Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode dan Teknik Analisis Data

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar SD – SLTP; 5. Berstatus sosial menengah tidak rendah atau tidak tinggi dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya; 6. Pekerjaan bertani atau berburuh; 7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan 9. Sehat Jasmani dan rohani Mahsun, 1995:106. Jumlah informan pada setiap titik pengamatan atau daerah pengamatan adalah tiga orang dengan ketentuan satu orang sebagai informan utama dan dua orang sebagai informan pembanding. Untuk keakuratan tiga informan setiap daerah pengamatan atau jumlah ganjil lebih dari satu adalah cukup layak. Kriteria informan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai kriteria yang tercantum di atas. Peneliti memilih informan yang mememenuhi kriteria agar mendapatkan data yang sebenarnya.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode cakap. Metode cakap adalah berupa percakapan peneliti dengan informan. Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Karena “percakapan” yang diharapkan muncul jika peneliti memberikan stimulasi pancingan pada informan untuk memunculkan gejala bahasa yang diharapkan peneliti Mahsun, 1995:94. Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini juga menggunakan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka. Peneliti langsung mendatangi daerah pengamatan dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik cakap semuka ini juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Teknik catat digunakan peneliti untuk membantu peneliti dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data dan teknik catat juga dilengkapi dengan teknik rekam. Teknik rekam untuk melengkapi teknik catat dan dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan. Teknik ini berguna untuk melengkapi dan memperkuat data dalam penelitian.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentu referen organ wicara. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu, yaitu penentu artikulatoris. Dengan teknik ini ditentukan bunyi-bunyi bahasa yang bervariasi pada daerah pengamatan. Teknik ini dilanjutkan dengan teknik hubung banding menyamakan dan membedakan. Teknik ini sebagai penentu untuk mencari kesamaan dan perbedaan tentang data baik, secara fonologis maupun leksikal. Metode ini diharapkan dapat menjawab pertanyan pertama dari penelitian ini yaitu “Bagaimanakah variasi isolek dalam bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal?”, Misalnya, variasi isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon dapat dilihat pada peta berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel II. Variasi Isolek Bahasa Minangkabau Gloss Bahasa Minangkabau Titik Pengamatan Keterangan air [a y iu] [a y ia] [a y i] 1 2,3,4 5,6,7,8,9 Beda fonologi akar [akaU] [aka] 1 2,3,4,5,6,7,8,9 Beda fonologi batu [batU] [batuŋ] 1,2,3,4 5,6,7,8,9 Beda fonologi angin [badai] [aŋin] 1 2,3,4,5,6,7,8,9 Beda leksikon kecil [aluy] [keteɁ] [keciɁ] 1 2,3,4 5,6,7,8,9 Beda leksikon satu [cieɁ] [satuŋ] [suwa] 1 5,6,8 7,9 Beda leksikon Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektrometri. Untuk menjawab pertanyaan kedua yaitu “Bagaimanakah garis isoglos dan berkas isoglos pada pemetaan isolek bahasa Minangkabau pada bidang fonologi dan leksikon di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecam atan Pancung Soal?”, maka digunakan metode berkas isoglos. Metode berkas isoglos yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan mempertimbangkan kualitas isoglos-isoglos yang mempersatukan serta memperbedakan daerah-daerah pengamatan. Pada berkas isoglos terdapat batasan isoglos yang merupakan garis yang menyatukan daerah- daerah pengamatan yang menggunakan gejala kebahasaan yang sama. Universitas Sumatera Utara Cara pembuatan dan penghimpunan isoglos-isoglos menjadi berkas isoglos sebagai berikut: 1. Membuat garis melengkung atau garis lurus pada peta yang terdapat dalam daerah-daerah pengamatan. Garis tersebut berfungsi menyatukan daerah- daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama dan membedakan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan yang sama; 2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas; 3. Setiap penomen perbedaan hanya dihitung satu isoglos, tanpa memperhatikan jenis perbedaannya sebagai korespondensi atau variasi. Kemudian, setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, maka diambil sebuah peta dasar untuk membuat berkas isoglos. Mengelompokan peta berdasarkan pola isoglosnya kemudian menyalin semua isoglos pada sebuah peta dasar yang memuat daerah pengamatan maka itulah yang disebut berkas isoglos. Kemudian, untuk menjawab pertanyaan ketiga yaitu “Bagaimanakah penetapan isolek bahasa Minangkabau secara statistik bahasa dialektrometri di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal ?”, penelitian juga menggunakan metode dialektrometri. Metode ini merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut Revier dalam Mahsun,1995: 118. Dalam persentase status dialek yang diteliti digunakan rumus: Universitas Sumatera Utara S x n = d Keterangan : S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain n = Jumlah peta yang diperbandingkan d = Jarak kosakata dalam persentase Setelah itu, hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu. Selanjutnya, digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut, sebagai berikut: Perbedaan bidang leksikon 81 ke atas : dianggap perbedaan bahasa 51 - 80 : dianggap perbedaan dialek 31 - 50 : dianggap perbedaan subdialek 21 - 30 : dianggap perbedaan wicara di bawah 20 : dianggap tidak ada perbedaan Penelitian ini dengan penghitungan dialektometri dilakukan dengan cara segitiga antardaerah pengamatan. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1. Daerah pengamatan yang diperbandingkan merupakan daerah yang letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi; 2. Setiap daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi secara langsung di hubungkan dengan sebuah garis yang membentuk segitiga; Universitas Sumatera Utara 3. Garis-garis pada segitiga dialektrometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain Mahsun, 1995:119. Selanjutnya, hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pengamatan dialektrometri di atas adalah: 1. Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang diperbandingkan, maka perbedaan dianggap tidak ada; 2. Bila daerah pengamatan yang dibandingkan itu, salah satu di antaranya tidak memiliki bentuk sebagai realisasi suatu makna, maka dianggap perbedaan; 3. Jika daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak memiliki bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama; 4. Dalam penghitungan dialektrometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan; 5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga dialektrometri. Dengan perhitungan secara dialektrometri terhadap antardaerah pengamatan tersebut kita dapat mengetahui status isolek di Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kecamatan Air Pura dan Kecamatan Pancung Soal apakah merupakan perbedaan bahasa, dialek, subdialek atau wicara untuk bidang leksikon. Universitas Sumatera Utara

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data