dan meningkatkan perasaan nyaman dan rileks Potss, 2009. Bau harum dari aroma terapi di transmisikan melalui dua jalur, jalur pertama melalui sistem
limbik menuju hipotalamus dan sampai pituitari. Jalur yang kedua di transmisikan melalui korteks olfactory menuju talamus dan kemudian menuju neocortex.
Melalui kedua jalur ini aromaterapi akan di olah sampai menimbulkan persepsi individu Cook ,2008.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu petugas kesehatan di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie Samarinda, kasus kanker anak yang sering
menjalani kemoterapi selama 6 bulan terakhir adalah leukemia sebanyak 32 kasus. Usia anak yang menjalani kemoterapi bervariasi dari usia 0 bulan – 11 tahun,
kelamin anak-anak yang sering mengikuti kemoterapi antara laki-laki dan perempuan sama. Efek yang sering muncul pada anak post kemoterapi yang di
rawat di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie antara lain yaitu mielosupresi Anemia, Leucopenia, Tromositopenia, ulserasi membran mukosa, alopesia, serta
mual dan muntah. Dari uraian terasebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Efektifitas
Pemberian Aromaterapi Pappermint untuk menurnkan mual dan muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.
“ Apakah Aromaterapi Peppermint dapat menurunkan mual dan muntah pada
Anak Post Kemoterapi”
1.3 Tujuan Studi Kasus
3
1.3.1 Tujuan Umum Menurunkan mual dan muntah dengan menggunakan aromaterapi peppermint
pada anak post kemoterapi di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi sebelum
di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
1.3.2.2 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi setelah di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul wahab Sjahranie
Samarinda. 1.3.2.3 Untuk gambaran pemberian aromaterapi peppermint dalam menurunkan
mual dan muntah setelah kemoterapi pada pasien.
1.4 Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menurunkan mual dan
muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan aromaterapi peppermint.
1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang keperawatan
dalam menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan terapi komplementer yaitu aromaterapi peppermint.
1.4.3 Bagi Peneliti atau Penulis Memperoleh pengalaman dalam mengiplementasikan terapi komplementer
berupa aromaterapi peppermint pada anak post kemoterapi yang mengalami mual dan muntah.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuhan Keperawatan Anak Post Kemoterapi
Asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian atau proses praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar
keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam
bentuk proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
5
Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pegambilan keputusan dan
penyelesaian masalah Nursalam, 20010.
2.1.1 Pengkajian
2.1.1.1 Biodata Identitas klien dan identitas orang tua yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, dan pendidikan . 2.1.1.2 Riwayat kesehatan sekarang
Hal yang diakibatkan oleh kemoterapi atau efek sampingnya yaitu lemas, mual muntah, gangguan pencernaan, sariawan, alopesia, perdarahan, mudah
terkena infeksi, anemia dan perubahan integritas kulit. 2.1.1.3 Riwayat kesehatan sebelumnya
Riwayat kehamilanpersalinan, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat pemberian imunisasi, riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat,
infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah di alami. 2.1.1.4 Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT 1,2,3,, polio 1,2,3, campak, hepatitis, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan
imunitas seperti malnutrisi. 2.1.1.5 Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan Fisik : Pertumbuhan pada anak usia sekolah 6-12 tahun rata- rata 3-3,5 kg atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar kepala hanya 2-3 cm selama
periode ini, tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
6
memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm dan setelah usia 12 tahun kurang lebih 150 cm.
Perkembangan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal abstraksi,
tidak lagi didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
2.1.1.6 Pemenriksaan fisik Keadaan umum atau kesan umum meliputi baik, sedang, dan buruk. Tanda –
tanda vital yang meliputi suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan nadi. ntropometri, terdiri dari pengukuran tinggi badan, berat badan, linkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar perut. Pemriksaan kepala dan leher meliputi bentuk kepala, ada atau tidaknya kelainan tulang kepala, kebersihan kulit
kepala, penyebaran rambut apakah merata atu tidak, kelaian rambut seperti alopesia, struktur wajah, dan ada atau tidaknya kelainan pada wajah, kelengkapan
dan kesimetrisan mata, ada atau tidaknya odem pada kelopak matapalpebra, apakah kojungtiva anemis, skera ikterik atau anikterik, refleks pupil dan isokor
terhadap rangsangan cahaya, ketajaman pengelihatan, tekanan bola mata, kelaianan pada mata, untuk hidung apakah ada pernafasan cuping hidung, ada
tidaknya sekret atau polip, dan keadaan tulang hidung dan septum nasi. Pada telinga periksa bentuk ukuran dang ketegangan, keadaan lubang telinga ada atau
tidaknya penumpukan serumen, kemudian ketajaman pendengaran. Pada mulut dan faring periksa keaadaan bibir, gusi, lidah, palatum dan orofaring. Pada leher
7
periksa posisi trakhea, kelenjar tiroid, suara, kelenjar lymphe apa kah ada pembesaran, ada tidaknya bendungan vena jugularis, dan denyut nadi karotis.
Pemeriksaan thoraksdadatulang punggung yang meliputi pmeriksaan paru : inspeksi bentuk thorak, penggunaan otot bantu nafas, palpasi taktil premitus,
perkusi thoraks, ayuskultasi bunyi nafas, suara ucapan, dan suara nafas tambahan. Pemeriksaan jantung : perkusi basic jantung pada ics II linesternal kiri dan kanan,
pinggang jantung pada ics IV linesternal kanan, dan apeks jantung pada ics V linesternal kiri midclavikula, auskultasi bunyi jantung satu, bunyi jantung dua dan
bunyi jantung tambahan, ada tidaknya bising murmur, dan frekuensi denyut jantung.
Pemeriksaan abdomen yang meliputi inspeksi bentuk abdomen, ada atau tidaknya benjolanmasa, bayangan pembuluh darah, auskultasi bising usus,
palpasi nyeri tekan, masa, hepar, lien dan titik Mc.Berney, perkusi suara abdomen, dan lakukan pemeriksaan ascites. Pemeriksaan muskuloskeletal antara lain periksa
kesimetrisan otot, odema, kekuatan otot, dan ada kah kelainan pada punggung dan ekstermitas. Pemeriksaan Integumen : periksa kebersihan kulit, kehangatan,
warna, turgor, tekstur dan kelembaban serta adanya kelainan atau lesi. Pemeriksaan neurologis, pemeriksaan sistem neurologis antara lain fungsi
cerebral, status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa, tingkat kesadaran Eye, Motorik, Verbal : dengan menggunakan Gaslow Coma Scale GCS, kemampuan
bicara dan fungsi kranial yaitu : Nervus I olfaktorius : suruh anak menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang
berbeda misalnya jeruk dan kapas alkohol, Nervus II optikus : periksa
8
ketajaman pengelihatan anak, persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus, pengelihatan perifer,
Nervus III Okulomotorius : Periksa ukuran dan reaksi pupil, periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak
mengikuti cahaya, Nervus IV Troklearis : Suruh anak menggerakkan mata kearah bawah dan kearah dalam, Nervus V trigemenus : Lakukan palpasi pada
pelipis dan rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan di ats
pipi bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh, dekati dari samping, sentuh bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk
menguji refleks berkedip dan refleks kornea, Nervus VI Abdusen : kaji kemampuan anak untuk menggerakkan mata secara lateral, Nervus VIII
Fasialis : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasiLarutan manis gula, Asam jus lemon, atau hambar kuinin pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik
dengan meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum, menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, amati bayi ketika senyum dan menangis, Nervus VIII
akustikus : Uji pendengaran anak, Nervus IX glosofharingeus : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior, Nervus
X vagus : Kaji anak terhadap suara parau dan kemampuan menelan, sentuhkan
spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan apakah refleks muntah ada saraf cranial IX dan X mempengaruhi respon ini, jangan menstimulasi refleks
muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa apakah ovula pada posisi tengah, Nervus XI aksesorius : Suruh anak memutar kepala kesamping dengan
melawan tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika bahunya ditekan
9
kebawah, Nervus XII hipoglosus : Minta anak untuk mengeluarkan lidahnya.
periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, amati lidah bayi terhadap deviasi lateral ketika anak menangis dan tertawa.dengarkan kemampuan anak untuk
mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk menjauhkannya, kaji kekuatannya. Kemudian pemeriksaan fungsi motorik : massa
otot, tonus otot, dan kekuatan otot, fungsi sensorik : respon terhadap suhu, nyeri dan getaran dan fungsi cerebrum : kemampuan koordinasi dan keseimbangan.
2.1.1.7 Pemeriksaan diagnostik Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g100 ml, Retikulosit : jumlahnya biasanya rendah, Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah 50.000mm akibat zat
kemoterapi dan SDP : mungkin lebih dari 50.000cm dengan peningkatan SDP imatur “menyimpang ke kiri” mungkin ada sel blast leukemia
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North Aerican Nursing Diagnosis Association NANDA adalah “suatu penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat.
Diagnosa pada anak post kemoterapi Wong, 2009; NANDA, 2014 ; Price, 2002 adalah :
10
2.1.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairang yang tidak adekuat akibat mual muntah dan efek samping terapi
2.1.2.2 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis 2.1.2.3 Risiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit 2.1.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2.1.2.5 Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan terapi kemoterapi 2.1.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
2.1.2.7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian zat kimia kemoterapi, radioterapi dan imobilitas
2.1.3 Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC 2014
N O
Diangnosa Tujuan dan Kritera Hasil
Intervensi 1
Kekurangan kebutuhan cairan
b.d asupan cairan yang tidak adekuat
akibat mual muntah dan efek samping
terapi NOC
- Manajemen Cairan - Hidrasi
- Status Nutrisi : Masukan Makanan
dan cairan NIC
- Monitor status hidrasi
kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ostostatik, jika
di perlukan
- Monitor vital sign
11
Kriteria hasil - Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB,
Berat jenis urine normal, HT dan Hb
normal
- Tanda-tanda vital dalam rentang noral
- Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
- Monitor hasil Lab
yang sesuai dengan retensi cairan BUN,
albumin, protein
total, osmolalitas serum, dan berat jenis
urine
- Monitor masukan
cairan makanan dan hitung intake harian
- Identifikasi faktor
pengaruh terhadap bertambah buruknya
dehidrasi misalnya, obat-obatan, demam,
stress, dan program pengobatan
- Berikan terapi cairan
IV, sesuai program
- Berikan penggantian
nasogastrik berdasarkan output,
sesuai kebutuhan
- Tingkatkan asupan
oral misalnya,
berikan cairan di antara waktu makan,
jus kesukaan anak, cetak agar-agar dalam
bentuk menarik, jika perlu.
12
2 Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia, mual dan muntah, efek
samping terapi NOC
- Status Nutrisi : Masukan makanan
dan cairan
Kriteria hasil : - Adanya peningkatan
berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
- Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Tidak terjadi
penurunan berat
badan NIC
Manajemen Nutrisi - Kaji adanya alergi
makanan - Berikan makanan
yang terpilih sudah di
konsultasikan dengan ahli gizi
- Anjurkan klien untuk meningkatkan intake
Fe
- Anjurkan klien untuk meningkatkan protein
dan vit. C
- Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori - Berikan informasi
kebutuhan nutrisi
Manajemen Nutrisi
- BB dalam batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan - Monitor lingkungan
13
selera makan - Monitor turgor kulit
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kalori dan intake nutrisi
3 Risiko cedera :
perdarahan b.d penurunan jumlah
trombosit NOC
- Kontrol Risiko
Kriteria hasil : - Klien terbebas dari
cedera - Klien
mampu menjelaskan cara
mencegah cedera
- Klien mampu
menjelaskan cara mencegah cedera dari
lingkungan atau
perilaku personal - Mampu memodifikasi
gaya hidup untuk mencegah injury
- Mampu mengenali perubahan
status kesehatan.
NIC Manajemen Lingkungan
- Sediakan lingkungan yang aman untuk
klien
- Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien sesuain konisi fisik
- Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
- Memberikan penerangan yang
cukup
- Menganjurkan keluarga
untuk menemani klien.
4 Resiko infeksi b.d
menurunnya sistem NOC :
NIC :
14
pertahanan tubuh - Status Kekebalan
tubuh - Pengetahuan
: Pengendalian Infeksi
- Pengendalian Risiko Kriteria hasil :
- Anak klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
- Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan
dan penatalaksanaan-nya.
- Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leucosit dalam jumlah normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
Pengendalian Infeksi - Tempatkan
anak dalam
ruangan khusus
untuk meminimalkan
terpaparnya anak dari sumber infeksi
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
yang baik
- Gunakan teknik
aseptik untuk seluruh prosedur invasif
- Monitor tanda vital anak
- Evaluasi keadaan anak
terhadap tempat-tempat
munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum,
ulserasi mukosa, masalah gigi.
Pengendalian Infeksi
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung
15
granulosit, WBC - Monitor kerentanan
terhadap infeksi - Batasi pengunjung
5 Nyeri b.d efek
fisiologis dan
terapi kemoterapi NOC
- Tingkat Nyeri - Kontrol Nyeri
- Tingkat Kenyamanan
Kriteria hasil - Mampu mengontrol
nyeri - Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan menejemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah rasa
nyeri berkurang NIC
Manajemen Nyeri - Lakukanpengkajian
nyeri secara
komperhensih - Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan - Kontrol lingkungan
yan dapat
mempengaruhi nyeri - Pilih penanganan
nyeri baik
farmakologi mau pun non farmakologi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri
- Tingkatkan istirahat
Administrasi Analgesik
16
- Tentukan lokasi,
karakteristik, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
- Cek riwayat alergi - Pilih
analgesik tergantung tipe dan
berat nyeri
- Monitor tanda vital sebelu dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.
5 Intoleran aktivitas
b.d kelemahan umum
akibat anemia
NOC : - Konservasi Energi
- Perawatan Diri : ADL NIC
Manajemen Energi - Observasi penyebab
keletihan misalnya, perawatan, nyeri, dan
pengobatan
- Monitor respon
kardiorepiratori terhadap aktivitas
misalnya,takikardi, disritmia, dispnea,
diaforesis, pucat, tekanan heodinamik
dan
frekuensi pernafasan
- Monitor asupan
17
nutrisi untuk
memastikan sumber energi yang adekuat
- Instruksikan teknik nafas
terkontrol selama aktivitas
- Monitor pola tidur dan
lamanya tiduristirahat pasien
- Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi yang berlebihan
Terapi Aktivitas
- Kolaborasikan dengan ahli terapi
okupasi, fisik
misalnya, untuk latihan ketahanan,
atau rekreasi untuk merencanakan dan
memantau program aktivitas, jika perlu
- Bantu klien untuk engidentifikasi
aktivitas yang mampu di lakukan
- Bantu aktivitas fisik teratur misalnya,
18
ambulasi, berpindah, mengubah posisi,
jika perlu
- Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang di
sukai
- Berikan penguatan positif
selama melakukan aktivitas
7 Kerusakan
integritas kulit b.d pemberian
zat kimia kemoterapi,
radioterapi dan imobilitas
NOC - Integritas Jaringan:
Kulit dan Membran Mukosa
Kriteria hasil - Integritas kulityang
baik bisa di pertahankan sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi
- Tidak ada lukalesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik - Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera berulang
NIC Manajemen Tekanan
- Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
- Mobilisasi pasien ubah posisi pasien
setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyakbaby oil pada
daerah yang tertekan
19
- Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kuli dan perawatan alami
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status notrisi pasien
2.1.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah ditentukan dapat tercapai Wong, 2009.
2.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Hasil yang diharapkan
pada anak post kemoterapi wong, 2009 ; NANDA, 2014; Price, 2002 adalah: Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, berpartisipasi dalam aktifitas sehari-
sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas, anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan, anak menyerap makanan dan
cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah, masukan nutrisi adekuat, anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman, kulit tetap bersih dan utuh
20
2.2 Kemoterapi
2.2.1 Pengertian Kemoterapi
Menurut Smeltzer dan Bare 2002, kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggangu
fungsi dan reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan 2010 juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel
kanker sitostatika yang di minum ataupun di infuskan ke pembuluh darah. Menurut Desen 2008, kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang
paling sering di gunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastasis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Menurut Grunberg
2004, tipe pemberian kemoterapi ada beberapa variasi yaitu sebagai kemoterapi terapi primer, kemoterapi terapi adjuvant, kemoterapi nonadjuvant, dan
kemoterapi kombinasi. Menurut Desen 2008, kanker yang dapat di sembuhkan dengan kemoterapi mencapai lebeih dari 10 jenis atau 5 dari seluruh pasien
kenker, termasuk kanker derajat keganasan tinggi seperti, kanker trofoblastik, leukemia limfosit akut anak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker sel
germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarcoma ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa. Kanker
dengan jenis yang lain misalnya kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, dan lai-lain walaupun tidak dapat di sembuhkan dengan kemoterapi, namun lama
survivalnya dapat di perpanjang Desen, 2008.
2.2.3 Toksisitas Kemoterapi
21
Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah terbukti dalam memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk meningkatkan
angka kesembuhan, ketahanan hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai efek samping dan komplikasi Susanto, 2006. Kemoterapi memberikan
efek toksik terhadap sel-sel yang normal karena poliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal, terutama pada jaringan dengan siklus sel yang cepat seperti
sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut Saleh, 2006. Smeltzer dan Bare 2002 juga menjelaskan bahwa sel-sel deengan kecepatan
pertumbuhan yang tinggi misalnya : epithelium, sumsum tulang, folikel rambut, sperma sangat rentan terhadap kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi.
Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang Desen, 2008. Efek toksik jangka pendek meliputi : depresi
sumsum tulang, reaksi gastrointestinal mual, muntah, ulserasi mukosa mulut, diare, trauma fungsi hati infeksi virus hepatitis laten memburuk dan nekrosis
hati akut, kardiotoksisitas, pulmotoksisitas fibrosis kronis paru, neurotoksisitas perineuritis, reaksi alergi demam, syok, menggigil, syok anafilaktik, oedema,
efek toksik lokal tromboflebitis, dan lainnya alopesia, melanosis, sindroma tangan-kaki eritoderma palmar-plantar. Sedangkan efek jangka panjang
meliputi : karsinogenisitas meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua, dan infertilitas. Menurut Saleh 2006, toksisitas umum yang di akibatkan
oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi seperti anemia, leucopenia, trombositopenia, mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia
kebotakan.
22
2.2 Mual dan Muntah pada Kemoterapi
2.3.1 Definisi Mual dan Muntah
Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2 masalah yang berbeda American Cancer Society, 2014. Hal ini juga
di jelaskan oleh, Glare, dkk, 2011 bahwa muntah biasanya, tetapi tidak selalu disebabkan oleh proses mual. Mual nausea di definisikan sebagai sebuah sensai
yang tidak enak di sekitar esofagus, diatas areagastrik lambung, atau perut, dan biasa dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Tekanan yang kuat pada dada
dan abdomen, suhu tubuh yang meningkat, bisa disertai pusing, keringat dingin, pucat, akral dingin, hipersaliva, hilang tonus gaster, kontraksi duodenum, dan
refluk isi intestinal ke dalam gaster sering menyertai mual meskipun tidak selalu disertai muntah. Sedangkan muntah vomiting adalah kejadian yang terkoordinasi
namun tidak dibawah kontrol dari aktivitas gastrointestinal dan gerakan respiratori inspirasi dalam. Peningkatan dari tekanan intra abdominal, penutupan glotis dan
palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan relaksasi fundus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi eksplusi yang kuat dari isi lambung Garret,
dkk., 2003 dalam Lua Zakaria, 2010 ; Glare, dkk., 2011. Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapi yang paling
sering di keluhkan oleh pasien kanker Otto, 2005. Menurut Smeltzer dan Bare 2002, mual dan muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada
kemoterapi dan dapat menetap hingga setelah 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah 2010 menyatakan bahwa 70-80 pasien kemoterapi
mengalami mual dan muntah . sebanyak 80 dari pasien yang menerima
23
kemoterapi berbasis Siklofofamid dan Anthracycline akan mengalami beberapa derajat mual dan muntah Bourdeanu, dkk., 2012.
Sedangkan menurut American Cancer Society 2013, dosis tinggi IV intravena Cisplatin dan Cyclophosphamide dapat menyebabkan mual dan
muntah pada 90 pasien, namun di sisi lain, Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan mual dan muntah pada 10 pasien.
2.3.2 Patofisiologi Chemotherapy induced Nausea and Vomiting CINV
Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kejadian mual dan muntah yaitu dopamine, serotonin, substansi P, acetylcholine, histamine,
endorphine, dan GABA Malamakal, 2015 ; Mustian, dkk., 2011. Menurut Mustian, dkk, 2011, senyawa yang paling banyak di pelajari terkait dengan mual
muntah yang di akibatkan oleh kemoterapi atau chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV adalah serotonin 5-HT yang di produksi oleh sel
enterochromaffin, yaitu suatu jenis sel yang unik yang tersebar di seluruh epitel usus. Serotonin 5-HT akan meningkat setelah terpapar agen kemoterapi,
sehingga pada tingkat tertinggi akan di lepaskan dari permukaan basal ke lamina propia. 5-HT yang berikatan dengan reseptor-reseptor yang serumpun dengan 5-
HT, yang terletak di terminal syaraf vagus, bertindak sebagai neurotransmiter yang mengubah sinyal ke otak belakang, sehingga memicu respon motorik mual
dan muntah. Menurut Janelsins, dkk., 2013, proses CINV di picu oleh agen kemoterapi
yang melibatkan saraf pusat, saraf perifer, neorotransmiter, dan reseptor. Sitotoksik kemoterapi dapat merusak saluran Gastrointestinal GI dan
24
menyebabka sel-sel Enterohromaffin EC didistribusikan ke seluru dinding GI untuk melepaskan sinyal-sinyal saraf melalui pelepasan neurotransmiter, yaitu
serotonin 5-HT, substansial P SP, dopamin D2, monoamin M, dan histamine H1. Neurotransmitter ini kemudian mengaktifkan serabut aferan saraf
vagus dengan mengikat reseptor-reseptor 5-HT3. NK-1, dan lain-lain yang kemudian menstimulus kompleks dorsal saraf vagus yang terdiri dari pusat
emetikmuntah VC, Chemoreceptor Trigger Zone CTZ, dan Nucleus ractus Solitarius NTS. Kemudian sensori tersebut di intregrasikan dan mengakibatkan
aktivasi respon muntah.
2.3.3 Tipe Chemotherapy Induced and Vomiting CINV
Menurut American Cancer Society 2014, CINV dapat berupa : 2.3.3.1 Acute Nausea and Vomiting
Biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah kemoterapi di berikan, akan berakhir dalam 24 jam, dan sering terjadi sekitar 5-6 jam setelah
kemoterapi. 2.3.3.2 Delayed Nausea and Vomiting
Mulai terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi, biasanya muncul 48-72 jam setelah kemoterapi dan berakhir 6-7 hari.
2.3.3.3 Anticipatory Nausea and Vomiting Terjadi sebelum kemoterapi dilakukan dan merupakan sebuah respon yang
muncul akibat hasil dari pengalaman kemoterapi sebelumnya yang buruk terhadap mual dan muntah.
2.3.4 Faktor Risiko Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV
25
Menurt Sekine, dkk. 2013 melalui Studi prospektif analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan beberapa derajat mual dan muntah pada fase akut
acute CINV adalah jenis kelamin perempuan, usia 55 tahun, konsumsi alkohol, serta kemoterapi berbabis Cisplatin dan ACEC Anthrocycline and
Chylophosphamide-combination, sedangkan pada fase tertunda Delayed CINV hanya jenis kelamin perempuan, alkohol, dan kemoterapi berbasis Cisplatin.
2.3.5 Dampak Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV
Menurut Chan, dkk., 2015, Cemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV adalah salah satu dari efek samping yang paling bermasalah dari
kemoterapi kanker, sering berlangsung hingga 5 hari atau lebih setelah kemoterapi di berikan dan dapat berdampak buruk, baik pada kualitas hidup pasien maupun
keadaan fisik mereka. Menurut Conway 2009, efek mual dan muntah antara lain dehidrasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi vena dan
perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan lanjut dapat membuat pasien mengalami dehidrasi. Mual dan muntah yang hebat sangat menggangu aktivitas
pasien dan menimbulkan rasa trauma terhadap pemakaian kemoterapi berikutnya Bloechl-Daum, dkk., 2006 dalam Chan, dkk. 2015.
2.3.6 Penatalaksanaan CINV
Penatalaksanaan CINV dapat di lakukan dengan tindakan farmakologi dan non- farmakologi.
2.3.7.1 Farmakologi Tindakan farmakologi yang sering digunakan untuk menangani mual dan
muntah yaitu dengan melibatkan perespan antiemetik. Menurut American Cancer
26
Society 2013, tidak ada obat yang dapat 100 mencegah atau mengontrol CINV karena obat kemoterapi bereaksi dalam tubuh dengan cara yang berbeda dan
setiap respon seseorang terhadap kemoterapi dan obat obat antiemetik juga berbeda. Obat-obatan yang dapat membantu mengurangi mual dan muntah yaitu
bloker serotonin seperti Ondansentron mengeblok reseptor serotonin dan CTZ, bloker Dopaminergik seperti Metoklopramid mengeblok reseptor dopamine dari
CTZ, Fenotiasin, Sadative, Steroid, dan Histamine, baik secra sendiri atau dalam kombinasi Smeltzer Bare, 2002.
2.3.7.2 Non-farmakologi Selain terapi dengan farmakologi, ada intervensi non-farmakologi yang
dapat di gunakan sebagai terapi tambahan untuk menurunkan mual dan muntah yang terinduksi kemoterapi Chemotherapy Induced Nauseaa and Vomiting.
Berdasarkan artikel ilmiah yang di tulis oleh Mustain, dkk., 2011, terapi non- farmakologi yang dapat digunakan yaitu Herbal supplement : menurut Mustain,
dkk., 2011, banyak herbal supplement dalam bentuk tea minuman atau aromaterapi yang telah di rekomendasikan untuk mengurangi CINV. Ginger,
Cinnamon bark, pappermint, chamomile, fennel,dan rosewood merupakan bahan- bahan yang bisa di gunakan Mustain, dkk., 2011 ; Lua, dkk., 2015 ; Mckenna,
dkk., 2011. Bahan-bahan tersebut memiliki aktivis antispasmodik dan meningkatkan kesehatan sistem digestif pencernaan Essential Science
Publishing, 2007 dalam Mustian, dkk., 2011, Akupuntur : lebih dari 20 tahun, clinical evidance telah mendukung akupuntur sebagai terapi CINV Ma L ,2009
dalam Mustian dkk., 2011. Hal ini di jelaskan bahwa akupuntur bekerja pada
27
sistem saraf melalui stimulasi aktivasi atau deaktivasi otak. Efektivitas akupuntur sebagai terapi CINV juga di jelaskan dalam penelitian Rithirangsriroj, dkk.,
2015 bahwa akupuntur efektif dalam pencegahan delayed CINV dan dapat dijadikan sebagai pilihan terapi CINV tanpa efek samping dan
Biopsychobehavioral : terapi ini meliputi progressive muscle relaxtion, guided imagery, hypnosis, dan exercise. Intervensi Biopsychobehavioral lebih bermanfaat
jika di implementasikan dalam pencegahan dan di mulai sebelum siklus pertama kemoterapi atau sebelum onset pertama gejala CINV Redd, 1994 ; Marrow, 1993
dal Mustian, dkk., 2011.
2.3.7 Instrumen Mual dan Muntah
Menurut Rhodes dan Daniel 2004, dalam Oktaviani 2013, instrumen yang digunakan untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan
reabilitasnya yaitu : Numeric rating Scale NRS, Duke Descrptive Scale DDS, Visual Analog Scale VAS, Index Nausea Vomiting and Retching INVR,
Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis. 2.3.8.1 Numeric rating scale NRS
NRS merupakan instrumen yang mudah di gunakan untuk mengukur mual Lee Jiyeon, dkk., 2010 dalam Oktaviani, dkk., 2014. Skala ini telah di gunakan untuk
mengukur mual pada pasien dyspepsia pada penelitian Oktaviani 2013. NRS juga di gunakan di dalam Edmonton Symptom Assesment System ESAS, yaitu
alat atau instrumen pengkajian yang valid dan reliabel untuk emmbantu dalam melakukan pengkajian gejala nyeri, kelelahan, mual muntah, depresi, kecemasan,
mengantuk, nafsu makan, kesejahteraan, dan sesak nafas yang di alami pasien
28
kanker, yang masing-masing gejala tersebut di nilai dari 0-10 dengan angka 0 berarti tidak ada gejala atau tidak mual dan angka 10 muntah atau keparahan yang
mungkin terburuk Cancer Care Ontario, 2005.
Gambar 2.1 Numerik Rating Scale NRS Rhodes dan Mc Daniel, 2004
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 None Mild Moderate Severe
Numerik rating scale NRS terdiri dari skor 0 sampai 10 dimana di kelompokkan yaitu dengan yang pertama skor 0 berarti non atau tidak mual
muntah, selanjutnya skor 1 sampai 3 dikategorikan mild atau ringan mual muntahnya, lanjut skor 4 sampai 6 dinilai moderate atau mual muntah sedang dan
kelompok yang terakhir yaitu skor 7 sampai 10 yaitu severe yaitu mual muntah dengan skor tertinggi atau terjadi mual muntah.
29
2.3.8.2 Duke descriptive scale DDS Instrument ini memuat data mual dan muntah dengan frekuensi, keparahan dan
kombinasi aktifitas. Tipe dari kuisioner ini adalah skala check list. Kelemahan kuisioner adalah informasi yang terbatas Rhodes Daniel, 2004 dalam
Oktaviani 2013. 2.3.8.3 Visualing analog scale VAS
Menurut Oktaviani 2013, instrumen penelitian ini berupa sentan skala dengan menggunakan angka 0-10 untuk mengetahui gejala. Instrumen ini yang simple
dan paling banyak di gunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. 2.3.8.4 Index nausea vomiting and retching INVR
Index Nausea and Retching yang di populerkan oleh Rhodes digunakan untuk mengukur mual, muntah, dan retching dengan skala Likert yaitu 0-4. Instrumen
INVR merupakan instrumen yang di gunakan dalam penelitian Apriany 2010. 2.3.8.5 Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index
Emesis. Instrumen ini di lengakpi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi dari
mual dan muntah Rhodes dan Daniel, 2004 dalam Oktaviani, 2013.
2.4 Aromaterapi Pappermint
2.4.1 Aromaterpai
Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi dan Therapy yang dapat diartikan sebagai pengobatan atau penyembuhan, sehingga
aroma terapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh dan atau
30
penyembuhan penyakit dengan mengggunakan minyak esential Essential oil atau EO Jaelani,2009. Menurut Lua dan Zakaria 2012, aromaterapi mengarah
kepada penggunaan terapeutik substansi wewangian untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental, kualitas hidup, dan sebagai bentuk pengobatan
komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative Medicine CAM.
Efek aromaterapi inhaler aromastik terhadap kecemasan, mual, dan gangguan tidur pada 160 pasien dalam setting acute center care di UK
menunjukkan 77 dari semua pasien melaporkan satu atau lebih manfaat dari aromastik tersebut. Pada pasien cemas,65 merasa lebih santai dan 51 merasa
stress kurang. 47 dari pasien mual mengatakan mual teratasi dan 55 dari pasien yang mengalami gangguan tidur mengalami peningkatan kualitas tidur
Stringer Donald, 2010. Aromaterapi juga dapat dikatakan menurunkan kejadian, keparahan, dan frekuensi CINV pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi di Negara Karala, India Santosh, dkk., 2011. Menurut Mayden 2012, aromaterapi dapat di aplikasikan dalam beberapa
metode, antara lain : 2.4.1.1 Topikal : Metode ini biasanya di aplikasikan dalam bentuk pijat, salep,
emulsi, dan gel. 2.4.1.2 Inhalasi : Metode yang biasanya di gunakan meliputi diffuser, lampu
aroma, semprot ruangan, uap, atau inhalasi langsung dari minyak esensial. 2.4.1.3 Mandi : Pencampuran EO dengan garam laut, garam epsom, atau minyak
yang dapat di gunakan untuk mandi atau berendam.
31
2.4.1.4 Kompres : Pengenceran EO dan di aplikasikan ke kain bersih atau kain flanel dalam keadaan dingin atau panas dan biasanya pengompresan di
lakukan selama 1-3 jam. Sedangkan menurut Buckle 2014, aplikasi aromaterapi melalui inhalasi dapat
secara langsung atau direct untuk satu pasien atau tidak langsung atau indirect untuk satu ruangan.
2.4.1.5 Direct Inhalation no steam :enggunaan aromaterapi tanpa uap steam yaitu dengan menggunakan aromastik : dengan cara meneteskan 15-20
tetes EO ke dalam wick sumbu dan masukkan wick ke dalam inhaler, romapatches : dengan cara menggunakan patch yang dapat berisi 1 jenis
EO atau campuran yang di aplikasikan kedalam kulit pasien dan bola kapas cotton ball : dengan cara menambahkan 1-5 tetes EO pada bola
kapas dengan menghirupnya selama 5-10 menit kemudian di ulangi sesuai kebutuhan.
2.4.1.5 Direct Inhalation with Steam : penggunaan aromaterapi denagn cara menambahkan 1-5 tetes EO ke dalam wadah steaming air
kemudianmeletakkan handuk di atas kepala pasien dan memintanya untuk menghirup selama 10 menit.
2.4.1.6 Indirect Inhalation : aplikasi aromaterapi dalam bentuk room fresheners, burners, fans, humidifier, diffuser, nebulizer, spritzer sprays , aromastones.
Melalui inhalasi, molekul-molekul volatile EO yang melewati reseptor olfaktori di hidung mengenali karakteristik molekuler tersebut an mengirim sinyal
ke otak melalui saraf olfaktori. Selain itu, beberapa unsur pokok dari molekul
32
tersebut masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru dan berpengaruh secara langsung terhadap saraf-saraf di otak setelah melewati barier darah di otak
Geiger, 2005 dalam Lua Zakaria, 2012. Berdasarkan sistemic review oleh Boehm, dkk., 2012, dalam aspek
keamanan kemoterapi atau EO dapat digunakan dengan aman oleh pasien kanker. Tes terhadap keamanan EO telah menunjukkan efek samping yang minimal.
Beberapa EO misal : champora oil dapat menyebabkan iritasi lokal, seperti dermatitis kontak, akibat kontak yang terlalu lama dengan EO ketika mendapatkan
aromaterapi pijat. Hal ini juga di jelaskan dalam brief review tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua Zakaria 2012, hanya beberapa
kasus reaksi alergi yang di dokumentasikan dalam literatur dan di laporkan ada 1 kasus reaksi alergi dengan minyak esensial Athemis nobilis chanomile.
2.4.2 Pappermint
Pappermint yang meiliki nama lain Mentha Piperita diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, ordo
Lamiales, Famili Lamiaceae, Genus Mentha, dan Spesies Mentha Arvenis Sastrohamidjojo, 2004. Genus Mentha di Indonesia terdapat 2 jenis spesies yaitu
Mentha Arvenis dan Mentha Piperita pappermint Pribadi, 2010 dalam Toepak, dkk., 2013. Genus Mentha yang di gunakan sebagai penghasil minyak mint
adalah minyak cornmint yang dihasilkan dari tanaman M. Arvenis, minyak pappermint dihasilkan dari tanaman M. Piperita, dan minyak spearmint dihasilkan
dari tanaman M. Spicata Ma’mun Shinta, 2006 dalam Aziza, dkk., 2013. Berdasarkan analisis menggunakan GC-MC Gas Chromatography-Mass
33
Spectrometry dalam penelitian Tayarani-Najaran, dkk. 2013, essential oil EO Pappermint M. x Piperita mengandung 14 komponen yang terdiri dari
Limoenene 5,96, Menthone 1,12, Borneol 0,68, Terpinen-4-ol 0,99, cis-Dihydrocarvone 19,19, trans-Dyhidrocarvone 1,06, Pulegone
13,30, Carvone 42,53, Piperitone 1,52, α-Terpineneyl Acetate 6,78, β-Carvyl Acetate 1,06, β-Bourbonene 1,46, β-Caryophyllene 6,78, α-
Humulene 0,88. Berdasarkan evaluasi lebih lanjut, terdapat 5 komponen utama yang dapat berfungsi sebagai antiemetik, yaitu Limonene 5,96, cis-
Dihydrocarvone 19,19, Pulegone 13,30, Carvone 42,53, β- Caryophyllene 6,78.
2.4.3 Aromaterapi Pappermint sebagai Penurun Mual dan Muntah
Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa aromaterapi pappermint efektif untuk menurunkan mual muntah. Hasil penelitian Taryani-Najaran, dkk.,
2013 menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan dalam intensitas dan angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi dalam 24 jam pertama
dengan M. spicata dan M. x piperita. Aromaterapi pappermint juga dapat menurunkan skala mual pada pasien Post Operative Nausea PON. Hasil
penelitian Hunt, dkk, 2013 menunjukkan bahwa skala mual pada pasien PON menurun secara signifikan setelah di berikan EO campuran antara ginger,
pappermint, spearmint, dan cardamon. Sebuah tinjauan singkat tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan
muntah oleh Lua Zakaria 2012 menunjukkan bahwa dari 5 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang mencakup percobaan dengan 328 responden, di
34
dapatkan hasil bahwa inhalasi uap minyak esensial Essential OilEO pappermint tidak hanya mengurangi insiden dan keparahan mual dan muntah, tetapi juga
mengurangi penggunaan obat antiemetik dan sebagai akibat peningkatan kepuasan pasien. Kesimpulan dari hasil tersebut bahwa pengguanaan aromaterapi minyak
esensial pappermint memiliki potensial keuntungan dalam mengurangi mual dan muntah pada pasien post operasi dan onkologi.
2.5 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori Studi Kasus
35
Kemoterapi
Toksisitas Kemoterapi : 1. Mielosupresi Anemia, Leucopenia, Tromositopenia
2. 3. Ulserasi membran mukosa
4. Alopesia Mual dan muntah
Penatalaksanaan maual dan muntah akibat kemoterapi CINV : 1. Farmakologi obat-obatan antiemetik
2. Non-farmakologi
a. Herbal suplement b. Akupuntur
c.
Biopsychobehavioral
A
romaterapi pappermint
A
romaterapi pappermint sebagai penurun mual muntah
Keterangan : Diteliti
Tidak diteliti
2.5 Kerangka Konsep