Penerjemahan KENDALA DAN SOLUSI PENERJEMAHAN TEKS BAHASA CHINA KE DALAM BAHASA NDONESIA DALAM PEMESANAN BARANG DI PT CAHAYA KHARISMA, SUKOHARJO

commit to user 7 yang dimiliki seseorang ataupun perusahaan, yaitu dengan menguasai berbagai macam bahasa, mampu mengantarnya ke jenjang kesuksesan. Seperti yang telah kita ketahui, kebangkitan China yang sangat drastis dimulai tahun 1990an. China kini tumbuh menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Para pakar ekonomi memprediksikan bahwa China akan melampaui Amerika Serikat sebelum tahun 2025. Berkaitan dengan pesatnya perkembangan ekonomi negara China, bahasa China menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati. Pada saat ini, bahasa China yang seringkali disebut sebagai bahasa Mandarin ini telah digunakan oleh banyak negara di seluruh dunia sehingga mempelajari bahasa China memungkinkan kita lancar berkomunikasi dengan negara-negara tersebut. Di beberapa negara di Asia, bahasa China digunakan sebagai bahasa kedua setelah bahasa nasional. Alhasil, saat ini bahasa China telah menjadi bahasa internasional kedua setelah bahasa Inggris. Melihat sedemikian pentingnya bahasa China dalam kancah internasional berarti semakin layak bahasa ini dipelajari.

B. Penerjemahan

1. Definisi Penerjemahan Penerjemahan merupakan suatu usaha penyampaian pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Terdapat sejumlah pertimbangan dalam upaya penyampaian pesan tersebut, terutama menyangkut keutuhan informasi produk terjemahan dan kualitas informasi yang diperoleh pembaca seandainya mereka mampu membaca teks aslinya. Pertimbangan tersebut nampaknya dihayati benar oleh para ahli commit to user 8 penerjemahan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai definisi yang mereka paparkan mengenai penerjemahan. Definisi tentang penerjemahan cukup beragam. Berikut beberapa definisi penerjemahan menurut para ahli. 1. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain Hoed, 2006:51. 2. Penerjemahan merupakan upaya untuk menghasilkan kembali dalam bahasa sasaran dengan padanan yang sedekat mungkin dari bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal bentukgaya Nida Taber. 3. Penerjemahan adalah proses penggantian teks bahasa sumber dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah isi teks Moentaha, 2006 : 13-25. 4. Penerjemahan adalah bentuk atau versi dalam bahasa lain, maksudnya adalah kata, frase maupun teks dalam bahasa lain yang memiliki kesepadanan makna dengan bentukversi asli. Penerjemahan adalah ekspresi sesuatu dalam bahasa yang berbeda, maksudnya mengubah suatu karya tertulis atau suara dari satu bahasa ke dalam bahasa berbeda Encarta Dictionary. 5. Penerjemahan adalah kegiatan mengganti materi teks dalam bahasa sumber ke materi teks yang sepadan dalam bahasa sasaran Catford dalam Rachmadie, 1988:1.2. Definisi-definisi mengenai penerjemahan di atas menunjukkan pentingnya penyampaian makna atau pesan yang dimaksud dalam wacana asli. Dari definisi commit to user 9 tersebut pula, dapat dikemukakan bahwa penerjemahan bukanlah sesuatu yang sederhana. Penerjemahan tidak sebatas mengalihbahasakan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain dan juga bukan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa dipelajari. Menurut Luther, menerjemahkan adalah sebuah seni yang tidak bisa begitu saja dimiliki semua orang Simatupang, 2000 : 3. Berkaitan dengan pendapat tersebut, Hidayat 2002 : 35 mengemukakan bahwa kemahiran menerjemahkan tidak mungkin berkembang menjadi kemahiran profesional tanpa pengetahuan tentang teknik penerjemahan, latihan yang intensif dan pengalaman yang banyak. Sejalan dengan pendapat Hidayat, Robinson 2005 : 163-164 menyatakan bahwa penerjemahan merupakan rangkaian proses belajar yang bergerak terus-menerus melalui tiga tahapan, yaitu naluri, pengalaman, dan kebiasaan. Pada dasarnya, kemampuan yang diperlukan dalam kegiatan menerjemah adalah kemampuan memecahkan masalah. Masalah praktis yang sering dihadapi, yakni ketika seorang penerjemah tidak memahami makna kata, kalimat, atau paragraf sehingga tidak memahami pesannya dan ketika penerjemah mengalami kesulitan dalam menerjemahkan meskipun sudah memahami pesan teks aslinya. 2. Klasifikasi Penerjemahan Menurut McGuire, penerjemahan merupakan usaha menyampaikan sebuah teks dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dengan mengupayakan makna lahir dari kedua teks sama dan struktur dari bahasa sumber juga sedapat mungkin dipertahankan, namun tidak begitu dekat untuk menghindari commit to user 10 penyimpangan struktur pada tata bahasa sasaran McGuire, 1980. Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa penerjemahan merupakan proses kegiatan tulis sehingga produknya juga dalam bentuk tertulis. Berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh McGuire, Savory dalam Rahmadie 1988:12 menyatakan penerjemahan dimungkinkan dengan usaha pemadanan pikiran atau pesan yang tersirat dibalik tuturan verbal yang berbeda. Pendapat ini didukung oleh Pinchuck dalam Rahmadie, 1988:12 yang menyatakan bahwa penerjemahan adalah proses menemukan suatu tuturan atau ujaran yang sepadan dalam bahasa sasaran dari satu tuturan atau ujaran dalam bahasa sumber. Berdasarkan pandangan Savory dan Pinchuck, mereka memandang penerjemahan sebagai kegiatan yang berlangsung secara lisan dan produknya juga dalam bentuk lisan. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat perbedaan mendasar mengenai media penerjemahan dan produk yang dihasilkan. Berdasarkan definisi penerjemahan menurut Catford dan McGuire, penerjemahan hanya berupa pengalihan teks bahasa sumber yang dilakukan secara tertulis sehingga produknya juga berupa teks. Sedangkan menurut Savory dan Pinchuck, penerjemahan dianggap sebagai kegiatan pengalihan pesan secara lisan sehingga media yang digunakan berupa tuturan lisan. Akan tetapi bila dilihat dari sisi yang berbeda, terdapat persamaan pandangan mengenai proses penerjemahan. Menurut para ahli tersebut, penerjemahan adalah usaha penggantian atau pemadanan suatu materi teks atau ujaran atau tuturan dalam bahasa sumber menjadi materi teks atau ujaran atau tuturan yang sepadan dalam bahasa sasaran. commit to user 11 Bertolak dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan dapat dilakukan secara tulis maupun lisan. Perlu kita ingat bahwa dalam bahasa Indonesia, kita mengenal istilah penerjemahan dan terjemahan. Menurut Nababan, penerjemahan mengacu pada proses alih pesan, sementara terjemahan mengacu pada produk dari alih pesan tersebut. Dalam bahasa Inggris, dikenal pula adanya istilah translation dan interpretation. Keduanya sama-sama mengacu pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran Nababan, 2003:18; Gile, 1995:2. Tetapi bila translation dan interpretation dikaji lebih lanjut, maka translation lebih mengacu pada pengalihan pesan secara tertulis dan interpretation mengacu pengalihan pesan secara lisan Nababan, 2003:18; Suryawinata Hariyanto, 2003:25. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penerjemahan tulis dikenal dengan istilah translation atau penerjemahan dan penerjemahan lisan dapat juga disebut sebagai interpretation atau pengalihbahasaan. Baik penerjemahan secara tulis maupun lisan, keduanya harus memperhatikan kesepadanan makna atau pesan atau amanat yang dibuat dan kemudian menampilkan dan mengungkapkan pesan tersebut dengan gaya bahasa yang sama. Dari hasil studi pustaka, dapat diketahui bahwa kegiatan penerjemahan tulis dan lisan ini memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan pada beberapa aspek berikut. 1. Aspek fungsi Penerjemahan secara tulis dan lisan sebenarnya menjalankan fungsi pelayanan yang sama, yaitu mengungkapkan kembali pesan dalam suatu bahasa commit to user 12 yang telah diungkapkan dalam bahasa lain Gile, 1995:2; Nababan, 2003:18; dan Suryawinata Hariyanto, 2003:25. Pengungkapan kembali pesan secara lisan ataupun tulisan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk terciptanya komunikasi Hidayat Sutopo, 2006:155. Pada dasarnya, komunikasi adalah pengalihan pesan dengan media tertentu melalui dua tahapan, yaitu melalui transmisi oral dan tulisan dan resepsi mendengar dan membaca. Beberapa pendapat mengatakan bahwa terjemahan produk penerjemahan adalah alat komunikasi Newmark, 1981:62; Gile, 1995:21; Nababan, 2003:29. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa menerjemahkan secara tertulis maupun lisan memiliki arti yang kurang lebih serupa, yaitu menyampaikan makna atau pesan. Menurut pendapat Bell 1991:15, penerjemah merupakan „agen mediator dwibahasa‟ antar partisipan-partisipan monolingual antara dua kelompok pemakai bahasa yang berbeda, pertama penerjemah mengurai isi sandi yang disampaikan dalam satu bahasa dan kemudian mengungkapkannya kembali ke bahasa lainnya. Berikut ini adalah skema perbandingan antara komunikasi biasa atau sering disebut komunikasi monolingual dan komunikasi dengan penerjemah : Gbr 2.1 Komunikasi Monolingual commit to user 13 Gbr 2.2 Penerjemahan Melalui kedua skema tersebut dapat kita lihat bahwa pesan yang disampaikan ke penerima adalah pesan yang sama. Akan tetapi pada skema penerjemahan, penerima menerima kode yang berbeda. Kode tersebut merujuk kepada bahasa sasaran. Hal ini biasa terjadi pada penerjemahan secara tulis dan lisan. Dalam penerjemahan secara lisan, komunikasi yang terjadi adalah dari penutur bahasa sumber sender berbicara ke pendengar receiver bahasa sasaran dengan penerjemah sebagai perantaranya, atau penutur bicara langsung kepada pendengar dan penerjemah pada saat bersamaan. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan adanya persamaan fungsi penerjemahan tulis maupun lisan dalam komunikasi. Penerjemahan memungkinkan penyampaian pesan tertulis dari penulis, atau lisan dari pembicara yang berbicara dalam bahasa sumber yang berbeda untuk dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar karena disampaikan oleh penerjemah dalam bahasa sasaran. Dengan adanya penerjemahan, komunikasi dapat berjalan baik. Syarat commit to user 14 penerjemahan yang baik adalah tersampaikannya pesan dari bahasa sumber yang dapat dipahami dan memberikan reaksi sesuai dengan keinginan pemberi pesan. 2. Aspek media Terjalinnya suatu komunikasi tidak terlepas dari peran media. Begitu pula dengan komunikasi yang melibatkan penerjemahan. Produk terjemahan merupakan media komunikasi. Dilihat dari segi produk, penerjemahan tulis menghasilkan produk teks tulis sebagai media yang dapat dibaca, sementara penerjemahan lisan menghasilkan produk wacana lisan sebagai media yang dapat didengarkan. Produk terjemahan inilah yang menjadi media penyampaian pesan dari pengirim penulis atau penutur ke pihak penerima pembaca atau pendengar dalam bahasa yang mereka pahami. Maka dapat ditarik kesimpulan, penerjemahan tulis menggunakan media teks tulis, sementara penerjemahan lisan menggunakan media wacana lisan Suryawinata dan Hariyanto, 2003:25. 3. Aspek cara Pelaksanaan penerjemahan secara tulis dan lisan terdapat beberapa perbedaan, antara lain dalam segi cara, jam, beban, tempat kerja, kemungkinan dilakukannya revisi, dan situasi kerja. Dalam segi cara, jam, beban, dan tempat kerja, penerjemahan tulis dilakukan dalam waktu yang tidak begitu terikat. Penerjemah dapat melakukan tugasnya dengan beban bervariasi. Menurut Gile 1995 : 111-112, pada tingkat mahir, penerjemah tulis mampu menerjemahkan 6- 15 hal per hari dengan kapasitas 2000-5000 kata, sementara penerjemah lisan bekerja dalam waktu yang sangat terbatas sepuluh menit hingga satu jam dan dilakukan dengan kecepatan rata-rata 100-200 kata per menit. Menurut commit to user 15 Suryawinata Hariyanto 2003:25, penerjemah tulis dapat melakukan penerjemahan dimanapun dan dapat menggunakan referensi bahkan bertanya kepada teman atau ahli terkait. Sementara, masih menurut Gile 1995:112, penerjemah lisan berkerja di tempat khusus booth atau di ruang yang sama dengan pembicara. Kondisi seperti ini, walaupun memungkinkan untuk bertanya atau mencari referensi, tetapi penerjemah lisan berisiko kehilangan informasi berikutnya, kecuali untuk data khusus seperti istilah teknis, nama, angka, dan sebagainya. Perbedaan kedua adalah dalam hal mungkin tidaknya revisi dilakukan atas hasil terjemahan. Penerjemahan tulis memungkinkan seorang penerjemah untuk dapat membaca hasil terjemahannya kemudian melakukan revisi terhadap hasil terjemahannya dan menulis ulang kembali. Penerjemahan ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh terjemahan terbaik dan dapat diterima. Berbeda dengan penerjemahan tulis. Dalam penerjemahan lisan, seorang penerjemah memiliki waktu yang sangat terbatas dan bahkan tidak memungkinkan revisi berulangkali seperti penerjemahan tulis. Sehingga menurut Gile 1995 : 113, seorang penerjemah lisan terkadang tidak begitu yakin apakah ia telah menyampaikan pesan sesuai bahasa sumber. Perbedaan ketiga antara penerjemahan tulis dan lisan adalah dalam hal situasi kerja. Penerjemah lisan pada umumnya secara psikologis bekerja dalam situasi penuh tekanan stressful, dan seringkali didera demam panggung. Seorang penerjemah lisan memerlukan adanya kelancaran dan kecepatan dalam menyampaikan terjemahan. Sementara dalam penerjemahan tulis, seorang commit to user 16 penerjemah tidak merasakan situasi yang penuh tekanan tersebut, kecuali desakan deadline, dan tidak merasakan adanya tuntutan kelancaran dan kecepatan dalam menyampaikan terjemahan. Selain itu, menurut Anderson dalam Nababan, 2003, penerjemah lisan dapat membangun hubungan antara narasumber dan pendengar yang dapat berakibatkan pilihan sikap, yaitu keberpihakannya pada salah satu kubu atau sikap tidak berpihak sama sekali. Sebagai contoh, jika seorang penerjemah lisan mewakili negaranya, mau tidak mau ada unsur kepentingan negara yang harus dipahaminya dari segi bahasa tubuh, intonasi, dan makna implisit khusus yang disampaikan. Akan tetapi, hal seperti ini tidak akan ditemui jika ia hanya mediator umum yang tidak memiliki kepentingan khusus. Sementara dalam penerjemahan tulis, keberpihakan penerjemah jarang sekali ditemui . 3. Proses Penerjemahan Newmark 1981 :7 menganggap bahwa penerjemahan tidak terbatas hanya pada kegiatan tulis atau lisan semata, melainkan suatu keterampilan atau seni menggantikan sebuah pesan tertulis danatau pernyataan dalam suatu bahasa dengan pesan danatau pernyataan yang sama dalam bahasa lainnya. Hal yang sama diungkapkan oleh Kridalaksana dalam Nababan 2003 dan Nida dalam Shi 2004 bahwa penerjemahan adalah kegiatan memindah atau mereproduksi suatu pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan segi makna, diikuti dengan gaya bahasa. commit to user 17 Kridalaksana dan Nida dengan lebih lengkap menyatakan bahwa penerjemahan adalah pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam bentuk tulis maupun lisan karena pesan dapat saja disampaikan dalam bentuk tertulis ataupun lisan yang memperhatikan kesepadanan makna dari pesan yang disampaikan dalam bahasa sasaran dengan bahasa sumbernya, namun tetap mempertahankan gaya bahasa dari bahasa sumber. Karena rumitnya suatu penerjemahan dilakukan, maka seorang penerjemah memerlukan suatu model yang dimaksudkan untuk menerangkan proses pikir yang dilakukan oleh seorang penerjemah saat melakukan penerjemahan. Inilah yang disebut dengan proses penerjemahan. Secara sederhana, proses ini terdiri dari tahap analisis teks asli dan tahap pengungkapan kembali makna atau pesan teks asli ke dalam bahasa sasaran yang dapat diterima. Tahap tersebut dijabarkan secara detail oleh E. Sadtono menjadi 4 tahap, yaitu : 1. Analisis Tahap analisis merupakan tahapan di mana seorang penerjemah melakukan analisa struktur lahiriah bahasa sumber. Tujuan tahap ini adalah untuk menemukan hubungan tata bahasa dan maksud suatu perkataan. Tahapan ini diperlukan supaya seorang penerjemah bisa memahami maksud, arti, konteks, pola-pola kalimat yang digunakan. Hal ini akan sangat membantu seorang penerjemah sebelum ia melakukan kegiatan penerjemahan yang sesungguhnya. 2. Transfer Setelah selesai penganalisaan, tahap selanjutnya adalah pemindahan hasil analisa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran oleh penerjemah sendiri. Transfer commit to user 18 mempersoalkan bagaimana hasil analisis tersebut ditransfer dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan sedikit pemincangan arti tetapi dengan kesamaan reaksi seperti ketika orang membaca bahasa sumbernya. Dalam tahapan ini, penerjemah harus bersikap objektif dan jujur. Kendala yang sering dihadapi seorang penerjemah dalam tahap ini bukan berpangkal pada kejujuran atau ketidakjujuran yang tidak sengaja dalam penerjemahannya, tetapi banyak penerjemah mempunyai kecenderungan yang tidak disadari dalam penerjemahannya. Kendala ini seringkali merusak penerjemahan yang dilakukan dengan niat yang penuh kejujuran. 3. Restrukturisasi Pada tahap ini, hasil analisa yang sudah dipindahkan itu ditulis kembali dalam bahasa sasaran yang disesuaikan dengan gaya bahasa sasaran. Langkah restrukturisasi merupakan kegiatan menerjemahkan yang sebenarnya. Penerjemah memilih padanan kata dan bentuk kalimat yang cocok dalam bahasa sasaran agar pesan penulis dapat disampaikan sebaik mungkin. 4. Revisi Proses restrukturisasi diikuti oleh proses revisi, yaitu menguji atau mengevaluasi hasil terjemahan tersebut. Tahap ini bertujuan untuk memperbaiki atau memperhalus hasil terjemahan. Pengevaluasian meliputi seluruh bagian, antara lain adalah ketepatan analisis bahasa, kesamaan isi atau pesan, ketepatan gaya bahasa, dan lain-lain. Pengevaluasian ini tidak sekedar membandingkan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dari segi kesamaan kata per kata, tetapi lebih pada kesesuaian dinamis, yaitu dengan menguji bagaimana reaksi pembaca commit to user 19 terhadap hasil terjemahan tersebut. Jika hasil terjemahan ditanggapi secara positif oleh pembaca, berarti terjemahan itu baik, sebaliknya jika ditanggapi secara negatif, maka hasil terjemahan itu perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Demaar dalam petunjuk-petunjuknya mengenai cara penerjemahan menyatakan adanya tiga tahap dalam proses penerjemahan, yaitu : 1. Membaca dan mengerti teks asli. 2. Menyerap segenap isinya dan membuat menjadi kepunyaan kita. 3. Mengungkapkan kembali dalam gaya bahasa sasaran dengan kemungkinan perubahan makna sekecil mungkin. 4. Penerjemah yang Baik Gile 1991:4 mengemukakan bahwa paling tidak ada empat persyaratan pengetahuan dan keterampilan teknis sebagai keahlian penerjemah yang harus dimiliki seorang penerjemah, baik penerjemah tulis maupun lisan. Keahlian tersebut antara lain adalah : 1. Penerjemah harus memiliki pengetahuan bahasa sasaran pasif yang baik. 2. Penerjemah harus memiliki penguasaan bahasa sasaran yang baik. 3. Penerjemah harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bidang teks atau pembicaraan yang diterjemahkan. 4. Penerjemah harus tahu bagaimana cara menerjemahkan. Sedangkan Machali 2000:11 menggunakan istilah „perangkat‟ untuk pengetahuan dan keterampilan penerjemah ini. Machali membedakan perangkat tersebut menjadi perangkat intelektual dan perangkat praktis. Perangkat commit to user 20 intelektual meliputi kemampuan yang baik dalam bahasa sumber, kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran, pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan, penerapan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sementara perangkat praktis berupa kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan kamus manual maupun elektronik, narasumber, dll dan kemampuan mengenali konteks suatu teks. 5. Kualitas Hasil Terjemahan Berkualitas atau tidaknya suatu hasil terjemahan dapat ditentukan melalui tiga faktor, yaitu keakuratan, kejelasan, dan kewajaran. Keakuratan berarti sejauh mana suatu pesan dalam teks bahasa sumber disampaikan dengan benar dalam teks bahasa sasaran. Menghindari penggunaan kata-kata yang ambigu sehingga tidak menyebabkan terjadinya penyimpangan makna yang dapat mengarah kepada penambahan, penghilangan, atau perubahan informasi. Penyampaian informasi harus secara utuh. Kejelasan berarti sejauh mana suatu pesan yang dikomunikasikan dalam teks bahasa sasaran dapat dimengerti dengan mudah oleh pembaca. Bahasa yang digunakan hendaknya sederhana dan mudah dipahami. Kewajaran berarti sejauh mana suatu pesan dikomunikasikan dalam bahasa yang wajar sehingga pembaca merasa seakan-akan naskah yang dibacanya adalah naskah asli yang ditulis dalam bahasanya sendiri. Hasil terjemahan hendaknya mudah dibaca dan tidak kaku. Di samping itu, menggunakan tata bahasa, susunan kalimat dan gaya bahasa yang wajar digunakan oleh bahasa sasaran. Selain ketiga faktor tersebut, terdapat pula faktor lain yang cukup penting, yaitu mengenai commit to user 21 konsistensi dalam hal ejaan nama orang, tempat, kata-kata asing, dan penggunaan tanda baca. Berhasilnya suatu terjemahan dapat diketahui ketika pembaca mampu menceritakan kembali atau memberi ringkasan isi terjemahan yang dibacanya. Apabila pembaca mampu menceritakan kembali dengan benar, maka dapat dikatakan bahwa terjemahan cukup baik karena mampu mengkomunikasikan pesan dengan baik. 6. Pentingnya Penerjemahan Posisi penerjemah merupakan posisi penting dalam sebuah hubungan. Peran penerjemah yaitu sebagai jembatan menghubungkan dua pihak dengan cara mengalihkan pesan teks suatu bahasa ke bahasa yang lain. Tentu saja kesalahan penerjemahan memberikan dampak yang buruk pada pemahaman pembaca. Fasih berbahasa asing tidak berarti mampu menerjemahkan. Kemampuan menerjemahkan bergantung pada pengalaman, bakat, dan pengetahuan umum. Kemampuan menerjemahkan merupakan gabungan pengetahuan, rasa bahasa, dan ketrampilan menggunakan bahasa. Penerjemah harus menguasai pengetahuan umum. Pada umumnya, seorang penerjemah tidak dapat menerjemahkan teks untuk segala bidang. Penerjemah yang berspesialisasi harus menguasai substansi yang diterjemahkannya. Sering terjadi bahwa seorang penerjemah “dipaksa” menerjemahkan teks dengan substansi yang bukan menjadi bidang spesialisasinya. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas terjemahan itu sendiri. Kualitas terjemahan merupakan hasil dari kualitas penerjemah. Penerjemah yang berkualitas buruk akan menghasilkan terjemahan yang buruk pula. commit to user 22 commit to user 1 BAB III PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum