar 98% yang menunjukan pada setiap pemesanan bahan baku benih, bibit dan produk oleh perusahaan dapat dipenuhi oleh pemasok sekitar 98%. Angka tersebut didapat dari hasil wawancara yang mengatakan barang rusak dijalan hanya kurang lebih dua pack dari seratus pack yang dikirim. Sedangkan, untuk nilai OFCT pada proses deliver adalah <1 hari. Angka tersebut didapat dari jangka waktu pengiriman yang memakan waktu kurang dari satu hari. Untuk nilai POF pada proses source adalah sekitar 99% yang menunjukan bahwa setiap perusahaan mengirim produk selada keriting ke toko/ritel modern terdapat sekitar 99% produk yang sampai tanpa mengalami kerusakan.

Angka-angka tersebut didapat dari hasil wawancara yang mengatakan bahwa jumlah bibit, produk dan benih yang dimiliki petani pemasok umumnya cukup bahkan lebih. Hal itu terjadi karena petani tidak hanya memasok ke PT. Indonesia Agro Industri sehingga jumlah pasokan sangat jarang mengalami kekurangan. Untuk nilai OFCT pada proses deliver adalah 1 hari. Angka itu didapat berdasarkan hasil wawancara yang mengatakan bahwa pasokan benih, bibit dan produk umumnya selalu tersedia setiap hari dari para petani pemasok.

Nilai POF dan OFCT pada proses source, make dan deliver PT. Indonesia Agro Industri ditampilkan pada Tabel 15. Nilai ini yang menentukan bagaimana perusahaan mengendalikan proses rantai pasok pada proses-proses tersebut serta akan menunjukan proses inti yang dianggap bermasalah.

Tabel 14. Nilai POF dan OFCT pada Proses Source, Make dan Deliver

99 84 98 OFCT (hari)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa PT. Indoneisa Agro Industri mengalami masalah pada proses make dengan nilai POF sebesar 84% dan OFCT

1 hari. Pada kegiatan produksinya PT. Indonesia Agro Industri belum bisa memecahkan masalah-masalah pada kegiatan penanaman dan perawatan tanaman. Jumlah tanaman yang dapat dijual dari hasil produksi sering tidak sesuai dengan jumlah dari PO yang didapat dari ritel. Produk yang rusak akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tidak terkendali menjadi kendala utama yang masih sulit dipecahkan oleh perusahaan karena penggunaan pestisida tidak dilakukan pada kegiatan perawatan tanaman. Dengan angka yang kurang baik pada nilai POF dan

OFCT pada proses make membuat analisis level tiga harus dilakukan pada proses tersebut.