BAB II Mual dan Muntah

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak memiliki tujuan, bersifat parasit dan tumbuh dengan merugikan manusia sebagai penjamu. Bbeberapa kenker, misalnya tumor wilms, leukimia limfostik akut, dan limfoma burkit banyak menyerang usia muda, tetapi sebagian kanker banyak menyerang pada usia lanjut. Salah satu jenis kanker yang sering ditemukan pada anak-anak adalah kanker darah atau sering di sebut dengan leukimia (Rama Diananda, 2008 dalam Broker, 2009).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, setiap tahun jumlah penderita kanker anak terus meningkat sekitar 6,25 juta orang sehingga jumlahnya mencapai 110-130 kasus per satu juta anak pertahun. Menurut data Union for International Cancer Control (UICC) (Pusat Data & Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015) setiap tahun terdapat sekitar 176.000 anak yang di diagnosis kanker di seluruh dunia, sementara 11.000 kasus kanker anak terdapat di Indonesia. Leukimia Limfoblastik Akut memegang presentase sebesar 65% dari seluruh kejadian leukimia pada anak ( Muhtadi, 2014). Prevalensi penyakit kanker di indonesia sekitar 4,1% per mil dan untuk di Kalimantan Timur sekitar 1,7% kasus ( Riskesdas, 2013).

Pengobatan atau penatalaksanaan utama leukimia adalah kemoterapi karena sel leukemik dari penderita leukimia biasanya cukup sensitive terhadap kemoterapi pada saat diagnosis ( Rudolph, 2007). Pemberian kemoterapi pada pasien penderita kanker menimbulkan efek samping antara lain mual dan muntah,


(2)

inflamasi membran mukosa, kehilangan nafsu makan, perubahan indra pengecap, diare, dehidrasi, kelemahan, perubahan kulit, retensi cairan (Grunberg, 2004).

Efek samping kemoterapi yang paling sering di keluhkan oleh pasien adalah mual-munah atau chemotheraphy induced nausea and vomittin (CINV), yaitu sekitar 70-80% pasien (Otto, 2005; Firmansyah, 2010). Menurut American Cancer Society (2014), dosis tinggi intravena (IV) Cisplatin dan Cyclophosphamide tanpa terapi antiemetik dapat menyebabkan mual-muntah pada 90% pasien, namun penggunaan Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan mual-muntah pada <10% pasien yang tidak di berikan antiemetik.

Kemoterapi menstimulasi Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) sehingga dapat memicu muntah, kemoterapi juga dapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna yang dapat menyebabkan pengeluaran neurotransmiter yang memicu mual dan muntah Penanganan mual dan muntah dapat menggunakan farmakologi dan non farmakologi yang berfungsi sebagai pencegahan dan pengobatan. Penanganan mual dan muntah nonfarmakologi yang efektif salah satunya adalah dengan terapi komplementer ( Chiravalle & Caffrey, 2005). Terapi komplementer tersebut berupa relaksasi, guided imagery, distraksi, hipnosis, aromaterapi, akupresure dan akupuntur (Apriany, 2016).

Terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mencegah dan mengurangi mual dan muntah post kemoterapi adalah aromaterapi ( Prasetyo, 2014). Sumber minyak harum yang di gunakan sebagai aromaterapi diantaranya berasal dari pappermint, bunga lavender, bunga mawar, jahe, lemon (Allen, 2004 ; Buckle, 2007 ; Kim, et all, 2007).

Prinsip kerja aromaterapi di dalam tubuh manusia yaitu memacu pelepasan neurotransmiter seperti ensepalin dan endorpin yang mempunyai efek analgesik


(3)

dan meningkatkan perasaan nyaman dan rileks (Potss, 2009). Bau harum dari aroma terapi di transmisikan melalui dua jalur, jalur pertama melalui sistem limbik menuju hipotalamus dan sampai pituitari. Jalur yang kedua di transmisikan melalui korteks olfactory menuju talamus dan kemudian menuju neocortex. Melalui kedua jalur ini aromaterapi akan di olah sampai menimbulkan persepsi individu (Cook ,2008).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu petugas kesehatan di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie Samarinda, kasus kanker anak yang sering menjalani kemoterapi selama 6 bulan terakhir adalah leukemia sebanyak 32 kasus. Usia anak yang menjalani kemoterapi bervariasi dari usia 0 bulan – 11 tahun, kelamin anak-anak yang sering mengikuti kemoterapi antara laki-laki dan perempuan sama. Efek yang sering muncul pada anak post kemoterapi yang di rawat di Ruang Melati RSUD A.W Sjahranie antara lain yaitu mielosupresi (Anemia, Leucopenia, Tromositopenia), ulserasi membran mukosa, alopesia, serta mual dan muntah.

Dari uraian terasebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Pappermint untuk menurnkan mual dan muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

“ Apakah Aromaterapi Peppermint dapat menurunkan mual dan muntah pada Anak Post Kemoterapi”


(4)

1.3.1 Tujuan Umum

Menurunkan mual dan muntah dengan menggunakan aromaterapi peppermint pada anak post kemoterapi di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi sebelum di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

1.3.2.2 Untuk mengetahui mual dan muntah pada anak post kemoterapi setelah di berikan aromaterapi peppermint di Rumah Sakit Abdul wahab Sjahranie Samarinda.

1.3.2.3 Untuk gambaran pemberian aromaterapi peppermint dalam menurunkan mual dan muntah setelah kemoterapi pada pasien.

1.4 Manfaat Studi Kasus 1.4.1 Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan aromaterapi peppermint.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di bidang keperawatan dalam menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan menggunakan terapi komplementer yaitu aromaterapi peppermint.

1.4.3 Bagi Peneliti atau Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengiplementasikan terapi komplementer berupa aromaterapi peppermint pada anak post kemoterapi yang mengalami mual dan muntah.


(5)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuhan Keperawatan Anak Post Kemoterapi

Asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian atau proses praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan metodelogi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.


(6)

Proses keperawatan sebagai salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan, pada dasarnya suatu proses pegambilan keputusan dan penyelesaian masalah (Nursalam, 20010).

2.1.1 Pengkajian 2.1.1.1 Biodata

Identitas klien dan identitas orang tua yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pendidikan .

2.1.1.2 Riwayat kesehatan sekarang

Hal yang diakibatkan oleh kemoterapi atau efek sampingnya yaitu lemas, mual muntah, gangguan pencernaan, sariawan, alopesia, perdarahan, mudah terkena infeksi, anemia dan perubahan integritas kulit.

2.1.1.3 Riwayat kesehatan sebelumnya

Riwayat kehamilan/persalinan, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat pemberian imunisasi, riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat, infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah di alami.

2.1.1.4 Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT (1,2,3,), polio (1,2,3), campak, hepatitis, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.

2.1.1.5 Riwayat tumbuh kembang

Pertumbuhan Fisik : Pertumbuhan pada anak usia sekolah (6-12 tahun) rata-rata 3-3,5 kg atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar kepala hanya 2-3 cm selama periode ini, tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan


(7)

memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm dan setelah usia 12 tahun kurang lebih 150 cm.

Perkembangan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal abstraksi, tidak lagi didominasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.

2.1.1.6 Pemenriksaan fisik

Keadaan umum atau kesan umum meliputi baik, sedang, dan buruk. Tanda – tanda vital yang meliputi suhu tubuh, tekanan darah, pernafasan, dan nadi. ntropometri, terdiri dari pengukuran tinggi badan, berat badan, linkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar perut. Pemriksaan kepala dan leher meliputi bentuk kepala, ada atau tidaknya kelainan tulang kepala, kebersihan kulit kepala, penyebaran rambut apakah merata atu tidak, kelaian rambut seperti alopesia, struktur wajah, dan ada atau tidaknya kelainan pada wajah, kelengkapan dan kesimetrisan mata, ada atau tidaknya odem pada kelopak mata/palpebra, apakah kojungtiva anemis, skera ikterik atau anikterik, refleks pupil dan isokor terhadap rangsangan cahaya, ketajaman pengelihatan, tekanan bola mata, kelaianan pada mata, untuk hidung apakah ada pernafasan cuping hidung, ada tidaknya sekret atau polip, dan keadaan tulang hidung dan septum nasi. Pada telinga periksa bentuk ukuran dang ketegangan, keadaan lubang telinga ada atau tidaknya penumpukan serumen, kemudian ketajaman pendengaran. Pada mulut dan faring periksa keaadaan bibir, gusi, lidah, palatum dan orofaring. Pada leher


(8)

periksa posisi trakhea, kelenjar tiroid, suara, kelenjar lymphe apa kah ada pembesaran, ada tidaknya bendungan vena jugularis, dan denyut nadi karotis.

Pemeriksaan thoraks/dada/tulang punggung yang meliputi pmeriksaan paru : inspeksi bentuk thorak, penggunaan otot bantu nafas, palpasi taktil premitus, perkusi thoraks, ayuskultasi bunyi nafas, suara ucapan, dan suara nafas tambahan. Pemeriksaan jantung : perkusi basic jantung pada ics II linesternal kiri dan kanan, pinggang jantung pada ics IV linesternal kanan, dan apeks jantung pada ics V linesternal kiri midclavikula, auskultasi bunyi jantung satu, bunyi jantung dua dan bunyi jantung tambahan, ada tidaknya bising murmur, dan frekuensi denyut jantung.

Pemeriksaan abdomen yang meliputi inspeksi bentuk abdomen, ada atau tidaknya benjolan/masa, bayangan pembuluh darah, auskultasi bising usus, palpasi nyeri tekan, masa, hepar, lien dan titik Mc.Berney, perkusi suara abdomen, dan lakukan pemeriksaan ascites. Pemeriksaan muskuloskeletal antara lain periksa kesimetrisan otot, odema, kekuatan otot, dan ada kah kelainan pada punggung dan ekstermitas. Pemeriksaan Integumen : periksa kebersihan kulit, kehangatan, warna, turgor, tekstur dan kelembaban serta adanya kelainan atau lesi.

Pemeriksaan neurologis, pemeriksaan sistem neurologis antara lain fungsi cerebral, status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa, tingkat kesadaran (Eye, Motorik, Verbal) : dengan menggunakan Gaslow Coma Scale (GCS), kemampuan bicara dan fungsi kranial yaitu : Nervus I (olfaktorius) : suruh anak menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda (misalnya jeruk dan kapas alkohol), Nervus II (optikus) : periksa


(9)

ketajaman pengelihatan anak, persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus, pengelihatan perifer, Nervus III (Okulomotorius) : Periksa ukuran dan reaksi pupil, periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak mengikuti cahaya, Nervus IV (Troklearis) : Suruh anak menggerakkan mata kearah bawah dan kearah dalam, Nervus V (trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan di ats pipi (bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh), dekati dari samping, sentuh bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk menguji refleks berkedip dan refleks kornea, Nervus VI (Abdusen) : kaji kemampuan anak untuk menggerakkan mata secara lateral, Nervus VIII (Fasialis) : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasiLarutan manis (gula), Asam (jus lemon), atau hambar (kuinin) pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum, menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati bayi ketika senyum dan menangis), Nervus VIII (akustikus) : Uji pendengaran anak, Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan anak untuk mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior, Nervus X (vagus) : Kaji anak terhadap suara parau dan kemampuan menelan, sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan apakah refleks muntah ada (saraf cranial IX dan X mempengaruhi respon ini), jangan menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa apakah ovula pada posisi tengah, Nervus XI (aksesorius) : Suruh anak memutar kepala kesamping dengan melawan tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika bahunya ditekan


(10)

kebawah, Nervus XII (hipoglosus) : Minta anak untuk mengeluarkan lidahnya. periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, (amati lidah bayi terhadap deviasi lateral ketika anak menangis dan tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk menjauhkannya, kaji kekuatannya. Kemudian pemeriksaan fungsi motorik : massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot, fungsi sensorik : respon terhadap suhu, nyeri dan getaran dan fungsi cerebrum : kemampuan koordinasi dan keseimbangan. 2.1.1.7 Pemeriksaan diagnostik

Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik (Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml, Retikulosit : jumlahnya biasanya rendah, Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (< 50.000/mm) akibat zat kemoterapi dan SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP imatur (“menyimpang ke kiri”) mungkin ada sel blast leukemia

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut The North Aerican Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat.

Diagnosa pada anak post kemoterapi (Wong, 2009; NANDA, 2014 ; Price, 2002) adalah :


(11)

2.1.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairang yang tidak adekuat akibat mual muntah dan efek samping terapi

2.1.2.2 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis

2.1.2.3 Risiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit

2.1.2.4 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh 2.1.2.5 Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan terapi (kemoterapi) 2.1.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

2.1.2.7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian zat kimia (kemoterapi), radioterapi dan imobilitas

2.1.3 Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC 2014

N

O Diangnosa Tujuan dan Kritera Hasil Intervensi 1 Kekurangan

kebutuhan cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat akibat mual muntah dan efek samping terapi

NOC

- Manajemen Cairan - Hidrasi

- Status Nutrisi : Masukan Makanan dan cairan

NIC

- Monitor status hidrasi (kelembaban

membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ostostatik), jika di perlukan


(12)

Kriteria hasil

- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Berat jenis urine normal, HT dan Hb normal

- Tanda-tanda vital dalam rentang noral - Tidak ada tanda

dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

- Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)

- Monitor masukan cairan / makanan dan hitung intake harian - Identifikasi faktor

pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan)

- Berikan terapi cairan IV, sesuai program - Berikan penggantian

nasogastrik

berdasarkan output, sesuai kebutuhan - Tingkatkan asupan

oral (misalnya, berikan cairan di antara waktu makan, jus kesukaan anak, cetak agar-agar dalam bentuk menarik), jika perlu.


(13)

2 Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah, efek samping terapi

NOC

- Status Nutrisi : Masukan makanan dan cairan

Kriteria hasil :

- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

- Mampu

mengidentifikasi kebutuhan nutrisi - Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi

- Tidak terjadi

penurunan berat badan

NIC

Manajemen Nutrisi - Kaji adanya alergi

makanan

- Berikan makanan yang terpilih ( sudah di konsultasikan dengan ahli gizi ) - Anjurkan klien untuk

meningkatkan intake Fe

- Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vit. C

- Monitor jumlah

nutrisi dan

kandungan kalori - Berikan informasi

kebutuhan nutrisi

Manajemen Nutrisi

- BB dalam batas normal

- Monitor adanya penurunan berat badan


(14)

selera makan

- Monitor turgor kulit - Monitor mual dan

muntah

- Monitor kalori dan intake nutrisi

3

Risiko cedera : perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit

NOC

- Kontrol Risiko

Kriteria hasil :

- Klien terbebas dari cedera

- Klien mampu

menjelaskan cara mencegah cedera

- Klien mampu

menjelaskan cara mencegah cedera dari lingkungan atau perilaku personal - Mampu memodifikasi

gaya hidup untuk mencegah injury - Mampu mengenali

perubahan status kesehatan.

NIC

Manajemen Lingkungan - Sediakan lingkungan

yang aman untuk klien

- Identifikasi

kebutuhan keamanan pasien sesuain konisi fisik

- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

- Memberikan

penerangan yang cukup

- Menganjurkan

keluarga untuk menemani klien. 4 Resiko infeksi b.d

menurunnya sistem


(15)

pertahanan tubuh - Status Kekebalan tubuh

- Pengetahuan :

Pengendalian Infeksi - Pengendalian Risiko Kriteria hasil :

- Anak (klien) bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi

penularan dan

penatalaksanaan-nya. - Menunjukkan

kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leucosit dalam jumlah normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

Pengendalian Infeksi - Tempatkan anak

dalam ruangan

khusus untuk

meminimalkan

terpaparnya anak dari sumber infeksi

- Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan yang baik

- Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur invasif - Monitor tanda vital

anak

- Evaluasi keadaan

anak terhadap

tempat-tempat

munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, masalah gigi.

Pengendalian Infeksi

- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung


(16)

granulosit, WBC - Monitor kerentanan

terhadap infeksi - Batasi pengunjung 5 Nyeri b.d efek

fisiologis dan terapi (kemoterapi)

NOC

- Tingkat Nyeri - Kontrol Nyeri

- Tingkat Kenyamanan

Kriteria hasil

- Mampu mengontrol nyeri

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri - Mampu mengenali

nyeri

- Menyatakan rasa nyaman setelah rasa nyeri berkurang NIC Manajemen Nyeri - Lakukanpengkajian nyeri secara komperhensih

- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Kontrol lingkungan

yan dapat

mempengaruhi nyeri - Pilih penanganan

nyeri baik

farmakologi mau pun non farmakologi - Ajarkan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri

- Tingkatkan istirahat


(17)

- Tentukan lokasi, karakteristik, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter

tentang jenis obat, dosis dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Pilih analgesik

tergantung tipe dan berat nyeri

- Monitor tanda vital sebelu dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.

5 Intoleran aktivitas b.d kelemahan

umum akibat

anemia

NOC :

- Konservasi Energi - Perawatan Diri : ADL

NIC

Manajemen Energi - Observasi penyebab

keletihan (misalnya, perawatan, nyeri, dan pengobatan)

- Monitor respon kardiorepiratori terhadap aktivitas (misalnya,takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan heodinamik

dan frekuensi

pernafasan)


(18)

nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat - Instruksikan teknik

nafas terkontrol selama aktivitas - Monitor pola tidur

dan lamanya

tidur/istirahat pasien - Monitor pasien akan

adanya kelelahan fisik dan emosi yang berlebihan

Terapi Aktivitas

- Kolaborasikan

dengan ahli terapi okupasi, fisik (misalnya, untuk latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu - Bantu klien untuk

engidentifikasi

aktivitas yang mampu di lakukan

- Bantu aktivitas fisik teratur (misalnya,


(19)

ambulasi, berpindah, mengubah posisi), jika perlu

- Bantu untuk

mengidentifikasi aktivitas yang di sukai

- Berikan penguatan positif selama melakukan aktivitas 7 Kerusakan

integritas kulit b.d pemberian zat kimia (kemoterapi), radioterapi dan imobilitas

NOC

- Integritas Jaringan: Kulit dan Membran Mukosa

Kriteria hasil

- Integritas kulityang baik bisa di pertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) - Tidak ada luka/lesi

pada kulit

- Perfusi jaringan baik - Menunjukkan

pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah

terjadinya cedera berulang

NIC

Manajemen Tekanan

- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar - Hindari kerutan pada

tempat tidur

- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali - Monitor kulit akan

adanya kemerahan - Oleskan lotion atau

minyak/baby oil pada daerah yang tertekan


(20)

- Mampu melindungi

kulit dan

mempertahankan kelembaban kuli dan perawatan alami

- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien - Monitor status notrisi

pasien

2.1.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong, 2009).

2.1.5 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Hasil yang diharapkan pada anak post kemoterapi (wong, 2009 ; NANDA, 2014; Price, 2002) adalah: Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas, anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan, anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah, masukan nutrisi adekuat, anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman, kulit tetap bersih dan utuh


(21)

2.2 Kemoterapi

2.2.1 Pengertian Kemoterapi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan menggangu fungsi dan reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan (2010) juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika) yang di minum ataupun di infuskan ke pembuluh darah.

Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang paling sering di gunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastasis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Menurut Grunberg (2004), tipe pemberian kemoterapi ada beberapa variasi yaitu sebagai kemoterapi terapi primer, kemoterapi terapi adjuvant, kemoterapi nonadjuvant, dan kemoterapi kombinasi. Menurut Desen (2008), kanker yang dapat di sembuhkan dengan kemoterapi mencapai lebeih dari 10 jenis atau 5% dari seluruh pasien kenker, termasuk kanker derajat keganasan tinggi seperti, kanker trofoblastik, leukemia limfosit akut anak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker sel germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarcoma ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa. Kanker dengan jenis yang lain (misalnya kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, dan lai-lain) walaupun tidak dapat di sembuhkan dengan kemoterapi, namun lama survivalnya dapat di perpanjang (Desen, 2008).


(22)

Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker telah terbukti dalam memperbaiki hasil pengobatan kanker, baik untuk meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai efek samping dan komplikasi (Susanto, 2006). Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang normal karena poliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal, terutama pada jaringan dengan siklus sel yang cepat seperti sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut ( Saleh, 2006). Smeltzer dan Bare (2002) juga menjelaskan bahwa sel-sel deengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi (misalnya : epithelium, sumsum tulang, folikel rambut, sperma) sangat rentan terhadap kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi.

Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang (Desen, 2008). Efek toksik jangka pendek meliputi : depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal (mual, muntah, ulserasi mukosa mulut, diare), trauma fungsi hati (infeksi virus hepatitis laten memburuk dan nekrosis hati akut), kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis kronis paru), neurotoksisitas (perineuritis), reaksi alergi (demam, syok, menggigil, syok anafilaktik, oedema), efek toksik lokal (tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, melanosis, sindroma tangan-kaki/ eritoderma palmar-plantar). Sedangkan efek jangka panjang meliputi : karsinogenisitas (meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua), dan infertilitas. Menurut Saleh (2006), toksisitas umum yang di akibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi ( seperti anemia, leucopenia, trombositopenia), mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia (kebotakan).


(23)

2.2 Mual dan Muntah pada Kemoterapi 2.3.1 Definisi Mual dan Muntah

Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu, tetapi bisa menjadi 2 masalah yang berbeda ( American Cancer Society, 2014). Hal ini juga di jelaskan oleh, Glare, dkk, (2011) bahwa muntah biasanya, tetapi tidak selalu disebabkan oleh proses mual. Mual (nausea) di definisikan sebagai sebuah sensai yang tidak enak di sekitar esofagus, diatas areagastrik (lambung), atau perut, dan biasa dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Tekanan yang kuat pada dada dan abdomen, suhu tubuh yang meningkat, bisa disertai pusing, keringat dingin, pucat, akral dingin, hipersaliva, hilang tonus gaster, kontraksi duodenum, dan refluk isi intestinal ke dalam gaster sering menyertai mual meskipun tidak selalu disertai muntah. Sedangkan muntah (vomiting) adalah kejadian yang terkoordinasi namun tidak dibawah kontrol dari aktivitas gastrointestinal dan gerakan respiratori (inspirasi dalam). Peningkatan dari tekanan intra abdominal, penutupan glotis dan palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan relaksasi fundus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi eksplusi yang kuat dari isi lambung (Garret, dkk., 2003 dalam Lua & Zakaria, 2010 ; Glare, dkk., 2011).

Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapi yang paling sering di keluhkan oleh pasien kanker (Otto, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), mual dan muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada kemoterapi dan dapat menetap hingga setelah 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah (2010) menyatakan bahwa 70-80% pasien kemoterapi mengalami mual dan muntah . sebanyak 80% dari pasien yang menerima


(24)

kemoterapi berbasis Siklofofamid dan Anthracycline akan mengalami beberapa derajat mual dan muntah (Bourdeanu, dkk., 2012).

Sedangkan menurut American Cancer Society (2013), dosis tinggi IV (intravena) Cisplatin dan Cyclophosphamide dapat menyebabkan mual dan muntah pada >90% pasien, namun di sisi lain, Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan mual dan muntah pada <10% pasien.

2.3.2 Patofisiologi Chemotherapy induced Nausea and Vomiting (CINV)

Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kejadian mual dan muntah yaitu dopamine, serotonin, substansi P, acetylcholine, histamine, endorphine, dan GABA (Malamakal, 2015 ; Mustian, dkk., 2011). Menurut Mustian, dkk, (2011), senyawa yang paling banyak di pelajari terkait dengan mual muntah yang di akibatkan oleh kemoterapi atau chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV) adalah serotonin (5-HT) yang di produksi oleh sel enterochromaffin, yaitu suatu jenis sel yang unik yang tersebar di seluruh epitel usus. Serotonin (5-HT) akan meningkat setelah terpapar agen kemoterapi, sehingga pada tingkat tertinggi akan di lepaskan dari permukaan basal ke lamina propia. HT yang berikatan dengan reseptor-reseptor yang serumpun dengan 5-HT, yang terletak di terminal syaraf vagus, bertindak sebagai neurotransmiter yang mengubah sinyal ke otak belakang, sehingga memicu respon motorik mual dan muntah.

Menurut Janelsins, dkk., (2013), proses CINV di picu oleh agen kemoterapi yang melibatkan saraf pusat, saraf perifer, neorotransmiter, dan reseptor. Sitotoksik kemoterapi dapat merusak saluran Gastrointestinal (GI) dan


(25)

menyebabka sel-sel Enterohromaffin (EC) didistribusikan ke seluru dinding GI untuk melepaskan sinyal-sinyal saraf melalui pelepasan neurotransmiter, yaitu serotonin (5-HT), substansial P (SP), dopamin (D2), monoamin (M), dan histamine (H1). Neurotransmitter ini kemudian mengaktifkan serabut aferan saraf vagus dengan mengikat reseptor-reseptor (5-HT3. NK-1, dan lain-lain) yang kemudian menstimulus kompleks dorsal saraf vagus yang terdiri dari pusat emetik/muntah (VC), Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), dan Nucleus ractus Solitarius (NTS). Kemudian sensori tersebut di intregrasikan dan mengakibatkan aktivasi respon muntah.

2.3.3 Tipe Chemotherapy Induced and Vomiting (CINV) Menurut American Cancer Society (2014), CINV dapat berupa : 2.3.3.1Acute Nausea and Vomiting

Biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah kemoterapi di berikan, akan berakhir dalam 24 jam, dan sering terjadi sekitar 5-6 jam setelah kemoterapi.

2.3.3.2Delayed Nausea and Vomiting

Mulai terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi, biasanya muncul 48-72 jam setelah kemoterapi dan berakhir 6-7 hari.

2.3.3.3 Anticipatory Nausea and Vomiting

Terjadi sebelum kemoterapi dilakukan dan merupakan sebuah respon yang muncul akibat hasil dari pengalaman kemoterapi sebelumnya yang buruk terhadap mual dan muntah.


(26)

Menurt Sekine, dkk. (2013) melalui Studi prospektif analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan beberapa derajat mual dan muntah pada fase akut (acute CINV) adalah jenis kelamin (perempuan), usia (<55 tahun), konsumsi alkohol, serta kemoterapi berbabis Cisplatin dan AC/EC (Anthrocycline and Chylophosphamide-combination), sedangkan pada fase tertunda (Delayed CINV) hanya jenis kelamin (perempuan), alkohol, dan kemoterapi berbasis Cisplatin. 2.3.5 Dampak Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)

Menurut Chan, dkk., (2015), Cemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV) adalah salah satu dari efek samping yang paling bermasalah dari kemoterapi kanker, sering berlangsung hingga 5 hari atau lebih setelah kemoterapi di berikan dan dapat berdampak buruk, baik pada kualitas hidup pasien maupun keadaan fisik mereka. Menurut Conway (2009), efek mual dan muntah antara lain dehidrasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi vena dan perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan lanjut dapat membuat pasien mengalami dehidrasi. Mual dan muntah yang hebat sangat menggangu aktivitas pasien dan menimbulkan rasa trauma terhadap pemakaian kemoterapi berikutnya (Bloechl-Daum, dkk., 2006 dalam Chan, dkk. 2015).

2.3.6 Penatalaksanaan CINV

Penatalaksanaan CINV dapat di lakukan dengan tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

2.3.7.1 Farmakologi

Tindakan farmakologi yang sering digunakan untuk menangani mual dan muntah yaitu dengan melibatkan perespan antiemetik. Menurut American Cancer


(27)

Society (2013), tidak ada obat yang dapat 100% mencegah atau mengontrol CINV karena obat kemoterapi bereaksi dalam tubuh dengan cara yang berbeda dan setiap respon seseorang terhadap kemoterapi dan obat obat antiemetik juga berbeda. Obat-obatan yang dapat membantu mengurangi mual dan muntah yaitu bloker serotonin seperti Ondansentron (mengeblok reseptor serotonin dan CTZ), bloker Dopaminergik seperti Metoklopramid (mengeblok reseptor dopamine dari CTZ), Fenotiasin, Sadative, Steroid, dan Histamine, baik secra sendiri atau dalam kombinasi (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3.7.2 Non-farmakologi

Selain terapi dengan farmakologi, ada intervensi non-farmakologi yang dapat di gunakan sebagai terapi tambahan untuk menurunkan mual dan muntah yang terinduksi kemoterapi (Chemotherapy Induced Nauseaa and Vomiting). Berdasarkan artikel ilmiah yang di tulis oleh Mustain, dkk., (2011), terapi non-farmakologi yang dapat digunakan yaitu Herbal supplement : menurut Mustain, dkk., (2011), banyak herbal supplement dalam bentuk tea (minuman) atau aromaterapi yang telah di rekomendasikan untuk mengurangi CINV. Ginger, Cinnamon bark, pappermint, chamomile, fennel,dan rosewood merupakan bahan-bahan yang bisa di gunakan (Mustain, dkk., 2011 ; Lua, dkk., 2015 ; Mckenna, dkk., 2011). Bahan-bahan tersebut memiliki aktivis antispasmodik dan meningkatkan kesehatan sistem digestif (pencernaan) (Essential Science Publishing, 2007 dalam Mustian, dkk., 2011), Akupuntur : lebih dari 20 tahun, clinical evidance telah mendukung akupuntur sebagai terapi CINV (Ma L ,2009 dalam Mustian dkk., 2011). Hal ini di jelaskan bahwa akupuntur bekerja pada


(28)

sistem saraf melalui stimulasi aktivasi atau deaktivasi otak. Efektivitas akupuntur sebagai terapi CINV juga di jelaskan dalam penelitian Rithirangsriroj, dkk., (2015) bahwa akupuntur efektif dalam pencegahan delayed CINV dan dapat dijadikan sebagai pilihan terapi CINV tanpa efek samping dan Biopsychobehavioral : terapi ini meliputi progressive muscle relaxtion, guided imagery, hypnosis, dan exercise. Intervensi Biopsychobehavioral lebih bermanfaat jika di implementasikan dalam pencegahan dan di mulai sebelum siklus pertama kemoterapi atau sebelum onset pertama gejala CINV (Redd, 1994 ; Marrow, 1993 dal Mustian, dkk., 2011).

2.3.7 Instrumen Mual dan Muntah

Menurut Rhodes dan Daniel (2004, dalam Oktaviani 2013), instrumen yang digunakan untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya yaitu : Numeric rating Scale (NRS), Duke Descrptive Scale (DDS), Visual Analog Scale (VAS), Index Nausea Vomiting and Retching (INVR), Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis. 2.3.8.1Numeric rating scale (NRS)

NRS merupakan instrumen yang mudah di gunakan untuk mengukur mual (Lee Jiyeon, dkk., 2010 dalam Oktaviani, dkk., 2014). Skala ini telah di gunakan untuk mengukur mual pada pasien dyspepsia pada penelitian Oktaviani (2013). NRS juga di gunakan di dalam Edmonton Symptom Assesment System (ESAS), yaitu alat atau instrumen pengkajian yang valid dan reliabel untuk emmbantu dalam melakukan pengkajian gejala (nyeri, kelelahan, mual muntah, depresi, kecemasan, mengantuk, nafsu makan, kesejahteraan, dan sesak nafas) yang di alami pasien


(29)

kanker, yang masing-masing gejala tersebut di nilai dari 0-10 dengan angka 0 berarti tidak ada gejala atau tidak mual dan angka 10 muntah atau keparahan yang mungkin terburuk (Cancer Care Ontario, 2005).

Gambar 2.1 Numerik Rating Scale (NRS) (Rhodes dan Mc Daniel, 2004)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

None Mild Moderate Severe

Numerik rating scale (NRS) terdiri dari skor 0 sampai 10 dimana di kelompokkan yaitu dengan yang pertama skor 0 berarti non atau tidak mual muntah, selanjutnya skor 1 sampai 3 dikategorikan mild atau ringan mual muntahnya, lanjut skor 4 sampai 6 dinilai moderate atau mual muntah sedang dan kelompok yang terakhir yaitu skor 7 sampai 10 yaitu severe yaitu mual muntah dengan skor tertinggi atau terjadi mual muntah.


(30)

2.3.8.2Duke descriptive scale (DDS)

Instrument ini memuat data mual dan muntah dengan frekuensi, keparahan dan kombinasi aktifitas. Tipe dari kuisioner ini adalah skala check list. Kelemahan kuisioner adalah informasi yang terbatas (Rhodes & Daniel, 2004 dalam Oktaviani 2013).

2.3.8.3Visualing analog scale (VAS)

Menurut Oktaviani (2013), instrumen penelitian ini berupa sentan skala dengan menggunakan angka 0-10 untuk mengetahui gejala. Instrumen ini yang simple dan paling banyak di gunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.

2.3.8.4 Index nausea vomiting and retching (INVR)

Index Nausea and Retching yang di populerkan oleh Rhodes digunakan untuk mengukur mual, muntah, dan retching dengan skala Likert yaitu 0-4. Instrumen INVR merupakan instrumen yang di gunakan dalam penelitian Apriany (2010).

2.3.8.5 Marrow Assesment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis.

Instrumen ini di lengakpi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi dari mual dan muntah (Rhodes dan Daniel, 2004 dalam Oktaviani, 2013).

2.4 Aromaterapi Pappermint 2.4.1 Aromaterpai

Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi dan Therapy yang dapat diartikan sebagai pengobatan atau penyembuhan, sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh dan atau


(31)

penyembuhan penyakit dengan mengggunakan minyak esential (Essential oil atau EO) (Jaelani,2009). Menurut Lua dan Zakaria (2012), aromaterapi mengarah kepada penggunaan terapeutik substansi wewangian untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental, kualitas hidup, dan sebagai bentuk pengobatan komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative Medicine (CAM).

Efek aromaterapi inhaler (aromastik) terhadap kecemasan, mual, dan gangguan tidur pada 160 pasien dalam setting acute center care di UK menunjukkan 77% dari semua pasien melaporkan satu atau lebih manfaat dari aromastik tersebut. Pada pasien cemas,65% merasa lebih santai dan 51% merasa stress kurang. 47% dari pasien mual mengatakan mual teratasi dan 55% dari pasien yang mengalami gangguan tidur mengalami peningkatan kualitas tidur (Stringer & Donald, 2010). Aromaterapi juga dapat dikatakan menurunkan kejadian, keparahan, dan frekuensi CINV pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Negara Karala, India (Santosh, dkk., 2011).

Menurut Mayden (2012), aromaterapi dapat di aplikasikan dalam beberapa metode, antara lain :

2.4.1.1 Topikal : Metode ini biasanya di aplikasikan dalam bentuk pijat, salep, emulsi, dan gel.

2.4.1.2 Inhalasi : Metode yang biasanya di gunakan meliputi diffuser, lampu aroma, semprot ruangan, uap, atau inhalasi langsung dari minyak esensial. 2.4.1.3 Mandi : Pencampuran EO dengan garam laut, garam epsom, atau minyak


(32)

2.4.1.4 Kompres : Pengenceran EO dan di aplikasikan ke kain bersih atau kain flanel dalam keadaan dingin atau panas dan biasanya pengompresan di lakukan selama 1-3 jam.

Sedangkan menurut Buckle (2014), aplikasi aromaterapi melalui inhalasi dapat secara langsung atau direct (untuk satu pasien) atau tidak langsung atau indirect (untuk satu ruangan).

2.4.1.5Direct Inhalation (no steam) :enggunaan aromaterapi tanpa uap (steam yaitu dengan menggunakan aromastik : dengan cara meneteskan 15-20 tetes EO ke dalam wick (sumbu) dan masukkan wick ke dalam inhaler, romapatches : dengan cara menggunakan patch yang dapat berisi 1 jenis EO atau campuran yang di aplikasikan kedalam kulit pasien dan bola kapas (cotton ball) : dengan cara menambahkan 1-5 tetes EO pada bola kapas dengan menghirupnya selama 5-10 menit kemudian di ulangi sesuai kebutuhan.

2.4.1.5Direct Inhalation with Steam : penggunaan aromaterapi denagn cara menambahkan 1-5 tetes EO ke dalam wadah steaming air kemudianmeletakkan handuk di atas kepala pasien dan memintanya untuk menghirup selama 10 menit.

2.4.1.6Indirect Inhalation : aplikasi aromaterapi dalam bentuk room fresheners, burners, fans, humidifier, diffuser, nebulizer, spritzer sprays , aromastones. Melalui inhalasi, molekul-molekul volatile EO yang melewati reseptor olfaktori di hidung mengenali karakteristik molekuler tersebut an mengirim sinyal ke otak melalui saraf olfaktori. Selain itu, beberapa unsur pokok dari molekul


(33)

tersebut masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru dan berpengaruh secara langsung terhadap saraf-saraf di otak setelah melewati barier darah di otak (Geiger, 2005 dalam Lua & Zakaria, 2012).

Berdasarkan sistemic review oleh Boehm, dkk., (2012), dalam aspek keamanan kemoterapi atau EO dapat digunakan dengan aman oleh pasien kanker. Tes terhadap keamanan EO telah menunjukkan efek samping yang minimal. Beberapa EO (misal : champora oil ) dapat menyebabkan iritasi lokal, seperti dermatitis kontak, akibat kontak yang terlalu lama dengan EO ketika mendapatkan aromaterapi pijat. Hal ini juga di jelaskan dalam brief review tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua & Zakaria (2012), hanya beberapa kasus reaksi alergi yang di dokumentasikan dalam literatur dan di laporkan ada 1 kasus reaksi alergi dengan minyak esensial Athemis nobilis (chanomile).

2.4.2 Pappermint

Pappermint yang meiliki nama lain Mentha Piperita diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, ordo Lamiales, Famili Lamiaceae, Genus Mentha, dan Spesies Mentha Arvenis (Sastrohamidjojo, 2004). Genus Mentha di Indonesia terdapat 2 jenis spesies yaitu Mentha Arvenis dan Mentha Piperita (pappermint) (Pribadi, 2010 dalam Toepak, dkk., 2013). Genus Mentha yang di gunakan sebagai penghasil minyak mint adalah minyak cornmint yang dihasilkan dari tanaman M. Arvenis, minyak pappermint dihasilkan dari tanaman M. Piperita, dan minyak spearmint dihasilkan dari tanaman M. Spicata (Ma’mun & Shinta, 2006 dalam Aziza, dkk., 2013). Berdasarkan analisis menggunakan GC-MC (Gas Chromatography-Mass


(34)

Spectrometry) dalam penelitian Tayarani-Najaran, dkk. (2013), essential oil (EO) Pappermint (M. x Piperita) mengandung 14 komponen yang terdiri dari Limoenene (5,96%), Menthone (1,12%), Borneol (0,68%), Terpinen-4-ol (0,99%), cis-Dihydrocarvone (19,19%), trans-Dyhidrocarvone (1,06%), Pulegone (13,30%), Carvone (42,53%), Piperitone (1,52%), α-Terpineneyl Acetate (6,78%), β-Carvyl Acetate (1,06%), β-Bourbonene (1,46%), β-Caryophyllene (6,78%), α-Humulene (0,88%). Berdasarkan evaluasi lebih lanjut, terdapat 5 komponen utama yang dapat berfungsi sebagai antiemetik, yaitu Limonene (5,96%), cis-Dihydrocarvone (19,19%), Pulegone (13,30%), Carvone (42,53%), β-Caryophyllene (6,78%).

2.4.3 Aromaterapi Pappermint sebagai Penurun Mual dan Muntah

Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa aromaterapi pappermint efektif untuk menurunkan mual muntah. Hasil penelitian Taryani-Najaran, dkk., (2013) menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan dalam intensitas dan angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi dalam 24 jam pertama dengan M. spicata dan M. x piperita. Aromaterapi pappermint juga dapat menurunkan skala mual pada pasien Post Operative Nausea (PON). Hasil penelitian Hunt, dkk, (2013) menunjukkan bahwa skala mual pada pasien PON menurun secara signifikan setelah di berikan EO campuran antara ginger, pappermint, spearmint, dan cardamon.

Sebuah tinjauan singkat tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua & Zakaria (2012) menunjukkan bahwa dari 5 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang mencakup percobaan dengan 328 responden, di


(35)

dapatkan hasil bahwa inhalasi uap minyak esensial (Essential Oil/EO) pappermint tidak hanya mengurangi insiden dan keparahan mual dan muntah, tetapi juga mengurangi penggunaan obat antiemetik dan sebagai akibat peningkatan kepuasan pasien. Kesimpulan dari hasil tersebut bahwa pengguanaan aromaterapi minyak esensial pappermint memiliki potensial keuntungan dalam mengurangi mual dan muntah pada pasien post operasi dan onkologi.

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori Studi Kasus

Kemoterapi

Toksisitas Kemoterapi :

1. Mielosupresi (Anemia, Leucopenia, Tromositopenia) 2.

3. Ulserasi membran mukosa 4. Alopesia

Mual dan muntah

Penatalaksanaan maual dan muntah akibat kemoterapi (CINV) : 1. Farmakologi obat-obatan antiemetik

2. Non-farmakologi

a. Herbal suplement b. Akupuntur

c. Biopsychobehavioral


(36)

Keterangan :

Diteliti Tidak diteliti

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.3 Kerangka konsep studi kasus

Anak post kemoterapi yang mengalami mual muntah

Diberikan aromaterapi peppermint

Tidak Menurunkan Tidak menurunkan mual dan

muntah Menurunkan mual dan


(37)

BAB 3

METODE STUDI KASUS 3.1 Rancangan Studi Kasus

Rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus ini bertujuan untuk menurunkan mual dan muntah dengan menggunakan terapi komplementer dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak post kemoterapi di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subyek dalam studi kasus ini adalah satu orang pasien anak yang mengalami mual dan muntah setelah di lakukan kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Syahranie.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1 Kriteria Inklusi :

3.2.1.1 Pasien anak usia usia sekolah (6-12 tahun) dengan pasca kemoterapi 3.2.1.2 Pasien anak pasca kemoterapi yang mengalami mual dan muntah 3.2.1.3 Pasien tidak memiliki riwayat alergi pernafasan

3.2.1.3 Pasien kooperatif dan orang tua pasien bersedia anaknya menjadi responden.


(38)

3.2.2.1 Pasien yang tidak menyukai aromaterapi peppermint 3.2.2.1 Pasien yang mengalami acute CINV

3.3 Fokus Studi

3.3.1 Penurunan mual dan muntah pada anak post kemoterapi

3.3.2 Penerapan aromaterapi peppermint pada anak yang mengalami mual dan muntah setelah di lakukan kemoterapi.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang dibatatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang di amati atau yang diteliti (Notoatmodjo, 2013). Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi denagan hal tersebut. Tabel 3.1 Definisi operasional studi kasus

Variabel

penelitian Definisi operasional

Alat

ukur Hasil ukur Skala

Pemberian Aromaterap i

peppermint

Suatu tindakan asuhan keperawatan mandiri berupa pemberian aromaterapi peppermint untuk menurunkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi dengan cara meneteskan 2-3 tetes minyak esensial peppermint ke bola kapas lalu menganjur-kan klien untuk meng-hirupnya selama 5-10 menit. Pemberian Aromaterapi Peppermint ini

Lembar check list


(39)

diberikan sebanyak 3 kali sehari selama 3-6 hari.

3.5 Lokasi & Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini di lakukan di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie yang terletak di Jalan Palang Merah Indonesia, Kec. Samarinda Ulu, Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017.

3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Proses Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam studi kasus ini adalah sebagai berikut :

3.6.1.1 Peneliti meminta izin penelitian studi kasus kepada pihak RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

3.6.1.2 Proses pengambilan subyek sesuai dengan kriteria inklusi studi kasus di ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie

3.6.1.3 Peneliti memerikan informasi singkat tentang tujuan dan manfaat studi kasus kepada responden serta keikutsertaan dalam penelitian. Bagi responden yang setuju untuk berpastisipasi dalam studi kasus ini akan di bagikan lembar persetujuan (informed consent) untuk di tandatangani. 3.6.1.4 Pengkajian / pengukuran mual dan muntah pada pasien sebelum

diberikan aromaterapi peppermint.

3.6.1.5 Melakukan intervensi dengan pemberian minyak aromaterapi peppermint yang diteteskan ke bola kapas sebanyak 2 tetes lalu responden diminta menghirupnya selama 5 menit.


(40)

3.6.1.6 Setelah 5 sampai 10 menit, dilakukan evaluasi dengan skala pengukuran mual dan muntah.

3.6.1.7 Dilanjutkan pengkajian / pengukuran mual dan muntah hari kedua dengan pemberian terapi yang sama dan seterusnya sampai hari ketiga atau sampai hari keenam.

3.6.1.8 Melakukan pengolahan data.

3.6.1.9 Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam bentuk teks dan tabel.

3.6.2 Instrumen Penelitian

Instrumen studi kasus adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Pada studi kasus ini peneliti menggunakan minyak aromaterapi peppermint, bola kapas dan lembar observasi

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data 3.7.1 Analisis Data

Menggambarkan mual dan muntah pada anak post kemoterapi setelah diberikan tindakan keperawatan mandiri berupa aromaterapi peppermint.

3.7.2 Penyajian Data

Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi, yaitu berupa gambaran tentang mual dan muntah setelah diberikan aromaterapi peppermint dari hari pertama sampai dengan hari keenam.

3.8 Etika Studi Kasus

Menurut Nursalam, 2013 ada beberapa hal dalam prinsip pertimbangan etik, yaitu :


(41)

3.8.1 Prinsip manfaat

3.8.1.1 Bebas dari penderitaan : studi kasus ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek. Subjek hanya dilakukan intervensi pemberian aromaterapi untuk membantu menurunkan skala mual dan muntah akibat kemoterapi.

3.8.1.2 Bebas dari eksploitasi : sudi kasus ini dapat memberikan keuntungan bagi subjek karena subjek dan keluarga dapat mengetahui cara penanganan mual dan muntah akibat kemoterapi sehingga subjek terhindar dari hal-hal yang tidak menguntungkan.

3.8.2 Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

3.8.2.1 Hak asasi untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination). Peneliti tidak pernah memaksa pasien untuk bersedia menjadi responden studi kasus. Dari pasien kemoterapi yang masuk kriteria inklusi, telah bersedia secara sukarela untuk menjadi responden studi kasus.

3.8.2.2Informed consent. Peneliti sebelumnya telah menjelaskan prosedur studi kasus yang dilakukan kepada pasien yang masuk kriteria inklusi. Kemudian peneliti memberikan lembar pernyatan menjadi responden untuk ditandatangani oleh pasien/orang tua pasien. Sehingga, pasien /orang tua pasien secara sukarela menandatangani informed consent tersebut.

3.8.3 Prisip keadilan (right to justice)

3.8.3.1 Hak untuk mendapat pengobatan yang adil (right in fair treatment). Pada studi kasus ini, responden mendapatkan intervensi berupa minyak


(42)

aromaterapi peppermint. Untuk menjaga hak tersebut dari pasien lain yang tidak menjadi responden studi kasus, maka peneliti memberikan intervensi yang sama kepada pasien yang penasaran dan ingin mencoba intervensi tersebut.

3.8.3.2 Hak dijaga kerahasiaannya (right privacy). Karena studi kasus ini hanya memberikan intervensi berupa minyak aromaterapi peppermint yang di teteskan ke kapas dan di hirup aromanya, sehingga tidak ada suatu hal privasi dari responden yang terekspos.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2014). Nausea and Vomiting. Amerika

Broker, Chris (2009). Ensiklopedia Keperawatan Jakarta : EGC. Diperoleh dari www.proquest.com

Dahlan, S.M. (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan (ed. 5). Jakarta : Salemba Medika.

Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis (ed.2) (W. Japris, penerjemah). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Firmansyah, MA, (2010), Penatalaksanaan Mual Muntah Yang Diinduksi

Kemoterapi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 37. Jakarta, Kalbe Farma. Internasional, NANDA. (2014). Diagnosis keperawatan: Definisi dan Klasifikasi

(Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern)

Jaelani. (2009). Aroma Terapi (ed. 1). Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Info DATIN. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kemnkes, L. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Muhtadi, I. (2014). Topik ke 179: Leukemia (kanker sel darah putih). Diunduh dari http://www.indramuhtadi.com/scripts-2014/topik-ke-179-leukemia-kanker-sel-darah-putih

Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis (ed. 3). Jakarta : Salemba Medika

Otto, S.E. (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC

Rudolph, M.Abraham. (2007). Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. Jakarta : EGC


(44)

Saleh, A. Z. (2006). Kemoterapi – Buku Nasional Onkologi Ginekologi (ed. 1). Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (YBP-SP).

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Sukardja, I. D. G. (2000). Onkologi Klinik (ed.2). surabaya : airlangga University Press (AUP).

Susanti, L & Tarigan, M. (2010). Karakteristik Mual dan Muntah Serta Upaya Penanggulangan Oleh Penderita Kanker Yang Menjalani Kemoterapi. Fakultas keperawatan: USU.

Susanto, H. (2006). Gangguan Hematologi pada Kemoterapi – Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi (ed. 1). Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (YBP-SP).

Smeltzer, J., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatn Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (ed. 8, vol. 1) (A. Waluyo, I.M. Karyasa, Julia, H.Y. Kuncara, Y. Asih). Jakarta : EGC.

Taryani-Najaran, Z., Talasaz-Firoozi, E., Nasiri, R., Jalali, N., & Hasanzadeh, M.K. (2013). Antiemetic activity of volatile oil from Mentha spicata and Mentha x piperita in chemotherapy-induced nausea and vomiting. Ecancermedicalscience, 7.

Toepak, E. P., Retnowati, R., & Masruni, M. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Terhadap Minyak Mint dari Daun Mentha Arvis segar hasil distilasi uap-air. Journal Ilmu Kimia Universitas Brawijaya, 2(2), 574-579.

WHO. (2010). Cancer. Diakses 28 Mei 2017, dari http://www.who.int? mediacentre/factsheets/fs297/en/


(45)

Lampiran 1

INFORMED CONSENT (Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh “Anang Wahyudi” dengan judul “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Peppermint untuk Menurunkan Mual dan Muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya mengiginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Samarinda,...2017

Saksi Yang memberikan

Persetujuan

...

Samarinda,...2017


(46)

NIM P07220114005 Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN ( PSP )

1. Saya adalah peneliti dari institusi Poltekkes Kalimantan Timur, program studi DIII Keperawatan dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Peppermint untuk Menurunkan Mual dan Muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui apakah aromaterapi peppermint dapat menurunkan mual dan muntah studi kasus ini akan berlangsung mulai dari tanggal 12 sampai 17 juni 2017.

3. Prosedur pengambilan data dengan cara observasi terhadap pemberian aromaterapi peppermint yang akan berlangsung lebih kurang 15 – 20 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan keperawatan.

4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada pnelitian studi kasus ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan / tindakan yang diberikan.

5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan akan tetap dirahasiakan.

6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini, silahkan menghubungi peneliti pada nomer HP : 082253127981


(47)

PENELITI

Anang Wahyudi NIM P07220114005


(48)

STANDAR OPERASINAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN AROMATERAPAI

Tanggal Pelaksanaan

Hari : Tanggal : Pukul :

1. Pengertian Aromaterapi merupakan terapi inhalasi untuk menciptakan rasa nyaman

2. Tujuan

1. Pasien mampu mengenali aromaterapi 2. Pasien mampu menikmati aromaterapi

3. Pasien mampu menceritakan perasaan setelah pemberian aromaterapi

3. Indikasi Pasien merasakan kecemasan, nyeri, mual, dan muntah 4. Kontra indikasi 1. Pasien dengan gangguan pernafasan

2. Tidak memiliki riwayat alergi pernafasan 5. Persiapan

pasien

1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan 2. Kaji kondisi klien

3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan

6. Persiapan alat

1. Minyak peppermint 1 botol (isi 15 ml) 2. Bola kapas 1 buah

3. Pengukur waktu (jam tangan, jam dinding atau stopwatch) 1 buah

7. Tahap kerja

1. Mengucapkan salam terapeutik 2. Menanyakan perasaan pasien hari ini 3. Menjelaskan tujuan kegiatan

4. Beri kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya

5. Pertahankan privasi klien selama tindakan 6. Bawa peralatan ke dekat pasien

7. Tuang 2-3 tetes minyak esensial aromaterapi ke bola kapas

8. Letakkan bola kapas tersebut di bawah hidung pasien dan anjurkan pasien untuk menghirupnya selama 5-10 menit.

9. Setelah terapi selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman untuk pasien

8. Hasil 1. Evaluasi respon pasien 2. Simpulkan hasil kegiatan

3. Menganjurkan pasien untuk menggunakan aromaterapis saat mengalami mual dan muntah


(49)

4. Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik 5. Cuci tangan

9. Dokumentasi

1. Catat kegiatan yang telah di lakukan dalam catatan pelaksanaan

2. Catat respon pasien terhadap tindakan 3. Dokumentasikan evaluasi tindakan : SOAP. 4. Nama dan paraf perawat

Lampiran 4


(50)

BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH

NAMA : Anang Wahyudi

NIM : P07220114005

NAMA PEMBIMBNG : 1. Sutrisno, APP., M.Kes

2. Nursari Abdul Syukur, SST., M.Keb

No Tanggal Rekomendasi

Pembimbing

Paraf Pembimbing

Mengetahui, Ketua Program Studi

Ns. Wiyadi, S.Kep., M.Sc NIP 196803151991021002


(1)

Lampiran 1

INFORMED CONSENT (Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh “Anang Wahyudi” dengan judul “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Peppermint untuk Menurunkan Mual dan Muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya mengiginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Samarinda,...2017

Saksi Yang memberikan

Persetujuan

...

Samarinda,...2017


(2)

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN ( PSP )

1. Saya adalah peneliti dari institusi Poltekkes Kalimantan Timur, program studi DIII Keperawatan dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul “Efektifitas Pemberian Aromaterapi Peppermint untuk Menurunkan Mual dan Muntah pada Anak Post Kemoterapi di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui apakah aromaterapi peppermint dapat menurunkan mual dan muntah studi kasus ini akan berlangsung mulai dari tanggal 12 sampai 17 juni 2017.

3. Prosedur pengambilan data dengan cara observasi terhadap pemberian aromaterapi peppermint yang akan berlangsung lebih kurang 15 – 20 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan keperawatan.

4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada pnelitian studi kasus ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan / tindakan yang diberikan.

5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan akan tetap dirahasiakan.

6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini, silahkan menghubungi peneliti pada nomer HP : 082253127981


(3)

PENELITI

Anang Wahyudi NIM P07220114005


(4)

Tanggal Pelaksanaan

Hari : Tanggal : Pukul :

1. Pengertian Aromaterapi merupakan terapi inhalasi untuk menciptakan rasa nyaman

2. Tujuan

1. Pasien mampu mengenali aromaterapi 2. Pasien mampu menikmati aromaterapi

3. Pasien mampu menceritakan perasaan setelah pemberian aromaterapi

3. Indikasi Pasien merasakan kecemasan, nyeri, mual, dan muntah 4. Kontra indikasi 1. Pasien dengan gangguan pernafasan

2. Tidak memiliki riwayat alergi pernafasan 5. Persiapan

pasien

1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan 2. Kaji kondisi klien

3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan

6. Persiapan alat

1. Minyak peppermint 1 botol (isi 15 ml) 2. Bola kapas 1 buah

3. Pengukur waktu (jam tangan, jam dinding atau stopwatch) 1 buah

7. Tahap kerja

1. Mengucapkan salam terapeutik 2. Menanyakan perasaan pasien hari ini 3. Menjelaskan tujuan kegiatan

4. Beri kesempatan kepada pasien atau keluarga untuk bertanya

5. Pertahankan privasi klien selama tindakan 6. Bawa peralatan ke dekat pasien

7. Tuang 2-3 tetes minyak esensial aromaterapi ke bola kapas

8. Letakkan bola kapas tersebut di bawah hidung pasien dan anjurkan pasien untuk menghirupnya selama 5-10 menit.

9. Setelah terapi selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman untuk pasien

8. Hasil 1. Evaluasi respon pasien 2. Simpulkan hasil kegiatan

3. Menganjurkan pasien untuk menggunakan aromaterapis saat mengalami mual dan muntah


(5)

4. Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik 5. Cuci tangan

9. Dokumentasi

1. Catat kegiatan yang telah di lakukan dalam catatan pelaksanaan

2. Catat respon pasien terhadap tindakan 3. Dokumentasikan evaluasi tindakan : SOAP. 4. Nama dan paraf perawat

Lampiran 4


(6)

NAMA PEMBIMBNG : 1. Sutrisno, APP., M.Kes

2. Nursari Abdul Syukur, SST., M.Keb

No Tanggal Rekomendasi

Pembimbing

Paraf Pembimbing

Mengetahui, Ketua Program Studi

Ns. Wiyadi, S.Kep., M.Sc NIP 196803151991021002