b. Pemeriksaan Limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya
abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.
3. Diagnosis Imunologi Deteksi antigen dengan immuno chromatographic test ICT yang
menggunakan antibody monoclonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Wuchereria bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif
menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah.
Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk deteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis Brugia.
Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia. Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif.
Pada stadium obstruktif mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi dalam darah kadang-kadang mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darah
tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.
2.2 Epidemiologi Filariasis
2.2.1 Distribusi Menurut Orang Person
Filariasis dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan Kemenkes RI, 2010. Penelitian
Juriastuti dkk 2010 di kelurahan Jatisempurna ditemukan penderita
Universitas Sumatera Utara
filariasis proporsi terbesar berjenis kelamin laki-laki 58,1 berada pada kelompok usia produktif 71 dan berjenis pekerjaan tidak berisiko 71.
2.2.2 Distribusi Menurut Tempat Place
Daerah endemis filariasis pada umumnya adalah daerah dataran rendah, terutama di perkotaan, pantai, persawahan, rawa-rawa dan hutan.
Secara umum, filariasis Wuchereria bancrfti tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, sedangkan Wuchereria
bancrofti tipe perkotaan banyak ditemukan di kota seperti Jakarta, Bekasi, Semarang, Tangerang, Pekalongan dan Lebak. Brugia malayi tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan bebrapa pulau di Maluku. Brugia timori terdapat di Kepulauan Flores, alor, Rote, Timor, dan Sumba,
umumnya endemic di daerah persawahan Depkes, 2009. Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis
adalah Nangroe Aceh Darussalam 2.359 orang, Nusa Tenggara Timur 1730 orang dan Papua 1.158 orang. Tiga provinsi dengan kasus terendah
adalah Bali 18 orang, Maluku utara 27 orang dan Sulawesi Utara 30 orang Kemenkes RI, 2010. Hasil Riskesdas tahun 2007 dalam Mardiana
dkk 2011 responden tinggal di perkotaan sebesar 0,03 pernah terkena filariasis dan tinggal di pedesaan pernah terkena filariasis sebesar 0,05,
probabilitas risiko terjadinya filariasis 2,44 kali lebih besar pada orang yang tinggal di perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Distribusi Menurut Waktu Time
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah.
Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisiotas yang cukup tinggi. Pada tahun 2007 kasus filariasis dilaporkan sebanyak 11.473 kasus,
tahun 2008 sebanyak 11.699 kasus dan tahun 2009 sebanyak 11.914 kasus proporsi sebesar 0,005 dari jumlah penduduk Kemenkes RI, 2010.
2.3 Determinan Filariasis A.