Taylor, dkk 1996 juga mengisyaratkan bahwa fungsi dari system koordinasi sinyal adalah mengikuti volume lalu-lintas maksimum untuk melewati simpang tanpa berhenti
dengan mulai waktu hijau green periods pada simpang berikutnya mengikuti kedatangan dari kelompok platoon.
Semua pendapat yang disebut di atas hanyalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian pada lokasi tertentu. Namun yang terpenting adalah bentuk
arus yang terjadi ketika memasuki suatu persimpangan, apabila yang keluar dari satu persimpangan dan saat memasuki persimpangan dihilir masih berbentuk pleton, maka
kedua persimpangan tersebut sebaiknya dikoorsinasikan. Demikian sebaliknya, apabila arus saat tiba pada simpang di hilir berbentuk seragam tidak berbentuk pleton maka
kedua persimpangan tidak perlu dikoordinasikan. Jadi ada kemungkinan kriteria yang disebutkan di atas tidak berlaku pada jalan tertentu. Hal ini terbukti dengan adanya
pendapat yang menyatakan bahwa untuk jarak yang lebih besar dari 800 meter hingga 1200 meter dinilai masih lebih efektif bila dikoordinasikan.
2.4.2 Koordinasi Sinyal Pada Jalan Satu Arah
Koordinasi sinyal pada jalan satu arah lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan dua arah. Karena arah pergerakannya hanya satu arah maka penentuan offset akan lebih
mudah. Dengan mengamati kecepatan rata-rata melintasi masing-masing ruas maka offset dapat diperoleh yaitu panjang ruas dibagi dengan kecepatan. Contoh koordinasi sinyal pada
jalan satu arah diperlihatkan pada gambar 2.2. Apabila kendaraan bergerak dengan kecepatan tertentu sehingga kendaraan dalam batas bandwidth, maka diharapkan
kendaraan tersebut tidak mengalami tundaan akibat sinyal merah.
Universitas Sumatera Utara
Trajectory of last vihicle
Trajectory of first vihicle
Effective green
Effective red Distance
Time
Gambar 2.2 : Prinsip Koordinasi Sinyal Pada Jalan Satu Arah
2.4.3 Koordinasi Sinyal Pada Jalan Dua Arah
Mengkoordinasikan sinyal lampu lalu-lintas pada jalan dua arah lebih sulit dilakukan. Beberapa factor penyebab lebih sulit adalah :
Jarak antar persimpangan tidak seragam. Volume lalu-lintas tidak sama pada kedua arah.
Kecepatan kendaraan mungkin berbeda pada kedua arah. Lama lampu hijau untuk keseluruhan lampu yang dikoordinasikan tidak sama.
Adanya disperse pleton. Secara berturut-turut gambar 2.3 dan gambar 2.4 menunjukkan koordinasi sinyal
untuk panjang ruas yang seragam dan tidak seragam. Bandwit
h
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Koordinasi sinyal lampu lalu-lintas pada jalan dua arah dengan jarak persimpangan seragam
Gambar 2.4. Koordinasi sinyal lampu lalu-lintas pada jalan dua arah dengan jarak persimpangan tidak seragam
Arus lalu-lintas dua arah dan jarak antar simpang perempatan tidak sama, maka situasinya lebih kompleks, seperti terlihat pada gambar 2.4. Dengan sistem laju yang
Universitas Sumatera Utara
fleksibel, waktu siklus pada setiap persimpangan adalah tetap tetapi indikasi hijau digantikan agar cocok dengan kecepatan jalan yang dipilih dan merupakan suatu
kompromi yang didasarkan pada arus searah, jarak sinyal, dan kebutuhan lalu-lintas persilangan jalan Hobbs, 1995.
2.5 Metode Koordinasi Sinyal Pada Jalan Dua Arah