10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 4.10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (orang)

1. Tidak/ belum pernah sekolah 9.231

2. Tidak/belum tamat SD 6.154

3. Tamat SD 14.078

4. Tamat SMP 14.947

5. Tamat SMA 16.097

6. Akademi/Diploma 5.557

80.464 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2010

Dengan tingkat pendidikan serta kualitas hidup yang kian baik, maka akan semakin besar tuntunan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh instansi pelayanan publik.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui bahwa pada kondisi masyarakat yang dinamis seperti pada kelurahan : Salatiga, Kutowinangun, Gedongan dan Kelurahan Kalicacing, lebih berani menyampaikan keluhan, kritikan atau masukan kepada para aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, terkait dengan pelayanan pertanahan yang diberikan. Hal demikian, menuntut aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk meningkatkan responsivitas pelayanannya.

Sebaliknya pada kondisi masyarakat yang kurang dinamis terhadap pelayanan pertanahan, seperti di pinggiran kota misal Kelurahan Kumpul Rejo, Noborejo dan Cebongan cenderung kurang berani dalam menyampaikan keluhan, Sebaliknya pada kondisi masyarakat yang kurang dinamis terhadap pelayanan pertanahan, seperti di pinggiran kota misal Kelurahan Kumpul Rejo, Noborejo dan Cebongan cenderung kurang berani dalam menyampaikan keluhan,

Hal lain yang mempengaruhi responsivitas Kantor Pertanahan yaitu adanya koordinasi eksternal yang efektif yang secara nyata dilakukan oleh aparat birokrat dengan stakeholder lain, misalnya PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). PPAT sebenarnya adalah pejabat yang berwenang membuat Akta Tanah misalkan Akta Jual beli, Akta Hibah, Akta Pembagian dan Pemecahan, dan lain-lain. Namun bukan rahasia lagi jika PPAT juga berlaku sebagai penjual jasa, yang melayani masyarakat untuk pengurusan proses sertpikat tanah. Masih adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan oleh PPAT dengan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan. Hal itu menandakan bahwa belum ditemukan kesamaan persepsi dalam memberikan kualitas pelayanan yang diberikan.

Komunikasi yang transparan dengan masyarakat pengguna jasa menyangkut pemberian pelayanan jarang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Hal ini menyebabkan pihak masyarakat pengguna jasa selalu berada pada posisi yang dirugikan, karena harus bolak-balik dalam melengkapi dokumen pelayanan. Dengan demikian menandakan adanya perbedaan persepsi anatara masyarakat pengguna jasa dengan aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga terhadap kualitas yang diberikan.

Belum semua aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menguasai tugas pokok dan fungsinya. Apabila ada masyarakat pengguna jasa yang datang dan terlihat mengalami kebingungan berkaitan dengan informasi pelayanan Belum semua aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menguasai tugas pokok dan fungsinya. Apabila ada masyarakat pengguna jasa yang datang dan terlihat mengalami kebingungan berkaitan dengan informasi pelayanan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden, dapat diketahui bahwa, untuk indikator “Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir ”, jawaban responden mengatakatan : “ kadang-kadang masih a da Keluhan” dari pelayanan publik Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa merupakan indikator pelayanan yang memperlihatkan bahwa produk pelayanan sertipikat yang selama ini dihasilkan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga khususnya melalui Program LARASITA, belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan pengguna layanan.

Adanya keluhan dari masyarakat pengguna layanan dalam satu tahun terakhir, menunjukkan bahwa kemampuan responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan untuk mengantisipasi kemunculan berbagai keluhan dari masyarakat pengguna jasa ternyata masih lemah. Demikian juga dari hasil wawancara yang dilakukan kepada aparat birokrat, dapat diketahui bahwa kadang-kadang masih terdapat keluhan masyarakat pengguna layanan , terkait dengan lama waktu penyelesaian sertipikat, prosedur yang masih belum sederhana dan juga masih adanya pungutan yang dilakukan oleh oknum aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator,

“terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir” adalah cenderung sedang. Hal ini dikarenakan kadang-kadang masih adanya keluhan dari pengguna jasa tentang pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga melalui Program LARASITA.

2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa.

Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan sumber daya manusia yaitu pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 46 orang dan pegawai tidak tetap (non PNS) sebanyak 16 orang pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan formalnya dari 46 orang PNS Kantor Pertanahan Kota Salatiga, ada 2 orang lulusan SD, 3 orang SMP, 14 orang SMA,

4 orang Akademi, 6 orang DIV, 14 orang S1 dan 3 orang S2.

Dari data di atas diketahui bahwa PNS Kantor Pertanahan Kota Salatiga rata-rata berpendidikan SMA dan S1. Dengan kondisi tingkat pendidikan yang relatif tinggi seperti itu Kantor Pertanahan seharusnya dapat memberikan responsivitas pelayanan kepada masyarakat Kota Salatiga.

Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan, terlihat aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi Program LARASITA sudah maksimal melaksanakan tugas-tugas bagian informasi dalam menjalankan misi penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada pengguna jasa.

Namun berdasarkan wawancara kepada salah satu responden pengguna jasa, didapatkan jawaban agak sedikit berbeda, yaitu bahwa keluhan yang disampaikan kepada petugas LARASITA, sifatnya hanya ditampung dijanjikan Namun berdasarkan wawancara kepada salah satu responden pengguna jasa, didapatkan jawaban agak sedikit berbeda, yaitu bahwa keluhan yang disampaikan kepada petugas LARASITA, sifatnya hanya ditampung dijanjikan

Kurang baiknya sikap aparat dalam melayani pengguna jasa memperlihatkan bahwa system pelayanan birokrasi masih menggunakan desain pelayanan yang tidak berdasar pada kepentingan pengguna jasa, tetapi masih menetapkan dasar aturan formal secara kaku. Pelayanan birokrasi masih menerapkan manajemen pelayanan yang semata-mata hanya berdasar pada pendekatan formalistik, bukannya mencoba untuk menerapkan pelayanan secara kontekstual berdasarkan perkembangan aspirasi pengguna jasa. Pengaruh kultur dan struktur birokrasi yang masih paternalistik-sentralistik turut memberikan andil yang besar terhadap lemahnya responsivitas aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik.(Dwiyanto, 2006)

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi keluhan masyarakat adalah fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat dilayani dengan perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan kebutuhannya masing-masing. Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani merupakan salah satu alternatif untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik yang cukup baik. Sikap petugas LARASITA dalam menghadapi keluhan pengguna jasa sudah cenderung responsif. Petugas berusaha menyelesaian keluhan pengguna jasa. Apabila petugas tidak dapat menyelesaikan Berdasarkan hasil wawancara kepada responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi keluhan masyarakat adalah fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat dilayani dengan perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan kebutuhannya masing-masing. Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani merupakan salah satu alternatif untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik yang cukup baik. Sikap petugas LARASITA dalam menghadapi keluhan pengguna jasa sudah cenderung responsif. Petugas berusaha menyelesaian keluhan pengguna jasa. Apabila petugas tidak dapat menyelesaikan

Dari semua hasil wawancara dan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator, “Sikap aparat birokrasi dalam mere spon keluhan dari pengguna jasa” adalah cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan Aparat birokrasi Kantor Pertanahan selalu berusaha menyelesaikan semua permasalahan pelayanan yang dikeluhkan oleh pengguna jasa.

3) Penggunaan keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, maka dapat diketahui bahwa, keluhan-keluhan yang muncul dari masyarakat pengguna layanan Program LARASITA telah dijadikan referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik. Salah satu contoh keluhan pengguna jasa yang dijadikan referensi perbaikan adalah lamanya waktu penyelesaian pensertpikatan tanah. Dengan adanya keluhan masyarakat tentang waktu penyelesaian yang terlalu lama melebihi SOP, maka petugas LARASITA akan berkoordinasi dengan aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga yang berwenang menangani langsung proses pensertipikatan tanah tersebut, agar lamanya waktu penyelesaian sesuai dengan SOP.

Untuk dapat memperbaiki penyelenggaraan Program LARASITA, ke depan dibutuhkan transparansi SOP, baik menyangkut waktu penyelesaian, Untuk dapat memperbaiki penyelenggaraan Program LARASITA, ke depan dibutuhkan transparansi SOP, baik menyangkut waktu penyelesaian,

Tidak dapat dipungkiri bahwa transparansi tidak selamanya bersifat absolut. Pemberian informasi yang berlebihan juga dapat kontraproduktif bagi organisasi. Perlu dibuat kejelasan pembatasan perihal siapa saja yang dapat mengakses informasi dan informasi apa saja yang bisa diakses oleh sosial. Menurut James Madison dalam Pope,J., transparasi sangat penting karena kerahasiaan yang berlebih dapat menghambat pendidikan politik suatu masyarakat, peluang bagi individu untuk bersikap terhadap inisiatif politik menjadi tumpul, dan memicu pendekatan sangkaan buruk dan ketidakpercayaan dalam melihat kebijakan (Pope, 2007).

Untuk itu sebagai instansi pelayanan publik Kantor Pertanahan Kota Salatiga mempunyai kewenangan untuk memilah mana informasi yang dapat diakses oleh masyarakat pengguna jasa, dan informasi yang memang perlu dijaga kerahasiaannya.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “Penggunaan

keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang” adalah cenderung sedang. Hal ini karena Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga jarang menggunakan keluhan tersebut untuk referensi bagi pelayanan Program LARASITA mendatang.

4) Berbagai Tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa.

Dari jawaban responden melalui wawancara, dapat diketahui bahwa para petugas LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga telah melakukan tindakan untuk member kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa. Tindakan petugas LARASITA yang dapat memberi kepuasan kepada masyarakat pengguna layanan tersebut adalah dengan memberikan kejelasan tentang informasi pertanahan.

Berdasarkan hasil observasi pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga, petugas LARASITA tidak berani melakukan diskresi dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan diskresi, disamping dapat menjadi indikator rendahnya tingkat responsivitas birokrasi dalam memahami aspirasi dan kebutuhan publik, juga merupakan indikator untuk menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang diterapkan secara kaku. (Dwiyanto,2006)

Aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga masih dibatasi oleh berbagai orientasi teknis prosedural (juklak) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Tindakan aparat dalam melayani masih belum berdasarkan pada inisiatif, kreativitas dan improvisasi, sehingga petugas menjadi lamban dalam merespon setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, termasuk rendahnya daya inovasi pelayanan kepada masyarakat.

Dari hasil pengamatan bisa disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “tindakan aparat birokrasi Dari hasil pengamatan bisa disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “tindakan aparat birokrasi

5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam system pelayanan yang berlaku.

Dari jawaban yang berbeda antara responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belum sepenuhnya pengguna layanan ditempatkan dalam system layanan. Adakalanya pengguna jasa sudah dijadikan narasumber namun belum bisa memperbaiki pelayanan Program LARASITA yang dimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Kultur paternalistik telah menyebabkan orientasi birokrasi terhadap masyarakat Lebih cenderung menunjukkan fungsi dan peran sebagai pengatur dibandingkan sebagai pelayan masyarakat. Fungsi pelayanan yang seharusnya lebih menempatkan masyarakat pengguna jasa dalam system layanan untuk didahulukan kepentingannya, menjadi tidak terpenuhi. Hal demikian menyebabkan posisi birokrat sangat kuat dan dominan dalam mempergunakan wewenang dan kekuasaan terhadap masyarakat pengguna jasa.

Masyarakat pengguna jasa sangat tergantung pada aparat birokrasi sebagai petugas pelayanan untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat. Ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar masyarakat harus menuruti perintah petugas.

Sebenarnya Program LARASITA adalah program responsif yang diimplementasikan secara nasional di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Namun pelaksanaannya di daerah, khususnya di Kota Salatiga belum berhasil seperti apa yang diamanatkan oleh pembuat kebijakan.

Idealnya dengan adanya layanan keliling dengan mobil LARASITA, pengguna jasa tidak perlu mendatangi Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk meneruskan pengurusan sertipikat tanah. Namun yang terjadi selama ini, masyarakat pengguna jasa belum bisa sepenuhnya dilayani di lapangan pada saat mobil LARASITA berkunjung. Ini menunjukkan belum siapnya jajaran BPN RI untuk pengimplementasian program LARASITA, salah satu penyebabnya adalah belum siapnya data base pertanahan yang bisa di akses secara on line di lapangan. Petugas LARASITA masih perlu melihat data buku tanah manual untuk preoses sertipikasi.

Di samping itu, Program LARASITA lebih cocok diimplementasikan di daerah-daerah pelosok pedesaan, dimana masyarakat pengguna jasa sulit menjangkau Kantor Pertanahan yang ada.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku ”, termasuk dalam kategori cenderung sedang. Hal ini dikarenakan pengguna jasa tidak selalu ditempatkan dalam sistem layanan.

Berdasarkan analisa penulis maka tingkat responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA, dapat dibuat matrik seperti sebagaimana Tabel 4.11 dibawah ini.