Lebih lanjut dapat dilihat pandapat Bachtiar Sibarani, yang menyatakan bahwa Eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetappelaksanaan secara peksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
47
Pengertian eksekusi dalam arti yang lebih luas dikemukakan oleh Mochammad Dja’is yang menyatakan bahwa : “Eksekusi adalah upaya
kreditur merealisasikan hak secara paksa karena debitor tidak mau secara sukarela mememuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan
bagian dari proses penyeleseian sengketa hukum. Menurut pandangan hukum eksekusi, objek eksekusi tidak hanya putusan hakim dan grosse
akta”.
48
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pengertian eksekusi tidak hanya menjalankan putusan hakim saja namun eksekusi juga mencakup
upaya kreditor merealisasi haknya secara paksa karena debitor tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa eksekusi tidak hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga dalam arti luas. Eksekusi tidak
hanya pelaksanaan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada pihak yang kalah, yang tidak mau menjalankan isi putusan
secara sukarela, tetapi eksekusi dapat dilaksanakan terhadap grosse surat hutang notariil dan benda jaminan eksekusi serta eksekusi terhadap
perjanjian. Eksekusi dalam arti luas merupakan suatu upaya realisasi hak, bukan hanya merupakan pelaksanaan putusan pengadilan saja.
49
2. Sumber Aturan Eksekusi
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan
dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.
50
47
Bachtiar Sibarani, Perate Eksekusi dan Paksa Badan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 15
,
September 2001, hlm. 6.
48
Mochammad Dja’is, Op Cit, hlm 16.
49
Bachtiar Sibarani, Op.Cit, hlm 8.
50
M
. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm 2.
Cara-cara menjalankan putusan pengadilan yang disebut eksekusi diatur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai Pasal 258 Rbg.
Namun pada saat sekarang, tidak semua ketentuan pasal-pasal itu berlaku efektif. Yang masih betul-betul berlaku terutama Pasal 195 sampai Pasal 208 dan Pasal
224 HIR atau Pasal 206 sampai pasal 240 dan Pasal 258 Rbg. Sedang Pasal 209 sampai 223 HIR atau Pasal 242 sampai Pasal 257 Rbg yang mengatur tentang
”sandera” gijzeling, tidak lagi diperlakukan secara efektif.
51
Disamping itu, terdapat lagi Pasal 180 HIR atau Pasal 191 Rbg yang mengatur tentang pelaksanaan putusan ”serta merta” uitvoerbaar bij voorraad
atau provisionally enforceable to have immediate effect, yakni pelaksanaan putusan segera dapat dijalankan lebih dahulu sekalipun putusan yang
bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
52
Namun, pembahasan berdasarkan pasal-pasal tersebut sama sekali tidak terlepas dari peraturan lain seperti yang terdapat dalam asas-asas hukum,
yurisprudensi, maupun praktik perasilan sebagai alat pembantu memecahkan penyeleseian masalah eksekusi yang timbul dalam konkreto.
Misalnya eksekusi mengenai barang hipotek dan Hak Tanggungan, yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam
KUHPerdata maupun UUPA No. 5 tahun 1960 dan UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Kemudian aturan yang tidak kalah penting
dalam ruang lingkup eksekusi adalah Peraturan Lelang No. 189 tahun 1908 Vendu Reglement St. 1908No. 189.
53
Tindakan pengadilan dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan serta mengeksekusi suatu perkara tentunya harus didasarkan pada ketentuan Undang-
undang yang menjadi sumber hukum untuk melaksanakan eksekusi dan yang dijadikan sebagai landasan terwujudnya penegakan hukum dalam pelaksanaan
51
Ibid, hlm 2.
52
Ibid, hlm 5.
53
Ibid, hlm 5.
putusan pengadilan terhadap sengketa perdata ada beberapa macam, antara lain adalah:
1. HIR Herziene Inlandsch ReglemenRBg Rechtsreglemen Voor de Buitengewesten. Didalam HIR mengenai menjalankan putusan hakim
terdapat dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal 244 HIR. Dalam Pasal-pasal di atas tidak hanya memuat mengenai menjalankan putusan hakim saja, tetapi
juga berisi tentang upaya-upaya paksa dalam eksekusi yaitu sandera, sita eksekusi, upaya perlawanan Verzet, akta grosse hipotik, dan surat hutang.
2. Undang-undang No. 4 Tahun 2004, tentang Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat 1 huruf a, menentukan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Oleh karenannya, pengadilan merupakan suatu badan pejabat yang melakukan
kekuasaan kehakiman. Pasal 36 ayat 3 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 ditentukan, bahwa
pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Dalam ayat 4 empat
Undang-undang No. 4 Tahun 2004 menyatakan, bahwa menetapkan suatu kewajiban hukum yang bersendikan norma-norma moral. Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 Tahun 1982 dalam Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung ini menjelaskan bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan eksekusi. Dasar pendirian tersebut berarah pada 2 dua hal, yaitu : pertama, untuk
tetap melaksanakan putusan yang sebenarnya sudah mempunyai kekuatan hukum pasti, dan yang Kedua, kepada Mahkamah Agung sendiri karena apabila diajukan
Peninjauan Kembali satu-satunya institusi yang berwenang menentukan penundaan eksekusi adalah Mahkamah Agung
.
B. Asas Eksekusi