Teori siklus hidup destinasi pariwisata

29 2 Fase Keterlibatan Involvement Seiring meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dan masyarakat lokal masih sangat tinggi. Masyarakat mulai mengubah pola- pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata yang ditandai dengan mulai adanya promosi. 3 Fase Pengembangan dan Pembangunan Development Dalam fase ini terlihat mulai munculnya pasar wisata secara sistematis dan investasi dari luar mulai masuk. Selain itu, daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tersisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan dan mulai menambahkan atraksi yang asli atau alami. Berbagai barang dan jasa diimpor termasuk tenaga kerja asing untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. 4 Fase Konsolidasi Consolidation Dalam struktur ekonomi daerah, pariwisata sudah mulai dominan dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, namun hanya pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan 30 diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun dan fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5 Fase Kestabilan Stagnation Munculnya masalah ekonomi, sosial dan lingkungan akibat dari kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui di atas daya dukung carrying capacity. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensibisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi alam yang masih alami baik budaya maupun alam, citra awal sudah mulai luntur dan destinasi sudah tidak lagi popular. 6 Fase Penurunan Decline Dalam fase ini, wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing dan yang tertinggal han ya ‘sisa-sisa’, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau jati diri sebagai destinasi wisata kehilangan secara total. 7 Fase Peremajaan Rejuvenation Perubahan secara dramatis bisa terjadi sebagai hasil dari berbagai usaha dan dari berbagai pihak menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan 31 ini bisa terjadi karena inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan. Siklus hidup destinasi wisata Destination Area Life Cycle tersebut bila digambarkan adalah seperti Gambar 2.1. Gambar 2.1 Destination Area Life Cycle Sumber: Butler 1980 Strategi pengembangan ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling sudah berada pada tahap pengembangan dan pembangunan Development. Namun pengelolaan kawasan tersebut masih belum maksimal dan kunjungan wisatawan baik itu domestik maupun macanegara masih relatif rendah.

2.3.2 Teori pariwisata berbasis masyarakat

community based tourism Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat adalah aktifitas masyarakat lokal untuk mendorong pertukaran dan menciptakan sebuah masyarakat yang menghormati dan menghargai alam, budaya, sejarah, industri, bakat-bakat 32 masyarakat dan sumber daya lokal Natori, 2001:3. Definisi tersebut secara jelas menekankan bahwa aktifitas sumber daya alam dimulai dari masyarakat lokal, baik dalam hal identifikasi kebutuhan, analisis kemampuan, termasuk pengawasan terhadap sumber daya lokal yang ada. Dalam konsep ini lebih menekankan pada ekonomi rakyat dan pemberdayaan rakyat. Konsep ini digunakan sebagai konsep alternatif sebagai reaksi atas kegagalan model modernisasi yang diterapkan di negara-negara berkembang seperti pengambilan kebijakan top-down dianggap telah melupakan konsep dasar pembangunan itu sendiri, sehingga kualitas hidup rakyat bukannya semakin meningkat, tetapi malah dirugikan dan cenderung termarginal di lingkungan miliknya sendiri. Keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap tahap pengembangan kepariwisataan di suatu kawasan atau objek wisata merupakan syarat utama dalam konsep pembangunan berbasis kerakyatan. Oleh karena itu, kunci utama pembangunan adalah keseimbangan dan keharmonisan antara lingkungan hidup, sumber daya, dan kepuasan wisatawan yang diciptakan oleh kemauan masyarakat itu sendiri, sehingga ketiga faktor ini akan menjadi prioritas untuk keberlanjutan sistem sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi. Butler dan Hinch 2007:204 menyatakan bahwa pembangunan pariwisata berbasis masyarakat Community Based Tourism memiliki karakteristik sebagai berikut: a Berskala kecil sehingga mudah diorganisasikan, bersahabat dengan lingkungan, aman secara ekologi, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif.