Karakteristik Dan Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014

(1)

(2)

KARAKTERISTIK DAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI ASPAL HOTMIX PT SABARITHA

PERKASA ABADI TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

DYAH AYU WULANDARI NIM. 101000233

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Bahaya di tempat kerja seperti paparan debu dapat menimbulkan efek gangguan fungsi pernapasan. Beberapa faktor dari karakteristik pekerja itu sendiri juga dapat mempengaruhi keadaan paru seperti umur, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, kebiasaan penggunaan alat pelindung diri, status gizi, kebiasaan olahraga dan masa kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik dan kapasitas vital paksa paru pekerja bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong silang (cross sectional) dengan besar sampel sebanyak 12 orang (Total Sampling). Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dimana masing-masing variabel penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 6 pekerja (50,0%) berusia kurang dari 32 tahun dan 6 pekerja (50.0%) berusia lebih dari 32 tahun, seluruh pekerja tidak memilliki riwayat penyakit paru, 11 pekerja (91,7%) merokok dimana 10 pekerja (90,9%) merupakan perokok ringan, 9 pekerja (75,0 %) memakai APD saat bekerja, 7 pekerja (58,3%) bekerja kurang dari 1 tahun, 8 pekerja (66,7%) memiliki status gizi normal, 11 pekerja (91,7%) tidak berolahraga, dan hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru menujukkan bahwa seluruh pekerja (100%) memiliki kapasitas vital paksa paru yang normal.

Saran ialah pegusaha wajib membuat larangan merokok di tempat kerja, menyediakan APD sesuai kebutuhan dan mewajibkan pekerja memakainya, melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin, pekerja harus menghilangkan kebiasaan merokok dan melakukan olahraga secara teratur.


(5)

ABSTRACT

Hazards at the workplace like dust exposure could interference the respiratory function impairment effects. Several factors of the worker’s characteristics itself could affect the lung condition such as age, smoking habits, medical history, personal protective equipment, nutritional status, exercise habits and working period. The purpose of this research is to know the description of the characteristics and lung forced of vital capacity of workers at hot mix asphalt production in PT. Sabaritha Perkasa Abadi 2014.

This research is a descriptive research with cross-sectional design, with sample is 12 people (Total Sampling). To analize of data is using descriptive statistics where each variable of the research will be presented in the form of frequency distribution table .

The results of research showed that 6 workers (50.0 %) aged less than 32 years old and 6 (50.0 %) of workers aged over 32 years, all workers have no history of pulmonary disease, 11 workers (91.7 %) are smoker and 10 workers (90.9 %) are light smokers, 9 workers (75.0 %) wearing PPE (Personal Protection Equipment) in workplace , 7 workers (58,3 %) worked under 1 years, 8 workers (66.7 %) have normal nutritional status, 11 workers (91.7 %) not exercising, and the results of forced vital capacity test showed that all workers had normal forced vital capacity.

The suggestion are the company have to make a smoking ban in workplace, provide PPE for workers and make all workers to wear it, do the workers examination in regularly, workers have to stop smoke and doing of exercise regularly.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dyah Ayu Wulandari

Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/29 September 1992

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak Ke : 1 dari 1 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Samura Gg. Keluarga Kabanjahe Kab. Karo Riwayat Pendidikan : 1. 1998-2004 : SD Negeri 048232 Kabanjahe

2. 2004-2007 : SMP Negeri 1 Kabanjahe 3. 2007-2010 : SMA Negeri 1 Kabanjahe 4. 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Karakteristik Dan Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014 ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas akhir untuk yang merupakan salah satu prasyarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada kadua orangtua saya tercinta Sunarno

dan Sunarti yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan motivasi serta materi dalam mengikuti pendidikan. Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Kepada ibu Dra, Lina Tarigan, Apt, MS dan ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku pembimbing utama dan kedua yang telah banyak memberikan dukungan moral dan semangat serta membimbing dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

4. Bapak dr. Mhd Makmur Sinaga, MS dan ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku penguji ujian skripsi.


(8)

5. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Penasehat Akademik.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 7. Ibu Marta Depari, SKM selaku teknisi Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Medan yang membantu penulis dalam melakukan pengukuran di lokasi penelitian.

8. Ibu Rika selaku pemilik usaha yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Bapak Silalahi, Abang Putra, Abang Sianturi yang telah membimbing peneliti selama di lapangan.

9. Kepada teman saya Evi Sriwahyuni yang telah banyak membantu saya dalam selama penelitian.

10. Kepada teman-teman saya Sri Novianti, Nurul Hidayah, Syahraeni Ayu Psb, Aminah Arfah Pulungan, Ratu Afrieni, Mariana Siregar, Riska Theodora dan seluruh mahasiswa stambuk 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

11. Kepada Bulek Suwarni yang banyak mendukung saya selama penulisan skripsi ini.


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karenanya penulis mengaharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 5 April 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

ABSTARCT iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.3.1 Tujuan Umum 6

1.3.2 Tujuan Khusus 6

1.4 Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan Manusia 8

2.1.1 Pengertian Pernapasan 8

2.1.2 Fungsi Pernapasan 8

2.1.3 Proses Pertukaran Gas Dalam Paru 9

2.1.4 Proses Pernapasan 10

2.1.5 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan 11

2.2 Volume Paru 12

2.3 Kapasitas Vital Paru 13

2.4 Indikasi Pemeriksaan Faal Paru 14

2.5 Inhalasi Zat Toksik Di Tempat Kerja 15

2.6 Alat-Alat Ukur Faal Paru 16

2.7 Karakteristik Pekerja 19

2.7.1 Umur 19

2.7.2 Riwayat Penyakit Paru 20

2.7.3 Kebiasaan Merokok 20

2.7.4 Penggunaan APD 22

2.7.5 Status Gizi 22

2.7.6 Masa Kerja 23

2.7.7 Kebiasaan Olahraga 23

2.8 Aspal 24

2.9 Aspal Hotmix 26


(11)

2.9.2 Identifikasi Bahaya Aspal Hotmix Dengan Paparan Terhirup 27

2.10 Kerangka Konsep 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 30

3.2.1 lokasi penelitian 30

3.2.2 waktu penelitian 30

3.3 Populasi dan Sampel 31

3.3.1 Populasi 31

3.3.2 Sampel 31

3.4 Metode Pengumpulan Data 31

3.5 Definisi Operasional 32

3.6 Teknik Analisis Data 34

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum PT. Sabaritha Perkasa Abadi 35

4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan 35

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan 36

4.1.3 Alur Produksi AspalHotmix 40

4.2 Hasil Penelitian 50

4.2.1 Distribusi karakteristik Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014 50 4.2.2 Distribusi Derajat Berat Merokok Pekerja Bagian Produksi

Aspal Hotmix 51

4.2.3 Distribusi Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi 51

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi 52 Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi

5.1.1 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Umur 52 Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix

5.1.2 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Riwayat Penyakit Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix 53 5.1.3 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Kebiasaan

Merokok Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix 53 5.1.4 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan

Penggunaan APD Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix 55 5.1.5 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Masa

Kerja Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix 56 5.1.6 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Status

Gizi Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix 56 5.1.7 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru berdasarkan Kebiasaan


(12)

5.2 Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 60

6.2 Saran 61

6.2.1 Bagi Perusahaan 61

6.2.2 Bagi Pekerja 61


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Reskriktif 18

Tabel 2.2 Nilai Obstruktif 18

Tabel 2.3 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia 23 Tabel 4.1 Distibusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Pekerja Bagian

Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014 49 Tabel 4.2 Distibusi Frekuensi Berdasarkan Derajat Berat Merokok Pekerja


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Saluran Pernapasan 9

Gambar 2.2 Spirometri 17

Gambar 2.3 Kerangka Konsep 29

Gambar 4.1 Struktur Organisasi 37

Gambar 4.2 Diagram Alirproses Produksi Aspal Hotmix 41

Gambar 4.3 MesinCrusher 43

Gambar 4.4 Saringan Agregat 44

Gambar 4.5 Alat UjiMarshall 45

Gambar 4.6Asphalt Mixing Plant(AMP) 46

Gambar 4.7 Bagian-Bagian AMP Tampak Depan 47


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Wawancara Penelitian Skripsi Lampiran 2 : Lembar Pengukuran Status Gizi

Lampiran 3 : Lembar Pengukuran Nilai Derajat Merokok Lampiran 4 : Formulir Hasil Pemeriksaan Spirometri Lampiran 5 : Output Master Data


(16)

ABSTRAK

Bahaya di tempat kerja seperti paparan debu dapat menimbulkan efek gangguan fungsi pernapasan. Beberapa faktor dari karakteristik pekerja itu sendiri juga dapat mempengaruhi keadaan paru seperti umur, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, kebiasaan penggunaan alat pelindung diri, status gizi, kebiasaan olahraga dan masa kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik dan kapasitas vital paksa paru pekerja bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong silang (cross sectional) dengan besar sampel sebanyak 12 orang (Total Sampling). Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dimana masing-masing variabel penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 6 pekerja (50,0%) berusia kurang dari 32 tahun dan 6 pekerja (50.0%) berusia lebih dari 32 tahun, seluruh pekerja tidak memilliki riwayat penyakit paru, 11 pekerja (91,7%) merokok dimana 10 pekerja (90,9%) merupakan perokok ringan, 9 pekerja (75,0 %) memakai APD saat bekerja, 7 pekerja (58,3%) bekerja kurang dari 1 tahun, 8 pekerja (66,7%) memiliki status gizi normal, 11 pekerja (91,7%) tidak berolahraga, dan hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru menujukkan bahwa seluruh pekerja (100%) memiliki kapasitas vital paksa paru yang normal.

Saran ialah pegusaha wajib membuat larangan merokok di tempat kerja, menyediakan APD sesuai kebutuhan dan mewajibkan pekerja memakainya, melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin, pekerja harus menghilangkan kebiasaan merokok dan melakukan olahraga secara teratur.


(17)

ABSTRACT

Hazards at the workplace like dust exposure could interference the respiratory function impairment effects. Several factors of the worker’s characteristics itself could affect the lung condition such as age, smoking habits, medical history, personal protective equipment, nutritional status, exercise habits and working period. The purpose of this research is to know the description of the characteristics and lung forced of vital capacity of workers at hot mix asphalt production in PT. Sabaritha Perkasa Abadi 2014.

This research is a descriptive research with cross-sectional design, with sample is 12 people (Total Sampling). To analize of data is using descriptive statistics where each variable of the research will be presented in the form of frequency distribution table .

The results of research showed that 6 workers (50.0 %) aged less than 32 years old and 6 (50.0 %) of workers aged over 32 years, all workers have no history of pulmonary disease, 11 workers (91.7 %) are smoker and 10 workers (90.9 %) are light smokers, 9 workers (75.0 %) wearing PPE (Personal Protection Equipment) in workplace , 7 workers (58,3 %) worked under 1 years, 8 workers (66.7 %) have normal nutritional status, 11 workers (91.7 %) not exercising, and the results of forced vital capacity test showed that all workers had normal forced vital capacity.

The suggestion are the company have to make a smoking ban in workplace, provide PPE for workers and make all workers to wear it, do the workers examination in regularly, workers have to stop smoke and doing of exercise regularly.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk di seluruh dunia yang demikian cepat telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Sebuah masa yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut selanjutnya membuka keberagaman lapangan kerja. Meskipun terbukanya lebih banyak lapangan kerja tersebut di satu sisi sangat dibutuhkan, namun di lain pihak perlu disadari adanya permasalahan yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan dampak penyakit akibat kerja (Budiono, 2007).

Dampak berupa penyakit akibat kerja yang diakibatkan oleh kemajuan industrialisasi tersebut harus ditanggapi dengan serius. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan angkatan kerja yang cukup besar. Dari data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) jumlah angkatan kerja di Indonesia yaitu sebesar 120.417.046 pada Februari 2012 turun menjadi 118.053.110 pada bulan Agustus 2012 dan meningkat kembali pada Februari 2013 yaitu sebesar 121.191.712 (Badan Pusat Statistik, 2012).

Jumlah pekerja yang cukup besar tersebut jika tidak mendapat perhatian akan keselamatan dan kesehatan kerjanya pada akhirnya akan menyebabkan turunnya produktivitas dan daya saing pekerja. Selain itu dapat menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar jika terjadi penyakit akibat kerja. Meskipun dampak negatif dari timbulnya penyakit akibat kerja telah diketahui, namun


(19)

data tentang penyakit akibat kerja di Indonesia sampai saat ini belum terekam dengan baik. Untuk menunjukkan besaran masalah penyakit akibat kerja ini, jika dilihat dari adanya kecenderungan peningkatan prevalensi di beberapa negara maju, maka dapat diperkirakan di Indonesia prevalensinya juga meningkat (Budiono, 2007).

Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21% penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler dan 5% disebabkan oleh faktor lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja sesuai dengan hasil riset The Surveilance Of Work Related And Occupational Respiratory Disease(SWORLD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Di Indonesia penyakit gangguan paru akibat kerja disebabkan oleh debu dan angka ini diperkirakan cukup banyak. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terdapat 200 tenaga kerja, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restriktif, 1% responden yang mengalami obstruktif dan 1% responden yang merupakan gabungan antara restriktif dan obstruktif.

Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat


(20)

adalah sesuatu yang berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pengurangan kenyamanan bekerja, gangguan fungsi faal paru, yang dimulai dari gangguan saluran pernapasan kecil bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Adapun penyakit-penyakit dari saluran napas kecil merupakan awal dari COPD (Cronic Obstructive Pulmonary Disease) (Depkes RI, 2003).

Penyakit saluran napas merupakan salah satu jenis penyakit yang sering kali tidak disadari oleh pekerja sebagai penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan karena timbul setelah pekerja tidak lagi bekerja. Penyakit saluran napas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernapasan merupakan salah satu bagian yang mudah terpapar oleh bahan-bahan yang mudah terhirup yang terdapat di lingkungan kerja (Siregar, 2004). Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu, asap, gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerja. Berbagai penyakit paru dapat terjadi tergantung jenis paparannya.

Diagnosis penyakit paru sebaiknya tidak hanya menilai kondisi organ paru saja, akan tetapi juga ditentukan oleh kondisi fungsionalnya. Dengan mengetahui keadaan fungsi paru maka beberapa tindakan medis yang akan dilakukan pada penderita tersebut diramalkan keberhasilannya, disamping itu progresivitas penyakitnya akan dapat diketahui. Oleh karena itu pemeriksaan faal paru sekarang ini dikategorikan sebagai pemeriksaan yang rutin (Hood, 1992).


(21)

Bahaya di lingkungan kerja seperti paparan debu dapat menimbulkan efek gangguan fungsi pernapasan. Beberapa faktor dari karakteristik pekerja itu sendiri juga dapat mempengaruhi keadaan paru seperti umur, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, kebiasaan penggunaan alat pelindung diri, status gizi, kebiasaan olahraga dan masa kerja (Karbella, 2011). Dari penelitian yang dilakukan Budiono tahun 2007, diperoleh hasil bahwa masa kerja (≥10tahun)

merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil. Berbagai penelitian yang dilakukan berhubungan dengan fungsi paru, dilaporkan bahwa pada industri keramik gejala klinik umumnya timbul setelah 5 tahun, pada industri penggilingan padi gangguan paru umumnya terjadi setelah terpapar 5 tahun, pada industri pengolahan kayu gangguan paru umumnya terjadi setelah terpapar 5-6 tahun (Dorce, 2006). Dengan keberagaman waktu terjadinya gangguan fungsi paru tersebut tentunya setiap pekerja harus mendapatkan perhatian yang lebih baik.

PT. Sabaritha Perkasa Abadi adalah sebuah perusahaan industri yang memproduksi aspal hotmix. Proses produksi hanya dilakukan saat ada permintaan dari lapangan untuk perbaikan konstruksi jalan. Bahan baku yang digunakan berupa material yaitu aspal cair, batu split, medium, abu batu, pasir, dan semen. Proses produksi aspal hotmix ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu proses pemecahan batu, pemeriksaan di laboratorium dan pencampuran aspal dan agregat dengan menggunakan mesinAsphal Mixing Plant(AMP). Pertama proses pemecahan batu yang dilakukan dengan menggunakan mesin crusher yang nantinya akan menghasilkan batu dengan ukuran yang beraneka ragam


(22)

seperti split, medium dan abu batu. Batu-batu yang akan dipecah dimasukkan ke dalam mesin crusher dengan menggunakan wheel loader. Dalam proses pemecahan batu ini, debu sangat banyak dihasilkan karena batu yang dipecah menjadi agregat yang berupa abu batu langsung dikumpulkan di bawah mesin crusher. Tahap kedua pemeriksaan agregat di laboratorium, yaitu tiap ukuran batu diambil sampelnya untuk diperiksa di laboratorium untuk menyesuaikan agregat dengan formulasi aspal yang telah ditetapkan oleh teknisi. Dalam proses pemeriksaan ini debu hanya dihasilkan saat dilakukan proses penyaringan agregat abu batu. Proses penyaringan hanya dilakukan sebentar saja sehingga konsentrasi debu di laboratorium tidak begitu tinggi. Proses selanjutnya adalah pencampuran, yaitu mencampur semua agregat yang telah sesuai dengan hasil uji laboratorium dengan aspal cair yang diproses dengan menggunakan mesin AMP. Dalam proses pencampuran ini debu tidak dihasilkan karena semua agregat yang akan dicampur berada dalam bin-bin yang secara otomatis terbuka dan tertutup. Adapun debu yang terdapat pada bagian pencampuran ini berasal dari debu tanah di lingkungan sekeliling pabrik.

Dari survei pendahuluan, diperoleh informasi bahwa di PT. Sabarita Perkasa Abadi memiliki 12 pekerja yang menangani proses produksi aspal hotmix yang bekerja satu minggu penuh dengan rata-rata jam kerja lebih dari delapan jam sehari. Pekerja pada umumnya saat melakukan pekerjaan ada yang tidak menggunakan masker dan pekerja sendiri mengaku bahwa debu masih terinhalasi meskipun sudah mengenakan masker. Saat diwawancarai, pekerja


(23)

lebih sering mengeluh batuk dibanding dengan gangguan kesehatan yang lain. PT. Sabarita Perkasa Abadi belum menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) diperusahannya, sehingga para pekerja tidak pernah diperiksa kesehatannya secara berkala. Dari uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan kapasitas vital paksa paru pekerja bagian produksi aspalhotmixPT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Kapasitas Vital Paksa Paru seseorang yang buruk tidak hanya disebabkan oleh konsentrasi debu yang tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik pekerja seperti umur, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan ADP, status gizi, masa kerja dan kebiasaan olahraga (Karbella, 2011). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana gambaran karakteristik dan Kapasitas Vital Paksa Paru pekerja bagian produksi aspalhotmixPT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karakteristik pekerja (umur, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan APD, masa kerja, status gizi dan kebiasaan olahraga) dan Kapasitas


(24)

Vital Paksa Paru (FVC) pada pekerja bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Diketahuinya gambaran karakteristik para pekerja (umur, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan APD, masa kerja, status gizi dan kebiasaan olahraga) bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014.

b. Diketahuinya gambaran kapasitas vital paksa paru pekerja pada bagian produksi aspalhotmixPT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan wawasan pengetahuan dan pengalaman sehingga hasil penelitian ini dapat di jalankan dalam praktik yang sesesungguhnya. 2. Memberikan informasi dan manfaat untuk program kesehatan terutama


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pernapasan Manusia 2.1.1. Pengertian Pernapasan

Pernapasan adalah saluran proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (pernapasan dalam), yang terjadi di di dalam paru-paru disebut pernapasan luar. Pada pernapsan melalui paru-paru atau respirasi eksternal, oksigen (O2) dihisap melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui batang tenggorok atau trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulomonaris (Kus Irianto, 2008).

2.1.2. Fungsi Pernapasan

Fungsi utama pernapasan adalah untuk pertukaran gas yakni untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeleminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel. Fungsi pernapasan secara rinci adalah sebagai berikut:

a. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.

b. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).


(26)

Sumber: Dorce M Ga

2.1.3. Proses Pertukar

Fungsi paru-par pernapasan melalui paru bernapas, oksigen masu alveoli, dan erat hubunga lapis membran yaitu mem dan di bawa ke jantung. bagian tubuh. Darah me pada tingkat ini hemoglo Di dalam paru-pa menembus membran alve pipa bronkial dan trak berhubungan erat dengan

e Mengkidi, 2006

Gambar 2. 1 : Saluran Pernapasan

aran Gas dalam Paru-Paru

paru ialah pertukaran gen dan gas karbondi aru-paru oksigen dihirup melalui rongga hidung asuk melalui batang tenggorok (trakea) dan pipa hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulmonari

embran alveoli kapiler, memisahkan oksigen dar ung. Dari sini di pompa di dalam pembuluh nadi (art

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 oglobinnya 95% jenuh oksigen (Pearce,2002).

-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan se

akea, dinapaskan melalui hidung. Ada empat gan paru-paru, yaitu:

bondioksida. Pada dung. Pada waktu pipa bronkial ke onaris. Hanya satu ari darah merah arteri) ke semua n 100 mmhg dan

ngan metabolisme, n setelah melalui pat proses yang


(27)

a. Ventilasi pulmoner, yaitu gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

b. Arus darah melalui paru-paru.

c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.

d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. Karbondioksida lebih mudah daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat karbondioksida dan oksigen. Pada waktu olahraga lebih banyak darah datang dari paru-paru membawa terlalu banyak karbondioksida dan terlampau sedikit oksigen. Jumlah karbondioksida itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam pembuluh nadi bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan karbondioksida dan menghirup lebih banyak oksigen. Sebenarnya udara yang masuk ke paru-paru bukan hanya oksigen saja tetapi juga gas-gas lain (Kus Irianto, 2008).

2.1.4. Proses Pernapasan

Menurut Kus Irianto (2008), udara dapat masuk atau keluar paru-paru karena adanya tekanan antara udara luar dan udara dalam paur-paru. perbedaan tekanan ini terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan besar-kecilnya rongga dada, rongga perut, dan rongga alveolus. Perubahan besarnya rongga ini terjadi


(28)

karena pekerjaan otot-otot pernapasan, yaitu otot antara tulang rusuk dan otot pernapasan tersebut, maka pernapasan dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pernapasan dada

Pernapasan dada adalah pernapasan yang menggunakan gerakan-gerakan otot antartulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan tulang rusuk terangkat akibat kontraksi otot-otot yang terdapat di antara tulang-tulang rusuk. Paru-paru turut mengembang, volumenya menjadi besar, sedangkan tekanannya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara luar. Dalam keadaan demikian udara luar dapat masuk melalui batang tenggorok (trakea) ke paru-paru (pulmonum).

b. Pernapasan perut

Pernapasan perut adalah pernapasan yang menggunakan otot-otot diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkontraksi sehingga diafragma yang semula cembung menjadi agak rata, dengan demikian paru-paru dapat mengembang ke arah perut (abdomen). Pada waktu itu rongga dada bertambah besar dan udara terhirup masuk.

2.1.5. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Menurut Kus Irianto (2008), mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua yaitu:

1. Inspirasi (menarik napas)

Sebelum menarik napas (inspirasi) kedudukan diafragma melengkung ke arah rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma berkontraksi, maka diafragma akan mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum,


(29)

otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan ini menambah besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui batang tenggorok (bronkus), kemudian masuk ke paru-paru.

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Bila otot antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan melengkung ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan kembali ke posisi semula. Kedua hal tersebut menyebabkan rongga dada mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah yang disebut mekanisme ekspirasi.

2.2. Volume Paru

Menurut Dorce (2006), volume paru akan berubah-ubah saat pernapasan berlangsung. Saat inspirasi akan mengembang dan saat ekspirasi akan mengempis. Pada keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung tanpa disadari.

Beberapa parameter yang menggambarkan volume paru adalah :

a. Volume tidal (Tidal Volume=TV), adalah volume udara paru yang masuk dan keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya TV pada orang dewasa sekitar 500 ml.


(30)

b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume = IRV), volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inpirasi biasa, besarnya IRVpada orang dewasa adalah sekitar 3100 ml.

c. Volume Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume = ERV), adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa, besarnyaERVpada orang dewasa sekitar 1000-1200 ml.

d. Volume Residu (Residual Volume = RV), udara yang masih tersisa didalam paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100ml. TV, IRV, ERV dapat langsung diukur dengan spirometer, sedangkanRV=TLCVC

2.3. Kapasitas Paru

Menurut Syaifuddin (1996), kapasitas paru adalah kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di dalamnya. Kapasitas paru-paru-paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Kapasitas total, adalah jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung beberapa hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.

b. Kapasitas vital, adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.

Dalam keadaan yang normal, kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak -5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal ±3 liter udara. Pada saat kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paruparu 2.600 cm3 (21/2liter).


(31)

Menurut Hood (1992), ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara pengukurannya:

a. Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini individu tidak perlu melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh.

b. Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal.

Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. Vital Capacity merupakan refleks dari kemampuan elastisitas jaringan paru, atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun dapat diartikan adanya kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, dengan kata lain VC mempunyai korelasi yang baik dengan “compliance” paru

atau dinding toraks. Pada kelainan obstruksi yang ringan VC hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.

2.4. Indikasi Pemeriksaan Faal Pru

Beberapa indikasi pemeriksaan faal paru menurut Hood (1992), adalah sebagai berikut:

a. Perokok yang berumur lebih dari 40 tahun

Merokok dapat menimbulkan berbagai kelainan paru, antara lain bronkitis kronis, kanker paru dan sebagainya. Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) sering kali dapat diidiagnosis hanya dengan pemeriksaan jasmani dan foto toraks. Sedangkan anamnesa juga sering kali tidak informatif. Oleh karena itu


(32)

faal paru disini memegang peranan yang penting sebelum terjadinya enfisema yang irreversibel. Dalam satu penelitian dikatakan bahwa 5-10 tahun sebelum terjadinya hiperinflasi, sudah didapatkan gangguan faal paru.

Pada perokok yang berumur lebih dari 40 tahun, apabila pada pemeriksaan pertama telah diketahui adanya faal paru yang abnormal, maka sebaiknya diulang secara rutin setiap tahun. Apabila pemeriksaan pertama tidak menunjukkan adanya faal paru yang abnormal, maka pemeriksaan ulang dapat dilakukan tiga tahun sekali.

b. Sesak napas

Banyak penyakit, baik dari paru maupun yang di luar paru, dapat menimbulkan sesak napas. Pemeriksaan yang tidak invasif tetapi cukup informatif untuk membedakan apakah dari paru atau dari organ lain adalah dengan pemeriksaan faal paru. oleh karena itu pada penderita dengan sesak napas rutin dilakukan pemeriksaan faal paru.

c. Batuk kronis

Penyakit yang dapat menimbulkan batuk kronis antara lain, tuberkulosa paru, bronkitis kronis, bronkietasis, asma bronkial, tumor paru dan masih banyak lagi baik yang dari paru maupun yang dari luar paru. pada asma bronkial diluar serangan seringkali sukar untuk mendeteksinya.

d. Pekerja-pekerja di lingkungan udara tidak bersih.

Deteksi dini kelompok orang-orang tersebut harus diprogram agar tidak berlanjut menjadi PPOM yang irriversibel. Terutama pada pekerja-pekerja di tempat yang terpapar dengan debu dan gas dianjurkan untuk memeriksa faal


(33)

paru setiap tahun, pada mereka yang abnormal, jangka waktu pemeriksaan ulangan dapat diperpendek.

2.5. Inhalasi Zat Toksik Di Tempat Kerja

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu, asap, gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerja. Berbagai penyakit paru dapat terjadi tergantung jenis paparannya. Riwayat pekerjaan yang akurat dan terperinci merupakan kunci yang penting dalam menegakkan diagnosis penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.

Bahan-bahan yang terhirup di tempat kerja dapat berupa gas, uap dan debu. gas dan uap bila dihirup ke dalam paru akan menimbulkan efek iritasi dan efek toksik. Umunya zat yang mempunyai daya larut dalam air yang besar, mempunyai efek iritasi di daerah saluran napas bagian atas sedangkan yang mempunyai daya larut dalam air yang rendah mempunyai efek yang besar di daerah saluran pernapasan bagian bawah, apalagi yang tidak mempunyai bau sama sekali.

Efek toksik dan iritasi dapat terjadi secara akut dan kronik. Yang akut, efek iritasi disebabkan karena rangsangan pada reseptor saraf mukosa saluran pernapasan yang menimbulkan rasa sakit sehingga timbul refleks penghambatan pernapasan yaitu penyempitan bronkus dan refleks batuk (Yunus, 1992)


(34)

Beberapa alat paru adalah sebagai be 1. Spirometer basah (w Terdiri dari:

a. Spirometercollins,de b. Steads wells, dengan k c. Goddart, dengan kap d. Krogh, dengan kapa e. Tissot,dengan kapas 2. Spirometer kering (w Terdiri dari:

a. Spirometerwedge, de b. Spirometer piston (r c. Auto spirometer(Hood,

Sumber: Dorc

alat ukur yang dapat dipergunakan dalam pemeri gai berikut:

h (water filled)

ns,dengan kapasitas 9 dan 13,5 liter ngan kapasitas 10 liter

n kapasitas 9 liter

pasitas 2,5 dan 10 liter pasitas 12 liter

(waterless)

dge, dengan kapasitas 10 liter. on (rolling seal).

Hood, 1992).

Dorce Mengkidi, 2006.

Gambar 2. 2 : Spirometer


(35)

Menurut Amin (1996), ada beberapa interpretasi fungsi paru yang biasa dibuat di klinik, yaitu sebagai berikut:

a. Obstruktif (kelainan pada ekspirasi)

Adalah hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruktif akan mempengaruhi kemampuan ekspirasi yang ditandai dengan penurunan padaFEV1,vital capacity. b. Kelainan restriktif (kelainan pada inspirasi)

Adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi kemampuan inspirasi yang ditandai dengan penurunan pada vital capacity, residu volume.

c. Mix (Campuran)

Gabungan antara obstruksi dan restriktif.

Oleh karena itu untuk menetapkan lokasi dari kelainan ini beberapa tes perlu dilakukan antara lain:

a. Kapasitas Vital (Vital Capacity)

b. Aliran Udara Ekspirasi (Expiratory Air Flow) c. Fungsi Difusi

d. Analisis Gas

Dasar pemeriksaan fungsi paru-paru, terbagi dua yaitu nilai restriktif dan nilai obstruktif, kriterianya seperti pada tebel berikut:


(36)

No ‘%FEV/FVC %FVC Kesimpulan

1 >80 Normal

2 >75 60-79 Restriktif ringan

3 30-59 Reskriktif

sedang

4 <30 Reskriktif berat

Sumber : Budiono, 2007 Tabel 2.2 Nilai Obstruktif

No %FEV/FVC %FVC Kesimpulan

1 >75 Normal

2 >75 60-74 Obstruktif

ringan

3 30-59 Obstruktif

sedang

4 <30 Obstruktif berat

Sumber :Budiono, 2007

Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital. Pada penderita obstruktif saluran nafas akan mengalami pengurangan yang jelas karena penutupan pengatur saluran nafas. Dalam melakukan kapasitas vital paksa tekniknya mula-mula orang tersebut inspirasi maksimal sampai kapasitas paru total, kemudian ekspirasi ke dalam spirometer dengan ekspirasi maksimal paksa secepatnya dan sesempurna mungkin. Kapasitas vital kuat hampir sama, hanya terdapat perbedaan pada volume dasar paru antara orang normal dan penderita obstruktif. Sebaliknya terdapat pebedaan besar pada kecepatan aliran maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang terutama selama detik pertama. Oleh karena itu biasanya merekam volume ekspirasi paksa selama detik pertama (FEV 1) dan membandingkan antara yang normal dan abnormal. Pada orang normal persentase kapasitas vital kuat yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%.


(37)

Pada obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20%. (Budiono, 2007).

2.7. Karakteristik Pekerja 2.7.1. Umur

Dikatakan bahwa fungsi pernapasan dan sirkulasi darah akan meningkat pada masa anak-anak dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, kemudian akan menurun lagi sesuai dengan pertambahan umur. Kapasitas difusi paru, ventilasi paru, ambilan oksigen kapasitas vital dan semua parameter faal paru yang lain akan menurun sesuai dengan pertambahan umur, setelah mencapai titik maksimal pada usia dewasa muda. Kekuatan otot maksimal pada umur 20-40 tahun dan akan berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik (Prasetyo, 2010).

Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun orang dewasa penurunan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi akan tetapi kapasitas vital paru pada orang dewasa lebih besar dibandingkan dengan anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan


(38)

bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifuddin, 1996). Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.

2.7.2. Riwayat Penyakit

Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Prasetyo, 2010). Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan menyebabkan pneumonokiosis dan salah satu pencegahan yang dapat dilakukan dengan

menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur,

2009).

2.7.3. Kebiasaan Merokok

Menurut Hood Alsagaff (1992), merokok dapat menimbulkan kelainan paru antara lain, bronkitis kronis, kanker paru dan sebagainya. Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) sering kali tidak dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan jasmani dan foto toraks. Sedangkan anamnesa juga sering kali tidak informatif. Oleh karena itu faal paru di sini memegang peranan yang penting sebelum terjadinya emfisemma yang irreversibel. Dalam satu penelitian dikatakan bahwa 5-10 tahun sebelum terjadinya hiperinflasi, sudah didapatkan gangguan faal paru. Pada perokok yang berumur lebih dari 40 tahun, apabila pada pemeriksaan pertama telah diketahui adanya faal paru yang abnormal, maka sebaiknya diulang secara rutin setiap tahun. Apabila pemeriksaan pertama masih normal, pemeriksaan ulang dapat 3 tahun sekali dilakukan.

Menurut Amin (1996), rokok merupakan faktor risiko PPOM yang utama. Asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernapasan, fungsi


(39)

makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Pengidap PPOM yang merokok mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali) dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko PPOM yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.

Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan tersebut akan dimasukkan dalam tiga katergori, yaitu:

Ringan : 0-200 Sedang : 200-600

Berat : > 600 (Karabella, 2011).

2.7.4. Penggunaan Alat Pelindung diri

Budiono (2007), menyatakan pemakaian APD sangat penting sebagai garis pertahanan untuk melindungi pemakai sebagai akibat dari kelalaian atau kondisi yang tak diperkirakan. Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubunhya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi.


(40)

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, perlatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan, namun, kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri haruslah enak dipakai, tidak

menggangu pekerjaan dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma’mur,

1996)

2.7.5. Status gizi

Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan untuk

bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur,

2009). Orang yang tinggi kurus biasanya mempunyai kapasitas vital lebih besar dari orang yang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan tergangggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun (Prasetyo, 2010).

Manifestasi klinis dan kompikasi yang sering ditemukan pada seseorang yang obesitas yang berkaitan dengan paru antara lain, sindrom pickwickiandan infeksi saluran pernapasan (Misnadiarly, 2007). Adapun status gizi diukur dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT).

IMT=BB (kg)/TB2(m)

Tabel 2.3 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia


(41)

Kurus Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingakt

rendah

<17 17,0-18,5

Normal >18,5-25,00

Gemuk Kelebihan BB tingakt ringan 25,00-27,00 Kelebihan BB tingakt berat >27 Sumber: Supariasa, 2001

2.7.6. Masa kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya) (KBBI, 2001). Menurut Morgan Parkes waktu yang dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP kurang lebih 10 tahun. Masa kerja dapat dikategorikan menjadi:

1. ≤5 tahun

2. >5 tahun (Karbella, 2011).

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut

(Suma’mur,2009).

2.8.7. Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan kapasitas vital paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik. Penelitian Schenker et al pada pekerja pertanian di Kosta Rika menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi


(42)

paru. Sementara itu penelitian Debrayet aldi India pada pekerja yang terpapar debu juga menunjukkan bahwa hasil yang sama (Budiono, 2007). Keadaan latihan olahraga dapat menambah VC sebesar 30- 40% di atas nilai normal yaitu mencapai 6-7 liter (Syaifuddin, 1996).

KVP dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar dan maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Karbella, 2011).

2.8. Aspal

Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam konsistensinya di mana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Petroleum). Aspal Petrolium dan aspal liquid adalah material yang sangat penting (Rian, 2006).

Menurut Asiyanto (2008), pada dasarnya ada dua macam aspal dilihat dari proses terbentuknya, yaitu:

a. Aspal alam adalah aspal yang terbentuk oleh proses alam. Contohnya aspal buton(Butas). Aspal alam ini biasanya kualitasnya tidak seragam.

b. Aspal pabrik, adalah aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini mempunyai kualitas yang standar.


(43)

a. Aspal keras, disebut juga aspalcement (AC) yang dibagi-bagi menurt angka dan penetrasinya. Misal AC 40/60, AC 60/70, AC 80/100 dan seterusnya.

b. Aspal cair, disebut juga cut back, yang dibagi-bagi menurut proses curingnya. Misalnyaslow curing(SC),medium curing (MC), dan rapid curing (RC). Aspal cair dalam temperatur biasa berbentuk seperti cairan. Aspal cair ini biasanya digunakan untuk pekerjaan prime coat, yaitu sebagai lapis dasar dari aspal campuran yang berbatasan dengan lapisan subbace yang terdiri dari material granular. Selain itu material aspal cair juga digunakan untuk tack coat, yang berfungsi sebagai material perekat antar lapisan aspal campuran.

c. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi (1%-2%).

Komposisi aspal

Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek,sangat sukar memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum komposisi dari aspal adalah sebagai berikut:

a. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut dalam heptane.

b. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut dalam heptanes

c. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan.


(44)

Proporsi dari asphaltenes, resins, oils berbeda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal dalam campuran (Rian, 2006).

2.9. AspalHotmix

Aspalhotmix (campuran beraspal panas) adalah campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Untuk mengeringkan agregat dan memperoleh kekentalan aspal yang mencukupi dalam mencampur dan mengerjakannya, maka kedua-duanya harus dipanaskan masing-masing pada temperatur tertentu (Departemen Pekerjaan Umum –

Direktorat Jendral Bina Marga. 2007).

2.9.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum– Direktorat Jendral Bina Marga. 2007). Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam penggambaran agregat adalah sebagai berikut :

1. Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75μ m (no.200 sieve test). 2. Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat

berukuran lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test).

3. Pit run : agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami.


(45)

4. Crushed gravel : pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces).

5. Crushed rock : agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material tersebut.

6. Screenings : kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat.

7. Concrete sand: pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan debu dan kotoran.

8. Fines : endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil dari 75μ m (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing yang tidak diperlukan dalam agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya (Rian, 2006).

2.9.2. Identifikasi Bahaya AspalHotmixdengan Paparan Terhirup

Emisi dari aspal minyak yang dipanaskan mungkin mengeluarkan bau yang tidak enak, dan dapat menyebabkan mual dan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas. Uap komponen naptha(aspal panas) pada konsentrasi tinggi di ruang tertutup dapat menyebabkan gejala euforia, iritasi pernapasan dan edema, sakit


(46)

kepala, pusing, mengantuk, koma, sianosis dan depresi umum. Hidrogen sulfida menyebabkan iritasi pernapasan pada konsentrasi 4-100 ppm. Pada konsentrasi rendah H2S memiliki bau seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi H2S

bertindak sebagai racun sistemik, menyebabkan ketidaksadaran dan kematian dengan kelumpuhan pernapasan. Inhalasi kronis emisi aspal minyak dapat menyebabkan iritasi pernapasan (MSDS, 1999).

2.10. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik pekerja dan kapasitas vital paksa paru pekerja bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:


(47)

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Umur

Riwayat penyakit

Kebiasaan merokok

Karakteristik Kebiasaan penggunaan

Masa kerja

Status gizi

Kebiasaan olahraga

Kapasitas Vital Paksa

Normal

Tidak normal: a. Restriktif b. Obstruktuif c. Campuran


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah tertentu (Arikunto, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian cross sectional karena pengambilan data semua variabel dilakukan bersamaan. Desain penelitian ini dipilih karena tidak ada catatan kesehatan khusus tentang kapasitas vital paksa paru pada pekerja bagian produksi aspal. Selain itu, desain ini dipilih karena mudah digunakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005).

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di bagian produksi aspal PT. Sabaritha Perkasa Abadi di Jl. Kabanjahe KM 95 Desa Tambusan Kab. Karo Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian


(49)

3.3. Populasi Dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di bagian produksi aspalhotmixyang berjumlah 12 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) pekerja yang bekerja pada bagian produksi aspalhotmixyaitu sebanyak 12 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan berbagai cara, yaitu sebagai berikut: a. Data primer

Data primer diperoleh dari:

1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada para pekerja bagian produksi aspal hotmix untuk memperoleh data karakteristik pekerja (umur, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan APD, masa kerja, status gizi dan kebiasaan olahraga).

2. Pengukuran Kapasitas Vital Paksa Paru masing-masing pekerja bagian produksi aspalhotmixdengan menggunakan spirometer.

b. Data sekunder

Data diperoleh dari data perusahaan yaitu PT. Sabaritha Perkasa Abadi.


(50)

3.5. Definisi Operasional

a. Umur adalah lama waktu hidup pekerja (dalam tahun) yang dihitung mulai dari lahir sampai dilakukannya penelitan. Pengkategorian variabel umur dilakukan dengan menggunakan uji median yang dikategorikan menjadi:

1.≤ 32 tahun

2. > 32 tahun

b. Riwayat penyakit saluran pernapasan adalah keadaan dimana pekerja pernah atau tidak mengalami gangguan saluran pernapasan, yang akan dikategorikan menjadi:

1. Pernah 2. Tidak pernah

c. Kebiasaan merokok adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dalam menghisap rokok, yang akan dikategorikan menjadi:

1. Merokok 2. Tidak Merokok 3. Mantan Perokok

d. Derajat merokok adalah banyaknya jumlah rokok (batang) yang dihisap pekerja setiap hari yang akan dikalikan dengan jumlah tahun pekerja sudah merokok, yang akan dikategorikan menjadi:


(51)

Sedang : 200-600 Berat : > 600

e. Penggunaan APD adalah APD berupa masker yang digunakan untuk menutup hidung dan mulut selama melakukan pekerjaan guna melindungi diri dari paparan debu, yang akan dikategorikan menjadi:

1. Ya 2. Tidak

f. Masa kerja adalah lamanya responden telah bekerja (dalam tahun dan bulan) di pabrik aspal bagian produksi yang dihitung mulai dari pekerja pertama kali diterima kerja sampai penelitian berlangsung. Pengkategorian variabel masa kerja dilakukan dengan menggunakan uji median yang dikategorikan menjadi:

1.≤ 1 tahun

2. > 1 tahun

g. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat kecukupan konsumsi zat gizi yang dilihat dari Indeks Masa Tubuh, yang dihitung dengan rumus : IMT = Berat badan (Kg)/ Tinggi badan (m2), yang akan dikategorikan

menjadi:

1. <18,5 kg/m2 kategori kurang gizi 2. 18,5-24,9 kg/m2 kategori normal 3. 25,0-27 kg/m2 kategori gizi lebih

h. Kebiasaan olahraga adalah kegiatan olahraga yang dilakukan responden minimal tiga kali seminggu, yang akan dikategorikan menjadi:


(52)

1. Olahraga 2. Tidak olahraga

i. Kapasitas Vital Paksa Paru (FVC) adalah total udara yang dihembuskan paru setelah menarik napas secara maksimum yang diikuti oleh menghembuskan napas secara maksimum dimana proses pengeluaran udara dilakukan dengan kekuatan penuh, yang akan dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1. Normal

2. Tidak normal (restriktif, obstruktif dan campuran)

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti yaitu karakteristik pekerja (umur, riwayat penyakit, kebiasaan merokok, kebiasaan penggunaan APD, masa kerja, status gizi dan kebiasaan olahraga) dan variabel kapasitas vital paksa paru, dengan menggunakan statistik deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum PT. Sabritha Perkasa Abadi 4.1.1. Sejarah Berdirinya Perusahaan

PT. Sabaritha Perkasa Abadi, dibangun berdasarkan akta tertanggal 06/06/1995. No. 01/SBR/CV/1995. Pembangunan ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Tersedianya areal yang cukup luas untuk pembangunan AMP yaitu ± 3Ha.. 2. Lokasi Produksi Hotmix berada dalam kawasan terjangkau.

3. Kebutuhan akan material dan bakar bakar terus menerus meningkat terutama di wilayah Tanah Karo.

Pembangunan ini dimulai pada bulan Februari 1995 dan merupakan hasil kerja sama pihak Instansi Pemerintah atau Pekerjaan Umum (PU) pelaksanaan teknis pembangunan dikerjakan oleh kontraktor wilayah Tanah Karo.

PT. Sabaritha Perkasa Abadi adalah salah satu unit usaha milik pribumi Perorangan, yang bergerak di bidang sektor pengerjaan umum jalan dan jembatan. Secara umumnya AMP di buka atas survei yang mendukung dimana dalam memproduksihotmix di Kabupaten Tanah Karo sangat strategis yang dapat menjangkau wilayah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Barat yang dapat mencapai jarak tempuh kepanasan hotmix yang sesuai dengan spek dari Direksi Teknik.


(54)

PT. Sabaritha Perkasa Abadi adalah perusahaan swasta nasional yang didirikan dengan akte yang dibuat dihadapan Notaris Saur Monang, SH di Medan. Akte tersebut mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tahun 2000. PT. Sabaritha Perkasa Abadi mempunyai status penanaman modal dalam negeri berdasarkan izin usaha BKPN No. 82/I/PMDN/1999 pada tanggal 25 April 1999 dan bergerak di bidang pengolahan nenas menjadi sari pekat (concentrate). Kantor dan pabrik pertama PT. Sabaritha Perkasa Abadi terdapat pada lokasi yang sama yaitu di Jl. Barube Saran Padang. Kemudian sekarang berpindah lokasi di Jalan Kabanjahe KM 95 Desa Tambusan Kabupaten Karo.

4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan

Setiap perusahaan perlu memiliki struktur organisasi yang menggambarkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing bagian. Struktur organisasi harus memiliki pola tetap dan efektif, agar kesimpangsiuran pelaksanaan pekerjaan dapat dihindari.

Menyusun struktur organisasi merupakan awal pekerjaan sebelum pelaksanaan kegiatan dijalankan. Dengan adanya struktur organisasi tersebut maka terciptalah pembagian tugas dan tanggung jawab yang akan membantu dan memudahkan pimpinan mengarahkan dan mengawasi bawahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam struktur organisasi menggambarkan tentang pembagian tugas, tanggung jawab serta wewenang setiap orang yang terlibat dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan.


(55)

PT. Sabaritha Perkasa Abadi menganut struktur organisasi garis, di mana atasan memberikan tugas dan bawahan memberikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada atasannya. Bentuk struktur organisasi PT. Sabaritha Perkasa Abadi disajikan pada gambar berikut ini.

STRUKTUR ORGANISASI PT. SABARITHA PERKASA ABADI

Sumber : PT. Sabaritha Perkasa Abadi Dewan Kom Dewan Direksi Bagian per Bagian Ak Bagian keu Bagian pro Bagian pe Bagian pema Akunta nsi Akunta nsi Persediaa n Varifik asi Piutang Adm da Pesan an Logisti k Listrik Service Gudan g Transp ort Pengirim an Promos i Kasir Asuran si Anggar an


(56)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi

Berdasarkan gambar struktur organisasi, dapat dijelaskan tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian adalah sebagai berikut :

1. Dewan komisaris.

Dewan ini berkedudukan sebagai badan eksekutif yang memegang kekuasaan dan wewenang tertinggi. Dewan Komisaris berwenang untuk mengawasi pekerjaan Dewan Direksi dan seluruh kegiatan operasional perusahaan.

2. Dewan Direksi.

a. Melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh perusahaan dan bertanggung jawab mengkoordinir usaha-usaha masing-masing agar berjalan lancar dan baik sesuai tujuan perusahaan.

b. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan dan berhak menentukan kebijakan demi pencapaian tujuan perusahaan.

c. Mengadakan kerja sama dengan pihak luar demi kepentingan perusahaan. d. Menerima wewenang dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya

kepada Dewan Komisaris. 3. Bagian pemasaran.

a. Membuat dan melaksanakan analisis pasar guna meningkatkan daya saing dengan perusahaan pesaing.

b. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab dalam pemasaran hasil produksi. c. Membuat laporan penjualan.


(57)

d. Menetapkan atau menentukan harga jual atau potongan harga. e. Mencari dan menentukan daerah pemasaran produk.

f. Menerima wewenang dan bertanggung jawab kepada Dewan Direksi. 4. Bagian pembelian.

a. Melakukan pembelian bahan baku sesuai kebutuhan produksi.

b. Menyusun anggaran pembelian bahan baku dan mempelajari situasi pasar, harga, para pemasok dan peraturan pemerintah.

c. Menetapkan jadwal dan waktu pembelian bahan baku.

d. Mengadakan kerja sama dengan bagian produksi untuk mengetahui kebutuhan bahan baku.

e. Mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada Dewan Direksi. 5. Bagian Produksi.

a. Melaksanakan kegiatan produksi dan membuat laporan produksi.

b. Menyusun anggaran biaya produksi yang dijadikan sebagai pedoman pengeluaran biaya produksi.

c. Menganalisa hasil produksi berdasarkan laporan staf produksi.

d. Memelihara penggunaan mesin dan peralatan pabrik agar proses produksi dapat berjalan dengan baik.

e. Menerima wewenang dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Direksi.

6. Bagian Keuangan.


(58)

b. Menyusun laporan harian mengenai posisi kas dan bank menyusun laporan arus kas setiap akhir bulan.

c. Mempertanggung jawabkan tugas-tugasnya kepada Dewan Direksi dan berhak mengambil keputusan berhubungan dengan keuangan perusahaan.

7. Bagian Personalia.

a. Melaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi penerimaan pegawai, mutasi, kenaikan pangkat, pemutusan hubungan kerja, menetapkan gaji karyawan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. b. Menjaga terciptanya hubungan kerja yang baik di dalam lingkungan

perusahaan maupun di luar perusahaan.

c. Menyediakan sarana dan fasilitas kesejahteraan bagi karyawan.

d. Menerima wewenang dan mempertanggung jawabkan tugas-tugasnya kepada Dewan Direksi.

8. Bagian Akuntansi.

a. Mengkoordinir keuangan perusahaan dan membukukan seluruh transaksi yang terjadi selama kegiatan operasional perusahaan.

b. Menyusun laporan keuangan perusahaan yang meliputi, neraca, laporan laba rugi dan laporan perubahan modal perusahaan.

c. Menyimpan seluruh dokumen pembukuan dan mengadakan pengendalian Intern.

4.1.3. Alur Proses Produksi AspalHotmix

Proses produksi aspalhotmixdi PT. Sabaritha Perkasa Abadi dilakukan melalui banyak proses. Tiap-tiap alur proses produksi dilakukan oleh pekerja


(59)

yang berbeda. Adapun jumlah karyawan pada tiap bagian produksi adalah sebagai berikut:

a. Bagian pemecahan batu berjumlah 3 orang. b. Bagian laboratorium berjumlah 4 orang. c. Bagian pencampuran berjumlah 5 orang.

Alur proses produksi aspal hotmix dapat dilihat pada diagram alir proses kerja dibawah ini :

Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Produksi AspalHotmix Keterangan:

1. Crusher: mesin pemecah batu.

2. Asphal Mixing Plant (AMP) : seperangkat alat pencampur aspal yang akan menghasilkan aspal campuran panas.

3. Job Mix Formula (JMF) : rancangan campuran agregat (komposisi) yang disesuaikan denganJob Mix Desain.

Pemeriksaan batu-batu Batu-batu besar dipecah dengan Menja di

Diperiksa di Lab untuk membuat JMF sesuai 1. Abu batu 2. Batu medium

(0,5 mm) 3. Batusplit(0,75

mm) 4. Batu 1 inci

Formulasi yang disetujui Pencampuran agregat

dan bahan

tambahan (Pasir, Hasil jadi

berupa hotmix


(60)

4. Job Mix Desain (JMD) : pedoman/acuan yang berupa rancangan campuran agregat sesuai dengan kebutuhan atau jenis aspal yang ingin dihasilkan.

5. Asphal Hotmix: aspal campuran panas.

6. Anti stripping agent : suatu zat kimia yang berfungsi untuk merubah sifat aspal

dan agregat, meningkatkan “daya lekat” dan “ikatan” serta mengurangi efek negatif air dan kelembaban.

Berdasarkan gambar 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa tahap awal proses produksi dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap material batu besar. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah batu sudah sesuai kekuatan, kekerasan, dan kelemababan dengan standar yang dipakai dalam produksi hotmix. . Proses selanjutnya adalah pemecahan batu-batu besar dengan menggunakan mesin crusher. Batu-batu besar dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil (agregat), yaitu batu beukuran 1 inci, split (0,75mm), medium (0,5mm) dan abu batu. Kemudian agregat dibawa sampelnya ke laboratorium untuk di formulasikan (pembuatan JMF) sesuai denganJMD. Komposisi hasil formulasi yang telah sesuai dan disetujui oleh teknisi diberikan kepada operator AMP. Selanjutnya proses pencampuran agregat dan bahan tambahan (pasir, aspal cair, semen dan anti stripping agent) yang telah diformulasikan dilakukan di AMP. AMP merupakan mesin semi otomatis sehingga proses kerjanya dikendalikan oleh operator. Hasil keluaran dari campuran ini adalah satu bakethotmixdengan berat 700 m3/baket.


(61)

Beberapa alat yang Sabaritha Perkasa Aba

1. Mesin Pemecah Bat

Mesin pemecah ba memecahkan batu-batu sesuai saringannya.

Gambar 4.3 Batu berukuran vibrating feeder, kemudi batu yang dipecah kemudi

ng digunakan dalam proses produksi aspal hot Abadi adalah sebagai berikut:

Batu (Crusher)

batu (crusher) adalah mesin yang digunaka tu besar menjadi batu-batu yang berukuran lebih

r 4.3 MesinCrusher

n besar akan masuk ke pemecah batu pertam udian dikirimkan ke mesin crusher pemecah impac

udian akan dikirim ke mesin getar berputar untuk

hotmix PT.

unakan untuk bih kecil atau

tama melalui impact. Hasil untuk kemudian


(62)

menjadi batu kecil sesua Apabila ada batu yang pemecahimpactuntuk di

2. Saringan agregat

Sampel agregat dar diperiksa dan disesuaika ini adalah melakukan pen

Gambar 4.4 S

3. Alat Uji Marshall

Alat marshall merupa (cincin penguji) berkapa digunakan untuk mengukur kelelahan plastis atau fl

uai ukuran dan dikirimkan ke tumpukan (pile) ber ng ukuran masih belum sesuai akan dikembalika uk diproses kembali.

gat

ari proses pemecahan batu dibawa ke laborator ikan dengan job mix formula. Salah satu tahap pe n penyaringan agregat dengan menggunakan saringa

r 4.4 Saringan Agregat

all

erupakan alat tekan yang dilengkapi dengan pr apasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flow meter. Pr engukur nilai stabilitas dan flowmeter untuk u flow. Benda uji marshall berbentuk silinder ber

berbeda-beda. likan lagi ke

torium untuk p pemeriksaan ngan agregat.

proving ring Proving ring uk mengukur berdiameter 4


(63)

inci (10,2 cm) dan tin mengikuti SNI06-2489-1

Gambar

4. Asphal Mixing Plan

Asphal Mixing Plant akan menghasilkan aspal

tinggi 2,5 inci (6,35 cm). Prosedur pengujian 2489-1991atau AASHTO245-90 atau ASTM D

1559-bar 4.5 Alat Uji Marshall

lant (AMP)

lant (AMP) adalah seperangkat alat pencampur pal campuran panas.

ujian marshall D 1559-76.


(64)

Gambar 4.6 As AMP yang digunakan di AMP/SA yaitu jenis me dikendalikan oleh opera akan di jelaskan sebagai

Gambar 4.7 Bagi Keterangan gambar:

1. Vibrating screen : agregat.

2. Mixer : alat pencam produk berupa campur 3. Hot bin : adalah tem

panas. Agregat pana

r 4.6 Asphalt Mixing Plant (AMP)

n di PT. Sabaritha Perkasa Abadi merupakan jenis mesin semi otomatis dimana semua proses taha operator. Adapun peralatan atau bagian-bagian dar

ai berikut:

agian-Bagian AMP Tampak Depan

: saringan bergetar untuk mengeluarkan atau

ampur dimana agregat dan aspal dicampur untuk mpuran aspal panas atauhotmix.

tempat penampungan agregat panas setelah lolos anas yang lolos dari saringan panas tersebut m

nis CTA-800 hapan masih dari AMP ini

u mencurahkan

uk menghasilkan

os dari saringan but masingmasing


(65)

fraksinya akan mengisi ruangan sendiri-sendiri yang sudah terpisah di dalam bin panas.

4. Weighing system : bin tempat menampung sekaligus menimbang agregat dari setiap fraksi agregat yang dibutuhkan untuk tiap kali pencampuran atau batch sebelum dioperasikan bin penimbang harus dipemeriksaan kelayakan oleh jawatan meteorologi yang dibuktikan dengan sertifikat pemeriksaan kelayakan. 5. Filler elevator: berfungsi sebagai pembawafillermenuju filler screw conveyor. 6. Filler screw conveyor : bak yang digunakan untuk menampung bahan pengisi

(filler).

7. Oil heater: oli pemanas.

8. Asphalt spraying system : sistem pencurahan aspal. Dimana pada sistem ini aspal akan di curahkan ke dalam mixer.

9. Dust screw and vulve : komponen yang selalu harus ada untuk menjaga kebersihan udara dan lingkungan dari debu-debu halus yang ditimbulkan selama proses AMP berjalan.


(66)

Gambar 4.8 Bagi Keterangan gambar:

1. Hot elevator : be silinder pengerin unit untuk dipilah 2. Platform &overf

proporsi fraksi penimbangan ma 3. Control room. S

(AMP)dikendalika 4. Dryer burner. P

dilaksanakan de

agian-Bagian AMP Tampak Samping

: berfungsi sebagai pembawa agregat panas yan ring atau dryer ke saringan (ayakan) panas atau pilah-pilah sesuai ukuran fraksi masing-masing

erflow: unit pengendali gradasi yaitu mengatur ksi agregat yang dibutuhkan dai tiap bin n maupun dengan penentuan volume.

. Seluruh kegiatan operasi unit peralatan pencampur alikan dari ruang pengontrol

. Pemanasan agregat di dalam silinder peng dengan memakai alat penyembur api atau

ang keluar dari au hot screening

tur secara teliti n baik dengan

pur aspal panas

ngering (dryer) u burner yang


(67)

ditempatkan di muka ujung silinder pengering (dryer) tempat agregat panas keluar.

5. Rotary dryer. Pengering ini berbentuk silinder dengan panjang dan diameter tertentu berdasarkan kapasitas maksimum produksi yang direncanakan per jamnya. Peletakan silinder pengering di atas 2 (dua) pasang bantalan rol putar, serta silinder pengering ini dalam proses pengeringan agregatnya bergerak berputar, melalui roda gigi sekeliling silinder yang dihubungkan dengan motor listrik

6. Joint conveyor : ban berjalan yang menghubungkan antara bin dingin dengan rotary dryer.

7. Collecting belt conveyor. Agregat dingin dari beberapa fraksi yang sudah ditampung pada ban berjalan kolektor (Collecting belt conveyor).

8. Agregat cold bin : bak tempat menampung material agregat dari tiap-tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam memproduksi campuran aspal panas atau hotmix tiap-tiap fraksi agregat ditampung dalam masing-masing bak sendiri-sendiri. Maksudnya adalah agar banyaknya agregat dari masing-masing fraksi yang diperlukan untuk produksi campuran aspal panas sesuai formula campuran kerja (Job Mix Formula) yang direncanakan sudah dapat diatur pada saat pengeluarannya dari bin dingin.


(68)

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Distribusi Karakteristik Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014

Hasil pengukuran karakteristik (umur, kebiasaan merokok, penggunaan APD, masa kerja, status gizi dan kebiasaan olahraga) pekerja pada pekerja bagian produksi aspalhotmixPT. Sabaritha Perkasa tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Pekerja Bagian Produksi AspalHotmixPT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014 Karakteristik pekerja Frekuensi Persentase (%) Total (%) Umur

≤32 tahun >32 tahun

6 6

50,0

50,0 100,0

Total 12 100,0

Riwayat Penyakit Paru

Ya Tidak 0 12 0,00 100,0

Total 12 100,0 100,0

Kebiasaan merokok Merokok Tidak merokok 11 1 91,7 8,3 100,0

Total 12 100,0

Penggunaan APD Ya Tidak 9 3 75,0 25,0 100,0

Total 12 100,0

Masa kerja ≤ 1tahun > 1 tahun

7 5

58,3

41,7 100,0

Total 12 100,0

Status gizi Normal Gizi lebih 8 4 66,7 33,3 100,0

Total 12 100,0

Kebiasaan olahraga Olahraga Tidak olahraga 1 11 8,3 91,7 100,0


(69)

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, menunjukkan bahwa 6 pekerja (50,0%) bagian produksi aspal berusia kurang dari 32 tahun dan 6 pekerja (50.0%) berusia lebih dari 32 tahun; seluruh pekerja (100 %) tidak memiliki riwayat penyakit paru tertentu; 11 pekerja (91,7%) yang merokok; 9 pekerja (75,0 %) memakai APD (masker) saat bekerja; 7 pekerja (58,3%) memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun; 8 pekerja (66,7%) memiliki status gizi normal; dan 11 pekerja (91,7%) tidak berolahraga.

4.2.2. Distribusi Derajat Berat Merokok Pekerja Bagian Produksi AspalHotmix

Adapun derajat merokok pekerja produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi tahun 2014 yang dihitung berdasarkan Indeks Brinkman akan disajikan dalam tabel 4.2 .

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Derajat Berat Merokok Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014

Derajat Merokok Frekuensi Persentase (%)

Ringan 10 90,9

Sedang 1 9,1

Total 12 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas terlihat bahwa 10 orang (90,9%) pekerja bagian produksi aspal hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi yang merupakan perokok ringan.

4.2.3. Distribusi Kapasitas Vital Paksa Paru Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix

Berdasarkan pemeriksaan kapasitas vital paksa paru pekerja dengan menggunakan spirometer BTL-08 Pro menunjukkan bahwa seluruh pekerja (100%) memiliki kapasitas vital paksa paru normal.


(70)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Berdasarkan Karakteristik Pekerja Bagian Produksi Aspal Hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi Tahun 2014

5.1.1. Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Berdasarkan Umur Pekerja Bagian Produksi AspalHotmix

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 12 pekerja di bagian produksi aspal terdapat 6 (50,0%) pekerja yang berumur ≤32 tahun dan 6 (50,0%) pekerja yang berumur >32 tahun. Dilaporkan bahwa 90% kasus kanker paru terdapat pada orang yang berumur diatas 40 tahun (Mukty, 2005). Penurunan kapasitas vital paru dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penuruan kapasitas vital paru akan lebih cepat setelah berumur 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai masimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia dan faktor lain yang berperan serta dalam penentuan nilai kapasitas vital paksa paru (Karabella, 2011). Dari hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang berusia di atas 40 tahun sebanyak 4 orang namun memilki kondisi kapasitas vital paksa paru yang masih normal. Keempat pekerja bekerja dibagian AMP dimana paparan debu di lingkungan kerja hanya sedikit sehingga dengan usia yang sudah di atas 40 tahun penurunan kapasitas vital paksa paru belum terlihat.


(71)

5.1.2. Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit Paru Pekerja Bagian Produksi AspalHotmix

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari keseluruhan pekerja di bagian produksi aspal hotmix tidak memiliki riwayat penyakit paru. Menurut Prasetyo (2010), kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit. Menurut pendapat Stanford T, menyebutkan bahwa penyakit-penyakit paru seperti : bronchitis, asma bronchial, tuberculosa paru dan pneumonia berpengaruh terhadap volume udara dalam paru. Disamping itu emfisema merupakan penyebab utama dari PPOM dan bila hal ini terjadi maka faal paru akan semakin memburuk (Tabrani, 1996). Beberapa penyakit paru tersebut akan menimbulkan kerusakan pada jaringan paru dan membentuk jaringan parut tuberkulosis (Mukty, 2005). Hal ini menimbulkan hambatan dalam proses penyerapan udara pernafasan, sehingga jumlah udara yang terserap akan berkurang. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pekerja tidak memiliki riwayat penyakit paru tertentu sehingga memungkinkan tidak adanya gangguan kapasitas vital paksa paru.

5.1.3. Gambaran Kapasitas Vital Paksa Paru Berdasarkan Kebiasaan Merokok Pekerja Bagian Produksi AspalHotmix

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 12 pekerja di bagian produksi aspal hotmix terdapat 11 (91,7%) pekerja yang merokok dimana 10 pekerja (90,9%) yang merupakan perokok ringan. Kebanyakan pekerja mengkonsumsi rokok rata-rata 10 batang perhari dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Pada saat merokok terjadi suatu proses pembakaran tembakau dan nikotin dengan mengeluarkan polutan


(72)

partikel padat dan gas. Asap rokok bertindak sebagai oksidan serta aktifitas silia, dan dapat menyebabkan hipertrofi mukus (Mukty, 1996). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC, dan FEV1) (Karabella, 2011).

Debu yang tertimbun dalam paru akan menyebabkan fibrosis (pengerasan jaringan paru), sehingga dapat menurunkan kapasitas vital paru. Lingkungan yang terpapar oleh debu bahan baku keramik serta ditambah dengan kebiasaan merokok dapat memberikan dampak kumulaitf terhadap timbulnya gangguan kesehatan paru karena asap rokok dapat menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke hidung sehingga mekanisme pengeluaran debu oleh paru dapat terganggu. Kebiasaan merokok perlu mendapat perhatian khusus karena pajanan kerja dan merokok dapat memberikan efek kumulatif terhadap kapasitas vital paksa paru (Karabella, 2011).

Makin lama merokok (10-20 tahun) kebiasaan merokok yaitu inhalasi dalam, penyalaan kembali puntung rokok akan mempertinggi risiko terkenanya kanker paru. Peneliitian jangka panjang Flecther dkk, mendapatkan bahwa penghentian kebiasaan merokok dilaksanakan cukup dini kemerosotan faal paru dapat dikurangi (Mukty, 1996). Pada penelitian diketahui bahwa banyak pekerja merokok yang masih dalam kategori perokok ringan dengan masa kerja kurang dari sepuluh tahun ditambah lagi mereka bekerja di ruangan terbuka sehingga konsentrasi asap rokok yang terinhalasi ke dalam tubuh lebih sedikit memungkinkan kapasitas vital paksa paru pekerja


(1)

(2)

LAMPIRAN 5 OUTPUT MASTER DATA

Umur

N Valid 12

Missing 0 Median 32.00 Kategori Umur Frequency Percent Valid Perce nt Cumulative Percent

Valid <32 6 50.0 50.0 50.0

>32 6 50.0 50.0 100.0

Tota

l 12 100.0 100.0

Riwayat Penyakit Frequen cy Percent Valid Perce nt Cumulative Percent

Valid Pernah 0 0 0 0

Tidak 12 100,0 100,0 100.0

Total 12 100.0 100.0

Kebiasaan Merokok Derajat Merokok Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ringan 10 90.9 90.9 90.9

Sedang 1 9.1 9.1 100.0

Total 11 100.0 100.0

Frequenc y Percent Valid Perc ent Cumulative Percent

Valid Merokok 11 91.7 91.7 91.7

Tidak 1 8.3 8.3 100.0


(3)

Penggunaan APD Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 9 75.0 75.0 75,0

Tidak 3 25,0 25,0 100.0

Total 12 100.0 100.0

Statistics Masa kerja

N Valid 12

Missing 0 Median 1,00 Masa Kerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ≤1 7 58,3 58,3 58,3

>1 5 41,7 41,7 100.0

Total 12 100.0 100.0

Status Gizi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Normal 8 66.7 66.7 66.7

Gizi lebih 4 33.3 33.3 100.0

Total 12 100.0 100.0

Kebiasaan Olahraga Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Olahraga 1 8.3 8.3 8.3

Tidak 11 91.7 91.7 100.0

Total 12 100.0 100.0

Kapasitas Vital Paksa Paru (FVC) Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015

2 10 133

Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013

4 23 154

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU DAN KAPASITAS VITAL PAKSA ANTARA QORI’ DAN NON QORI’ DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Perbedaan Kapasitas Vital Paru Dan Kapasitas Vital Paksa Antara Qori’ Dan Non Qori’ Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

1 3 13

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU DAN KAPASITAS VITAL PAKSA ANTARA QORI’ DAN NON QORI’ DI UNIVERSITAS Perbedaan Kapasitas Vital Paru Dan Kapasitas Vital Paksa Antara Qori’ Dan Non Qori’ Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 19

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL PAKSA PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK DAN BUKAN PEKERJA PABRIK Perbedaan Nilai Kapasitas Vital Paksa pada Laki-Laki antara Pekerja Pabrik dan Bukan Pekerja Pabrik Di Sukoharjo.

0 4 15

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL PAKSA PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK DAN BUKAN PEKERJA PABRIK Perbedaan Nilai Kapasitas Vital Paksa pada Laki-Laki antara Pekerja Pabrik dan Bukan Pekerja Pabrik Di Sukoharjo.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN Hubungan Antara Kapasitas Vital Paksa dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

0 3 10

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU PADA PEKERJA GARMENT PT. VINSA Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Garment PT. Vinsa Mandira Utama Sukoharjo.

0 0 13

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN KAPASITAS VITAL PAKSA PARU PADA PEKERJA GARMENT PT. VINSA Hubungan Kelelahan Kerja dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Garment PT. Vinsa Mandira Utama Sukoharjo.

0 2 22

Hubungan Paparan Debu dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bagian Produksi Kawasan Industri Peleburan Logam Pesarean Tegal.

0 0 1