2.6 Keuntungan dan Efek Negatif Sistem Terkoordinasi
Menurut Pedoman Sistem Pengendalian Lalu-lintas Terpusat No.AJ401171991 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengkoordinasikan lalu-lintas dalam perkotaan, beberapa diantaranya adalah keuntungan dan efek negatif dari penerapan sistem tersebut. Dalam penerapan
sistem pengaturan terkoordinasi, beberapa keuntungannya adalah: Diperolehnya waktu perjalanan total yang lebih singkat bagi kendaraan-kendaraan
dengan karakteristik tertentu. Penurunan derajat polusi udara dan suara.
Penurunan konsumsi energi bahan bakar. Penurunan tundaan.
Di samping keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan system pengaturan lalu-lintas terkoordinasi ini, perlu pula diperhatikan akibat negatifnya, seperti:
Kemungkinan terjadi waktu perjalanan yang lebih panjang bagi lalu-lintas kendaraan yang karakteristik operasinya berbeda dengan karakteristik operasi kendaraan yang
diatur secara terkoordinasi. Manfaat penerapan sistem ini akan berkurang jika mempertimbangkan jenis lalu-lintas
lain seperti pejalan kaki, sepeda, dan angkutan umum. Umumnya, keuntungan lebih besar akan diperoleh jika sistem ini diterapkan di suatu jaringan jalan arteri utama
dibandingkan dengan jaringan jalan yang memiliki banyak hambatan. Koordinasi lampu lalu-lintas pada jalan arteri utama akan efektif jika satu simpang
dengan simpang yang lain berjarak kurang lebih 800 meter. Jika jarak lebih dari itu, maka keefektifannya akan berkurang.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Teori MKJI 2.7.1 Karakteristik Sinyal Lalu-lintas
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna hijau, kuning, merah diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang saling bertentangan dalam
dimensi waktu. 1. Fase Sinyal
Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut MKJI 1997, jika fase
sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan
berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melebihi 200 smpjam. 2. Waktu Antar Hijau intergreen dan Waktu Hilang
Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua fase yang berurutan, arti dari keduanya sebagai berikut ini:
a. Panjang waktu kuning pada sinyal lalu-lintas perkotaan di Indonesia menurut MKJI 1997 adalah 3,0 detik.
b. Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan.
Fungsi dari waktu merah semua adalah memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir melewati garis henti pada akhir sinyal kuning berangkat sebelum kedatangan
kendaraan pertama dari fase berikutnya. Waktu hilang lost time adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat diperoleh
dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase. LTI = Σ semua merah + kuning
……………………………….... 2.1
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan waktu antar hijau berdasarkan ukuran simpang menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 : Waktu Antar Hijau
Ukuran Simpang Lebar Jalan
Rata-rata
meter
Nilai Normal Waktu Antar Hijau
detikfase Kecil
6 - 9 4
Sedang 10 - 14
5 Besar
15 6
3. Waktu Siklus dan Waktu Hijau
Waktu siklus adalah urutan lengkap dari indikasi sinyal antara dua saat permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekat yang sama. Waktu siklus yang paling rendah akan
menyebabkan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang, sedangkan waktu siklus yang lebih besar menyebabkan memanjangnya antrian kendaraan dan bertambahnya
tundaan, sehingga akan mengurangi kapasitas keseluruhan simpang. a. Waktu siklus sebelum penyesuaian
C = 1,5 x LTI + 5 1 -
∑FRcrit detik …………………………..2.2
di mana: C
= Waktu siklus sinyal detik LTI = Jumlah waktu hilang per siklus detik
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh QS
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.
IFR =
∑ FRcrit = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada
siklus tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat waktu siklus yang layak sesuai dengan jumlah fasenya dalam MKJI, yaitu : 40-80 detik untuk 2 fase, 50-100 detik untuk 3 fase, 80-130 detik untuk 4 fase.
Rumus waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang:
C = ∑g + LTI detik …………………………2.3
b. Waktu hijau gi Waktu hijau untuk masing-masing fase :
gi = C-LTI x PRi detik …………………………2.4
Dengan : gi = tampilan waktu hijau pada fase i PRi = Rasio fase FR ΣFR
LTI = ∑ merah semua + kuning c. Waktu siklus yang disesuaikan c
c = Σg+ LTI detik …………………………2.5
2.7.2 Arus lalu-lintas Q
Arus lalu-lintas Q untuk setiap gerakan belok-kiri QLT, lurus QST dan belok- kanan QRT dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang smp
per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang emp untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai faktor smp pada persimpangan adalah seperti pada
tabel berikut : Tabel 2.2 : Nilai Ekivalen Mobil Penumpang
Jenis kendaraan Terlindung
Terlawan
Kendaraan ringan LV 1,0
1,0 Kendaraan berat HV
1,3 1,3
Sepeda motor MC 0,2
0,4
Universitas Sumatera Utara
Dalam penentuan waktu sinyal dipersimpangan terdapat dua macam tipe pendekat, yaitu :
Tipe Pendekat Terlindung, yaitu arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
Tipe Pendekat Terlawan, yaitu arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan
2.7.3 Kapasitas Simpang
Kapasitas simpang adalah jumlah maksimum kendaran yang dapat melewati kaki persimpangan tersebut. Besarnya dipengaruhi oleh arus jenuh yang tergantung kepada
jumlah yang lepas pada saat hijau dan waktu hijau serta waktu siklus yang telah ditentukan.
C = S x gc ………………………………..……..2.6
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
C = Kapasitas smpjam S = Arus jenuh smpjam
c = Waktu siklus detik g = Waktu Hijau detik
Lebih rinci mengenai faktor tersebut adalah : a.
Arus Jenuh S Pada saat awal hijau, kendaraan membutuhkan beberapa waktu untuk memulai
pergerakan dan kemudian sesaat setelah bergerak sudah mulai terjadi antrian pada kecepatan normal. Keadaan ini disebut arus jenuh.Waktu hijau tiap fase adalah waktu
untuk melewatkan arus jenuh menerus. Sebagai ilustrasi mengenai arus jenuh menurut MKJI adalah sebagai berikut :
Gambar 2.9 : Arus Jenuh – MKJI 1997
Arus jenuh mempunyai apa yang disebut arus jenuh dasar seperti halnya Webster, tetapi besarnya sangat tergantung pada tipe pedekat.
Tipe P arus terlindung, maka So = 600 We smpjam Tipe O arus terlawan, besarnya So dipengaruhi oleh adanya pendekat yang
mempunyai lajur belok kanan atau tanpa lajur belok kanan. Selanjutnya untuk mendapatkan besarnya arus jenuh, menggunakan rumus
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
S = So x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt ………………..……..2.7
Dimana : So = Arus jenuh dasar = 600 x We
Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota Fsf = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor Fg = Faktor penyesuaian untuk kelandaian
Fp = Faktor penyesuaian Frt = Faktor penyesuaian belok kanan
Flt = Faktor penyesuaian belok kiri We = Lebar efektif
a. Pengaruh ukuran kota Fcs
Faktor ini mengikuti jumlah penduduk kota seperti pada table 2.3 berikut, untuk tipe O maupun tipe P.
Table 2.3 : Pengaruh Ukuran Kota
Jumlah penduduk juta
Faktor ukuran kota Fcs
Ukuran kota cs
3,0 1,05
Sangat besar 1,0-3,0
1,00 Besar
0,5-1,0 0,94
Sedang 0,1-0,5
0,83 Kecil
0,1 0,82
Sangat kecil
Universitas Sumatera Utara
b. Pengaruh Hambatan Samping Fsp
Pengaruh ini merupakan fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan rasio kendaraan tidak bermotor. Jika hambatan samping tidak
diketahui, maka dianggap tinggi. c.
Pengaruh Kelandaian Fg Merupakan fungsi dari kelandaian jalan seperti tercatat dalam data geometrik jalan.
Simbol + adalah tanjakan dan - adalah turunan. d.
Akibat Pengaruh Belok Kanan Frt Faktor penyesuian ini dipakai apabila pendekat bertipe Pterlindung, tanpa media
jalan 2 arah lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk, dengan ketentuan :
Frt = 1,0 + Prt x 0,26 …………..……..2.8
e. Pengaruh Belok Kiri Flt
Faktor ini hanya berlaku pada pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk, dengan ketentuan :
Flt = 1,0 – Plt x 0,16
…………..……..2.9
f. Pengaruh Kendaraan Parkir Fp
Pengaruh parkir merupakan fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama dan lebar pendekat. Faktor ini tidak perlu diperhitungkan apabila
lebar efektif ditentukan oleh lebar keluar. Parkir dapat dihitung dengan rumus :
Fp = { Lp3 – W
A
- 2 x Lp3 - g W
A
} g
…………2.10 Dimana :
Lp = jarak garis henti dan kendaraan parkir pertama
Universitas Sumatera Utara
W
A
= lebar pendekat g = waktu hijau pendekat
2.7.4 Derajat Kejenuhan :
DS = QC
………….…………….2.11 Dengan :
DS = derajat kejenuhan Q = arus lalu-lintas pada pendekat tersebut smpjam
C = kapasitas
2.7.5 Panjang Antrian
Panjang Antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan antrian dalam jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat.
Untuk menghitung jumlah antrian smp NQ1 : 1. Untuk DS 0.5 maka :
………………..2.12 Dengan :
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya smp 2. Untuk DS ≤ 0.5 maka NQ1 = 0
Untuk menghitung antrian smp yang datang selama fase merah NQ2 : ………………………..2.13
Dimana : NQ2 = jumlah smp yang datang selama fase merah smp
GR = rasio hijau
c = waktu siklus
Qmasuk = arus lalu-lintas pada tempat masuk luar LTOR smpjam
Universitas Sumatera Utara
Penyesuaian arus: Qpeny =
ΣQmasuk –Qkeluar smpjam Jumlah kendaraan antrian:
NQ = NQ1 + NQ2 smp …………………….2.14
Panjang antrian: …………………….2.15
Kendaraan terhenti: Angka henti NS masing-masing pendekat :
……………………2.16 Jumlah kendaraan terhenti Nsv masing-masing pendekat:
Nsv = Q x NS smpjam ………………………….2.17
Angka henti seluruh simpang:
……………………….2.18
2.7.6 Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang.
1. Menghitung tundaan lalu-lintas Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk setiap pendekat akibat pengaruh timbal balik dengan
gerakan-gerakan lainnya pada simpang berdasarkan MKJI 1997 sebagai berikut :
………………………….2.19
Universitas Sumatera Utara
dengan : DT = tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j
C = waktu siklus yang disesuaikan det A =
……………………….2.20 A = Konstanta
2. Menentukan tundaan geometri rata-rata DG Tundaan geometri untuk masing-masing pendekat akibat pengaruh perlambatan dan
percepatan ketika menunggu giliran pada suatu simpang atau ketika dihentikan oleh lampu merah.
………………………2.21 dengan :
DGj = tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j Psv = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
3. Menghitung tundaan geometri gerakan belok kiri langsung LTOR. Tundaan lalu-lintas dengan belok kiri langsung LTOR diasumsikan tundaan geometri
rata-rata = 6 detik
4. Menghitung tundaan rata-rata detjam Tundaan rata-rata dihitung dengan menjumlahkan tundaan lalu-lintas DT dan tundaan
geometri rata-rata untuk pendekat j DGj 5. Menghitung tundaan total
Tundaan total dalam detik dengan mengalihkan tundaan rata-rata dengan arus lalu- lintas.
6. Menghitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang D1 Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang D1 dihitung dengan membagi jumlah nilai
Universitas Sumatera Utara
tundaan dengan jumlah arus total Qtot dalam smpjam. ………………………….2.22
2.8 Penelitian Sejenis 1. Tesis
Judul : Pengembangan Model Analisis Performansi Koordinasi Sinyal Lalu-lintas Pada Suatu Jalan Dua Arah
Peneliti : Nusa Sebayang Lokasi : Bandung
UniversitasTahun : Institut Teknologi Bandung, 1998 Pembahasan : Membahas model koordinasi sinyal lampu lalu-lintas yang dipasang pada
suatu jalan dua arah. Model koordinasi sinyal yang dikembangkan hanya berlaku pada kondisi arus tidak jenuh undersaturated dan panjang siklus
seluruh simpang sama besar. Data yang diperlukan adalah waktu hijau masing-masing simpang, besar pemutusan hijau dan perlambatan hijau,
parameter disperse pleton pada masing-masing ruas, besar arus jenuh pada masing-masing simpang, kecepatan rata-rata arus lalu lintas pada masing-
masing ruas, dan panjang masing-masing ruas. Koordinasi simpang dilakukan dengan mengasumsikan arus masuk dan keluar masing-masing
simpang berbentuk pleton persegi panjang tunggal. Pleton kendaraan tersebut mengalami disperse saat bergerak melintasi ruas. Metode ini
dilengkapi dengan program komputernya. Kesimpulan : Koordinasi simpang memberikan hasil yang lebih baik apabila dalam
perhitungan turut diperhitungkan disperse pleton sesuai kondisi lapangan.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan volume mengakibatkan perubahan offset optimum. Offset optimum dan tundaan total dipengaruhi oleh faktor kecepatan rata-rata
kendaraan, panjang ruas dan besar arus, dan parameter disperse.
2. Skripsi
Judul : Analisa dan Koordinasi Sinyal Antar Simpang Pada Ruas Jalan Diponegoro Surabaya
Peneliti : Emal Zain MTB Lokasi : Surabaya
UniversitasTahun : Institut Teknologi Sepuluh November, 2010 Pembahasan : Terdapat empat simpang yang berada dalam jarak 930 meter pada ruas Jalan
Diponegoro. Permasalahan yang terjadi adalah kendaraan yang terkadang harus berhenti pada tiap simpang karena selalu mendapat sinyal merah.
Tentu saja hal ini menimbulkan ketidaknyamanan pengendara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey langsung pada keempat
simpang. Adapun data yang diambil adalah volume kendaraan yang melalui tiap simpang, waktu sinyal, kecepatan tempuh kendaraan yang
melalui keempat simpang, dan geometrik simpang. Data yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan kondisi eksisting terjenuh yang akan
menjadi acuan dalam merencanakan waktu siklus baru dengan memperhatikan teori koordinasi. Kinerja terbaik pada setiap simpang
kemudian dikoordinasikan menggunakan waktu offset antar simpang. Dari hasil analisa, diketahui bahwa keempat simpang pada ruas Jalan
Diponegoro belum terkoordinasi. Untuk itu, dilakukanlah beberapa perencanaan untuk melakukan koordinasi sinyal antar simpang pada
Universitas Sumatera Utara
keempat simpang tersebut. Perencanaan yang dilakukan adalah menentukan waktu siklus baru yang sama untuk semua simpang.
Kesimpulan : Dari tujuh perencanaan, didapatkan waktu siklus baru sebesar 130 detik. Waktu siklus semua simpang disamakan untuk mempermudah koordinasi
sinyal. Dari kecepatan rencana sesuai regulasi batas maksimum kendaraan dalam kota sebesar 40 kmjam, didapatkan waktu offset sebesar 84 detik
untuk kedua arah. Sedangkan untuk bandwidth yang dihasilkan dari diagram koordinasi, didapat bandwidth sebesar 56 detik arah dari Utara dan 33 detik
dari arah Selatan.
3. Skripsi
Judul : Koordinasi Persimpangan Signal Lalu Lintas pada Suatu Kawasan di Kota Medan Peneliti : Sahat Situmorang
Lokasi : Ruas Jalan Ir. Juanda - Medan UniversitasTahun : Universitas Sumatera Utara, 2000
Pembahasan : Pada simpang-simpang yang jaraknya berdekatan pengaturan lampu lalu lintas dengan pengkoordinasian diharapkan dapat melewatkan dengan
semaksimal mungkin arus lalu lintas, sehingga mengurangi tundaan dan antrian yang terjadi. Pengkoordinasian dilakukan pada jalan dua arah
dengan membentuk system yang saling berhubungan antar masing-masing lampu simpang dalam satu atau lebih pengaturan.
Kesimpulan : Hasil pengkoordinasian menurunkan derajat kejenuhan rata-rata sebesar 15,4 , tundaan 65,77, antrian 49,4.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI
Secara umum, inti dari dibuatnya metode penelitian adalah untuk menguraikan bagaimana tata cara penelitian ini dilakukan. Tujuan dari adanya metodologi ini adalah
untuk mempermudah pelaksanaan dalam melakukan pekerjaan guna memperoleh pemecahan masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu,
metodologi juga disusun dengan prosedur kerja yang sistematis, teratur, dan tertib, sehingga dapat diterjemahkan secara ilmiah.
3.1 Metode Pengerjaan
Secara garis besar, metodologi yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan pengkoordinasian sinyal antar simpang ini adalah:
1. Tahap persiapan, berupa studi kepustakaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengkoordinasian antar simpang yang dapat diperoleh dari berbagai literatur.
2. Tahap pengumpulan data, di mana data diperoleh dengan survey lapangan berupa kondisi lingkungan, geometrik jalan, volume kendaraan yang melewati simpang, dan
waktu sinyal pada tiap simpang. 3. Tahap analisa data dari survey yang didapat di lapangan. Dari analisa ini, dapat
langsung diperoleh kondisi kedua simpang apakah telah terkoordinasi. Dari analisa ini juga akan didapatkan kinerja simpang pada kondisi eksisting.
4. Perencanaan cycle time baru yang didasarkan pada kondisi terjenuh saat eksisting. Perencanaan dilakukan dengan memperhatikan teori koordinasi persimpangan dan
Universitas Sumatera Utara
rumusan dalam MKJI 1997. Diharapkan cycle time baru dapat memberi kinerja simpang yang lebih baik.
5. Merencanakan koordinasi antar simpang dari cycle time baru yang telah didapat dengan menggunakan waktu offset dan bandwitdh yang telah ditentukan sebelumnya.
3.2 Metode Pemilihan Waktu Siklus Baru