Prospek Perlindungan Hak Ekonomi Pengetahuan Tradisional

5. Prospek Perlindungan Hak Ekonomi Pengetahuan Tradisional

Masyarakat Adat pada Era Globalisasi

Situasi perkembangan HKI yang semakin memerlukan perhatian serius dengan segala permasalahannya, baik menyangkut segi hukum dan kaitannya dengan perdagangan maupun aspek hak-hak asasi manusia, Indonesia harus dapat menyikapinya secara tepat. Menurut Henry Soelistyo dari Perhimpunan

Masyarakat Hak Kekayaan Intelektual, pada tahun 2000 berpendapat bahwa 139 : “bagi Indonesia, menerima globalisasi dan mengakomodasi konsepsi

139 Henry Soelistyo Budi. 2000. “Status Indigenous Knowledge dan Traditional Knowledge dalam Sistem HaKI ”. Makalah. Kajian Sehari “ HaKI di Indonesia: Mewujudkan Masyarakat Etik

dan professional ”. Dilaksanakan oleh Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Pengkajian Strategis dan IIPS, 3 Juni 2000. Semarang : PPMPS.

perlindungan HKI tidak lantas menihilkan kepentingan nasional. Keberpihakan pada rakyat, tetap menjadi justifikasi dalam prinsip-prinsip pengaturan dan rasionalitas perlindungan berbagai bidang HKI di tingkat nasional. Namun, semua itu harus tetap berada pada koridor hukum dan norma- norma internasional ”.

Pendapat di atas sangat tepat dalam konteks sistem hukum di Indonesia, mengingat dalam sistem hukum Indonesia dikenal tiga subsistem hukum lainnya, yaitu hukum nasional, hukum Islam dan hukum adat/adat kebiasaaan masyarakat. Dengan kondisi demikian, idealnya hal yang diatur dalam satu norma hukum bersesuaian atau tidak bertentangan dengan norma hukum lainnya. Dengan kata lain, misalnya hal yang diatur dalam norma hukum positif tidak bertentangan dengan norma hukum Islam dan norma hukum adat. Hal yang sama berlaku juga untuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan traditional knowledge nantinya. Artinya, secara idealnya norma hukum nasional yang dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di bidang HKI juga tidak

bertentangan dengan norma hukum lainnya, khususnya norma hukum Islam 140 . Guna pembangunan ekonomi Indonesia, apabila perlindungan traditional

knowledge dapat optimal terlaksana, akan menjadi potensi pengembangan negara dan pemasukan devisa/pendapatan negara. Dalam hal ini, karya dan budaya masyarakat tradisional akan lebih dihargai dan sense of belonging (rasa memiliki atau bangga) terhadapnya timbul. Jika Indonesia dengan lebih serius mengelola potensi terhadap tr a ditiona l knowledge bangsa akan memberikan nilai-nilai keuntungan yang sangat banyak baik dari segi ekonomi maupun pengembangan dan pelestarian atas nilai-nilai luhur dari tr a ditiona l knowledge tersebut. Sebaiknya pemerintah mulai memperhatikan potensi bangsa ini terkait dengan tr a ditiona l knowledge dan menjadikannya icon tersendiri atas bangsanya dan menjadi karakter identitas yang ujung -ujungnya dapat menjadi nilai tambah, bukan malah tidak peduli terlebih merusak. Seperti pepatah “apa yang ada dalam genggaman hendaknya dijaga”, sumber

140 Muhammad Djumhana.2006. Perkembangan dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektua l. Bandung: Alumni 140 Muhammad Djumhana.2006. Perkembangan dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektua l. Bandung: Alumni

Berdasarkan uraian di atas dan poenjel;san pada sub bab sebelumnya, , sampai saat ini upaya perlindungan HKI atas pengetahuan tradisional yang bersifat efektif dan efisien belum dapat diwujudkan. Namun demikian, di dalam penegakan hukum dan keadilan tidak boleh terjadi kekosongan hukum. Oleh karena itu, ada beberapa upaya yang (telah dan) dapat dilakukan sebagai berikut. .a. Melakukan pencatatan mengenai traditional knowledge berupa Warisan

Budaya Tak benda (WBTB). Sebagaimana telah diketahui, Kembudpar bekerjasama dengan UNESCO telah menghasilkan Buku Panduan Praktis: Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Hal terpenting yang harus dicantumkan adalah justifikasi ilmiah kepemilikan suatu WBTB yang sebenarnya tidak lain adalah PT dan EBT. Justifikasi ilmiah tersebut menjadi sangat penting karena merupakan media untuk melakukan defensive protection , yaitu mematahkan klaim pihak asing atas suatu WBTB yang berasal dari Indonesia.

c. Melestarikan, mengembangkan dan mempromosikan traditional knowledge berupa WBTB. Hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti: pemberian penghargaan yang tinggi terhadap human living treasure (maestro); memberikan beasiswa pelatihan yang berkaitan dengan pelestarian, pengembangan dan promosi TK WBTB; dukungan terhadap sanggar/lembaga yang terlibat aktif dalam pelestarian, pengembangan dan promosi WBTB; penyiaran WBTB secara berkala di berbagai media massa; menjadikan

WBTB sebagai bagian dari industri kreatif, termasuk industri pariwisata; dan sebagainya.

d. Pemberian akses secara selektif terhadap traditional knowledge . Jika memungkinkan, pihak asing yang membutuhkan informasi mengenai traditional knowledge tidak diberikan akses seluas-luasnya, sehingga mereka mampu melakukan produksi massal terhadap kedua kekayaan intelektual tersebut. Tentunya hal tersebut dapat dikecualikan bagi pihak asing yang memiliki itikad baik untuk melakukan bagi hasil keuntungan dari pemanfaatan milik traditional knowledge Indonesia.

e. Dilaksanakan berbagai macam kegiatan penelitian untuk menjawab List of Core Issues . Semakin banyak penelitian yang dilakukan mengenai masalah ini akan semakin memperkaya pemahaman para pembuat kebijakan sehingga sangat membantu dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang relevan.

f. Jika memungkinkan, untuk sementara memanfaatkan jenis-jenis HKI yang

dapat disesuaikan dengan karakteristik traditional knowledge . Setidaknya ada tiga jenis HKI yang dapat digunakan untuk keperluan ini, yaitu Merek, Indikasi Geografis dan Rahasia Dagang. Jika dilihat dari pengertiannya: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Indikasi Geografis adalah tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya.

g. Membawa sengketa tentang kepemilikan traditional knowledge ke pengadilan. Tindakan ini sangat penting dalam kaitannya proses g. Membawa sengketa tentang kepemilikan traditional knowledge ke pengadilan. Tindakan ini sangat penting dalam kaitannya proses

adalah Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 141 dan Pasal

28 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman 142 .

h. Aktif memantau dan memberikan masukan terkait dengan penyusunan RUU

tentang PT dan EBT dan revisi UUHC. Jika telah diundangkan, kedua peraturan perundang-undangan tersebut akan menjadi titik awal yang sangat penting ( milestone ) bagi perkembangan hukum mengenai perlindungan HKI atas PT dan EBT. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi setiap pemangku kepentingan di tanah air untuk mengawal sejak proses penyusunan sampai diundangkan, dan bahkan hingga implementasinya di kemudian hari

Saat ini telah dibahas Rancangan Undang-Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) Adapun cakupan kajian yang telah/sedang dibahas adalah:

a. Pertimbangan/kebijakan yang mendasari perlu adanya perlindungan

(pelestarian, moral, ekonomi, dsb.),

b. Siapa yang harus memperoleh manfaat dan siapa pemilik obyek terkait

c. Obyek yang akan dilindungi (Definisi/Lingkup PT dan EBT),

d. Kriteria yang harus dipenuhi dan batasan yang tidak boleh dilanggar ,

e. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Pemilik, serta pengecualiannya ,

f. Aspek perlindungan yang belum diakomodasikan oleh sistem HKI

konvensional,

g. Bagaimana prosedur untuk memperoleh izin pemanfaatan (cara

mengadministrasikan) dan menegakkan hak dimaksud (sanksi dan denda),

141 : “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya” 142 “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

h. Hal apa yang dapat ditangani secara nasional dan apa yang perlu ditangani

secara internasional, serta bagaimana mekanismenya ,

i. Bagaimana perlakuan terhadap obyek yang merupakan milik/warisan budaya

asing , j. Jangka waktu perlindungan,

k. Negara memiliki kewajiban moral (ethical imperative) untuk melestarikan keanekaragaman pengetahuan dan budaya tradisional, l. Negara wajib mendukung pembanguan industri kreatif yang utamanya

menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Berikut ini beberapa poin penting yang diatur dalam RUU PTEBT.

a. Ketentuan Umum

1) Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

2) EBT adalah karya intelektual dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

3) Tradisi adalah warisan budaya masyarakat yang dipelihara dan/atau dikembangkan secara berkelanjutan lintas generasi oleh suatu komunitas atau masyarakat tradisional.

4) Perlindungan adalah segala bentuk upaya melindungi PTEBT terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan melanggar kepatutan.

5) Pemilik dan/atau Kustodian PTEBT adalah komunitas atau masyarakat tradisional yang memelihara dan mengembangkan PTEBT tersebut secara tradisional dan komunal.

6) Pemanfaatan adalah pendayagunaan PTEBT di luar konteks tradisi.

7) Tim Ahli PTEBT adalah tim khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi PTEBT.

8) Pemohon adalah orang asing atau badan hukum asing yang mengajukan permohonan izin akses pemanfaatan dan permohonan pencatatan perjanjian pemanfaatan.

9) Permohonan adalah permintaan untuk mendapatkan izin akses pemanfaatan, dan pencatatan perjanjian pemanfaatan.

10) Izin Akses Pemanfaatan adalah izin yang diberikan oleh Menteri kepada

orang asing atau badan hukum asing sebelum melakukan perjanjian pemanfaatan.

11) Pemegang izin akses pemanfaatan adalah orang asing atau badan hukum

asing yang telah memperoleh izin akses pemanfaatan.

12) Perjanjian pemanfaatan adalah perjanjian antara Pemilik dan/atau Kustodian Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional dan orang asing atau badan hukum asing, mengenai pendayagunaan Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional di luar konteks tradisi

b. Perlindungan PTEBT

1) PTEBT yang dilindungi mencakup unsur budaya yang:

a) memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya

masyarakat tertentu yang melestarikannya;

b) disusun, dikembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup

tradisi

2) PT yang dilindungi mencakup karya literer berdasar tradisi, karya artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, disain, tanda, nama, nama dan simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua pembaharuan berdasar tradisi dan kreasi yang dihasilkan dari aktifitas intelektual dalam bidang industri, ilmiah ataupun artistik,

3) EBT yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini: 3) EBT yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini:

b) musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya;

c) gerak, mencakup antara lain: tarian, beladiri, dan permainan;

d) teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e) seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan

f) upacara adat, yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya.

c. Lingkup Perlindungan PTEBT (Pasal 3) Perlindungan PTEBT meliputi pencegahan dan pelarangan atas:

1) Pemanfaatan yang dilakukan tanpa izin akses pemanfaatan dan perjanjian pemanfaatan oleh orang asing atau badan hukum asing;

2) Pemanfaatan yang dalam pelaksanaan pemanfaatannya tidak menyebutkan dengan jelas asal wilayah dan komunitas atau masyarakat yang menjadi sumber PTEBT tersebut; dan/atau

3) Pemanfaatan yang dilakukan secara menyimpang dan menimbulkan kesan tidak benar terhadap masyarakat terkait, atau yang membuat masyarakat tersebut merasa tersinggung, terhina, tercela, dan/atau tercemar.

d. Jangka Waktu Perlindungan (Pasal 4) Jangka waktu perlindungan kekayaan intelektual PTEBT diberikan selama

masih dipelihara oleh Pemilik dan/atau Kustodiannya .

e. Pendokumentasian (Pasal 5)

1) Pemerintah wajib melakukan pendataan dan pendokumentasian mengenai

Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di seluruh Indonesia.

2) Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di- dokumentasikan guna menyediakan informasi tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia pada umumnya, dan komunitas atau masyarakat tradisional pada khususnya.

3) Pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi

Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud pada angka satu dapat juga diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan pihak lain yang berkepentingan.

4) Menteri mengkoordinasikan suatu basis data yang menghimpun pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud pada angka satu dan tiga di atas dalam suatu jejaring nasional.

5) Basis data sebagaimana dimaksud pada angka ditempatkan dalam media

yang mudah diakses oleh setiap orang.

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. RUU PTEBT tersebut kalau sudah disahkan dan diundangkan sebagai

Undang Undang merupakan salah satu perangkat hukum yang dapat digunakan untuk melindungi dan melestarikan pengetahuan tradisional/traditional knowledge masyarakat adat/lokal Indonesia.