Perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikatakan dengan asas sistem pendaftaran pertama: Analisis putusan MA nomor 01/K/N/HaKI/2005

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh: Ilyas Aghnini 1111048000022

KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

K/N/HaKI/2005). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 61 halaman + 25 lampiran.

Skripsi ini menganalisis desain industri yang berkaitan dengan asas sistem sistem pendaftaran pertama (first to file system). Karena sistem pendaftaran pertama mengisyaratkan suatu desain industri yang baru diberikan kepada pendaftar pertama. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat kualitatif. Penulis menganalisis antara PT. Cahaya Buana Intitama melawan Robert Ito sebagai pihak yang bersengketa pada kasus desain lemari. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikaitkan dengan asas sistem pendaftaran pertama dan menentukan kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru pada putusan MA No. 01 K/N/HaKI/2005.

Hasil penelitian menyimpulkan, adanya perbedaan konfigurasi bagian depan dan samping, garis, ukiran, dari sebuah lemari. Dalam kasus ini perlindungan yang diberikan kepada pemegang hak desain industri sudah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Yang sebelumnya dikatakan jika desain industri milik terggugat / pemohon kasasi tidak memiliki kebaruan dan merupakan pengulangan dari desain industri yang telah ada sebelumnya.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pemegang Hak, Pendaftaran Pertama Pembimbing : 1. Nahrowi, SH, MH

2. Drs. H. Subarkah, MH


(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Thamrin , S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Nahrowi, SH, MH., dan Drs. H. Subarkah, MH., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.

5. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku tercinta H. Sulanjana dan Hj. Eti Rachmawati, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.

6. Kakak Aini Fatnawati, Harun Briandi Malik dan Gita Triatmojo yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.


(7)

yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Alif, Nevo, Dadan, Syawal dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.

9. Seluruh teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang telah memberikan Pengalaman yang dapat diambil selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, Agustus 2015 Penulis


(8)

PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D.Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G.Sistematika Penulisan ... 14

BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A.Pengertian Desain Industri ... 16

B.Asas Hukum Desain Industri ... 18

C.Pemegang Hak Desain Industri... 19

D.Objek Syarat Desain Industri... 21

E. Ruang Lingkup Desain Industri... 22

F. Pengalihan Hak Desain Industri... 23

G.Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri... 25

H.Proses Pendaftaran Desain Industri... 25

BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN INTELEKTUAL


(9)

Berdasarkan

Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 ... 36

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. CAHAYA BUANA INTITAMA MELAWAN ROBERT ITO A.Posisi Kasus ... 44

B.Analisis Kasus Berbeda ... 45

C.Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 01/K/N/Haki/2005 ... 49

D.Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama... 54

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau Intellectual Property Right saat ini menjadi isu global khususnya di kalangan negara-negara industri maju yang selama ini banyak melakukan ekspor produk industri kreatif berbasis Hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan hukum terhadap Hak atas kekayaan intelektual telah menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan telah turut serta dalam perjanjian internasional yang berkaitan dengan Hak atas kekayaan intelektual. Hak atas kekayaan intelektual atau Intellectual Property Right adalah hak hukum yang bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil aktivitas intelektual tersebut, dapat berupa hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi.

Hak atas kekayaan intelektual secara umum dapat digolongkan kedalam dua kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan desain industri. Dasar hukum hak cipta di Indonesia terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkam Hak Kekayaan Desain industri merupakan salah satu cabang dari Hak Kekayaan Intelektual diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (selanjutnya penulis sebut dengan UU No. 31 Tahun 2000). Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya dari


(11)

padanya, yang berbentuk tiga atau dua dimensi yang memberi kesan estetis dan dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.1

Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri serta keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.2

Indonesia termasuk sebagai anggota organisasi perdagangan dunia (World

Trade Organization) yang telah ikut meratifikasi Konvensi International tentang

(Agreement Establishing The World Trade Organization) dengan Keppres Nomor

7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia yang meratifikasi konvensi Paris juga mengatur perlindungan hukum dibidang hak milik perindustrian, diantaranya adalah mengenai desain industri (Industrial Design). Desain industri diatur dalam Pasal 11 Konvensi Paris, dan dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Persetujuan TRIPs. Sebagai konsekuensi dari

1Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedelapan, (Intelellectual

Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 468.

2

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan


(12)

ratifikasi Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs, Indonesia perlu memberikan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang desain industri.3

Untuk melindungi desain industri dari peniruan atau persaingan yang curang, maka desain industri tersebut harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Hak atas desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak eksklusif atas suatu desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah mutlak untuk terjadinya suatu hak desain industri. Oleh karena itu sistem pendaftaran yang dianut UU No. 31 Tahun 2000 adalah bersifat konstitutif, yakni sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran (first to file).4

Berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri itulah yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan orang yang mendesain pertama kali. Sistem pendaftaran pertama (first to file

system) mempunyai kekuatan hukum dan menjamin suatu keadilan setelah

diundangkan dan sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran hak dan telah dipenuhinya, baik persyaratan substantif maupun persyaratan administrasi, maka pendaftar akan memperoleh sertifikat hak desain industri. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan landasan perlindungan hukum agar pemegang hak desain

3

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan

Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 291-292.

4

Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan


(13)

industri dilindungi dari berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas desain industri terkenal.5

Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Namun demikian pelaksanaan hak tersebut dikecualikan terhadap pemakaian desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak desain industri.6

Pada dasarnya pemegang hak desain industri saling bersaing untuk menciptakan suatu barang inovatif pada produk yang sama. Walaupun di akhir hasilnya akan terlihat berbeda dan sama-sama mendaftarkan produk inovatifnya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual. Namun kurangnya pemahaman dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang desain industri membuat pemegang hak desain industri menjadi salah dalam menafsirkan tentang sistem

5 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 292.

6

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,


(14)

pendaftaran pertama desain industri. Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis kasus yang berkaitan dengan pemegang hak desain industri terkait dengan sistem pendaftaran pertama.

Seperti salah satu kasus yang terjadi mengenai sistem pendaftaran pertama yaitu desain industri yang dimiliki PT Cahaya Buana Intitama adalah pemegang hak desain industri yang bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal 1 Agustus 2003 dan mendapatkan sertifikat pada 23 Desember 2003. Kemudian Robert Ito mengajukan permohonan pendaftaran desain industri pada tanggal 28 Oktober 2003 telah terdaftar dalam daftar umum desain industri dengan Nomor ID 0 006 357dan mendapatkan sertifikat pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.

Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat didaftarkan. Dan harus dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan turut Robert Ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.

Pada Putusan Hakim Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain Industri/2004/PN menyatakan bahwa desain industri yang dimiliki Robert ito adalah lemari tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan dan bukan yang baru. Akan tetapi dalam Putusan Kasasi, Mahkamah Agung Nomor


(15)

01/KN/Haki/2005 mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain Industri/2004/PN. Mahkamah Agung berpendapat mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124 dengan milik Robert Ito tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari CBK 124 tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi yang terdapat pada pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru pada lemari pintu milik Robert Ito. Berdasarkan putusan tersebut, penulis tertarik memilih judul “ Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Desain Industri Terkait Asas Sistem Pendaftaran Pertama (Analisis Putusan MA Nomor 01

K/N/HaKI/2005) ”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan masalah yakni, membahas perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dan sistem pendaftaran pertama serta membahas mengenai kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:


(16)

Putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005?

b. Bagaimana Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang hak desain industri dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri pada putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.

b. Untuk mengetahui Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama.

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam hukum bisnis dibidang HKI, utamanya mengenai segala aspek yang menyangkut asas kebaruan yang dikaitkan dengan


(17)

sistem pendaftaran pertama. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiyah dengan memberikan kontribusi juga bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi pembaca dan penulis lanjutan. Mudah-mudahan dapat memberikan bahan informasi dan masukan bagi pemerintah maupun semua pihak yang ingin menyempurkan Haki khususnya di bidang desain industri, karena desain industri dianggap masih lemah di Indonesia.

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:

Skripsi yang disusun oleh Alfi Nadzirotul Faizah,dari universitas Jember (UNEJ) pada tahun 2014 dengan judul Tinjauan Yuridis Sengketa Desain Industri Antara PT. Aplus Pacific Dengan Onggo Warsito (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011. Penelitian tersebut mengkaji dan menganalisis mengenai tinjauan dari putusan berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 yang secara khusus mengatur tentang Desain Industri serta akibat dari adanya suatu pembatalan pendaftaran hak desain industri.


(18)

Dari buku Abdul Kadir Muhammad yang berjudul ”Kajian Hukum Ekonomi Haki” diterbitkan oleh Citra Aditya Bakti, Bandung, tahun 2007. Pada buku ini hanya diuraikan hak prioritas yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas hasil kreasinya dan pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya serta melarang orang lain untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pendesain tersebut.

Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis fokus terhadap prinsip sistem pendaftaran pertama yang diberikan kepada pemegang hak desain industri dan menjelaskan perlindungan hukum desain industri di Indonesia serta asas kebaruan yang dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama. Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada.

E. Kerangka Teoritis

Hak cipta adalah hak yang melekat pada setiap pencipta atas karya cipta yang dihasilkannya baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. John Locke, filsuf Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak Cipta dan hukum alam mengemukakan, Hukum Hak Cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi


(19)

karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.7 Dalam buku klasiknya John Locke, “The Second Treatise of Civil Government and

a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah pemikiran bahwa

semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh Negara.8 John Locke juga mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.9

F. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.10 Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi bertitik

7

Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.

52.

8

Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.

53.

9

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era

Globalisasi, Cetakan Pertama, (Riau: UIR-Press, 2010), h. 285.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,2010),


(20)

tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi harus mempunyai ruang lingkup yang tegas, sehingga dalam pengertian tidak boleh ada kurang atau dilebih-lebihkan.

Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:11

1. Desain industri pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

11

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama,


(21)

2. Penjelasan tentang kebaruan pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2000 adalah Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.

a. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum: tanggal penerimaan; atau

b. Tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.

G. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan”.12 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian yuridis normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid tentang

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta:


(22)

sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori-teori baru.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).13

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statue

approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan

perundang-undangan mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2000. Sedangkan Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana, 2007), h.


(23)

3. Data dan Sumber data

Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:

a. Bahan hukum primer, diperoleh dari UU Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 K/N/Haki/2005 yang bertujuan untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum. 4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.


(24)

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah metode analisa data yang mengelompakan dan menyeleksi data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian, kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan, kemudian secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. 6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu, Kerangka Teori, Kerangka Konseptual, Metodelogi Penelitian, Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.


(25)

BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum pengertian desain industri, asas hukum perlindungan desain Industri, pemegang hak desain industri, ruang lingkup perlindungan desain industri, obyek desain industri, Proses pendaftaran desain industri, pengalihan hak dan lisensi desain industri, jangka waktu perlindungan.

BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN INTELEKTUAL

Pada Bab ini menjelaskan mengenai asas-asas umum tentang prinsip umum hak atas kekayaan intelektual, prinsip perlindungan hak desain industri, desain industri sebagai salah satu bagian hak kekayaan intelektual, mekanisme penyelesaian sengketa desain industri.

BAB 1V PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI TERKAIT ASAS SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA (Analisis Putusan MA Nomor 01K/N/HaKI/2005)

Pada bab ini menjelaskan mengenai posisi kasus,analisis kasus berbeda, perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri dalam putusan Mahkamah Agung dan kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama. BAB V penutup


(26)

BAB II

DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Desain industri

David I. Brainbridge mengemukakan pendapatnya mengenai desain

Desain merupakan aspek-aspek dari atau fitur-fitur yang terdapat pada suatu barang.14 Dalam hukum HAKI, kata “desain” memiliki makna yang terbatas. Dalam penggunaan yang wajar, kata “desain” dapat diartikan sebagai rencana atau skema yang dapat berupa tulisan atau gambar yang menunjukan bagaimana sesuatu harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu item atau barang harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu barang harus disusun. Kemungkinan lainnya adalah suatu desain dapat berupa dekoratif. Tetapi dalam bahasa hukum, suatu desain didefinisikan berdasarkan referensi terhadap ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan atas desain terdaftar atau hak desain sebagaimana mestinya.

Jeremy Philips dan Alison Firth berpendapat bahwa desain

mencakup segala aspek tentang bentuk atau konfigurasi/susunan baik internal maupun eksternal baik yang merupakan bagian maupun keseluruhan dari sebuah benda. Dekorasi permukaan dikesampingkan dan suatu desain harus spesifik.15

14

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 49.

15 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(27)

Desain industri merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karya yang dimiliki oleh manusia.

Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat ketika desain industri itu dalam wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri itu semula diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta maka, pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri.16

B. Asas Hukum Desain Industri

Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah:17

1. Asas Publisitas

Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui

16

Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Ketujuh, (Intelellectual

Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 467.

17

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Keempat, (Jakarta: PT Raja


(28)

keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang mendasar dengan hakcipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif, sedangkan hak atas desain industri menganut sistem pendaftaran konsumtif, jadi ada persamaan dengan paten.

2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)

Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu yang utuh, tidak boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya, maka pendesain pertama tidak bisa mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu kesatuan, jadi ada dua desain industri.

3. Asas Kebaruan

Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya desain yang benar-benar baru yang dapat diberikan hak. Ukuran atau kriteria


(29)

kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak sama dengan desain industri yang telah ada sebelumnya.

C. Pemegang Hak Desain Industri

Orang yang berhak memegang hak desain industri adalah pendesain atau orang yang menerima hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, maka pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pembuat desain industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang Hak Desain Industri. Ketentuan ini juga berlaku untuk desain yang dikerjakan oleh orang lain (bukan karyawan) berdasarkan pesanan yang dibuat oleh lembaga swasta atau perorangan. Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak menghapus hak pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat desain industri, daftar umum desain industri dan berita resmi desain industri. Pencantuman nama pendesain merupakan suatu keharusan dalam bidang HaKI dan dikenal dengan istilah Hak Moral (Moral right).18

Berita resmi desain industri adalah lembaran resmi yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang memuat hal-hal

18 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global:Sebuah Kajian


(30)

yang yang menurut undang-undang ini harus dimuat di dalamnya. Dengan demikian, pemegang hak desain industri adalah:19

1. Pendesain, atau

2. Penerima hak dari pendesain karena pewarisan atau pengalihan atau sebab-sebab lain yang dibenarkan Undang-Undang, atau

3. Pemberi kerja dalam hubungan dinas, atau

4. Pembuat sebagai pendesain dalam hubungan kerja.

Dalam pemberian hak yang diberikan kepada pemegang Hak Desain Industri adalah hak ekslusif dimana hak tersebut merupakan hak untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri akan tetapi dalam pelaksanaan tersebut dikecualikan dari ketentuan apabila pemakaian desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industri.20

D. Objek Syarat Desain Industri

Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan desain industri yang sebelum:

19

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan

Kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 297.

20

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar,


(31)

1. Tanggal penerimaan, atau

2. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas.

3. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia.Suatu desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri tersebut:

a. Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional di Indonesia di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan

dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan. Selain itu desain industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau, kesusilaan.

E. Ruang Lingkup Desain Industri

Pemegang hak desain industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/ atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Dalam hal ini lingkup desain industri dibagi menjadi dua, yaitu:21

1. Desain Industri yang Dilindungi

21 Syopiansyah Jaya Putra. Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,


(32)

Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya.

2. Desain industri yang Tidak Dilindungi

Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan dengan:

a. Peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Ketertiban umum

c. Agama

d. Kesusilaan

F. Pengalihan Hak Desain Industri

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak desain industri kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu desain industri yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (pasal 1angka 11 UU No. 31 Tahun 2000). 22 Pengalihan Hak Desain Industri dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pengalihan Non lisensi

Seperti halnya dengan hak kekayaan intelektual lainnya seperti hak cipta, paten, merek dan lainnya, hak atas desain industri juga dapat dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain. Dengan adanya pengalihan atau

22 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo


(33)

penyerahan hak kepada pihak lain, ini berati yang beralih adalah hak ekonominya. Sedangkan, hak moralnya tetap melekat pada pendesain.

Hak Desain Industri dapat beralihatau dialihkan dengan:23 a. Pewarisan

b. Hibah c. Wasiat

d. Perjanjian tertulis

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang undangan.

Pengalihan terhadap Hak Desain Industri di atas harus disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak dimana segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya akan tetapi pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Apabila pengalihan Hak Desain Industri itu terjadi, maka pengalihan Hak Desain Industri diumumkan dalam beritaresmi desain industri.

Dalam pengalihan Hak Desain Industri tersebut tidak menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam setifikat desain industri, berita resmi desain industri, maupun dalam daftarumum desain industri, inilah yang disebut dengan hak moral.

2. Pengalihan Dengan Lisensi

23

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat,(Bandung: PT.


(34)

Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain Industri berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 33 UU No. 31 Tahun 2000). Pasal 34 UU No. 31 Tahun 2000 menegaskan lagi bahwa dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pemegang hak desain industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang , kecuali jika diperjanjikan lain.

Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar umum desain industri. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan seperti tersebut diatas. (Pasal 36 UU No. 31 Tahun 2000).24

G. Jangka Waktu Perlindungan Desain industri

Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Tanggal mulai berlakunya

24

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT.


(35)

jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.25

H. Proses Pendaftaran Desain Industri

Setelah dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2000Tentang Desain Industri telah terjadi proses pendaftaran desain industri yang dilakukan melalui kantor pendaftaran desain industri di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya perlindungan akan diberikan hanya terhadap desain industri yang didaftarkan. Hal ini berbeda dengan perlindungan desain industri sebelum berlakunya UU No. 31 Tahun 2000 yang dilindungi di bawah rezim hak cipta karena berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta pendaftaran bukan merupakan sesuatu hal yang diwajibkan.

Hak desain industri merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara kepada pendesain atau pemegang hak desain industri atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri kreasi tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan memerhatikan hal tersebut, berarti hak desain industri tidak muncul seketika sesaat desain itu selesai dikerjakan dan prinsip itu tidak sama dengan “hak cipta” yang memberikan hak kepada penciptanya sesaat suatu ciptaan “selesai diwujudkan atau dilahirkan”, dan penciptanya atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang khas dan bersifat

25Dgip.go.id, “jangka waktu perlindungan desain industri


(36)

orisinal.

Jika hak cipta “muncul” atau “lahir” seketika ciptaan itu selesai dibuat, diwujudkan, diperdengarkan, atau di umumkan pertama kali, dalam sistem desain industri karena hak desain diberikan oleh negara maka terjadinya hak desain industri baru diperoleh setelah desain industri itu didaftarkan permintaanya kepada negara melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan telah memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku, serta diterima pendaftarannya.26 1. Pemeriksaan Administratif

Permohonan Pemeriksaan desain industri diawali dengan pemeriksaan administrasi permohonan pendaftaran desain industri. Pemeriksaan administrasif disini adalah pemeriksaan yang berkaitan dengan kelengkapan persyaratan administratif permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 UU No. 31 Tahun 2000 yang menyebutkan:

a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.

c. Permohonan harus memuat:

1) tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;

2) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain; 3) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;

26

Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan


(37)

4) nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan

5) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

d. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan: 1) contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri

yang dimohonkan pendaftarannya;

2) surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; 3) surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan

pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.

e. Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satuPemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.

f. Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.

g. Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk tujuan pengumuman permohonan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan administratif terhadap permohonan pendaftaran desain industri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah melakukan pemeriksaan syarat formalitas, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan memberitahukan keputusan penolakan permohonannya kepada pemohon apabila desain industri yang dimohonkan masuk desain industri yang tidak mendapat perlindungan atau memberitahukan anggapan ditarik kembali permohonannya karena tidak memenuhi kekurangan persyaratan formalitas.


(38)

Pemohon atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atas keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali tersebut.

Dalam hal ini dimaksud untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mengajukan permohonan untuk memperbaiki desain industri tersebut, umpamanya dengan menghilangkan bagian yang dianggap bertentangan dengan kesusilaan. Keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dinyatakan bersifat tetap bila pemohon atau kuasanya tidak mengajukan keberatan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.

2. Pengumuman Serta Pemeriksaan Substantif Permohonan Pendaftaran Desain Industri

Setelah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan, permohonan pendaftaran desain industri akan diumumkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan diumumkan kepada masyarakat. Mengenai tata cara mengumumkannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Desain Industri.

Pengumuman permohonan pendaftaran desain industri yang telah memenuhi persyaratan formalitas dilakukan dengan cara menempatkannya


(39)

pada sarana yang khusus yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan. Data yang harus dicantumkan dalam pengumuman pendaftaran desain industri, ditentukan dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang desain industri, yaitu:

a. nama dan alamat lengkap Pemohon;

b. nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;

c. tanggal dan nomor penerimaan Permohonan;

d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; e. judul Desain Industri; dan

f. gambar atau foto Desain Industri.

Dalam hal permohonan ditolak atau dianggap ditarik kembali, tetapi kemudian didaftarkan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, pengumumannya dilakukan setelah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima salinan putusan tersebut. Pada saat pengajuan permohonan pendaftaran desain industri, pemohon dapat meminta secara tertulis agar pengumuman permohonan pendaftaran desain industri ditunda, dengan ketentuan tidak boleh melebihi waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan atau terhitung sejak tanggal prioritas. Ketentuan demikian dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemohon yang menganggap perlu penundaan pengumuman kepentingannya.

Sejak tanggal dimulainya pengumuman permohonan desain industri yang telah memenuhi formalitas, menurut Pasal 26 Undang-Undang Desain


(40)

Industri setiap pihak dapat mengajukan keberatan (oposisi) tertulis yang mencakup hal-hal yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya. Pengajuan oposisi paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pengumuman, kemudian oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diberitahukan kepada pemohon.

Pemohon dapat menyampaikan sanggahan atas keberatannya paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hal adanya oposisi, dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa. Pemeriksaan substantif adalah pemeriksaan terhadap permohonan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 Undang –Undang desain industri untuk mengetahui aspek kebaruan yang dimohonkan, yang dapat dilakukan dengan menggunakan referensi yang ada.

Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa yang merupakan tenaga ahli yang secara khusus dididik dan diangkat untuk melaksanakan tugas tersebut. Pemeriksa desain industri seperti juga pemeriksa pada bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya diberi status sebagai pejabat fungsional karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaannya yang khusus.27

27 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Dan Dimensi


(41)

Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan hingga berakhirnya jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan subtantif terhadap permohonan yang telah diterima tersebut. Bila hasil pemeriksaan subtantif menyatakan bahwa permohonan yang bersangkutan telah memenuhi dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka menurut ketentuan Pasal 29 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu tersebut.

Sertifikat desain industri mulai berlaku terhitung sejak tanggal penerimaan (filling date). Sertifikat desain industri dicatat dalam daftar umum desain industri dan diumumkan secara resmi melalui berita resmi desain industri. Pihak yang memerlukan salinan sertifikat desain industri dapat memintanya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan membayar sejumlah biaya.28

28 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: P.T.


(42)

BAB III

PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN

INTELEKTUAL A. Prinsip Umum Hak Atas Kekayaan Intelektual

Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak Cipta dengan Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya adalah bahwa hak cipta melindungi karya sastra (literary works) dan karya seni (artistic works). Sebagai contoh, karya sastra dapat berupa buku pelajaran, teks lagu, tulisan, dan lain-lain, sedangkan karya seni dapat berupa lagu/musik, tarian, lukisan, dan lain-lain.29

Bouwman Noor Mout menyatakan bahwa HAKI merupakan hasil,

kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materiil (benda) maupun immateriil (hak). Bukan bentuk penjelemaannya yang dilindungi, melainkan daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.30

Pada dasarnya, HAKI digolongkan dalam dua bagian, pertama adalah hak cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighboring rights). Hak cipta

29 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Cetakan Pertama, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2010), h. 21.

30

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(43)

lahir sejak ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diwujudkan, sedangkan hak-hak yang berkaitan diberikan kepada para pelaku pertunjukan, produser rekaman suara dan lembaga penyiaran yang terwujud karena adanya suatu kegiatan yang berhubungan dengan hak cipta. Hak cipta dan hak-hak yang berkaitan terdiri dari karya-karya tulis, karya musik, rekaman suara, pertunjukan pemusik, aktor, dan penyanyi.

Kedua adalah Hak Kepemilikan Industri (Industrial Property Rights) yang khusus berkenaan dengan industri. Yang diutamakan dalam Hak Kepemilikan Industri adalah bahwa hasil penemuan atau ciptaan di bidang ini dapat dipergunakan untuk maksud-maksud industri. Penggunaan dibidang industri inilah yang merupakan aspek terpenting dak hak Kepemilikan Industri. Kekayaan industrial (Industrial Property Rights) terdiri atas invensi teknologi (paten), merek, desain industri, rahasia dagang, indikasi geografis.31

B. Prinsip Perlindungan Hak Desain Industri

Perlindungan terhadap hak desain industri baik perlindungan hak ekonomi maupun hak moral apabila diberikan secara memadai akan mempunyai korelasi yang erat dengan peningkatan kreasi pendesain yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik untuk pendesain maupun untuk negara.

31 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(44)

Bagi pendesain, adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan semangatnya untuk berkreasi lebih baik lagi, sedangkan bagi negara, dengan adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan dan memicu pembangunan ekonomi negara karena perlindungan terhadap desain industri memiliki nilai yang sangat penting dalam dunia investasi dan perdagangan.

Pada dasarnya, perlindungan terhadap hak desain industri diperoleh melalui mekanisme pendaftaran. Mengingat sistem pendaftaran desain industri yang di anut oleh Indonesia adalah sistem konstitutif, pemilik desain yang sah dan diakui adalah pihak yang pertama kali mendaftarkan desain tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.dengan demikian, perlindungan atas suatu desain industri baru diperoleh jika suatu desain telah didaftarkan. Tanpa pendaftaran, tidak akan ada perlindungan.32

Muhammad Djumhana menyatakan,

Adanya kepentingan untuk pendaftaran desain merupakan kepentingan hukum pemilik hak desain industri tersebut untuk memudahkan pembuktian dan perlindungannya meskipun pada prinsipnya perlindungan tersebut akan diberikan semenjak timbulnya hak desain industri tersebut, sedangkan kelahiran hak tersebut ada sekaligus bersamaan pada saat suatu desain tersebut mewujud secara nyata dari seorang pendesain.33

C. Desain industri sebagai salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual

32

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 85-86.

33

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(45)

Desain industri merupakan salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual, mengingat adanya tumpang tindih antara desain industri dan bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual lainnya. Selain itu terdapat beberapa konsep hukum mengenai bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual lain seperti hak paten dan hak cipta yang juga digunakan dalam desain industri.

Richard J. Gallafent menyatakan,

Bahwa hukum desain meminjam konsep baik dari hukum paten maupun hukum hak cipta. Dari hukum paten mengambil jangka waktu monopoli yang terbatas yang didapat melalui pendaftaran yang memberikan hak kepada pemilik/ pemegang haknya untuk menghentikan pihak lain untuk memproduksi artikel dengan desain yang sama, yang mana konsep kebaruan tersebut merupakan syarat agar suatu desain dapat didaftarkan. Adapun dari hukum hak cipta, desain meminjam konsep ide-ide menjadi bentuk-bentuk fisik yang merupakan perwujudan dari ide-ide.34

D. Mekanisme Penyelesaian sengketa desain industri berdsarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000

1. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi

Pada dasarnya, penyebab timbulnya sengketa di bidang desain industri dapat meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Penggunaan desain secara tanpa hak, yaitu adanya kegiatan seseorang

34Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(46)

secara tanpa hak atau tanpa kewenangan untuk menggunakan desain dalam proses produksi barangnya tanpa dilandasi suatu alas hukum yang sah. Pelanggaran seperti ini bentuknya dapat berupa peniruan dari aslinya, yaitu peniruan desain produk tertentu sehingga produk yang bersangkutan mempunyai esensi yang sama dengan desain yang asli atau juga berupa esensi produksi barangnya hampir sama dengan penampilan seolah-olah asli.

b. Persengketaan desain industri juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat di antara pihak-pihak yang terkait dengan perikatan.

c. Bantahan atau permohonan pencoretan pendaftaran desain industri. Ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa diatur secara khusus dalam UU No. 31 Tahun 2000 pada Bab VIII. Ketentuan ini menyangkut penyelesaian terhadap kasus-kasus desain dari segi perdata karena penyelesaian secara pidana diatur lebih lanjut dalam Bab X dan Bab XII UU No. 31 Tahun 2000.

Pada Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU No. 31 Tahun 2000 pada prinsipnya mengatur bahwa pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri melalui gugatan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang merupakan pelanggaran tersebut yang


(47)

diajukan ke Pengadilan Niaga.

Penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU No. 31 Tahun 2000 tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian sengketa litigasi yang dipersingkat, hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa biasa yang di proses melalui pengadilan umum. Dengan kata lain penyelesaian sengketa ini tidak mengenal proses banding, tetapi melalui tingkat kasasi.

Disamping penyelesaian litigasi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 juga memungkinkan penyelesaian nonlitigasi melalui arbitrase. Kedua bentuk penyelesaian sengketa ini dikenal dengan penggolongan penyelesaian sengketa ajudikasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 membuka peluang kemungkinan penyelesaian sengketa lain melalui alternatif penyelesaian sengketa atau yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).

Materi yang digugat pihak yang dirugikan, yaitu pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian perbuatan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

Pada proses penyelesaian sengketa, pihak yang dirugikan dapat meminta Hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 yang meliputi pencegahan masuknya produk yang berkaitan dengan pelanggaran hak desain industri dan menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak desain industri. Berdasarkan permintaan ini, Hakim


(48)

Pengadilan Niaga dapat melaksanakan penetapan yang menyangkut hal-hal tersebut dan dengan segera memberi tahu pihak yang dikenai tindakan dengan catatan pihak yang dikenai tindakan tersebut diberi kesempatan untuk didengar keterangannya.

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 menentukan bahwa jika Hakim Pengadilan Niaga tetap menerbitkan surat penetapan sementara, Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa harus memutuskan dengan beberapa alternatif putusan sebagai berikut:

1) Mengubah,

2) Membatalkan, atau

3) Menguatkan penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 49 dalam jangka waktu maksimal 30 hari sejak dikeluarkannya surat penetapan sementara Pengadilan tersebut.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 secara seimbang juga melindungi pihak-pihak yang dituntut secara adil. Pada ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 yang menyatakan dalam hal penetapan sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara pengadilan atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara pengadilan tersebut.35

35 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(49)

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)

Bentuk-bentuk ADR meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Ketiga bentuk ADR ini dapat diterapkan dalam kasus-kasus sengketa di bidang HAKI, termasuk desain industri. Dalam negosiasi, penyelesaian sengketa pada dasarnya diupayakan oleh para pihak yang bersangkutan sendiri. Mediasi dan konsiliasi saling menggantikan karena pada hakikatnya adalah sama, yaitu penyelesaian sengketa dimana para pihak secara sukarela mencari penyelesaian dengan jalan merundingkan suatu kesepakatan tentang penyelesaian yang mengikat dengan bantuan pihak ketiga yang tidak berpihak.36 Garry Goopaster memberikan definisi sebagai berikut:

Mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.37

Pada mediasi, kadar keterlibatan pihak ketiga lebih banyak bertindak selaku fasilitator, yaitu mengupayakan agar para pihak dapat dengan mudah menyelesaikan sendiri sengketa yang bersangkutan, sedangkan konsiliasi pihak ketiga secara aktif membantu menemukan penyelesaian sengketa untuk dapat

36 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 179

37 Syahrial Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Nasional,


(50)

disepakati para pihak. Arbitrase dalam arti luas menempatkan peranan pihak ketiga dalam menyelesaikan sengketa dimana pihak ketiga tersebut membuat putusan yang mengikat para pihak untuk dilaksanakan seperti halnya putusan pengadilan.38

Negosiasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut.39Negosiasi banyak dibutuhkan orang dalam hal mereka membutuhkan sesuatu yang dapat diberikan oleh pihak lain atau juga dalam hal mereka mengiginkan adanya suatu kerja sama atau bantuan. Negosiasi juga dibutuhkan dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi di antara para pihak yang berkepentingan dalam lingkungan yang sederhana.

Pada awalnya, mediasi adalah prosedur yang tidak mengikat sama sekali yang memberikan kesempatan para pihak untuk meningkatkan prosedur dalam beberapa tingkatan dan netral dalam suatu keadaan di mana ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjatuhkan suatu keputusan yang mengikat para pihak. Putusan mediasi mengikat berdasarkan iktikad bak dari para pihak, tetapi

38 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 180.

39 Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT


(51)

tidak memiliki kekuatan hukum seperti halnya putusan hakim.40

3. Penyelesaian Sengeketa Secara Pidana

Masalah desain industri dimungkinkan diselesaikan melalui sistem hukum pidana. Proses pidana dimulai dari penyidikan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 53 UU Nomor 31 Tahun 2000. Ayat (1) dari Pasal 53 UU Nomor 31 Tahun 2000 tersebut berbunyi, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Desain Industri.

Kewenangan penyidik diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 2000 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;

b. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana di bidang Desain Industri;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Desain Industri;

d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;

40

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(52)

e. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;

f. Melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Desain Industri; dan/atau

g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Desain Industri.

Pelanggaran pidana terhadap hak desain industri diklasifikasikan sebagai delik aduan dengan ancaman hukuman maksimum empat tahun. Hakim juga dapat menjatuhkan hukuman alternatif berupa denda paling banyak Rp. 300.000.000,00. atau menggabungkan kedua ancaman pidana tersebut. Ketentuan mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri.

Seperti halnya pada hak cipta, UU Nomor 31 Tahun 2000 mengatur mengenai hak moral pendesain, yaitu hak yang tetap melekat pada pendesain meskipun hak desain industri telah dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pelanggaran hak moral dikenakan ancaman hukuman paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,00 ketentuan mengenai hal ini terdapat dalam pasal 54 ayat (2) UU. Nomor 31 Tahun 2000.41

41

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan


(53)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. CAHAYA BUANA MELAWAN ROBERT ITO

A. Posisi Kasus

Putusan MA Nomor 01 K/N/HaKI/2005 merupakan kasus antara PT. Cahaya Buana Intitama dengan Robert Ito. Cahaya Buana Intitama selaku penggugat dan sebagai termohon kasasi adalah pemegang hak desain industri yang bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal 1 Agustus 2003 dan memperoleh sertifikat desain industri pada tanggal 23 Desember 2003. Kemudian Robert Ito selaku tergugat dan pemohon kasasi mengajukan permohonan pendaftaran desain industri pada tanggal 28 Oktober 2003 dan memperoleh sertifikat desain industri pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.

PT Cahaya Buana Berpendapat jika desain lemari yang dimiliki oleh Robert Ito menyerupai dan/atau sama dengan desain industri lemari CBK 124 milik PT Cahaya Buana Intitama dan telah terdaftar dalam daftar umum desain industri dengan Nomor ID 0 006 357 atas nama Robert Ito dan Dirjen HaKI sebagai turut tergugat.

Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah


(54)

terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat didaftarkan. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat didaftarkan dan haruslah dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan turut Robert ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.

B. Analisis Kasus Berbeda

Putusan Mahkamah Agung Nomor 022 K/N/HaKI/2005 Tanggal 24 Oktober 2005 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby Tanggal 23 Febuari 2005 (Sepeda Motor Garuda) merupakan kasus antara PT. Anglo Sama Permata Motor sebagai termohon kasasi dahulu tergugat mendapatkan sertifikat desain industri Nomor ID 0 0006493 pada tanggal 3 Oktober 2003 untuk sepeda motor garuda yang sebagian sudah dan hendak dipasarkan di Indonesia. Sepeda motor garuda juga telah mengiklankan penjualannya melalui media cetak harian jawa pos sebelum tanggal 3 Oktober 2003.

Dengan Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha sebagai pemohon kasasi dahulu penggugat desain sepeda motor tersebut serupa dengan desain industri yang telah didaftarkan sebelumnya dengan Nomor ID 0 000 109 pada tanggal 19 Juni 2001 yaitu berupa motor scooter, antara lain persamaan pada tampak depan seperti bidang segitiga lampu depan yang dicirikan dengan lubang vertikal. Selain itu juga


(55)

pada tampak belakang serta bagian samping yang berupa knalpot dengan variasi berbentuk segitiga. Secara garis besar dua desain itu sama.

Putusan Hakim dalam Pengadilan Niaga Surabaya Tanggal 23 Febuari 2005 Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby menolak gugatan yang diajukan oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha berupa pembatalan sertifikat desain industri milik PT. Anglo Sama Permata Motor. Dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan desain industri Sepeda Motor Garuda milik PT. Anglo Sama Permata Motor adalah desain yang baru karena tidak sama atau identik dengan pengungkapan desain industri motor scooter milik penggugat. Perbedaannya terletak pada desain industri Sepeda Motor Garuda tidak ada penutup mesin bagian bawah dan sistem rem belakang adalah rem cakram. Serta oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha tidak dapat menghadirkan contoh motor garuda di muka persidangan, maka tidak dapat dibuktikan apakah dua desain itu serupa atau sama.

Akan tetapi dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Tanggal 24 Oktober 2005 Nomor 022 K/N/HaKI/2005 mengabulkan permohonan kasasi Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha berupa pembatalan sertifikat desain industri sepeda motor garudamilik PT. Anglo Sama Permata Motor dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga Tanggal 23 Febuari 2005 Nomor 05/HAKI/2004/PN.Niaga.Sby. Mahkamah Agung. Dalam putusannya mempertimbangkan bahwa desain industri milik Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha serupa alias sama dengan desain motor Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha karena tidak mempunyai perbedaan


(56)

secara signifikan. Berdasarkan uraian kasus diatas Putusan Pengadilan Niaga Surabaya yangmenyatakan bahwa desain industri sepeda motor garuda tidak sama atau identik dikarenakan adanya perbedaan dengan desain industri motor scooter milik pengugat.42

1. Pertimbangan Pengadilan Niaga

Putusan Hakim dalam Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29 November 2004 Nomor 46 / Desain Industri/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst membatalkan pendaftaran desain industri lemari atas nama Robert Ito. Hakim Pengadilan Niaga menyatakan bahwa desain industri lemari tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan desain industri yang baru. Karena desain industri milik Robert Ito adalah pengulangan atau penjiplakan dari desain industri Lemari CBK 124 milik PT. Cahaya Buana Intitama.

Dari segi pendaftaran Hakim Pengadilan Niaga tidak memperhatikan fakta mengenai tanggal permohonan pendaftaran desain industri milik tergugat / pemohon kasasi dengan tanggal permohonan pendaftaran desain industri milik penggugat / termohon kasasi. Hakim Pengadilan Niaga juga memerintahkan turut tergugat / pemohon kasasi untuk mencatatkan pembatalan pendaftaran desain industri lemari Nomor ID 0 006 357 atas nama

42

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.147.


(57)

tergugat / pemohon kasasi dalam Daftar Umum Desain Industri dan mengumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.

2. Pertimbangan Mahkamah Agung

Akan tetapi dalam Putusan Kasasi, Mahkamah Agung Nomor 01/KN/Haki/2005 tanggal 31 Maret 2005 mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 46 / Desain Industri /2004 /PN.Niaga.Jkt.Pst. Mahkamah Agung mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124 dengan desain industri milik Robert ito harus diperbandingkan secara utuh sebagai lemari untuk menilai benar tidaknya adanya persamaan tersebut.

Desain industri milik penggugat / termohon kasasi yang diminta perlindungannya adalah bentuk dan konfigurasi sementara milik tergugat / pemohon kasasi hanya konfigurasinya saja. Sehingga desain lemari, berbentuk segi empat, berpintu, berpintu satu, dua, tiga, empat dan seterusnya serta konfigurasi pintu lemari seperti di panel, berkunci, diberi tarikan tangan, merupakan desain dan konfigurasi milik publik, sehingga tidak dapat dimohonkan perlindungannya dalam suatu desain industri milik penggugat / termohon kasasi maupun tergugat pemohon kasasi.

Perbedaan desain industri lemari CBK 124 dengan milik Robert Ito tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari CBK 124


(58)

sedangkan milik Robert Ito tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi yang terdapat pada pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru pada lemari pintu milik Robert Ito.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005

Jika dilihat dari perlindungan terhadap pemegang hak desain industri, penulis membagi menjadi dua segi yaitu:

1. Dari Segi Kebaruan

Desain industri yang dimiliki oleh tergugat / pemohon kasasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi, Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2000 tentang desain industri yang berbunyi, Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

Secara jelas dalam hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual konfigurasi, komposisi garis, maupun komposisi warna atas desain industri yang diajukan oleh tergugat / pemohon kasasi adalah desain industri yang baru dan kreasi yang tidak ada pada desain industri lain yang sudah terdaftar sebelumnya. Dengan demikian desain industri milik tergugat / pemohon kasasi adalah konfigurasi, komposisi


(59)

garis, maupun komposisi warna yang baru. Apabila seluruh konfigurasi, komposisi garis maupun komposisi warna dari desain industri milik tergugat / pemohon kasasi dibandingkan dengan desain industri milik penggugat / termohon kasasi, maka secara kasat mata perbedaan tersebut sangat jelas.

Di dalam pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara desain industri milik penggugat / termohon kasasi dengan desain industri milik tergugat / pemohon kasasi. Seperti tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada desain milik penggugat / termohon kasasi sementara desain tergugat / pemohon kasasi tidak memiliki tonjolan, demikian pula konfigurasi yang terdapat pada pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru pada pintu lemari desain industri milik tergugat / pemohon kasasi.

Penulis tidak setuju dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga yang menyatakan bahwa desain industri lemari tergugat / pemohon kasasi tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan desain industri yang baru. Karena desain industri tergugat / pemohon kasasi adalah pengulangan atau penjiplakan dari desain industri Lemari CBK 124 milik penggugat / termohon kasasi. Karena pihak tergugat / pemohon kasasi sudah melalui proses pemeriksaan substantif oleh Direktorat Jenederal Hak Kekayaan Intelektual, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 1


(60)

Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.

Sebagai perbandingan atas sengketa yang terjadi pada PT. Anglo Sama Permata Motor dengan Honda Giken Kogyo Kabushiki, Undang-Undang Desain Industri memang tidak menjelaskan mengenai pengertian tidak sama dalam suatu desain industri. Undang-Undang Desain Industri hanya mengenal unsur kebaruan yang harus dipenuhi dalam pendaftaran desain industri sebagaimana diatur dalam Pasal (2). Akan tetapi Indonesia telah meratifikasi TRIPs Agreement, yang di dalam TRIPs Agreement pada article 25 (1) menyatakan bahwa Pemberian hak desain industri tersebut diberikan atas dasar kebaruan atau orisinil, dimana desain yang diberikan hak desain industri dipersyaratkan harus mempunyai perbedaan secara signifikan atau tidak ada unsur persamaan pada pokoknya dengan desain industri yang telah ada sebelum tanggal permohonanpendaftaran.

2. Dari Segi Pendaftaran

Desain industri milik tergugat / pemohon kasasi yang telah mendapatkan sertifikat desain industri dengan nomor ID-006-357 dengan judul lemari. Telah melalui proses pengumuman seperti yang diamanatkan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri yang berbunyi, Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 diumumkan oleh


(61)

Direktorat Jenderal dengan cara menempatkannya pada sarana yang khusus untuk itu yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

Dan terhadap pihak yang keberatan atas suatu desain industri yang sedang dalam proses pengumuman. Selain itu juga diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2000 tentang desain industri yang berbunyi, Sejak tanggal dimulainya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), setiap pihak dapat mengajukan keberatan tertulis yang mencakup hal-hal yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Pada saat proses pengumuman atas desain industri yang dimiliki tergugat / pemohon kasasi, pihak penggugat / termohon kasasi tidak pernah mengajukan keberatan atas desain industri yang dimilik tergugat / pemohon kasasi kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan tidak adanya keberatan dari pihak lain, maka desain industri milik tergugat / pemohon kasasi diterbitkanlah sertifikat desain industri. Pada gugatannya, penggugat juga memasukan Pasal 38 ayat (1) yang berbunyi,Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 4 kepada Pengadilan Niaga.


(62)

berdasarkan hal tersebut maka pengajuan oleh penggugat / termohon kasasi mengenai pembatalan desain industri lemari ID-0-006-357 atas nama tergugat / pemohon kasasi sangat tidak relevan dan tidak beralasan hukum. Dan tidak tepat, karena desain industri milik tergugat memenuhi syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal (2) Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2000 tentang desain industri.

Bahwa dari segi pendaftaran, Majelis Hakim di Mahkamah Agung berpendapat kedua desain industri tersebut diperiksa ketika belum dikeluarkan sertifikat atas salah satu desain industri. Karena permohonan pendaftaran desain industri diajukan oleh tergugat / pemohon kasasi pada tanggal 28 Oktober 2003, dimana sertifikat desain industri milik penggugat / termohon kasasi baru dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 2003, sehingga turut tergugat / pemohon kasasi dalam mengeluarkan sertifikat desain industri milik penggugat tersebut telah membanding dengan desain industri milik tergugat / pemohon kasasi.

Penggugat / termohon kasasi mengajukan permohonan desain industri pada tanggal 1 Agustus 2003 dan memperoleh sertifikat desain industri Lemari CBK 124 Nomor ID-006-689 tanggal 23 Desember 2003, sedangkan tergugat / pemohon kasasi mengajukan permohonan pendaftaran desain industri Lemari tanggal 28 Oktober 2003 dan memperoleh sertifikat desain industri Lemari tanggal 13 April 2004. Sehingga jelas pada saat tergugat /


(63)

pemohon kasasi mengajukan permohonan pendaftaran, desain industri milik Penggugat / termohon kasasi belum terdaftar (belum memiliki sertifikat desain industri). Dengan demikian permohonan desain industri yang diajukan oleh tergugat / pemohon kasasi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri.

Oleh sebab itu, maka desain industri milik penggugat / termohon kasasi secara administratif belum memiliki kekuatan hukum ketika tergugat / pemohon kasasi mendaftarkan desain industrinya. Karena kedua desain industri diperiksa ketika belum dikeluarkannya sertifikat desain industri atas salah satu desain industri tersebut.

Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito karena menilai desain industri yang dimiliki tergugat / pemohon kasasi memenuhi unsur kebaruan dan berdasarkan asas pendaftaran pertama. Sehingga desain industri tergugat / pemohon kasasi wajib dilindungi secara hukum, sebagaimana Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Dan hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Niaga serta mengembalikan hak desain industri lemari Nomor ID 0 006 357 milik Robert Ito.


(64)

D. Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama

Inovasi baru yang dimaksud hakim pengadilan niaga terhadap kasus desain industri lemari CBK 124 nomor ID 0-006-689 milik penggugat / termohon kasasi dan desain industri lemari nomor ID 0-006-357 milik tergugat / pemohon kasasi terletak pada perbandingan bentuk dan konfigurasinya. Bahwa konfigurasi yang dimaksud apabila dilihat dari gambar sebagai berikut:

1. Garis-garis yang membentuk pada ketiga pintu atau laci lemari yaitu laci atas tengah dan bawah, komposisi ketiga pintu atau laci persis sama yaitu laci atas lebih kecil dari laci tengah seterusnya laci tengah lebih kecil dari laci/ pintu bawah.

2. Tampak depan kedua desain garis/ konfigurasi pada masing-masing tiga laci/ pintu berbentuk segi empat sesuai bentuk laci didalamnya dibuat garis melengkung simetris secara horizontal membentuk oval, konfigurasi pada laci atas dan tengah kedua desain tidak tampak perbedaan sedangkan pada pintu bawah konfigurasi bentuk oval yang dibentuk dari garis melengkung pada desain industri milik penggugat / termohon kasasi berjumlah 4 (empat) sedangkan pada desain industri milik tergugat / pemohon kasasi berjumlah 3 (tiga) namun jumlah bentuk oval tersebut secara nyata tidak memberikan suatu perbedaan yang signifikan. Secara estetika tidak memberikan perbedaan


(65)

sehingga kedua desain terlihat sama, kesamaan dimaksud lebih jelas dengan memperbandingkan produk kedua desain industri seperti bukti lemari CBK 124 milik penggugat / termohon kasasi merek NAPOLLY TOP dan lemari milik tergugat / pemohon kasasi dengan merek MULTIPLASINDO.

3. Tampak belakang pada kedua desain industri sama artinya tidak ada perbedaan.

Inovasi baru yang dimaksud Mahkamah Agung terhadap kasus PT. Cahaya Buana Intitama dengan Robert ito terletak pada perlindungan desain industrinya. Desain industri milik tergugat / pemohon kasasi yang dimintakan perlindungannya adalah konfigurasi sedangkan milik penggugat / termohon kasasi yang dimintakan perlindungannya adalah bentuk dan konfigurasi serta ornamen. Terdapat perbedaan antara desain industri milik tergugat / pemohon kasasi dengan penggugat / termohon kasasi, seperti sebagai berikut:

a. Tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada desain milik Penggugat / termohon kasasi sementara desain milik tergugat / pemohon kasasi tidak memiliki tonjolan.

b. Konfigurasi yang terdapat pada pintu berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru pintu lemari pada desain industri milik tergugat / pemohon kasasi.

Penulis berpendapat bahwa inovasi harus memiliki ciri khusus, dalam arti sebuah ide untuk membuat karya yang mempunyai unsur kebaruan dan sebuah ide yang bersifat original. Desain industri yang dimiliki oleh penggugat / termohon


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)