Penetuan Stadium Limfedema Patogenesis Filariasis

membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji transiluminasi ini dapat di kerjakan oleh dokter puskesmas yang telah di latih. - Hydrocele banyak ditemukan di daerah endemis Wuchereria bancrofti dan di gunakan sebagai indikator adanya infeksi Wuchereria bancrofti. Dinkes SUMUT, 2011

2.1.4 Penetuan Stadium Limfedema

Limfedema terbagi dalam 7 stadium table 1.1 menggambarkan akan tanda hilang tidaknya bengkak, ada tidaknya lipatan kulit, ada tidaknya nodul benjolan mossy foot gambaran seperti lumut serta adanya hambatan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Penentuan stadium ini penting bagi petugas kesehatan untuk memberikan perawatan dan penyuluhan yang tepat kepada penderita. Depkes RI, 2006 Penentuan stadium limfedema mengikuti kriteria sebagai berikut Depkes RI, 2006: 1. Penentuan stadium limfedema terpisah antara anggota tubuh bagian kiri dan kanan, lengan dan tungkai 2. Penentuan stadium limfedema lengan atas, bawah atau tungkai atas, bawah dalam satu sisi dibuat dalam satu stadium limfedema. 3. Penentuan stadium limfedema berpihak pada tanda stadium yang terberat. 4. Penentuan stadium limfedema dibuat 30 hari setelah serangan akut sembuh. 5. Penentuan stadium limfedema dibuat sebelum dan sesudah pengobatan dan penatalaksanaan kasus. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Stadium limfedemaTanda Kejadian bengkak, Lipatan Dan Benjolan Pada Penderita Kronis Filariasis Gejala Stadium 1 Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Bengkak dikaki Menghilang waktu bangun tidur pagi Menetap Menetap Menetap Menetap, meluas Menetap, meluas Menetap, meluas Lipatan kulit Tidak ada Tidak ada Dangkal Dangkal Dalam, kadang dangkal Dangkal, dalam Dangkal, dalam Nodul Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Kadang- kadang Mossy lessions Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Kadang- kadang Hambatan berat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis, Depkes RI 2006

2.1.5 Patogenesis Filariasis

Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk kedalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat di bagi menjadi fase dini dan fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Kerusakan katup saluran limfe, termasuk kerusakan saluran limfe kecil terdapat di kulit. Depkes RI, 2006 Pada dasarnya perkembangan klinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa yang tinggal dalam saluran limfe menimbulkan Universitas Sumatera Utara pelebaran dilatasi saluran limfe bukan penyumbatan obstruksi sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik: 1. Penimbunan cairan limfe menyebabkan aliran limfe menjadi lambat dan tekana hidrostatiknya meningkat, sehingga cairan limfe masuk kejaringan menimbulkan odema jaringan. Adanya odema jaringan akan meningkatkan kerentanan kulit terhadap infeksi bakteri dan jamur yang masuk melalui luka-luka kecil maupun besar. Keadaan ini dapat menimbulkan peradangan akut acute attack. 2. Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran limfe ke kelenjar limfe. Akibatnya bakteri tidak dapat dihancurkan fagositosis oleh sel Reticulo Endothelial System RES bahkan mudah berkembang biak dapat menimbulkan peradangan akut acute attack. 3. Infeksi bakteri berulang akan menyebabkan serangan akut berulang recurrent acute attack sehingga menimbulkan berbagai gejala klinis sebagai berikut: a. Gejala peradangan lokal berupa peradangan oleh cacing dewasa bersama-sama dengan bakteri yaitu: - Limfangitis : peradangan di saluran limfe - Limfadenitis : peradangan di kelenjar limfe - Adeno limfangitis ADL : peradangan saluran dan kelenjar limfe - Abses lanjutan ADL - Peradangan oleh species Wuchereria bancrofti di daerah genital alat kelamin dapat menimbulkan epididimitis, funikulitis, dan orkitis Universitas Sumatera Utara b. Gejala peradangan umum berupa demam, sakit kepala, sakit otot, rasa lemah. 4. Kerusakan sisitem limfatik termasuk kerusakan saluran limfa kecil yang ada di kulit, menyebabkan kemampuan untuk mengalirkan cairan limfe dari kulit dan jaringan ke kelenjar limfe sehingga dapat terjadi limfedema. 5. Pada penderita limfedema serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur akan menyebabkan penebalan dan pergesaran kulit, hiperpigmentasi, hiperkeratosis, dan peningkatan pembentukan jaringan ikat fibrose tissue formation sehingga terjadi peningkatan stadium limfedema dimana pembengkakan yang semula terjadi hilang timbul piting akan menjadi pembengkakan menetap non piting. Oemijati, 2006

2.1.6 Rantai Penularan Filariasis

Dokumen yang terkait

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 2 17

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya Di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar.

0 3 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUNAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabunan Kabupaten Pemalang.

0 1 14

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2010-2013.

0 0 9

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

7 25 46

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

0 0 13

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013

0 1 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013

0 0 6