Strategi pengembangan kawasan ekowisata

22 mengembangkan segala potensi yang telah ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki kondisi objek wisata, sehingga keberadaan objek wisata tersebut tetap diminati wisatawan yang nantinya dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Dalam pengembangan suatu kawasan ekowisata, tujuannya tidak hanya untuk mengejar kebutuhan material semata, akan tetapi memilik landasan pijak yang kokoh dalam menata, memanfaatkan dan mengembangkan ekowisata pada prinsip-prinsip pengembangan ekowisata yang berkelanjutan dan hal ini menjadi bagian penting dalam pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan sebagai konsep dan pendekatan yang telah diakui secara nasional maupun internasional. Perkembangan ekowisata di Indonesia hingga akhir tahun 1999 masih terbilang lamban yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti belum adanya pedoman yang dapat mendorong ekowisata menjadi kegiatan pelestarian alam dan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, masih rendahnya pemahaman mengenai ekowisata oleh berbagai stakeholder terutama dari kaum birokrat yang dapat dianggap penting sebagai pendorong maupun pelaksana kegiatan ekowisata. Hal lain yang menyebabkan perkembangan ekowisata di Indonesia terbilang lamban adalah karena masih adanya keraguan terhadap kebenaran konsep ekowisata yang dapat dijadikan sebagai ekonomi berkelanjutan yang sekaligus mampu memberdayakan masyarakat lokal. Usman 1999 mengatakan bahwa dalam pengembangan ekowisata di Indonesia perlu melibatkan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan kepariwisataan. Dengan demikian dapat memberikan kesempatan kepada 23 masyarakat yang tinggal di daerah-daerah daya tarik wisata untuk mengelola jasa- jasa pelayanan bagi wisatawan. Untuk menetapkan pengembangan bisnis ekowisata perlu memperhatikan beberapa syarat- syarat seperti yang dinyatakan oleh Denman 2001, sebagai berikut: 1 Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan efektif dan investasi yang aman. 2 Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan wisata yang diperoleh dan berada di tingkat komunitas lokal. 3 Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada dalam komunitas lokal. 4 Terjaminnya keamanan pengunjung. 5 Resiko kesehatan yang relatif rendah, akses yang cukup mudah terhadap pelayanan medis dan persediaan air bersih yang cukup. 6 Tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut. Ketersediaan dan kualitas dari komponen produk wisata tersebut sangat ditentukan oleh kesiapan para pelaku wisata, seperti pemerintah, dunia usaha dan masyarakat Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2002. Hidayati dkk. 2003 menyebutkan bahwa dalam mencapai ekowisata yang berkelanjutan diperlukan monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan ekowisata. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara internal yang dilakukan oleh pengelola sendiri dan secara eksternal yang dilakukan oleh pihak- pihak luar, seperti masyarakat, LSM, dan lembaga independen lainnya. Selain itu, 24 Hidayati dkk. juga menyebutkan bahwa usaha pengembangan ekowisata di Indonesia masih dalam taraf wacana. Hal ini diindikasikan dari belum terbitnya secara tersendiri peraturan perundang-undangan untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata masih mengacu pada peraturan yang berkaitan dengan wisata alam dan konservasi. Pengembangan ekowisata berpengaruh posistif pada perluasan peluang usaha dan kerja yang lahir karena adanya permintaan wisatawan. Kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk menjadi pengusaha hotel, wisma homestay, restoran, warung, angkutan, dagang asongan, sarana olahraga, jasa dan lain sebagainya. Dalam penerapannya, pengembangan ekowisata sebaiknya juga mencerminkan dua prinsip lainnya, yaitu prinsip edukasi dimana pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggungjawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. Selain itu, tentunya penerapan pengembangan ekowisata sebaiknya mencerminkan prinsip wisata dimana pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan dan pengalaman orisinal kepada pengunjung, serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.

2.2.4 Pembangunan pariwisata berkelanjutan

The world Conservation Union WCU menyatakan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan proses pembangunan suatu tempat atau daerah tanpa mengurangi nilai guna sumber daya yang ada. Secara umum hal ini 25 dapat dicapai dengan pengawasan dan pemeliharaan terhadap sumber-sumber daya yang ada sekarang, agar dapat dinikmati untuk masa yang akan datang. Pembangunan kepariwisataan akan dapat bertahan lama apabila menghubungkan wisatawan sebagai penyokong dana terhadap fasilitas pariwisata dengan pemeliharaan lingkungan. Menurut The World Commisions for Environmental and Development WCED dalam Damanik dan Weber 2006, konsep dari pariwisata berkelanjutan merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan antara kebutuhan sekarang dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup generasi di masa yang akan datang. Artinya, dalam pembangunan hendaknya jangan menghabiskan atau menguras sumber daya pariwisata untuk jangka pendek, namun juga harus memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata jangka panjang di masa mendatang. Tourism Stream, Action Strategy yang diambil dari Globe ’90 Conference Vancouver, Canada Swarbroke dalam Wirawan, 1998:10 menyatakan bahwa kepariwisataan berkelanjutan merupakan bentuk dari pengembangan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat lokal, memberikan image yang positif bagi wisatawan, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang tergantung dari masyarakat lokal dan wisatawan itu sendiri. Dalam pengembangan kepariwisataan, daya dukung carrying capacity menjadi kunci dari sustainable tourism. Konsep ini mengacu pada penggunaan secara maksimal dari suatu daya tarik wisata tanpa mengakibatkan kerusakan