10. Tuli campuran adalah tuli konduktif dan tuli sensorineural. Pada audiogram
tampak ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih.
11. Lama paparan adalah satuan waktu yang menunjukan masa terpapar bunyi, yang
dinyatakan dalam jamhari. 12.
Lama kerja adalah sejak mulai berdinas di batalyon infanteri 100 Raider sampai dilakukan pemeriksaan audiometri, yang dinyatakan dalam tahun.
13. Alat pelindung diri APD adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri
seperti helm, pelindung telinga, masker dan lain-lain. 14.
Pemeriksaan audiometri adalah pemeriksaan pendengaran yang menggunakan alat audiometer yang merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur
sensitivitas pendengaran yang menggunakan nada murni pure tone. 15.
Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu : Ambang dengar AD = AD 500 Hz + AD 1000 HZ + AD 2000 HZ
3 Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J., 2007
16. Derajat ketulian ISO : Normal 0 – 25 dB, Tuli ringan 26 – 40 dB, Tuli sedang 41 -60 dB,
Tuli berat 61 – 90 dB, Tuli sangat berat 90 dB Bhasiruddin J, 2002
3.6 Bahan dan Alat Penelitian
a. Kuisioner penelitian b. Lampu kepala merk Riester
Universitas Sumatera Utara
c. Spekulum telinga merek Hartmann d. Otoskop merk Riester
e. Larutan peroksida 3 H
2
O
2
f. Alat penghisap suction merk Thomas Medipump tipe 1132 GL 3
g. Kanul penghisap nomor 6 dan 8 tipe Fergusson h. Spekulum hidung merk Renz
i. Spatel lidah j. Kaca laringoskopi dan kaca rinoskopi
k. Pengait serumen l. Audiometer merk Rexton tipe D67 dan telah dikalibrasi.
m. Sound level meter merk Larson Davis 720 SLM serial 0553 dan telah dikalibrasi.
3.7 Cara Kerja
Dicari rata-rata intensitas bunyi senjata organik yang biasa digunakan yakni dan senapan SS1 R5. Pengukuran intensitas bunyi dilakukan dengan sound level meter. Kepada
semua prajurit dilakukan pemeriksaan kesehatan telinganya. Telinga yang kotor dibersihkan dan yang sakit dikeluarkan dari penelitian. Kepada subjek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi terlebih dahulu dibagikan kuisioner penelitian. Selanjutnya, pendengaran pasien diperiksa dengan menggunakan audiometri nada murni.
Universitas Sumatera Utara
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk menilai rata-rata intensitas bunyi senjata organik,
lama kerja, lama paparan bising, pemakaian APD, dan kelainan audiogram.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan design crossectional study, dimana pengambilan data dilakukan di batalyon infanteri 100 Raider.
Penelitian dilakukan pada 50 orang prajurit batalyon infanteri 100 Raider yang telah dipilih secara acak dan memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian.
4.1. Gambaran Responden Penelitian
Berikut ini disajikan gambaran responden pada penelitian Skrining Pendengaran Prajurit Batalyon Infanteri 100 Raider.
Tabel 4.1. Gambaran Responden Penelitian
Umur Tahun N
18 - 23 2
4 24 - 29
12 24
30 - 35 27
54 36 - 41
7 14
42 - 47 2
4 Total
50 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa distribusi tertinggi sampel penelitian menurut umur adalah kelompok umur 30 – 35 tahun sebanyak 27 orang 54 dan
distribusi terendah sampel penelitian adalah kelompok umur 18 – 23 tahun dan 42 – 47 tahun masing-masing 2 orang 4.
4.1.1. Distribusi Frekuensi Prajurit Berdasarkan Lama Dinas di Yonif 100 Raider
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Prajurit Berdasarkan Lama Dinas di Yonif 100 Raider
Lama Dinas Tahun N
1 - 5 13
26 6 - 10
33 66
11 - 15 1
2 15
3 6
Total 50
100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa distribusi prajurit berdasarkan lama dinas di Yonif 100 Raider yang terbanyak adalah 6 – 10 tahun sebanyak 33 orang 66 dan
yang terendah adalah 11 – 15 tahun hanya 1 orang 2 .
4.2. Gambaran Jenis Senjata Yang Digunakan
Senjata yang digunakan pada penelitian ini adalah senjata standar organik prajurit Yonif 100 Raider, yakni senjata pistol FN US 45 dan senapan serbu SS 1 R5.
4.2.1. Spesifikasi senjata senapan serbu SS 1 R5
Gambar 4.2. Senjata senapan serbu SS 1 R5 1. Negara Asal
: Indonesia 2. Nama Pabrik
: PT. Pindad Persero 3. Tahun Pembuatan
: 2003 4. Kaliber
: 5,56 mm X 45 mm 5. Berat Senjata
a. Magazen Kosong : 3,59 Kg
b. Magazen Penuh : 3,95 Kg
6. Panjang Senjata a. Popor Lipat : 546 mm
b. Popor Terentang : 771 mm
7. Jumlah Alur Arah Putaran : 6 BuahKe Kanan 8. KisarTwis Alur
: 177,8 mm 7 ”
Universitas Sumatera Utara
9. Panjang Laras : 252 mm
10. Alat Bidik : Mechanical Sight
a. Angka 100 : 0 – 150 M
b. Angka 200 : 150 – 250 M
11. Kecepatan Tembak a. Tunggal
: 60 PelMnt b. Outomatic
: 120 – 200 PelMnt 12. Kecepatan Awal VO
: 751 Mdtk 13. Jarak Tembak Efektif
: 375 M 14. Sistem Kerja
: Gas Operated 15. Sistem Penguncian
: Putar 16. Isi Magazen
: 30 Btr
Tabel 4.3. Rata-rata Intensitas Bunyi Senjata
Jenis Senjata Rata-rata bunyi dB
Senapan serbu SS 1 R5 107,66
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa intensitas rata-rata bunyi senjata senapan serbu SS 1 R5 adalah 107,66 dB.
Grafik 4.1. Rata–rata intensitas bunyi senjata
4.3. Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Diri APD Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Diri APD
Jenis APD N
Ear Muff 2
4 Ear plug
12 24
Tidak pakai APD 36
72 Total
50 100
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jenis APD yang biasa digunakan adalah ear plug 12 24 dan ear muff hanya 2 4 sedangkan selebihnya tidak memakai
APD sebanyak 36 72 .
Grafik 4.2. Distribusi frekuensi pemakaian alat pelindung diri APD
4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran Tabel 4.5. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis gangguan pendengaran
Jenis Gangguan Pendengaran
Telinga Kanan Telinga Kiri
N N
Tuli Konduktif Tuli Sensorineural
11 22
6 12
Tuli Campuran Normal
39 78
44 88
Total 50
100 50
100 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jenis gangguan pendengaran responden,
pada telinga kanan tuli sensorineural 11 22 selebihnya normal 78. Tidak ditemukan tuli konduktif ataupun tuli campuran. Pada telinga kiri, tuli sensorineural 6 orang 12
dan normal 44 88 . Tidak ditemukan tuli konduktif ataupun tuli campuran.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Suasana Pemeriksaan THT Rutin dan Audiometri
4.5. Distribusi Frekuensi Derajat Ketulian Berdasarkan Kelompok umur Tabel 4.6. Distribusi frekuensi derajat ketulian berdasarkan kelompok umur
Derajat Ketulian Umur
Total ,30 tahun
≥30 tahun n
n N
Normal 12
30.77 27
69,23 39
100,00 SNHL Ringan
1 10,00
9 90,00
10 100,00
SNHL Sedang 1
100,00 0,00
1 100,00
Total 14
28 50
100,00 Derajat kebebasan df = 2; p=0,115
Keterangan : SNHL : Sensori Neural Hearing Loss
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa pada kelompok umur 30 tahun dijumpai 12 orang 30.77 normal, 1 orang 10 menderita derajat ketulian ringan
dan 1 orang 100 menderita derajat ketulian sedang. Pada kelompok umur 30 tahun yang normal 27 orang 69,23, menderita derajat ketulian ringan 9 orang 90 dan
tidak dijumpai adanya derajat ketulian sedang. Hasil statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p=0.115. Hal ini
berarti secara statistik tidak ada hubungan antara derajat ketulian dengan kelompok umur peserta penelitian. Tetapi secara klinis, kami temukan prajurit yang mengalami gangguan
pendengaran.
4.6. Distribusi Frekuensi Lama Berdinas Dengan Derajat Ketulian Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Lama Berdinas dengan Derajat Ketulian
Lama Berdinas
tahun Derajat Ketulian
Total Normal
Ringan Sedang
n n
n N
1 - 5 12
92.30 0,00
1 7,70
13 100,00
6 - 10 25
75,75 8
24,25 0,00
33 100,00
11 - 15 1
100,00 0,00
0,00 1
100,00 15
1 33,33
2 66,67
0,00 3
100,00 Total
39 10
1 50
100,00
Dari tabel distribusi frekuensi lama berdinas dengan derajat ketulian, dijumpai lama berdinas 1 – 5 tahun, 12 orang 92.30 normal dan 1 orang 7,70 derajat ketulian
sedang. Lama berdinas 6 – 10 tahun, 25 orang 75,75 normal dan 8 orang 24,25
Universitas Sumatera Utara
derajat ketulian ringan. Lama berdinas 11 – 15 tahun, 1 orang 100 normal. Lama berdinas diatas 15 tahun, 1 orang 33,33 normal dan 2 orang 66,67 derajat
ketulian ringan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 50 orang prajurit batalyon infanteri 100 Raider Kodam I Bukit Barisan didapatkan data yang akan dijabarkan dibawah ini.
5.1. Gambaran Responden Penelitian
Responden penelitian adalah seluruh prajurit Yonif 100 raider yang dipilih secara acak, dengan cara memanggil prajurit dari tiap-tiap kompi batalyon mempunyai 5 kompi
. Seluruh prajurit yang terpilih adalah prajurit yang sudah melaksanakan pemeriksaan kesehatan reguler setiap 6 bulan sekali prajurit diperiksa kesehatannya oleh Kesdam I
Bukit Barisan . Dari gambaran responden diatas, distribusi tertinggi responden menurut umur
adalah kelompok umur 30 – 35 tahun sebanyak 27 orang 54 dan terendah kelompok umur 18 – 23 tahun dan 42 – 47 tahun sebanyak 2 orang 4 . Pada penelitian di
Finlandia dan Korea rata – rata responden berumur antara 20 – 40 tahun, dan terbanyak pada kisaran umur 30 -35 tahun 33 Coles 1963, Millitary of South Korean, 2007.
Di Indonesia komposisi umur prajurit yang aktif di batalyon yang paling dominan adalah pada umur 30 sd 35 tahun. Rata – rata umur personil Batalyon di seluruh Indonesia
adalah 19 sd 45 tahun. PENDAM, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1. Prajurit Yonif 100 Raider
5.1.1. Distribusi Frekuensi Prajurit Berdasarkan Lama Dinas di Yonif 100 Raider
Distribusi tertinggi prajurit berdasarkan lama dinas di Yonif 100 Raider adalah 6 – 10 tahun sebanyak 33 orang 66 dan yang terendah dan 11 – 15 tahun hanya 1 orang
2 . Hal ini karena struktur organisasi, jabatan dan kepangkatan di batalyon tidak memungkinkan bagi prajurit untuk berlama-lama dalam satu batalyon.
Kebijaksanaan pimpinan dalam melaksanakan rotasi jabatan mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya adalah lama berdinas. Batalyon adalah satuan tempur yang
mempunyai mobilitas tinggi, baik dalam latihan maupun tugas operasi. Prajurit yang berdinas di batalyon biasanya tidak lebih dari 15 tahun, walaupun ada yang lebih lama dari
15 tahun, kemungkinan mempertimbangkan aspek asal daerah maupun keluarga.
5.2. . Rata –rata Intensitas Bunyi Senjata
Penghitungan rata-rata intensitas bunyi senjata dengan melakukan 10 sepuluh tembakan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa seorang petembak
melakukan 10 kali tembakan dalam posisi berdiri. Penulis juga mempertimbangkan amunisi yang terbatas untuk melakukan latihan.
Universitas Sumatera Utara
Senjata SS1 R5 dengan bunyi rata-rata 107,66 dB. Pada penelitian Paakkonen et.al
2000, ditemukan intensitas bunyi senjata laras panjang dan pistol yang digunakan pada latihan menembak militer di Finlandia adalah berkisar antara 155 – 168 dB. Sedangkan
NATO 1987 mengatakan bahwa bunyi senjata militer dapat mencapai diatas 180 dB. Menurut Occupational Safety and Health Administration OSHA intensitas bunyi senjata
api antara 140 – 170 dB. Hasil hasil penelitian militer Korea Selatan yang menggunakan pistol K-5 revolver
9 mm, Daewoo Precision Industries co., Ltd. dan juga senjata K-2 5.56 mm, Daewoo Precision Industries co., Ltd., intensitas bunyi pistol K-5 ± 143.6 dB dan senjata K-2 ±
161.2 dB.
\ Gambar 5.2. Treshold of hearing S. Everton, 2006
Penelitian Coles 1963, menyatakan bahwa tingkat tekanan suara dari senjata otomatis sebesar 174 dB. Glorig dan Wheeler 1955 menyatakan bahwa bising yang di
timbulkan senjata genggam sebesar 180 dB. Yarington, 1968 menemukan tekanan suara
Universitas Sumatera Utara
akibat ledakan meriam Howitzer 105 sebesar 190 dB dan anti tank sebesar 185,6 dB Alberti P.W, 1997.
Walaupun hasil intensitas bunyi yang ditimbulkan senjata organik Yonif 100 Raider masih lebih rendah daripada intensitas bunyi senjata lainnya, tetapi hasilnya lebih tinggi
dari nilai ambang batas yang diperbolehkan yakni 85 dB.
5.3. Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Diri APD