Rumusan Masalah Batasan Masalah Landasan Teori

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah variasi isolek dalam bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal? 2. Bagaimanakah garis isoglos dan berkas isoglos pada peta isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal? 3. Bagaimanakah penetapan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa dialektrometri di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian harus memiliki batasan masalah agar penelitian yang dilakukan terarah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian ini hanya meliputi persamaan dan perbedaan variasi fonologi dan variasi leksikal dalam bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan secara deskriptif dan kemudian diwujudkan dalam peta bahasa. Dalam penetapan status isolek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan pada daerah pengamatan yang berupa tiga kecamatan secara statistik hanya pada perhitungan leksikon, karena perbedaan leksikon sudah dapat memenuhi persyaratan untuk penetapan status isolek di daerah tersebut. Universitas Sumatera Utara 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan variasi isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal. 2. Menggambarkan garis isoglos dan berkas isoglos pada peta isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal. 3. Menetapkan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa dialektrometri di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian dialek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan ini dapat memberi manfaat yaitu: 1. Menambah penelitian tentang dialektologi dan linguistik. 2. Menjadi bahan acuan dan sumber masukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai geografi dialek bahasa Minangkabau. 3. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa Minangkabau. Universitas Sumatera Utara 4. Hasil penelitian dialektologi akan dapat memberi status penamaan dialek di Kabupaten Pesisir Selatan. 5. Variasi data fonologi dan leksikon akan dapat menjadi sumber data bagi peneliti linguistik selanjutnya.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Secara Praktis manfaat dalam penelitian ini yaitu: 1. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang variasi dialek bahasa Minangkabau. 2. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara khususnya bahasa Minangkabau. 3. Memperkenalkan bahasa Minangkabau kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional. Universitas Sumatera Utara

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

2.1.1 Dialek

Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari ilmu kebahasaan yang terdapat dalam suatu bahasa yang disebabkan oleh faktor geografis. Meillet dalam Ayatrohaedi 1983:1 menyatakan bahwa ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selain itu terdapat dua ciri-ciri lain yang ada dalam dialek yaitu: 1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama. 2. Dialek tidak harus mengambil seluruh bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Selain itu, Mahsun 1995:11 menyatakan bahwa dialektologi merupakan ilmu tentang dialek atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh. Perbedaan isolek satu dengan isolek lainnya dianalisis sehingga dapat ditentukan eksistensi sebuah isolek sebagai bahasa, sebagai dialek atau sebagai subdialek. Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Isolek

Istilah isolek diambil oleh Adelaar dari Hudson 1970:302-303 yang digunakan untuk mengacu pada bentuk bahasa tanpa memperhatikan statusnya sebagai bahasa ataukah sebagai dialek. Istilah isolek merupakan istilah netral yang dapat digunakan untuk menunjuk pada bahasa, dialek, atau subdialek. 2.1.3 Geografi Dialek Perbedaan unsur kebahasaan berkaitan dengan faktor geografis yang berhubungan dengan pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat pada daerah pengamatan dalam sebuah penelitian. Geografi bahasa merupakan penyelidikan mengenai distribusi dialek atau bahasa dalam wilayah tertentu Kridalaksana, 1984:58. Geografi dialek merupakan suatu bidang kajian dalam dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut Debois, dkk dalam Ayatrohaedi 1983:29. Geografi dialek mencoba mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal tempat dalam suatu wilayah bahasa Keraf, 1984:143. Berdasarkan konsep di atas, disimpulkan bahwa geografi dialek adalah variasi bahasa yang dituturkan masyarakat dengan cara yang berbeda berdasarkan tempat. Dari konsep tersebut diharapkan dapat ditemukan variasi dialek dari bahasa yang akan diteliti pada daerah pengamatan. Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Korespondensi Bunyi dan Variasi Bunyi

Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi. Pada dasarnya perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek-dialek atau subdialek atau bahasa turunan dalam merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat dalam prabahasa atau proto bahasa yang mengakibatkan terjadi perbedaan dialek atau subdialek secara teratur. Berdasarkan sudut pandang dialektologi, bahwa kekorespondensian suatu perubahan bunyi berkaitan dengan dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek geografi. Dari aspek linguistik, bahwa korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu, dari aspek geografi korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama Mahsun, 1995: 29. Perubahan bunyi yang muncul secara tidak teratur disebut variasi. Variasi juga dilihat dari segi linguistik dan segi geografi. Dari segi linguistik perubahan bunyi yang muncul karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu, sedangkan dari segi geografi perubahan bunyi yang terjadi pada sebaran geografisnya tidak sama.

2.1.5 Variasi Fonetik

Variasi fonetik berada di bidang fonologi dan biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya variasi tersebut Ayatrohaedi, 1983:3. Variasi fonologi dianalisis dengan menggunakan teori fonologi yang diawali dengan menganalisis perubahan bunyi dan status bunyi tersebut sebagai sebuah fonem atau variasi sebuah fonem. Perbedaan fonetik pada tataran fonologi dapat terjadi pada vokal ataupun konsonan. Contohnya, perbedaan fonetik pada konsonan, dalam bahasa Sunda untuk merealisasikan kata ‘gudang’, yaitu [gudaŋ] dan [kudaŋ]. Universitas Sumatera Utara Dalam bahasa Minangkabau kata [batu] di Kecamatan Linggo Sari Baganti untuk menyataka n kata ‘batu’, sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung soal menggunakan kata [ batuŋ].

2.1.6 Variasi Leksikon

Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan bidang leksikal selalu berupa variasi Mahsun, 1995:54. Sebagai contohnya, dalam bahasa Minahasa Timur Laut terdapat 3 kata yang digunakan untuk merealisasikan makna ‘lekas’, yaitu [rawak], [rior], dan [hagog]. Dalam bahasa Minangkabau Contohnya, kata ‘pondok’ di Kecamatan Linggo Sari Baganti menyatakan kata [ pondoɁ], sedangkan di Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal menyatakan kata [ suduaŋ].

2.1.7 Isoglos, Heteroglos, atau Watas Kata dan Berkas Isoglos

Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterapkan di atas sebuah peta Lauder, 1990:117. Isoglos atau garis watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda, yang dinyatakan di dalam peta bahasa Dubois, dkk dalam Ayatrohaedi, 1983:5. Heteroglos merupakan garis yang memisahkan setiap gejala bahasa dari lingkungan varietas bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan yang berbeda Fernandes, 1992:9. Selain itu, menurut Kridalaksana 1984:78, isoglos adalah garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi Universitas Sumatera Utara isoglos dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan yang terjadi pada daerah pemakai bahasa. Selanjutnya, berkas isoglos adalah kumpulan dari beberapa isoglos yang membentuk satu berkas. Berkas isoglos ini dapat berupa metode dalam analisis data. Metode berkas isoglos dalam penelitian dialektologi merupakan salah satu metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek Mahsun, 1995:126.

2.1.8 Peta Bahasa

Perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan perlu digambarkan secara umum pada peta bahasa. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak diperlukan Ayatrohaedi, 1983:31. Jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan display mab dan peta penafsiran interpretative mab. Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan agar data-data tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Pengisian data lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem: 1. Sistem langsung dapat dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif jika unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah pengamatan, Universitas Sumatera Utara 2. Sistem lambang dapat dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang berbeda dengan menggunakan lambang tertentu yang ditulis di sebelah kanan daerah pengamatan yang menggunakan bentuk untuk perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon atau makna untuk perbedaan semantik yang dilambangkan, 3. Sistem petak merupakan daerah-daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis, sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah pengamatan yang menggunakan unsur-unsur kebahasaan yang serupa Mahsun, 1995:59. Jadi, dalam penelitian ini digunakan sistem lambang dengan membuat lambang yang sederhana dan konsisten untuk semua unsur-unsur perbedaan baik fonologi maupun leksikon. Selanjutnya, peta penafsiran merupakan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan. Peta penafsiran merupakan peta yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dan relik bila kajian secara diakronis, yaitu dengan memadukan teori linguistik historis komparatif dan dialektologi, juga termasuk peta berkas isoglos Mahsun, 1995:68. Penelitian ini hanya bersifat deskriptif tanpa mengaitkan unsur-unsur kesejarahan. Jadi, teori linguistik historis komparatif tidak digunakan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

2.1.9 Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau merupakan salah satu bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Minangkabau sebagai bahasa Ibu di Provinsi Sumatera Barat. Bahasa Minangkabau masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Minangkabau, baik yang berdomisili di Sumatera maupun di perantauan. Secara historis, daerah sebar tutur bahasa Minangkabau meliputi bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di pedalaman Minangkabau. Bahasa Minangkabau memiliki banyak isolek, kampung yang dipisahkan oleh sungai pun isoleknya berbeda. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas perbedaan isolek di Kabupaten Pesisir Selatan. Elyondri dalam https:mersi.wordpress.com20080812rahasia-dibalik-bahasa-minangkabau.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini dianalisis berdasarkan teori dialektologi yang merupakan cabang ilmu linguistik yang khusus mengkaji tentang dialek. Dialektologi disebut juga kajian variasi bahasa. Pada dialek bahasa Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural. Teori ini menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan strukturnya, misalnya struktur bunyi dan perbedaan leksikon. Dialektologi struktural muncul pada tahun 1954 yang dikemukan oleh Uriel Weinreich dalam artikelnya “Is a structural dialectology possible?” Apakah dialektologi struktural memungkinkan?. Menurut Chambers, 1990:54 dialektologi strukstural adalah salah satu upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa. Universitas Sumatera Utara Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti adalah bidang fonologi dan leksikon. Perbedaan dalam bidang fonologi, adanya perubahan bunyi yang berupa korespondensi dan variasi mengisyaratkan adanya perbedaan fonologi yang berkorespondensi dan variasi. Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal dan konsonan. Contohnya, dalam bahasa Sunda menyatakan kata ‘jendela’ yaitu, [jendela], [ gandela] dan [ janela]. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari suatu etimon prabahasa Mahsun, 1995;54. Contohnya, kata ‘nyaris’ memunculkan tiga varian yaitu, [ hampē], [ŋai], [cɔmas]. Perbedaan ini terdapat di Kabupaten Batubara dan Kabupaten Asahan Widayati, 1997:111. Dalam penelitian ini juga menggunakan pemetaan bahasa sesuai dengan objek kajiannya yang berupa perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor spasial geografis. Peta bahasa dalam dialektologi khususnya dialek geografis memiliki peran yang cukup penting. Peran itu berkaitan dengan upaya memvisualisasikan data lapangan ke dalam bentuk peta agar data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis serta memvisualisasikan pernyataan-pernyataan umum yang dihasilkan berdasarkan distribusi geografis perbedaan-perbedaan yang lebih dominan dari wilayah ke wilayah yang dipetakan. Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan dan peta penafsiran Mahsun, 1995: 58-59. Pada peta bahasa akan diterangkan sejumlah unsur perbedaan baik secara fonologi maupun leksikon yang diperoleh di daerah pengamatan dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan sistem lambang, misalnya lambang bulat , segitiga dan lambang kotak yang sederhana bentuknya. Selanjutnya, untuk mengelompokkan unsur-unsur yang sama, data yang sama agar tampak berbeda dengan data yang lainnya, baik perbedaan bunyi maupun perbedaan leksikal, digunakan isoglos. Isoglos adalah sebuah garis imajiner yang diterakan di atas sebuah peta Lauder, 1990: 117. Selanjutnya isoglos tersebut diakumulasikan menjadi sekumpulan isoglos-isoglos dalam sebuah peta. Kumpulan tersebut disebut berkas isoglos, baik berkas isoglos fonologi maupun berkas isoglos leksikal. Berkas isoglos adalah kumpulan dari beberapa isoglos yang membentuk satu berkas. Kemudian, perbedaan-perbedaan yang terdapat baik secara leksikal maupun secara fonologi. Perbedaan secara leksikal dihitung statusnya apakah perbedaan-perbedaan itu merupakan perbedaan dialek atau perbedaan subdialek dengan menggunakan perhitungan statistik bahasa atau dialektrometri. Dialektrometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut Revier dalam Mahsun, 1995: 118. Setelah langkah-langkah itu, dirumuskanlah status isolek dari Kabupaten Pesisir Selatan.

2.3 Tinjauan Pustaka