Rumusan Masalah Tujuan Studi Kasus Manfaat Studi Kasus Kerangka Teori

dan meningkatkan perasaan nyaman dan rileks Potss, 2009. Bau harum dari aroma terapi di transmisikan melalui dua jalur, jalur pertama melalui sistem limbik menuju hipotalamus dan sampai pituitari. Jalur yang kedua di transmisikan melalui korteks olfactory menuju talamus dan kemudian menuju neocortex. Melalui kedua jalur ini aromaterapi akan di olah sampai menimbulkan persepsi individu Cook ,2008. Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu petugas kesehatan di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie Samarinda, kasus kanker anak yang sering menjalani kemoterapi selama 6 bulan terakhir adalah leukemia sebanyak 32 kasus. Usia anak yang menjalani kemoterapi bervariasi dari usia 0 bulan – 11 tahun, kelamin anak-anak yang sering mengikuti kemoterapi antara laki-laki dan perempuan sama. Efek yang sering muncul pada anak post kemoterapi yang di rawat di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie antara lain yaitu mielosupresi Anemia, Leucopenia, Tromositopenia, ulserasi membran mukosa, alopesia, serta mual dan muntah. Dari uraian terasebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Pappermint untuk menurnkan mual dan muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut. “ Apakah Aromaterapi Peppermint dapat menurunkan mual dan muntah pada Anak Post Kemoterapi”

1.3 Tujuan Studi Kasus

3 1.3.1 Tujuan Umum Menurunkan mual dan muntah dengan menggunakan aromaterapi peppermint pada anak post kemoterapi di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi sebelum di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 1.3.2.2 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi setelah di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul wahab Sjahranie Samarinda. 1.3.2.3 Untuk gambaran pemberian aromaterapi peppermint dalam menurunkan mual dan muntah setelah kemoterapi pada pasien.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan aromaterapi peppermint. 1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang keperawatan dalam menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan terapi komplementer yaitu aromaterapi peppermint. 1.4.3 Bagi Peneliti atau Penulis Memperoleh pengalaman dalam mengiplementasikan terapi komplementer berupa aromaterapi peppermint pada anak post kemoterapi yang mengalami mual dan muntah. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan Anak Post Kemoterapi

Asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian atau proses praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 5 Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pegambilan keputusan dan penyelesaian masalah Nursalam, 20010.

2.1.1 Pengkajian

2.1.1.1 Biodata Identitas klien dan identitas orang tua yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pendidikan . 2.1.1.2 Riwayat kesehatan sekarang Hal yang diakibatkan oleh kemoterapi atau efek sampingnya yaitu lemas, mual muntah, gangguan pencernaan, sariawan, alopesia, perdarahan, mudah terkena infeksi, anemia dan perubahan integritas kulit. 2.1.1.3 Riwayat kesehatan sebelumnya Riwayat kehamilanpersalinan, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat pemberian imunisasi, riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat, infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah di alami. 2.1.1.4 Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT 1,2,3,, polio 1,2,3, campak, hepatitis, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi. 2.1.1.5 Riwayat tumbuh kembang Pertumbuhan Fisik : Pertumbuhan pada anak usia sekolah 6-12 tahun rata- rata 3-3,5 kg atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar kepala hanya 2-3 cm selama periode ini, tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan 6 memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm dan setelah usia 12 tahun kurang lebih 150 cm. Perkembangan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal abstraksi, tidak lagi didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas. 2.1.1.6 Pemenriksaan fisik Keadaan umum atau kesan umum meliputi baik, sedang, dan buruk. Tanda – tanda vital yang meliputi suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan nadi. ntropometri, terdiri dari pengukuran tinggi badan, berat badan, linkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar perut. Pemriksaan kepala dan leher meliputi bentuk kepala, ada atau tidaknya kelainan tulang kepala, kebersihan kulit kepala, penyebaran rambut apakah merata atu tidak, kelaian rambut seperti alopesia, struktur wajah, dan ada atau tidaknya kelainan pada wajah, kelengkapan dan kesimetrisan mata, ada atau tidaknya odem pada kelopak matapalpebra, apakah kojungtiva anemis, skera ikterik atau anikterik, refleks pupil dan isokor terhadap rangsangan cahaya, ketajaman pengelihatan, tekanan bola mata, kelaianan pada mata, untuk hidung apakah ada pernafasan cuping hidung, ada tidaknya sekret atau polip, dan keadaan tulang hidung dan septum nasi. Pada telinga periksa bentuk ukuran dang ketegangan, keadaan lubang telinga ada atau tidaknya penumpukan serumen, kemudian ketajaman pendengaran. Pada mulut dan faring periksa keaadaan bibir, gusi, lidah, palatum dan orofaring. Pada leher 7 periksa posisi trakhea, kelenjar tiroid, suara, kelenjar lymphe apa kah ada pembesaran, ada tidaknya bendungan vena jugularis, dan denyut nadi karotis. Pemeriksaan thoraksdadatulang punggung yang meliputi pmeriksaan paru : inspeksi bentuk thorak, penggunaan otot bantu nafas, palpasi taktil premitus, perkusi thoraks, ayuskultasi bunyi nafas, suara ucapan, dan suara nafas tambahan. Pemeriksaan jantung : perkusi basic jantung pada ics II linesternal kiri dan kanan, pinggang jantung pada ics IV linesternal kanan, dan apeks jantung pada ics V linesternal kiri midclavikula, auskultasi bunyi jantung satu, bunyi jantung dua dan bunyi jantung tambahan, ada tidaknya bising murmur, dan frekuensi denyut jantung. Pemeriksaan abdomen yang meliputi inspeksi bentuk abdomen, ada atau tidaknya benjolanmasa, bayangan pembuluh darah, auskultasi bising usus, palpasi nyeri tekan, masa, hepar, lien dan titik Mc.Berney, perkusi suara abdomen, dan lakukan pemeriksaan ascites. Pemeriksaan muskuloskeletal antara lain periksa kesimetrisan otot, odema, kekuatan otot, dan ada kah kelainan pada punggung dan ekstermitas. Pemeriksaan Integumen : periksa kebersihan kulit, kehangatan, warna, turgor, tekstur dan kelembaban serta adanya kelainan atau lesi. Pemeriksaan neurologis, pemeriksaan sistem neurologis antara lain fungsi cerebral, status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa, tingkat kesadaran Eye, Motorik, Verbal : dengan menggunakan Gaslow Coma Scale GCS, kemampuan bicara dan fungsi kranial yaitu : Nervus I olfaktorius : suruh anak menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda misalnya jeruk dan kapas alkohol, Nervus II optikus : periksa 8 ketajaman pengelihatan anak, persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus, pengelihatan perifer, Nervus III Okulomotorius : Periksa ukuran dan reaksi pupil, periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak mengikuti cahaya, Nervus IV Troklearis : Suruh anak menggerakkan mata kearah bawah dan kearah dalam, Nervus V trigemenus : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan di ats pipi bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh, dekati dari samping, sentuh bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk menguji refleks berkedip dan refleks kornea, Nervus VI Abdusen : kaji kemampuan anak untuk menggerakkan mata secara lateral, Nervus VIII Fasialis : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasiLarutan manis gula, Asam jus lemon, atau hambar kuinin pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum, menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, amati bayi ketika senyum dan menangis, Nervus VIII akustikus : Uji pendengaran anak, Nervus IX glosofharingeus : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior, Nervus X vagus : Kaji anak terhadap suara parau dan kemampuan menelan, sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan apakah refleks muntah ada saraf cranial IX dan X mempengaruhi respon ini, jangan menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa apakah ovula pada posisi tengah, Nervus XI aksesorius : Suruh anak memutar kepala kesamping dengan melawan tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika bahunya ditekan 9 kebawah, Nervus XII hipoglosus : Minta anak untuk mengeluarkan lidahnya. periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, amati lidah bayi terhadap deviasi lateral ketika anak menangis dan tertawa.dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk menjauhkannya, kaji kekuatannya. Kemudian pemeriksaan fungsi motorik : massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot, fungsi sensorik : respon terhadap suhu, nyeri dan getaran dan fungsi cerebrum : kemampuan koordinasi dan keseimbangan. 2.1.1.7 Pemeriksaan diagnostik Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g100 ml, Retikulosit : jumlahnya biasanya rendah, Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah 50.000mm akibat zat kemoterapi dan SDP : mungkin lebih dari 50.000cm dengan peningkatan SDP imatur “menyimpang ke kiri” mungkin ada sel blast leukemia

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut The North Aerican Nursing Diagnosis Association NANDA adalah “suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat. Diagnosa pada anak post kemoterapi Wong, 2009; NANDA, 2014 ; Price, 2002 adalah : 10 2.1.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairang yang tidak adekuat akibat mual muntah dan efek samping terapi 2.1.2.2 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis 2.1.2.3 Risiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit 2.1.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh 2.1.2.5 Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan terapi kemoterapi 2.1.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia 2.1.2.7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian zat kimia kemoterapi, radioterapi dan imobilitas

2.1.3 Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC 2014 N O Diangnosa Tujuan dan Kritera Hasil Intervensi 1 Kekurangan kebutuhan cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat akibat mual muntah dan efek samping terapi NOC - Manajemen Cairan - Hidrasi - Status Nutrisi : Masukan Makanan dan cairan NIC - Monitor status hidrasi kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ostostatik, jika di perlukan - Monitor vital sign 11 Kriteria hasil - Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Berat jenis urine normal, HT dan Hb normal - Tanda-tanda vital dalam rentang noral - Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. - Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine - Monitor masukan cairan makanan dan hitung intake harian - Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi misalnya, obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan - Berikan terapi cairan IV, sesuai program - Berikan penggantian nasogastrik berdasarkan output, sesuai kebutuhan - Tingkatkan asupan oral misalnya, berikan cairan di antara waktu makan, jus kesukaan anak, cetak agar-agar dalam bentuk menarik, jika perlu. 12 2 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah, efek samping terapi NOC - Status Nutrisi : Masukan makanan dan cairan Kriteria hasil : - Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan - Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan - Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi - Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Tidak terjadi penurunan berat badan NIC Manajemen Nutrisi - Kaji adanya alergi makanan - Berikan makanan yang terpilih sudah di konsultasikan dengan ahli gizi - Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe - Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vit. C - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori - Berikan informasi kebutuhan nutrisi Manajemen Nutrisi - BB dalam batas normal - Monitor adanya penurunan berat badan - Monitor lingkungan 13 selera makan - Monitor turgor kulit - Monitor mual dan muntah - Monitor kalori dan intake nutrisi 3 Risiko cedera : perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit NOC - Kontrol Risiko Kriteria hasil : - Klien terbebas dari cedera - Klien mampu menjelaskan cara mencegah cedera - Klien mampu menjelaskan cara mencegah cedera dari lingkungan atau perilaku personal - Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury - Mampu mengenali perubahan status kesehatan. NIC Manajemen Lingkungan - Sediakan lingkungan yang aman untuk klien - Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuain konisi fisik - Menghindarkan lingkungan yang berbahaya - Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih - Memberikan penerangan yang cukup - Menganjurkan keluarga untuk menemani klien. 4 Resiko infeksi b.d menurunnya sistem NOC : NIC : 14 pertahanan tubuh - Status Kekebalan tubuh - Pengetahuan : Pengendalian Infeksi - Pengendalian Risiko Kriteria hasil : - Anak klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaan-nya. - Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi - Jumlah leucosit dalam jumlah normal - Menunjukkan perilaku hidup sehat Pengendalian Infeksi - Tempatkan anak dalam ruangan khusus untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi - Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan yang baik - Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur invasif - Monitor tanda vital anak - Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, masalah gigi. Pengendalian Infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung 15 granulosit, WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung 5 Nyeri b.d efek fisiologis dan terapi kemoterapi NOC - Tingkat Nyeri - Kontrol Nyeri - Tingkat Kenyamanan Kriteria hasil - Mampu mengontrol nyeri - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri - Mampu mengenali nyeri - Menyatakan rasa nyaman setelah rasa nyeri berkurang NIC Manajemen Nyeri - Lakukanpengkajian nyeri secara komperhensih - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Kontrol lingkungan yan dapat mempengaruhi nyeri - Pilih penanganan nyeri baik farmakologi mau pun non farmakologi - Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri - Tingkatkan istirahat Administrasi Analgesik 16 - Tentukan lokasi, karakteristik, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Pilih analgesik tergantung tipe dan berat nyeri - Monitor tanda vital sebelu dan sesudah pemberian analgesik pertama kali. 5 Intoleran aktivitas b.d kelemahan umum akibat anemia NOC : - Konservasi Energi - Perawatan Diri : ADL NIC Manajemen Energi - Observasi penyebab keletihan misalnya, perawatan, nyeri, dan pengobatan - Monitor respon kardiorepiratori terhadap aktivitas misalnya,takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan heodinamik dan frekuensi pernafasan - Monitor asupan 17 nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat - Instruksikan teknik nafas terkontrol selama aktivitas - Monitor pola tidur dan lamanya tiduristirahat pasien - Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi yang berlebihan Terapi Aktivitas - Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik misalnya, untuk latihan ketahanan, atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu - Bantu klien untuk engidentifikasi aktivitas yang mampu di lakukan - Bantu aktivitas fisik teratur misalnya, 18 ambulasi, berpindah, mengubah posisi, jika perlu - Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang di sukai - Berikan penguatan positif selama melakukan aktivitas 7 Kerusakan integritas kulit b.d pemberian zat kimia kemoterapi, radioterapi dan imobilitas NOC - Integritas Jaringan: Kulit dan Membran Mukosa Kriteria hasil - Integritas kulityang baik bisa di pertahankan sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi - Tidak ada lukalesi pada kulit - Perfusi jaringan baik - Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang NIC Manajemen Tekanan - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Hindari kerutan pada tempat tidur - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering - Mobilisasi pasien ubah posisi pasien setiap dua jam sekali - Monitor kulit akan adanya kemerahan - Oleskan lotion atau minyakbaby oil pada daerah yang tertekan 19 - Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kuli dan perawatan alami - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien - Monitor status notrisi pasien

2.1.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah ditentukan dapat tercapai Wong, 2009.

2.1.5 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Hasil yang diharapkan pada anak post kemoterapi wong, 2009 ; NANDA, 2014; Price, 2002 adalah: Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, berpartisipasi dalam aktifitas sehari- sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas, anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan, anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah, masukan nutrisi adekuat, anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman, kulit tetap bersih dan utuh 20

2.2 Kemoterapi

2.2.1 Pengertian Kemoterapi

Menurut Smeltzer dan Bare 2002, kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggangu fungsi dan reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan 2010 juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker sitostatika yang di minum ataupun di infuskan ke pembuluh darah. Menurut Desen 2008, kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang paling sering di gunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastasis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Menurut Grunberg 2004, tipe pemberian kemoterapi ada beberapa variasi yaitu sebagai kemoterapi terapi primer, kemoterapi terapi adjuvant, kemoterapi nonadjuvant, dan kemoterapi kombinasi. Menurut Desen 2008, kanker yang dapat di sembuhkan dengan kemoterapi mencapai lebeih dari 10 jenis atau 5 dari seluruh pasien kenker, termasuk kanker derajat keganasan tinggi seperti, kanker trofoblastik, leukemia limfosit akut anak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker sel germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarcoma ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa. Kanker dengan jenis yang lain misalnya kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, dan lai-lain walaupun tidak dapat di sembuhkan dengan kemoterapi, namun lama survivalnya dapat di perpanjang Desen, 2008.

2.2.3 Toksisitas Kemoterapi

21 Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah terbukti dalam memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai efek samping dan komplikasi Susanto, 2006. Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang normal karena poliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal, terutama pada jaringan dengan siklus sel yang cepat seperti sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut Saleh, 2006. Smeltzer dan Bare 2002 juga menjelaskan bahwa sel-sel deengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi misalnya : epithelium, sumsum tulang, folikel rambut, sperma sangat rentan terhadap kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi. Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang Desen, 2008. Efek toksik jangka pendek meliputi : depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal mual, muntah, ulserasi mukosa mulut, diare, trauma fungsi hati infeksi virus hepatitis laten memburuk dan nekrosis hati akut, kardiotoksisitas, pulmotoksisitas fibrosis kronis paru, neurotoksisitas perineuritis, reaksi alergi demam, syok, menggigil, syok anafilaktik, oedema, efek toksik lokal tromboflebitis, dan lainnya alopesia, melanosis, sindroma tangan-kaki eritoderma palmar-plantar. Sedangkan efek jangka panjang meliputi : karsinogenisitas meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua, dan infertilitas. Menurut Saleh 2006, toksisitas umum yang di akibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi seperti anemia, leucopenia, trombositopenia, mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia kebotakan. 22

2.2 Mual dan Muntah pada Kemoterapi

2.3.1 Definisi Mual dan Muntah

Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2 masalah yang berbeda American Cancer Society, 2014. Hal ini juga di jelaskan oleh, Glare, dkk, 2011 bahwa muntah biasanya, tetapi tidak selalu disebabkan oleh proses mual. Mual nausea di definisikan sebagai sebuah sensai yang tidak enak di sekitar esofagus, diatas areagastrik lambung, atau perut, dan biasa dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Tekanan yang kuat pada dada dan abdomen, suhu tubuh yang meningkat, bisa disertai pusing, keringat dingin, pucat, akral dingin, hipersaliva, hilang tonus gaster, kontraksi duodenum, dan refluk isi intestinal ke dalam gaster sering menyertai mual meskipun tidak selalu disertai muntah. Sedangkan muntah vomiting adalah kejadian yang terkoordinasi namun tidak dibawah kontrol dari aktivitas gastrointestinal dan gerakan respiratori inspirasi dalam. Peningkatan dari tekanan intra abdominal, penutupan glotis dan palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan relaksasi fundus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi eksplusi yang kuat dari isi lambung Garret, dkk., 2003 dalam Lua Zakaria, 2010 ; Glare, dkk., 2011. Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapi yang paling sering di keluhkan oleh pasien kanker Otto, 2005. Menurut Smeltzer dan Bare 2002, mual dan muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada kemoterapi dan dapat menetap hingga setelah 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah 2010 menyatakan bahwa 70-80 pasien kemoterapi mengalami mual dan muntah . sebanyak 80 dari pasien yang menerima 23 kemoterapi berbasis Siklofofamid dan Anthracycline akan mengalami beberapa derajat mual dan muntah Bourdeanu, dkk., 2012. Sedangkan menurut American Cancer Society 2013, dosis tinggi IV intravena Cisplatin dan Cyclophosphamide dapat menyebabkan mual dan muntah pada 90 pasien, namun di sisi lain, Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan mual dan muntah pada 10 pasien.

2.3.2 Patofisiologi Chemotherapy induced Nausea and Vomiting CINV

Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kejadian mual dan muntah yaitu dopamine, serotonin, substansi P, acetylcholine, histamine, endorphine, dan GABA Malamakal, 2015 ; Mustian, dkk., 2011. Menurut Mustian, dkk, 2011, senyawa yang paling banyak di pelajari terkait dengan mual muntah yang di akibatkan oleh kemoterapi atau chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV adalah serotonin 5-HT yang di produksi oleh sel enterochromaffin, yaitu suatu jenis sel yang unik yang tersebar di seluruh epitel usus. Serotonin 5-HT akan meningkat setelah terpapar agen kemoterapi, sehingga pada tingkat tertinggi akan di lepaskan dari permukaan basal ke lamina propia. 5-HT yang berikatan dengan reseptor-reseptor yang serumpun dengan 5- HT, yang terletak di terminal syaraf vagus, bertindak sebagai neurotransmiter yang mengubah sinyal ke otak belakang, sehingga memicu respon motorik mual dan muntah. Menurut Janelsins, dkk., 2013, proses CINV di picu oleh agen kemoterapi yang melibatkan saraf pusat, saraf perifer, neorotransmiter, dan reseptor. Sitotoksik kemoterapi dapat merusak saluran Gastrointestinal GI dan 24 menyebabka sel-sel Enterohromaffin EC didistribusikan ke seluru dinding GI untuk melepaskan sinyal-sinyal saraf melalui pelepasan neurotransmiter, yaitu serotonin 5-HT, substansial P SP, dopamin D2, monoamin M, dan histamine H1. Neurotransmitter ini kemudian mengaktifkan serabut aferan saraf vagus dengan mengikat reseptor-reseptor 5-HT3. NK-1, dan lain-lain yang kemudian menstimulus kompleks dorsal saraf vagus yang terdiri dari pusat emetikmuntah VC, Chemoreceptor Trigger Zone CTZ, dan Nucleus ractus Solitarius NTS. Kemudian sensori tersebut di intregrasikan dan mengakibatkan aktivasi respon muntah.

2.3.3 Tipe Chemotherapy Induced and Vomiting CINV

Menurut American Cancer Society 2014, CINV dapat berupa : 2.3.3.1 Acute Nausea and Vomiting Biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah kemoterapi di berikan, akan berakhir dalam 24 jam, dan sering terjadi sekitar 5-6 jam setelah kemoterapi. 2.3.3.2 Delayed Nausea and Vomiting Mulai terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi, biasanya muncul 48-72 jam setelah kemoterapi dan berakhir 6-7 hari. 2.3.3.3 Anticipatory Nausea and Vomiting Terjadi sebelum kemoterapi dilakukan dan merupakan sebuah respon yang muncul akibat hasil dari pengalaman kemoterapi sebelumnya yang buruk terhadap mual dan muntah.

2.3.4 Faktor Risiko Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV

25 Menurt Sekine, dkk. 2013 melalui Studi prospektif analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan beberapa derajat mual dan muntah pada fase akut acute CINV adalah jenis kelamin perempuan, usia 55 tahun, konsumsi alkohol, serta kemoterapi berbabis Cisplatin dan ACEC Anthrocycline and Chylophosphamide-combination, sedangkan pada fase tertunda Delayed CINV hanya jenis kelamin perempuan, alkohol, dan kemoterapi berbasis Cisplatin.

2.3.5 Dampak Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV

Menurut Chan, dkk., 2015, Cemotherapy Induced Nausea and Vomiting CINV adalah salah satu dari efek samping yang paling bermasalah dari kemoterapi kanker, sering berlangsung hingga 5 hari atau lebih setelah kemoterapi di berikan dan dapat berdampak buruk, baik pada kualitas hidup pasien maupun keadaan fisik mereka. Menurut Conway 2009, efek mual dan muntah antara lain dehidrasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi vena dan perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan lanjut dapat membuat pasien mengalami dehidrasi. Mual dan muntah yang hebat sangat menggangu aktivitas pasien dan menimbulkan rasa trauma terhadap pemakaian kemoterapi berikutnya Bloechl-Daum, dkk., 2006 dalam Chan, dkk. 2015.

2.3.6 Penatalaksanaan CINV

Penatalaksanaan CINV dapat di lakukan dengan tindakan farmakologi dan non- farmakologi. 2.3.7.1 Farmakologi Tindakan farmakologi yang sering digunakan untuk menangani mual dan muntah yaitu dengan melibatkan perespan antiemetik. Menurut American Cancer 26 Society 2013, tidak ada obat yang dapat 100 mencegah atau mengontrol CINV karena obat kemoterapi bereaksi dalam tubuh dengan cara yang berbeda dan setiap respon seseorang terhadap kemoterapi dan obat obat antiemetik juga berbeda. Obat-obatan yang dapat membantu mengurangi mual dan muntah yaitu bloker serotonin seperti Ondansentron mengeblok reseptor serotonin dan CTZ, bloker Dopaminergik seperti Metoklopramid mengeblok reseptor dopamine dari CTZ, Fenotiasin, Sadative, Steroid, dan Histamine, baik secra sendiri atau dalam kombinasi Smeltzer Bare, 2002. 2.3.7.2 Non-farmakologi Selain terapi dengan farmakologi, ada intervensi non-farmakologi yang dapat di gunakan sebagai terapi tambahan untuk menurunkan mual dan muntah yang terinduksi kemoterapi Chemotherapy Induced Nauseaa and Vomiting. Berdasarkan artikel ilmiah yang di tulis oleh Mustain, dkk., 2011, terapi non- farmakologi yang dapat digunakan yaitu Herbal supplement : menurut Mustain, dkk., 2011, banyak herbal supplement dalam bentuk tea minuman atau aromaterapi yang telah di rekomendasikan untuk mengurangi CINV. Ginger, Cinnamon bark, pappermint, chamomile, fennel,dan rosewood merupakan bahan- bahan yang bisa di gunakan Mustain, dkk., 2011 ; Lua, dkk., 2015 ; Mckenna, dkk., 2011. Bahan-bahan tersebut memiliki aktivis antispasmodik dan meningkatkan kesehatan sistem digestif pencernaan Essential Science Publishing, 2007 dalam Mustian, dkk., 2011, Akupuntur : lebih dari 20 tahun, clinical evidance telah mendukung akupuntur sebagai terapi CINV Ma L ,2009 dalam Mustian dkk., 2011. Hal ini di jelaskan bahwa akupuntur bekerja pada 27 sistem saraf melalui stimulasi aktivasi atau deaktivasi otak. Efektivitas akupuntur sebagai terapi CINV juga di jelaskan dalam penelitian Rithirangsriroj, dkk., 2015 bahwa akupuntur efektif dalam pencegahan delayed CINV dan dapat dijadikan sebagai pilihan terapi CINV tanpa efek samping dan Biopsychobehavioral : terapi ini meliputi progressive muscle relaxtion, guided imagery, hypnosis, dan exercise. Intervensi Biopsychobehavioral lebih bermanfaat jika di implementasikan dalam pencegahan dan di mulai sebelum siklus pertama kemoterapi atau sebelum onset pertama gejala CINV Redd, 1994 ; Marrow, 1993 dal Mustian, dkk., 2011.

2.3.7 Instrumen Mual dan Muntah

Menurut Rhodes dan Daniel 2004, dalam Oktaviani 2013, instrumen yang digunakan untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya yaitu : Numeric rating Scale NRS, Duke Descrptive Scale DDS, Visual Analog Scale VAS, Index Nausea Vomiting and Retching INVR, Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis. 2.3.8.1 Numeric rating scale NRS NRS merupakan instrumen yang mudah di gunakan untuk mengukur mual Lee Jiyeon, dkk., 2010 dalam Oktaviani, dkk., 2014. Skala ini telah di gunakan untuk mengukur mual pada pasien dyspepsia pada penelitian Oktaviani 2013. NRS juga di gunakan di dalam Edmonton Symptom Assesment System ESAS, yaitu alat atau instrumen pengkajian yang valid dan reliabel untuk emmbantu dalam melakukan pengkajian gejala nyeri, kelelahan, mual muntah, depresi, kecemasan, mengantuk, nafsu makan, kesejahteraan, dan sesak nafas yang di alami pasien 28 kanker, yang masing-masing gejala tersebut di nilai dari 0-10 dengan angka 0 berarti tidak ada gejala atau tidak mual dan angka 10 muntah atau keparahan yang mungkin terburuk Cancer Care Ontario, 2005. Gambar 2.1 Numerik Rating Scale NRS Rhodes dan Mc Daniel, 2004 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 None Mild Moderate Severe Numerik rating scale NRS terdiri dari skor 0 sampai 10 dimana di kelompokkan yaitu dengan yang pertama skor 0 berarti non atau tidak mual muntah, selanjutnya skor 1 sampai 3 dikategorikan mild atau ringan mual muntahnya, lanjut skor 4 sampai 6 dinilai moderate atau mual muntah sedang dan kelompok yang terakhir yaitu skor 7 sampai 10 yaitu severe yaitu mual muntah dengan skor tertinggi atau terjadi mual muntah. 29 2.3.8.2 Duke descriptive scale DDS Instrument ini memuat data mual dan muntah dengan frekuensi, keparahan dan kombinasi aktifitas. Tipe dari kuisioner ini adalah skala check list. Kelemahan kuisioner adalah informasi yang terbatas Rhodes Daniel, 2004 dalam Oktaviani 2013. 2.3.8.3 Visualing analog scale VAS Menurut Oktaviani 2013, instrumen penelitian ini berupa sentan skala dengan menggunakan angka 0-10 untuk mengetahui gejala. Instrumen ini yang simple dan paling banyak di gunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. 2.3.8.4 Index nausea vomiting and retching INVR Index Nausea and Retching yang di populerkan oleh Rhodes digunakan untuk mengukur mual, muntah, dan retching dengan skala Likert yaitu 0-4. Instrumen INVR merupakan instrumen yang di gunakan dalam penelitian Apriany 2010. 2.3.8.5 Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis. Instrumen ini di lengakpi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi dari mual dan muntah Rhodes dan Daniel, 2004 dalam Oktaviani, 2013.

2.4 Aromaterapi Pappermint

2.4.1 Aromaterpai

Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi dan Therapy yang dapat diartikan sebagai pengobatan atau penyembuhan, sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh dan atau 30 penyembuhan penyakit dengan mengggunakan minyak esential Essential oil atau EO Jaelani,2009. Menurut Lua dan Zakaria 2012, aromaterapi mengarah kepada penggunaan terapeutik substansi wewangian untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental, kualitas hidup, dan sebagai bentuk pengobatan komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative Medicine CAM. Efek aromaterapi inhaler aromastik terhadap kecemasan, mual, dan gangguan tidur pada 160 pasien dalam setting acute center care di UK menunjukkan 77 dari semua pasien melaporkan satu atau lebih manfaat dari aromastik tersebut. Pada pasien cemas,65 merasa lebih santai dan 51 merasa stress kurang. 47 dari pasien mual mengatakan mual teratasi dan 55 dari pasien yang mengalami gangguan tidur mengalami peningkatan kualitas tidur Stringer Donald, 2010. Aromaterapi juga dapat dikatakan menurunkan kejadian, keparahan, dan frekuensi CINV pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Negara Karala, India Santosh, dkk., 2011. Menurut Mayden 2012, aromaterapi dapat di aplikasikan dalam beberapa metode, antara lain : 2.4.1.1 Topikal : Metode ini biasanya di aplikasikan dalam bentuk pijat, salep, emulsi, dan gel. 2.4.1.2 Inhalasi : Metode yang biasanya di gunakan meliputi diffuser, lampu aroma, semprot ruangan, uap, atau inhalasi langsung dari minyak esensial. 2.4.1.3 Mandi : Pencampuran EO dengan garam laut, garam epsom, atau minyak yang dapat di gunakan untuk mandi atau berendam. 31 2.4.1.4 Kompres : Pengenceran EO dan di aplikasikan ke kain bersih atau kain flanel dalam keadaan dingin atau panas dan biasanya pengompresan di lakukan selama 1-3 jam. Sedangkan menurut Buckle 2014, aplikasi aromaterapi melalui inhalasi dapat secara langsung atau direct untuk satu pasien atau tidak langsung atau indirect untuk satu ruangan. 2.4.1.5 Direct Inhalation no steam :enggunaan aromaterapi tanpa uap steam yaitu dengan menggunakan aromastik : dengan cara meneteskan 15-20 tetes EO ke dalam wick sumbu dan masukkan wick ke dalam inhaler, romapatches : dengan cara menggunakan patch yang dapat berisi 1 jenis EO atau campuran yang di aplikasikan kedalam kulit pasien dan bola kapas cotton ball : dengan cara menambahkan 1-5 tetes EO pada bola kapas dengan menghirupnya selama 5-10 menit kemudian di ulangi sesuai kebutuhan. 2.4.1.5 Direct Inhalation with Steam : penggunaan aromaterapi denagn cara menambahkan 1-5 tetes EO ke dalam wadah steaming air kemudianmeletakkan handuk di atas kepala pasien dan memintanya untuk menghirup selama 10 menit. 2.4.1.6 Indirect Inhalation : aplikasi aromaterapi dalam bentuk room fresheners, burners, fans, humidifier, diffuser, nebulizer, spritzer sprays , aromastones. Melalui inhalasi, molekul-molekul volatile EO yang melewati reseptor olfaktori di hidung mengenali karakteristik molekuler tersebut an mengirim sinyal ke otak melalui saraf olfaktori. Selain itu, beberapa unsur pokok dari molekul 32 tersebut masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru dan berpengaruh secara langsung terhadap saraf-saraf di otak setelah melewati barier darah di otak Geiger, 2005 dalam Lua Zakaria, 2012. Berdasarkan sistemic review oleh Boehm, dkk., 2012, dalam aspek keamanan kemoterapi atau EO dapat digunakan dengan aman oleh pasien kanker. Tes terhadap keamanan EO telah menunjukkan efek samping yang minimal. Beberapa EO misal : champora oil dapat menyebabkan iritasi lokal, seperti dermatitis kontak, akibat kontak yang terlalu lama dengan EO ketika mendapatkan aromaterapi pijat. Hal ini juga di jelaskan dalam brief review tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua Zakaria 2012, hanya beberapa kasus reaksi alergi yang di dokumentasikan dalam literatur dan di laporkan ada 1 kasus reaksi alergi dengan minyak esensial Athemis nobilis chanomile.

2.4.2 Pappermint

Pappermint yang meiliki nama lain Mentha Piperita diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, ordo Lamiales, Famili Lamiaceae, Genus Mentha, dan Spesies Mentha Arvenis Sastrohamidjojo, 2004. Genus Mentha di Indonesia terdapat 2 jenis spesies yaitu Mentha Arvenis dan Mentha Piperita pappermint Pribadi, 2010 dalam Toepak, dkk., 2013. Genus Mentha yang di gunakan sebagai penghasil minyak mint adalah minyak cornmint yang dihasilkan dari tanaman M. Arvenis, minyak pappermint dihasilkan dari tanaman M. Piperita, dan minyak spearmint dihasilkan dari tanaman M. Spicata Ma’mun Shinta, 2006 dalam Aziza, dkk., 2013. Berdasarkan analisis menggunakan GC-MC Gas Chromatography-Mass 33 Spectrometry dalam penelitian Tayarani-Najaran, dkk. 2013, essential oil EO Pappermint M. x Piperita mengandung 14 komponen yang terdiri dari Limoenene 5,96, Menthone 1,12, Borneol 0,68, Terpinen-4-ol 0,99, cis-Dihydrocarvone 19,19, trans-Dyhidrocarvone 1,06, Pulegone 13,30, Carvone 42,53, Piperitone 1,52, α-Terpineneyl Acetate 6,78, β-Carvyl Acetate 1,06, β-Bourbonene 1,46, β-Caryophyllene 6,78, α- Humulene 0,88. Berdasarkan evaluasi lebih lanjut, terdapat 5 komponen utama yang dapat berfungsi sebagai antiemetik, yaitu Limonene 5,96, cis- Dihydrocarvone 19,19, Pulegone 13,30, Carvone 42,53, β- Caryophyllene 6,78.

2.4.3 Aromaterapi Pappermint sebagai Penurun Mual dan Muntah

Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa aromaterapi pappermint efektif untuk menurunkan mual muntah. Hasil penelitian Taryani-Najaran, dkk., 2013 menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan dalam intensitas dan angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi dalam 24 jam pertama dengan M. spicata dan M. x piperita. Aromaterapi pappermint juga dapat menurunkan skala mual pada pasien Post Operative Nausea PON. Hasil penelitian Hunt, dkk, 2013 menunjukkan bahwa skala mual pada pasien PON menurun secara signifikan setelah di berikan EO campuran antara ginger, pappermint, spearmint, dan cardamon. Sebuah tinjauan singkat tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua Zakaria 2012 menunjukkan bahwa dari 5 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang mencakup percobaan dengan 328 responden, di 34 dapatkan hasil bahwa inhalasi uap minyak esensial Essential OilEO pappermint tidak hanya mengurangi insiden dan keparahan mual dan muntah, tetapi juga mengurangi penggunaan obat antiemetik dan sebagai akibat peningkatan kepuasan pasien. Kesimpulan dari hasil tersebut bahwa pengguanaan aromaterapi minyak esensial pappermint memiliki potensial keuntungan dalam mengurangi mual dan muntah pada pasien post operasi dan onkologi.

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori Studi Kasus 35 Kemoterapi Toksisitas Kemoterapi : 1. Mielosupresi Anemia, Leucopenia, Tromositopenia 2. 3. Ulserasi membran mukosa 4. Alopesia Mual dan muntah Penatalaksanaan maual dan muntah akibat kemoterapi CINV : 1. Farmakologi obat-obatan antiemetik 2. Non-farmakologi a. Herbal suplement b. Akupuntur c. Biopsychobehavioral A romaterapi pappermint A romaterapi pappermint sebagai penurun mual muntah Keterangan : Diteliti Tidak diteliti

2.5 Kerangka Konsep