Distribusi Proporsi Penderita Filariais Berdasarkan Lingkungan Fisik

yang merupakan daerah pertanian. Sehingga ketika masyarakat bekerja disawah memungkinkan terjadinya kontak dengan vektor perantara yaitu nyamuk. Menurut hasil penelitian Nasrin2008 di kabupaten Bangka Barat orang yang memiliki jenis pekerjaan berisiko akan berpeluang terkena penyakit filariasis sebesar 4,4 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki pekerjaan tidak berisiko.

5.2 Distribusi Proporsi Penderita Filariais Berdasarkan Lingkungan Fisik

di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab Sijunjung Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Filariasis berdasarkan Ketersediaan Saluran Pembuangan Air Limbah di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung Berdasarkan gambar 5.4 dapat dilihat bahwa proporsi ketersediaan saluran pembuangan air limbah yang tertinggi adalah tidak ada ketersediaan saluran 39 61

10 20

30 40 50 60 70 Ketersediaan Saluran Pembuangan Air Limbah Ada Tidak ada Universitas Sumatera Utara pembuangan air limbah sebesar 61 dan ada ketersediaan saluran pembuangan air limbah yang terendah sebesar 39. Menurut Notoatmodjo 2005 yang menyatakan air buangan yang tidak saniter dapat menjadi media perkembang biakan mikroorganisme patogen, larva nyamuk atau serangga yang dapat menjadi media trasmisi penyakit seperti kolera, thypus, disentri, malaria dan demam berdarah. Sarana pembuangan air limbah yang sehat dapat mengalirkan limbah ke tempat penampungan air limbah dengan lancar tanpa mencemari lingkungan dan badan air. Gambar 5.5 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Filariasis berdasarkan Tempat Perkembangbiakan Nyamuk di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung 58 42

10 20

30 40 50 60 70 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Ada Tidak ada Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi tempat perkembangbiakan nyamuk yang tertinggi adalah ada tempat perkembangbiakan nyamuk sebesar 58 dan tidak ada tempat perkembangbiakan yang terendah sebesar 42. Hal ini dikarenakan pada hasil penelitian didapatkan bahwa rumah mayoritas memiliki tempat perkembangbiakan nyamuk yang alami ataupun buatan jadi nyamuk mempunyai tempat untuk melangsungkan proses berkembang biak, tempat perkembang biak nyamuk termasuk kedalam lingkungan biologi yang sangat penting untuk proses meletakkan telur nyamuk. Penelitian ini sejalan penelitian Widiyanto 2007, yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian Demam Filariasis. Menurut Anies 2006 tempat perindukan nyamuk ini bermacam- macam tergantung jenis nyamuknya, ada yang hidup di pantai, rawa-rawa, persawahan, tambak ikan maupun air bersih di pegunungan. Prinsipnya sedapat mungkin meniadakan tempat perindukan nyamuk tersebut dengan menjaga kebersihan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, tempat perindukan nyamuk buatan seperti vas bunga sebaiknya dapat diberi campuran pasir dan air, tempat minum burung diganti airnya setiap hari, ban bekas, botol, kaleng semuanya harus dikubur atau dihancurkan dan didaur ulang untuk keperluan industri Chahaya,2003. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.6 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Filariasis berdasarkan Tempat Peristirahatan Nyamuk di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung Berdasarkan gambar 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi tempat peristirahatan nyamuk yang tertinggi adalah ada tempat peristirahatan nyamuk sebesar 73 dan tidak ada tempat peristirahatan nyamuk yang terendah sebesar 27. Daerah yang disenangi nyamuk adalah daerah yang tersedia tempat beristirahat karena ini juga merupakan tempat untuk menunggu waktu bertelur adalah pada baju yang bergantungan yang dibiarkan bergantungan pada pintu dalam kamar sehingga menjadi tempat peristirahatan yang cocok bagi nyamuk, dan tempat gelap, lembab dan sedikit angin . Menurut hasil penelitian juga bahwa rumah yang mempunyai tempat peristirahatan yaitu sebanyak 74 sehingga kemungkinan jumlah populasi nyamuk disekitar rumah akan bertambah dan merupakan faktor resiko. 73 27 10

20 30

40 50 60 70 80 Tempat Peristirahatan Nyamuk Ada Tidak ada Universitas Sumatera Utara Menurut Handayani 2008, habitat nyamuk adalah suatu daerah dimana tersedia tempat beristirahat, setiap nyamuk pada waktu aktivitasnya akan melakukan orientasi terhadap habitatnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu hinggap istirahat selama 24 jam – 48 jam lalu kawin dan sesudah itu menuju hospes setelah cukup memperoleh darah dari hospes nyamuk kembali ke tempat istirahat untuk menunggu waktu bertelur begitulah terus menerus proses ini berkelajutan yang disebut siklus Gonotropik : yaitu dimulai dari Tempat berkembang biak kemudian ke tempat hospes makan selanjutnya ke tempat istirahat begitu terus menerus berlangsung. Gambar 5.7 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Filariasis berdasarkan Kawat Kasa Pada Ventilasi di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung 37 45 18 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Kawat Kasa Pada Ventilasi Ada, jika tidak rusak Ada, rusak tidak ada Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi kawat kasa pada ventilasi yang tertinggi adalah ada, rusak kawat kasa pada ventilasi sebesar 45 dan tidak ada kawat kasa pada ventilasi yang terendah sebesar 18. Kawat kasa pada ventilasi ini berfungsi untuk mencegahnya nyamuk masuk kedalam rumah sesuai dengan hasil penelitian bahwa tidak ada perbedaan antara ada kawat kasa pada ventilasi dengan tidak ada kawat kasa pada ventialsi dengan kejadian Filariasis hal ini dikarenakan responden mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari dan juga nyamuk mempunyai kebiasaan menggigit pada luar rumah dan pada malam hari sehingga responden mempunyai peluang untuk tergigit nyamuk serta terjadinya filariasis. Menurut Yatim 2007 pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kontak dengan nyamuk yaitu dengan pemasangan kawat kasa pada ventilasi. Kawat kasa harus dipasang pada setiap lubang yang ada pada rumah, kesulitan biasanya pada pemasangan di pintu dimana biasanya diperlukan pintu ganda. Jumlah lubang pada kawat kasa yang dianggap optimal 14-16 perinci 2,5cm bahannya bermacam-macam mulai tembaga aluminium sampai plastik. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.8 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Filariasis berdasarkan Pencahayaan di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung Berdasarkan gambar 5.8 dapat dilihat bahwa proporsi pencahayaan yang tertinggi adalah tidak ada pencahayaan sebesar 58 dan ada pencahyaan yang terendah sebesar 36. Menurut Sarudji 2010 secara implisit pencahayaan dalam rumah perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh dalam aspek kenyamanan, keamanan dan keselamatan, produktivitas serta estetika. Ditinjau dari segi sumber cahaya ada dua jenis pencahayaan yaitu pencahayaan alami dan pencahayan buatan. Yang ideal setiap ruangan harus mendapatkan cahaya alami setiap pagi hari untuk membunuh kuman yang ada di ruanganlantai atau untuk menghindari kelembaban udara, pada prinsipnya cahaya yang diperlukan suatu ruangan harus mempunyai 42 58

10 20

30 40 50 60 70 Pencahayaan Ada Tidak ada Universitas Sumatera Utara intesitas sesuai dengan peruntukannya, disamping tidak menimbulkan silau atau menimbulkan bayangan yang tidak diinginkan karena tidak benar peletakan sumber atau arah pencahayaanya. Luas jendela untuk pencahayaan alami minimal 20 luas lantai.

5.3 Distribusi Proporsi Penderita Filariais Berdasarkan Lingkungan

Dokumen yang terkait

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 3 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 14

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2010-2013.

0 0 9

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

7 25 46

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

0 0 13

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013

0 1 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013

0 0 6