Gejala Mual-Muntah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Mual-Muntah Pada Pasien Kanker Post Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan
GEJALA MUAL-MUNTAH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI GEJALA MUAL-MUNTAH PADA
PASIEN KANKER POST KEMOTERAPI
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh Dinny Marisa101101039
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul “Faktor-Faktor Karakteristik Individu Yang Mempengaruhi
Mual-Muntah Pada Pasien Kanker Post Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik
Medan”.Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana pada Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara (USU).
Dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS dan Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku
Pembantu Dekan I dan Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Ikhsanuddin A. harahap, S.Kp, MNS selaku Pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan, dan ilmu yang sangat
membantu dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membantu saya dalam proses belajar di Fakultas
(4)
5. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, MNS dan Ibu Yessi Ariani , S.Kep, Ns, M.Kep
selaku tim penguji yang telah memberikan pengarahan dan masukan yang
sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
6. Staf Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis mengikuti perkuliahan.
7. Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan beserta jajaran pegawai yang
telah memberikan izin penelitian kepada penulis dan yang telah membantu
penulis selama proses pengambilan data. Serta semua responden yang telah
bersedia membantu penulis.
8. Ayahanda tercinta Masta Chan dan Ibunda terkasih Aisyah Marwan atas cinta,
doa, motivasi dan pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
9. Terkhusus saya ucapkan buat Cipta Indra Pratama yang selalu bersama
menemani, memberi dukungan, semangat, dan motivasi kepada saya.
10.Semua teman-teman terkasih stambuk 2010 yang telah memberikan semangat
dan dukungan. Dan kepada Henny Isnainy yang telah memberikan dukungan
dan selalu bersama dalam suka dan duka.
Dalam penyusunan skripsi ini peneliti menyadari masih banyak
kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
(5)
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita terutama bagi praktik
keperawatan, rumah sakit, dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2014
(6)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Prakata ... iii
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Skema ... ix
Abstrak ... x
BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 3
3. Tujuan Penelitian ... 3
4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker ... 5
1.1 Definisi Kanker ... 5
1.2 Mekanisme Terjadinya Kanker ... 6
1.3 Penyebab dan Faktor Resiko ... 7
1.4 Gejala Kanker ... 11
2. Kemoterapi ... 13
2.1 Definisi Kemoterapi ... 13
2.2 Jenis Kemoterapi ... 13
2.3 Cara Kerja Kemoterapi ... 15
2.4 Komplikasi Kemoterapi ... 16
3. Mual-Muntah ... 16
3.1 Definisi Mual-Muntah ... 16
(7)
4. Mual-Muntah Post Kemoterapi ... 18
4.1 Penggolongan Mual-Muntah Post Kemoterapi ... 18
4.2 Patofisiologi Mual-Muntah Post Kemoterapi ... 20
4.3 Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Mual-Muntah ... 21
4.4 Pengukuran Mual-Muntah ... 26
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 27
2. Kerangka Penelitian ... 28
3. Definisi Operasional ... 29
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 31
2. Populasi dan Sampel ... 31
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
4. Pertimbangan Etik ... 32
5. Instrumen Penelitian ... 33
6. Pengumpulan Data ... 35
7. Pengolahan Data ... 36
8. Analisa Data ... 37
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 38
2. Pembahasan ... 43
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 51
2. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Kuesioner Penelitian
3. Jadwal Tentatif 4. Taksasi Dana
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik
demografi dan riwayat responden ... 39
Tabel 2.Distribusi frekuensi gejala mual-muntah responden ... 40
Tabel 3.Nilai mean, standar deviasi, minimal, dan maksimal
komponen dari gejala mual-muntah ... 41
Tabel 4.Perbandingan faktor-faktor dan skor gejala mual-muntah
(9)
DAFTAR SKEMA
Skema Hal
(10)
Judul : Gejala Mual-Muntah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Pasien Kanker Post Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan Nama : Dinny Marisa
Nim : 101101039
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Salah satu efek samping dari kemoterapi yang sering terjadi adalah gejala mual-muntah. Gejala mual-muntah post kemoterapi sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Desain penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah pada pasien kanker post kemoterapi.Sampel penelitian ini adalah pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan yang berjumlah 57 orang dengan metode purposive sampling.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 2 bagian yaitu data demografi (karakteristik individu) dan kuesioner Index Nausea, Vomiting, and Retching
(INVR) untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala mual-muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi dalam tingkat sedang (52.6%). Uji Mann-Whitney yang dilakukan terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor siklus kemoterapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi (z = -2.24, p = 0.025), sedangkan faktor lainnya yaitu usia (z = -0.36, p= 0.716), jenis kelamin (z = -0.31, p = 0.754). riwayatmotion sickness (z = -0.81, p = 0.415), dan riwayat mengonsumsi alkohol (z = -0.02, p = 0.982) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siklus kemoterapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi. Perawat seharusnya mengkaji siklus kemoterapi pasien yang akan menjalani kemoterapi dan memberikan intervensi untuk mencegah dan mengendalikan gejala mual-muntah post kemoterapi.
Kata kunci: Gejala, Mual-Muntah, Post Kemoterapi, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(11)
Title : Symptoms of Nausea-Vomiting and Factors Affecting the Symptoms of Nausea-Vomiting Cancer Patients on Post Chemotherapy in H. Adam Malik Medan
Name : Dinny Marisa Student. No : 101101039
Major : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
One of the side effect of chemotherapy, which often happens is a symptom of nausea-vomiting. Symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy often complain about by cancer patients undergoing chemotherapy. The design of this research is exploratory, descriptive, which aims to identify the symptoms of vomiting and identify the factors that influence the symptoms of nausea-vomiting in cancer patients post chemotherapy. The sample of this research is cancer patients who undergoing chemotherapy at H. Adam Malik Medan totalling 57 people with a purposive sampling method. Data collection is carried out using a questionnaire which consists of 2 parts: demographic data (individual characteristics) and Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) to identify the symptoms of vomiting. The results showed that the symptoms of nausea-vomiting in patients undergoing chemotherapy in the medium level (52.6 %). Mann-Whitney test is performed against the results showed that cycles of chemotherapy factors have a significant influence on the symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy (z = -2.24, p = 0025), while other factors, namely age (z = -0.36, p = 0.716), gender (z = -0.31, p = 0.754). a history of motion sickness (z = -0.81, p = 0.415), and a history of consuming alcohol (z = -0.02, p = 0.982) does not have a significant effect on symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy. The results of this research show that cycles of chemotherapy has significant effects on symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy. The nurse should examine the cycles of chemotherapy patients will undergoing chemotherapy and provide intervention for preventing and controlling the symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy.
(12)
Judul : Gejala Mual-Muntah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Pasien Kanker Post Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan Nama : Dinny Marisa
Nim : 101101039
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Salah satu efek samping dari kemoterapi yang sering terjadi adalah gejala mual-muntah. Gejala mual-muntah post kemoterapi sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Desain penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah pada pasien kanker post kemoterapi.Sampel penelitian ini adalah pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan yang berjumlah 57 orang dengan metode purposive sampling.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 2 bagian yaitu data demografi (karakteristik individu) dan kuesioner Index Nausea, Vomiting, and Retching
(INVR) untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala mual-muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi dalam tingkat sedang (52.6%). Uji Mann-Whitney yang dilakukan terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor siklus kemoterapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi (z = -2.24, p = 0.025), sedangkan faktor lainnya yaitu usia (z = -0.36, p= 0.716), jenis kelamin (z = -0.31, p = 0.754). riwayatmotion sickness (z = -0.81, p = 0.415), dan riwayat mengonsumsi alkohol (z = -0.02, p = 0.982) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siklus kemoterapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi. Perawat seharusnya mengkaji siklus kemoterapi pasien yang akan menjalani kemoterapi dan memberikan intervensi untuk mencegah dan mengendalikan gejala mual-muntah post kemoterapi.
Kata kunci: Gejala, Mual-Muntah, Post Kemoterapi, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(13)
Title : Symptoms of Nausea-Vomiting and Factors Affecting the Symptoms of Nausea-Vomiting Cancer Patients on Post Chemotherapy in H. Adam Malik Medan
Name : Dinny Marisa Student. No : 101101039
Major : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
One of the side effect of chemotherapy, which often happens is a symptom of nausea-vomiting. Symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy often complain about by cancer patients undergoing chemotherapy. The design of this research is exploratory, descriptive, which aims to identify the symptoms of vomiting and identify the factors that influence the symptoms of nausea-vomiting in cancer patients post chemotherapy. The sample of this research is cancer patients who undergoing chemotherapy at H. Adam Malik Medan totalling 57 people with a purposive sampling method. Data collection is carried out using a questionnaire which consists of 2 parts: demographic data (individual characteristics) and Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) to identify the symptoms of vomiting. The results showed that the symptoms of nausea-vomiting in patients undergoing chemotherapy in the medium level (52.6 %). Mann-Whitney test is performed against the results showed that cycles of chemotherapy factors have a significant influence on the symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy (z = -2.24, p = 0025), while other factors, namely age (z = -0.36, p = 0.716), gender (z = -0.31, p = 0.754). a history of motion sickness (z = -0.81, p = 0.415), and a history of consuming alcohol (z = -0.02, p = 0.982) does not have a significant effect on symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy. The results of this research show that cycles of chemotherapy has significant effects on symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy. The nurse should examine the cycles of chemotherapy patients will undergoing chemotherapy and provide intervention for preventing and controlling the symptoms of nausea-vomiting post chemotherapy.
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang tidak menular.Akan tetapi
menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009, jumlah penderita kanker di
dunia setiap tahun bertambah sekitar 7 juta orang dan dua per tiga diantaranya
berada di negara-negara yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, maka
diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta orang meninggal
karena kanker pada tahun 2030. Di Indonesia, jumlah penderita kanker semakin
meningkat (Kemenkes, 2012). Prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1000
orang. Padahal data sebelumnya menyebutkan prevalensinya 1 banding 1000
(Kemenkes, 2012).
Penatalaksanaan kanker saat ini hampir selalu melibatkan operasi,
penyinaran (radioterapi), dan kemoterapi.Istilah kemoterapi diciptakan oleh Paul
Ehrlich.Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya
untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular
(Brunner & Suddarth, 1997). Tujuan dari pemberian kemoterapi ini adalah
menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel onkogen (kanker) pada
tubuh pasien dengan cara pemberian infus dan oral (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
Simadibrata, & Setiati, 2009) .
Prinsip kerja obat-obatan kemoterapi adalah menyerang fase tertentu atau
(15)
Obat kemoterapi hampir tidak menimbulkan dampak pada sel yang sedang dalam
masa beristirahat (tidak melakukan pembelahan) (Divisi Hematologi Onkologi
Medik, 2004).
Pemberian kemoterapi dapat memberikan efek samping karena sifat obat
kemoterapi adalah sitotoksik (racun).Salah satu efek samping yang sering
dikeluhkan pasien dari kemoterapi adalah mual dan muntah. Terdapat sekitar 500
ribu sampai 1 juta penduduk Amerika menerima kemoterapi setiap tahunnya
(Food & Drug Administration, 2003 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Dan sekitar 80 persen dari mereka memiliki pengalaman yang buruk tentang
kemoterapi. Salah satu pengalaman tersebut adalah mual-muntah post kemoterapi
(Ming & Hu, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Mual-muntah post kemoterapi menggambarkan sebuah masalah yang
serius bagi pasien kanker (Koeller et al, 2002 dalam Richardson, Pilkington, & Kirsch, 2007). Mual-muntah post kemoterapi dapat memberikan komplikasi
medis seperti nutrisi yang buruk, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan
disorientasi fisik maupun mental. Dalam beberapa kasus, pasien menolak untuk
melanjutkan pengobatan kanker karena berhubungan dengan mual-muntah
(Hamadani et al, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Gejala mual-muntah post kemoterapi merupakan suatu hal yang paling
manakutkan pada pasien kanker (Hesketh, 2000). Gejala mual-muntah post
kemoterapi memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup dan kemampuan
(16)
post kemoterapi dapat muncul sebagai akibat dari pengobatan dan secara
signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien (Rhodes & McDaniel, 2001).
Insiden dan tingkat keparahan gejala mual-muntah post kemoterapi pada
pasien kanker sangat bervariasi, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi
seperti jenis dan dosis obat kemoterapi, terapi kombinasi, dan karakteristik
individu (Grunberg 2004). Faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post
kemoterapi adalah karakteristik individu. Karakteristik individu dapat memodulasi
respons mual-muntah (Grunberg, 2013). Karakteristik individu juga sangat
bervariasi dalam tingkatan gejala mual-muntah post kemoterapi. Karakteristik
individu ini sangat penting untuk mengkaji riwayat individu sebelum melakukan
kemoterapi (Markman, 2007).
Keluhan mual dan muntah postkemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe
yaitu akut, tertunda (delayed), dan terantisipasi (anticipatory). Mual-muntah akut terjadi pada 24 jam pertama post kemoterapi. Mual-muntah yang terjadi setelah
periode akut ini kemudian digolongkan dalam mual-muntah tertunda (delayed)
yang terjadi 24-96 jam post kemoterapi (Muthalib, 2006). Sedangkan
mual-muntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada
pasien kemoterapi (10-40%) dimana muntah terjadi sebelum diberikannya
kemoterapi, tidak ada hubungannya dengan pemberian kemoterapi (Ritenburg,
2005 dalam Molassitosis, Stricker, Eaby, Velders, & Coventry, 2008).
Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin meneliti gejala mual-muntah dan
faktor-faktor yang mempengaruhi mual-muntah post kemoterapi pada pasien
(17)
2. Rumusan Masalah
2.1. Bagaimana gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di
RSUP H. Adam Malik Medan?
2.2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post
kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan?
3. Tujuan Penelitian
3.1. Untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien
kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gejala
mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik
Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan dan
memberikan informasi mengenai gejala mual-muntah serta faktor-faktor yang
mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker.
4.2 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang gejala
mual-muntah dan faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-mual-muntah post
(18)
4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan
menjadi dasar informasi tentang gejala mual-muntah post kemoterapi dan
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kanker
1.1 Definisi Kanker
WHO tahun 2009 menyatakan bahwa kanker adalah istilah umum untuk
satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian
tubuh.Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat
menyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya (Lubis
& Hasnida, 2009).
National Cancer Istitute (2009) menyatakan bahwa kanker adalah suatu istilah untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol
dan dapat menyerang jaringan sekitarnya.Kanker adalah penyakit atau kelainan
pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang
abnormal di luar batas kewajaran dan sangat liar (Junaidi, 2007).
Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap
tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Sel kanker dapat berasal dari semua unsur
yang membentuk organ. Keadaan kanker terjadi jika sel-sel normal berubah
dengan pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh
tubuh (Junaidi, 2007).
Awalnya kanker tidak menimbulkan keluhan karena hanya melibatkan
(20)
yang terkena.Misalnya, pada usus berongga besar, tumor harus mencapai ukuran
besar sebelum memicu keluhan (Familiy’s Doctor, 2006 dikutip oleh Lubis &
Hasnida, 2009).Pada stadium lanjut sel kanker menyebar sampai ke organ vital
seperti otak atau paru lalu mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh organ tersebut,
akhirnya organ tersebut rusak dan mati (Lubis & Hasnida, 2009).
1.2 Mekanisme Terjadinya Kanker
Sel-sel kanker terbentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses kompleks
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.Teori
inisiasi-promosi menyatakan bahwa langkah pertama karsinogenesis adalah
mutasi menetap dari DNA sel selama transkripsi DNA (Syamsuir, 1995).Agar
kanker dapat terbentuk dan bermutasi terhadap DNA, maka harus ada interaksi
yang berlangsung lama bagi sel tersebut dengan berbagai zat promotor.Zat
promotor adalah zat yang merangsang reproduksi dan pembelahan sel. Jadi,
banyaknya penyebab inisiasi karena adanya berbagai promotor, faktor keturunan,
umur, dan lingkungan.Semua itu berperan dalam pembentukan kanker (Junaidi,
2009).
Pada tahap inisiasi, sel normal berubah menjadi sel yang memiliki peluang
untuk menjadi sel neoplastik (Tjarta, 2002).Pada tahap ini karsinogen yang
berperan sebagai inisiator.Karsinogen berubah secara langsung maupun melalui
perubahan metabolik sehingga menjadi gugus yang beraksi dengan
DNA.Perubahan tersebut mengakibatkan DNA pecah, mengalami hambatan
perbaikan kerusakan DNA, dan bersifat irreversibel (Kumar, 1996).Perubahan
(21)
(penyinaran), atau sinar ultraviolet matahari. Namun tidak semua sel memilki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen (Junaidi, 2007).
Promosi merupakan proses induksi tumor pada sel yang sebelumnya telah
diinisiasi oleh zat kimia (Kumar, 1996). Pada tahap ini menunjukkan bahwa
perubahan sel yang dirangsang oleh promotor adalah bersifat reversibel dan tidak
merusak DNA. Promotor hanya bekerja mengubah ekspresi informasi genetik sel
(Crown, 2009). Suatu sel yang mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.
Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari
sel yang peka dan suatu karsinogen) (Junaidi, 2007).
Dalam suatu proses dimana sebuah sel normal menjadi sebuah sel ganas,
pada akhirnya gen DNA dari sel tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan
dalam bahan genetik sel sering sulit ditemukan, tetapi terjadinya kanker dapat
diketahui dari adanya suatu perubahan dalam ukuran atau bentuk dari suatu
kromosom tertentu. Semakin sering DNA membelah dan ditranskripsi, semakin
besar kemungkinan terjadinya suatu kesalahan yang tidak terdeteksi akan
bermutasi dan diwariskan (Junaidi, 2007).
1.3 Penyebab dan Faktor Resiko Kanker 1.3.1 Penyebab Kanker
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut
karsinogen.Karsinogen menimbulkan perubahan pada DNA sehingga karsinogen
sering disebut bersifat mutagenik (Himawan, 1973). Menurut jenisnya, karsinogen
(22)
a. Karsinogen kimiawi
Yang pertama kali mengemukakan bahan kimia sebagai penyebab kanker
adalah Sir Percival Pott pada tahun 1775. Sir Percival Pot menggambarkan sering
terjadi kanker kulit skrotum pada orang-orang yang bekerja sebagai pembersih
cerobong asap (Robbins & Kumar, 1992). Pada umumnya, karsinogen kimia ialah
pro-karsinogen, yaitu karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar
menjadi karsinogen aktif.Sehingga karsinogen aktif dapat menimbulkan
perubahan pada DNA, RNA atau protein sel tubuh (Tjarta, 2002).
Banyak substansi kimia yang ditemukan dalam lingkungan kerja yang
terbukti menjadi karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia mencakup
zat warna amino aromatik dan anilin; arsenik, jelaga, dan tar; asbestos; benzene;
pinang dan kapus sirih; cadmium; senyawa kromium; nikel dan seng, debu kayu;
senyawa berilium; dan povinil klorida (Brunner & Suddarth, 1997).
b. Karsinogen virus
Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik.Dari berbagai
penelitian diketahui bahwa baik virus DNA maupun virus RNA dapat
menimbulkan transformasi sel (Corwin, 2007).Salah satu golongan virus DNA
yaitu human papilloma virus (HPV). HPV dikenal hampir 50 tipe, beberapa diantaranya adalah HPV tipe 1, 2, 4, dan 7 sering menyebabkan terjadinya
papilloma skuamosa. HPV tipe 16, 18, dan 31 dihubungkan dengan terjadinya
karsinoma serviks uteri (Kumar, 1996).
Pada binatang virus RNA banyak menimbulkan neoplasma, contohnya
(23)
leukemia sel T. Limfoma sel B pada penderita AIDS berhubungan dengan HIV
(Pringgoutomo, 2002).
c. Karsinogen radiasi
Penyinaran ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 28-320 nm tidak
dapat dilihat oleh mata, tetapi dapat merugikan tubuh.Sinar UV tidak dapat
menembus kulit, tetapi efeknya berpengaruh terhadap sel-sel kulit yang
dicapainya. Pada akhirnya akan terjadi mutasi sel yang merupakan dasar dari
keganasan (Wim de Jong, 2002). Radiasi UV berbahaya bagi orang yang berkulit
putih.Radiasi UV berkaitan dengan terjadinnya kanker kulit (karsinoma sel basal,
kasinoma sel skuamosa, melanoma malignum) (Kumar, 1996).
Radiasi pengion baik untuk diagnostik, pengobatan, maupun yang
digunakan di kalangan industri dapat menimbulkan neoplasma.Sehingga sangat
perlu diberikan perlindungan bagi pekerja yang menggunakan radiasi pengion
(Tjakarta, 2002).Radiasi pengion secara langsung menimbulkan kerusakan
macromolecules atau berinteraksi dengan cairan sel. Kemudian radiasi pengion menimbulkan kerusakan atau perubahan ikatan kimia (Wim de Jong, 2002).
d. Karsinogen hormon
Pertumbuhan sel kanker mungkin dipercepat dengan adanya gangguan
keseimbangan hormon.Gangguan kesimbangan hormon dapat berupa
pembentukan hormon itu sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus
(Brunner & Suddarth, 1997).Beberapa jenis hormon bekerja sebagai faktor
(24)
pembentukan kanker endometrium dan payudara.Hormon steroid merangsang
pembentukan karsinoma sel hati (Kumar, 1996).
1.3.2 Faktor Resiko Kanker
a. Faktor genetik
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memilki resiko lebih
tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga
lainnya. Sebagai contoh, resiko wanita untuk menderita kanker payudara
meningkat 1,5 sampai 3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita
kanker payudara (Junaidi, 2007).
Faktor genetik juga berperan dalam pembentukan sel kanker.Jika
kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, maka dapat
terbentuk sel-sel mutan.Pola kromosom yang abnormal berhubungan dengan
kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom (Brunner
& Suddarth, 1997).
b. Faktor lingkungan
Lingkungan berpengaruh besar akan timbulnya kanker. Diperkirakan
sedikitnya 85% kanker disebabkan oleh pengaruh lingkungan, diantaranya 50%
berhubungan dengan karsinogen dalam makanan, 35% dengan merokok, 5%
dengan pekerjaan, dan sisanya 10% mungkin disebabkan oleh faktor lain
(Sukardja, 2000).
c. Makanan
Makanan merupakan salah satu faktor resiko penting sebagai penyebab
(25)
dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung. Alkohol juga memiliki
resiko yang lebih tinggi terjadinya kanker kerongkongan (Diananda,
2009).Sebaliknya mengonsumsi makanan tinggi serat mengurangi kemungkinan
terjadinya kanker usus besar. Mengurangi lemak sampai kurang dari 30% dari
kalori total akan mengurangi resiko terjadinya kanker usus besar, payudara, dan
prostat (Junaidi, 2007).
1.4 Gejala Kanker
Gejala yang timbul pada kanker tergantung dari jenis jaringan atau organ
tubuh yang terserang, secara umum gejalanya sebagai berikut:
1.4.1 Nyeri
Nyeri dapat terjadi akibat tumor yang meluas sehingga menekan saraf dan
pembuluh darah di sekitarnya.Nyeri juga merupakan reaksi kekebalan dan
peradangan terhadap kanker yang sedang tumbuh (Junaidi, 2007).Nyeri juga
disebabkan karena ketakutan atau kecemasan (Corwin, 2007).
1.4.2 Perdarahan atau pengeluaran cairan yang tidak wajar
Misalnya ludah, batuk, muntah yang berdarah, mimisan terus-menerus,
cairan puting susu yang mengandung darah, cairan liang senggama yang berdarah
(diantara menstruasi/menopause), darah dalam tinja, dan darah dalam air kemih
(Junaidi, 2007).
1.4.3 Anemia
Anemia terjadi karena berbagai hal, sebagian besar terjadi pada mereka
(26)
menderita kanker sel-sel pembentuk darah atau kanker yang menyebabkan
perdarahan menahun misalnya kanker rahim, usus besar (Junaidi, 2007).
Anemia juga sering dijumpai pada kasus prabedah ginekologi dan
memerlukan evaluasi penyebabnya.Anemia juga harus diperhitungkan dengan
memperkirakan perdarahan yang terjadi pada saat pembedahan.Perhitungan
dilakukan untuk menentukan apakah diperlukan transfusi prabedah serta persiapan
darah untuk antisipasi perdarahan pada waktu pembedahan (Santoso, 2006 dalam
Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
1.4.4 Penurunan berat badan
Penurunan berat badan pada pasien kanker selalu disertai dengan
kakeksia.Kakeksia istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan penurunan
lemak dan protein pada pasien kanker.Kakeksia dapat disebabkan berbagai hal,
seperti hilangnya nafsu makan akibat pencernaan yang terganggu, dan
peningkatan laju metabolisme sel-sel kanker secara terus-menerus. Sel kanker
memerlukan energi yang tinggi dan mengambil nutrien yang diperlukan oleh sel
lain untuk hidup (Corwin, 2007).
Malnutrisi dan kehilangan berat badan seringkali memberikan kontribusi
kepada kematian pasien kanker.Pada pasien kanker kehilangan berat badan terjadi
secara tidak sengaja dan progresif.Kehilangan berat badan terjadi akibat
faktor-faktor mekanis pada saluran cerna yang berhubungan dengan tumor, efek samping
pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Kekurangan protein-kalori mengakibatkan
penurunan nyata berat badan dan mengganggu fungsi-fungsi kompartemen protein
(27)
2.Kemoterapi
2.1 Defenisi Kemoterapi
Menurut WHO kemoterapi adalah pemberian obat-obat sitotoksik untuk
membunuh sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar
jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
2.2 Jenis-Jenis Kemoterapi
2.2.1 Kemoterapi Adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan
dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase
(Rasjidi, 2007). Kemoterapi adjuvan bertujuan untuk mengeradikasi massa tumor
yang subklinis 104sel yang tidak mungkin terdeteksi pasca pembedahan. Dengan
jumlah sel kanker yang relatif sedikit kemoterapi akan bekerja secara efektif
(Saleh, 2006 dalam Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
2.2.2 Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi ini diberikan pada pasien kanker sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor (Rasjidi, 2007). Hasil yang optimal akan terjadi bila
kemoterapi diberikan bersama dengan radioterapi, baik secara bersama-sama atau
berurutan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009).
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak digunakan pada penatalaksanaan
kanker kepala dan leher.Alasan utama penggunaan kemoterapineoadjuvan pada
awal perjalanan penyakit adalahuntuk menurunkan beban sel tumor sistemik yang
(28)
2.2.3 Kemoterapi Primer
Kemoterapi primer digunakan sebagai pengobatan satu-satunya yang
efektif. Misalnya: limfoma, tumor Wilm, rabdomiosarkoma embrional, kanker
paru sel kecil, kanker paru stadium lanjut (Wim de Jong, 2002). Kemoterapi
primer hanya bersifat mengendalikan pertumbuhan tumor dan bukan untuk
menyembuhkan/memberantas seluruh sel kankernya (Rasjidi, 1992)..
Terapi ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan stadium lanjut (4B)
dimana kanker sudah menyebar ke organ-organ lain di dalam tubuh.Kemoterapi
diberikan bersamaandengan radiasi.Umumnya dosis kemoterapiyang diberikan
lebih rendah.Biasanya sebagairadiosensitizer (Wim de Jong, 2002).
2.2.4 Kemoterapi Induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya (Rasjidi,
2007).Kemoterapi induksi bertujuan untuk mengecilkan ukuran tumor sebelum
dilakukan pembedahan lokal atau radioterapi. Obat-obatan digunakan sebagai
katalis induksi gelombang radio untuk meningkatkan efektivitas radioterapi
(Parkway Center Cancer, 2013)
2.2.5 Kemoterapi kombinasi
Kemoterapi kombinasi adalah pemberian dua zat atau lebih dalam terapi
kanker.Kemoterapi kombinasi menyebabkan setiap pengobatan saling mendukung
aksi obat lainnya atau berperan secara sinergis (Otto, 1996).Kemoterapi
kombinasi bertujuan untuk memperbaiki laju respons dan daya ketahanan
hidup.Efektivitas kemoterapi kombinasi meningkat karena mencegah timbulnya
(29)
yaitu fase spesifik dan fase non spesifik sehingga dapat membunuh sel, baik yang
berada dalam pembelahan maupun sel dalam fase inaktif (Saleh, 2006 dalam Aziz,
Andrijono, Saifuddin, 2006).
2.3 Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikui siklus pembelahan sel yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel lain
akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak
terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal sebagai
tumor (Rasjidi, 2007).
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu:
2.3.1 Fase G0, dikenal sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk
berkembang, sel ini akan memasuki fase G1
2.3.2 Fase G1, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30
jam
2.3.3 Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi.
Fase ini berlangsung 18-20 jam
2.3.4 Fase M. sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit.
Kanker tidak berkembang lebih cepat daripada jaringan normal.Pada
jaringan tumor, banyak sel yang berada pada fase aktif dari siklus sel. Pada
jaringan normal sebagian besar populasi sel berada pada dalam fase G0 (Saleh,
(30)
2.4 Komplikasi Kemoterapi
2.4.1 Segera: shock, aritmia, nyeri pada tempat suntikan
2.4.2 Dini: mual/muntah, panas, panas (reaksi hipersensitif)
2.4.3 Lambat (beberapa hari): stomatitis, diare, alopecia, depresi, sumsum
tulang, nephrotoksis, neuropati
2.4.4 Lambat (beberapa bulan): hiperpigmentasi kulit, amenorhoea, penurunan
konsentrasi sperma (Sukardja, 2000)
3. Mual-Muntah
3.1 Defenisi Mual-Muntah
Mual adalah perasaan atau sensasi yang sangat tidak enak di belakang
tenggorokan atau epigastrium (Price & Willson, 2003).Terdapat berbagai
perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti
meningkatnya saliva, menurunnya tonus lambung, dan peristaltik.Peningkatan
tonus duodenum dan jejunum menyebabkan terjadinya refluks isi lambung.Namun
demikian, tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan
mual (Price & Willson, 2003).
Mual juga merupakan perasaan yang diakui secara sadar tentang terjadinya
eksitasi yang tidak disadari pada pusat muntah di medulla oblongata atau di
daerah yang dekat dengan pusat muntah tersebut (Guyton, 1996). Pusat mual
meliputi daerah otak yang paling tinggi dan sulit dimengerti dengan baik (Rahman
(31)
Muntah didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan
ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price & Willson, 2003).
Muntah dianggap penting karena dapat menjadi indikator berbagai keadaan,
seperti obstruksi usus, infeksi, nyeri, penyakit metabolit, kehamilan, penyakit
labirin dan vesibular, substansi emetic eksogen seperti racun, uremia atau gagal
ginjal, penyakit radiasi, kondisi psikologis, migren, infaerk miokard, dan sinkop
sirkulatorik (Price & Willson, 2003).
Retching adalah suatu upaya yang kuat dan involunter untuk muntah tanpa mengeluarkan apapun (Rhodes & McDaniel, 2001).Retching merupakan suatu proses dimana terjadi kontraksi yang kuat dari diafragma dan otot abdomen tanpa
adanya pengeluaran isi dari lambung (Grace & Borley, 2007). Retching dapat digambarkan dengan istilah tercekik (gagging) dan rasa ingin muntah yang tidak mengeluarkan isi (Rhodes & McDaniel, 2001).
3.2 Etiologi dan Patofisiologi Mual-Muntah
Adapun etiologi dari mual-muntah adalah: rasa lapar atau kadar gula darah
menurun, stress, infeksi (bakteri, virus, atau yang lain), kekurangan cairan,
makanan yang tidak dapat di toleransi oleh tubuh (kafein, terigu, dan yang lain),
penggunaan obat antiretroviral (Herman, 2004).
Saluran pencernaan diliputi pada pemicu mual-muntah.Pusat mual-muntah
juga berperan pada ekspresi dari mual melalui perubahan pada aktivitas motorik
yang mengembalikan isi usus ke lambung terlebih dahulu secara paksa dibawa
dengan kontraksi dari diafragma dan otot abdominal.Ada bukti yang kuat bahwa
(32)
enterochromaffin adalah sebuah sel pemicu muntah yang kuat.Berfungsi sebagai
bagian dari sebuah mekanisme deteksi luminal toksin. 5-HT dilepas dari aktivitas
mukosa gut pada sensori akhir dari serabut vagal aferen yang menyampaikan ke
batang otak yang menyusun respon emesis (Grundy, 2000 dalam Liebert, 2007).
Pusat muntah terdiri dari 3 komponen yaitu area postrema, nucleus traktus
solitarius, dan dorsal vagal kompleks.Aktivitas dari mual-muntah melibatkan
sebuah lengkung refleks (Donnerer, 2003 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Sinyal mengirim ke dorsal vagal kompleks mengaktifkan impuls somatis dan
visceral ke organ efektor: otot abdominal, perut, esophagus, dan diafragma
(Bubalo, Bierman, & Yates, 2004 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Pada saat
pusat muntah distimulasi, aliran udara tertutup dan terjadi peningkatan tekanan
intra abdominal menuju ke pengeluaran dengan paksa dari isi lambung (Girish &
Manikandan, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
4. Mual-Muntah Post Kemoterapi
4.1 Penggolongan Mual-Muntah Post Kemoterapi
Mual-muntah post kemoterapi digolongkan menjadi tiga tipe yaitu:
4.1.1 Mual-Muntah Akut (Acute Nausea-Vomiting)
Mual-muntah akut biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam
post kemoterapi dan hilang dalam 24 jam pertama. Mual-muntah yang berat
biasanya terjadi 5-6 jam post kemoterapi (National Comprehensive Cancer Network, 2007). Mual-muntah akut akan menetap selama beberapa jam. Tingkat
(33)
keparahan mual-muntah tergantung variasi obat kemoterapi yang digunakan
(Markman, 2002).
4.1.2 Mual-Muntah Tertunda (Delayed Nausea-Vomiting)
Mual-muntah yang terjadi lebih dari 24 jam post kemoterapi dikenal
dengan mual-muntah tertunda (delayed) (Navari, 2007). Patofisologi dan neurofarmakologi dari mual-muntah tertunda (delayed) masih belum dapat dipahami dengan baik. Pengobatan mual-muntah tertunda (delayed) ini jauh lebih
sulit diibandingkan dengan mual-muntah akut (acute) (Antonarakis & Hain, 2004).
4.1.3 Mual-Muntah Antisipasi (Anticipatory Nausea-Vomiting)
Mual-muntah antisipasi (anticipatory) dapat terjadi beberapa hari atau jam sebelum kemoterapi dan diperkirakan terjadi hampir 29 persen dari pasien yang
menerima kemoterapi (Thompson & O’Bryant, 2013). Mual-muntah antisipasi
(anticipatory) juga dihubungkan dengan ketidakseimbangan diantara lingkungan dan mual-muntah post kemoterapi (Antonarakis & Hain 2004).
Mual-muntah antisipasi (anticipatory) berhubungan dengan fenomena. Ketika seseorang memiliki pengalaman yang buruk dengan kemoterapi, kemudian
orang tersebut mengingat kemoterapi, melihat rumah sakit, dan hal yang
berhubungan dengan pengalaman buruknya maka akan mengaktifkan suatu respon
yang sering dikenal dengan Pavlovian reflex. Pavlovian reflex adalah sebuah rangsangan non fisik yang berperan terhadap beberapa respon yang dapat
(34)
4.2 Patofisiologi Mual-Muntah PostKemoterapi
Mual-muntah post kemoterapi disebabkan oleh kehadiran atau adanya
agen kemoterapi atau metabolit agen kemoterapi di aliran darah atau cairan
serebrospinal yang berperan secara langsung pada chemoreceptor trigger zone di area postrema. Area postrema berada di sebelah luar barrier darah-otak dan
sehingga menyebabkan terjadinya kesensitifan melalui darah dan cairan
serebrospinal (Hawkins & Grunberg, 2009).
Sinyal dari area postrema kemudian disampaikan ke nukleus traktus
solitarius yang terletak di dalam barrier darah-otak dan mengandalkan pada neuro
transmitter untuk memicu muntah. Agen sitotoksik juga dapat menyebabkan
terlepasnya serotonin (5-HT) dan substansi P (NK1) dari sel enterochromaffin di
mukosa lambung yang kemudian mengirim sinyal ke nukleus traktus solitarius
melalui serabut sensori vagal (Girish & Manikandan; Herrstedt, 2008 dalam
dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Sinyal yang berasal dari nukleus traktus
solitarius, respon muntah diatur oleh jalur aferen, termasuk saraf vagus dan
phrenic.Tambahannya, pada serotonin (5-HT) dan jalur substansi P (NK1),
cannabioid dan jalur dopamine (D2) juga dapat menyebabkan mual-muntah post
kemoterapi. Jalur lain yang meliputi mual-muntah termasuk acetylcoline atau
muskarinik (M), histamin (H), endorphin, dan �-aminobutyric acid tetapi jalur ini tidak diharapkan mengaktifkan mual-muntah post kemoterapi (Herrstedt, 2008
(35)
4.3 Faktor-Faktor yang MempengaruhiMual-Muntah Post Kemoterapi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mual-muntah adalah:
4.3.1Kategori obat kemoterapi yang digunakan
Obat-obat kemoterapi dikategorikan berdasarkan aktivitas farmakologi dan
pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Kelompok dasar dan aksi potensial mereka
adalah sebagai berikut:
a.Obat-obat spesifik fase siklus sel berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang
mengalami pembelahan. Contohnya adalah antimetabolit, alkaloid
tanaman vinca, dan zat lainnya seperti asparaginase dan dacarbazine.
Obat-obat ini sangat efektif melawan tumor yang sedang bertumbuh yang
memiliki proporsi yang lebih besar pada siklus sel selama fase obat
tersebut menyerang sel kanker. Obat-obat ini diberikan dalam konsentrasi
minimal secara terus-menerus (Otto, 1996).
b. Obat-obat pada fase siklus sel non spesifik berpengaruh pada sel yang
sedang membelah atau beristirahat. Misalnya agen alkilasi, antibiotik
antitumor, nitrourea, hormon dan steroid, serta agens lainnya seperti
prokarbazin. Bersifat aktif pada segala fase dalam siklus sel dan dapat
efektif pada tumor yang besar dengan beberapa sel aktif yang sedang
membelah pada saat pemberian. Obat-obat ini sering diberikan secara
(36)
4.3.2 Dosis dari obat kemoterapi
Pemberian dosis yang tinggi pada obat kemoterapi lebih sering
menyebabkan mual-muntah post kemoterapi (National Comprehensive Cancer Network, 2007).
4.3.3 Cara pemberian obat kemoterapi
a. Pemberian secara intravena
Banyak obat kemoterapi yang digunakan melalui intravena.Misalnya
siklofosfamid, epirubisin, vinkristin, 5-FU, metotreksat, sitarabin, dan
lain-lain.Cara pemberian kemoterapi melalui intravena untuk pengobatan kanker
payudara, kanker kolorektal, limfoma maligna, leukemia akut, dan lain-lain.Cara
pemberian kemoterapi melalui intravena bervariasi tergantung pada jenis obat dan
keganasannya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009).
Obat kemoterapi yang diberikan melalui intravena dapat menyebabkan
terjadi lebih cepat daripada diberikan melalui oral.Karena obat kemoterapi yang
diberikan melalui intravena diabsorbsi lebih cepat (Cancer Care Nova Scotia, 2004).
b. Pemberian secara oral
Pemberian secara oral biasanya untuk pengobatan kanker ovarii yang
relaps, kanker kolorektal yang telah lanjut, leukemia limfositik kronik sel B, dan
lain-lain. Beberapa jenis obat yang digunakan per oral yaitu etoposid, kapesitabin,
(37)
c. Pemberian secara intra-muskulus
Pemberian secara intra-muskulus lebih jarang digunakan karena banyak
obat yang dapat mengiritasi atau bahkan merusak kulit dan jaringan
otot.Pemberian intra-muskulus sering dihindari karena meyebabkan resiko syok
anafilaksis. Pemberian intra-muskulus antara lain pemberian Bleomycin (Sylvia &
Wilsson, 1996).
Pemberian cara ini yaitu suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama
dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut. Yang dapat diberikan
intra-muskulus antara lain bleomycin dan methotrexate (Rasjidi, 2007).
d. Pemberian secara intra-arteri
Pemberian secara intra-arteri memerlukan pemasangan kateter pada arteri
yang terletak di dekat tumor.Obat diberikan dalam larutan yang mengandung
heparin melalui pompa infus karena terdapat tekanan arteri (Otto, 1996).
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang cukup
banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin atau alat filter, serta
memerlukan keterampilan tersendiri (Rasjidi, 2007).
e. Pemberian secara intraperitoneal
Pemberian secara intraperitoneal adalah pemberian agen kemoterapi secara
langsung ke dalam rongga peritoneal melalui dialisa (Kumar, 1996). Kemoterapi
intraperitoneal diberikan melalui kateter Tenckhoff (kateter khusus yang dirancang untuk menghilangkan atau menambahkan cairan dalam jumlah besar
dari atau ke dalam rongga perut) atau melalui port implan yang melekat pada
(38)
abdomen dimana obat terabsorbsi ke daerah yang terkena.Cara ini memiliki efek
samping yang lebih buruk daripada kemoterapi IV biasa (Otto, 1996).
4.3.4 Karakteristik individu
a.Riwayat mengonsumsi alkohol
Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa muntah lebih mudah
dikontrol pada pasien dengan riwayat alkohol kronik (>100 g/hari) dibandingkan
pasien yang tidak memiliki riwayat alkohol (Gralla, 2000).Di dalam sebuah
evaluasi, 52 pasien menerima cisplatin dosis tinggi dan kombinasi regimen
anti-muntah yang sesuai, 93% dari pasien dengan riwayat alkohol kronik tidak
mengalami muntah.Sementara 61% dari pasien lainnya yang tidak memiliki
riwayat alkohol mengalami muntah (Tyson, 1999).
c.Usia
Pasien dengan usia muda lebih memungkinkan untuk muntah. Resiko ini
mungkin sebuah masalah psikologis secara langsung atau tidak langsung bagi
pasien usia muda. Usia muda secara tidak langsung sering mengalami reaksi
distonik akut ketika menerima anti-muntah. Anti-muntah memiliki reseptor
dopamin sebagai penghalang mekanisme aksi (Allen & Reily, 1999).
Di dalam sebuah ringkasan laporan, dari hampir 500 pasien yang
menerima metoclopramide, hanya 2% pasien berumur > 30 tahun yang muntah.
27 % muntah terjadi pada usia muda (Kris, 2000). Ketika anti-muntah dopamin
diberikan selama beberapa hari, yang paling sering terjadi adalah reaksi distonik.
(39)
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian melaporkan bahwa wanita lebih sulit mengontrol
muntah dibanding laki-laki.Hal ini merupakan masalah yang kompleks.Namun,
dengan menggunakan analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor bersifat independen dari muntah (Balfour, 2001).
Dalam penelitian anti-muntah, wanita terdaftar sebagai penerima dua atau
lebih agen muntah (cisplastin plus dan cysclophosphamide).Dan wanita jarang
memiliki riwayat penggunaan alkohol (Andrews & Bandhri, 2000).
e.Motion Sickness
Motion sickness sangat sering terjadi seperti mabuk laut, mabuk udara, dan lainnya.Tandanya adalah pucat, keringat dingin, mual, dan muntah. Tanda dan
gejala yang timbul relatif bertahap, tetapi pada saat tertentu akan memuncak
sehingga terjadi mual dan muntah. Setelah mual-muntah sering terjadi malaise
(Neal, 2005).
Motion sickness dipercaya merupakan respon terhadap informasi sensoris yang bermasalah.Hanya sedikit yang diketahui mengenai mekanisme neural yang
terlibat dalam motion sickness (Neal, 2005).Pasien yang mengalami motion sickness biasanya lebih mudah mengalami mual-muntah akibat kemoterapi (Solimando, 2003).
f. Siklus kemoterapi
Siklus kemoterapi adalah waktu yang diperlukan untuk pemberian satu
kemoterapi. Untuk satu siklus umumnya setiap 3 atau 4 minggu sekali, namun
(40)
memberikan pengaruh terhadap gejala mual-muntah.Semakin tinggi siklus
kemoterapi, maka semakin berat gejala mual-muntahnya (McRonald & Fleisher,
2005).
4.4 PengukuranMual-Muntah
Pengukuran mual-muntah dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan, untuk difokuskan pada intervensi yang tepat dalam mengatasi gejala
mualpost kemoterapi (Wood et al, 2011).
Menurut Rhodes dan Mc Daniel (2001), alat untuk mengukur mual-
muntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya yaitu: Numerik Rating Scale for Nausea,Duke Descriptive Scale (DDS), Behavioral Observation Tool, Visual Analog Scale (VAS), Index Nausea Vomiting and Retching (INVR), Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis.
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengkaji gejala
mual-muntah post kemoterapi yaitu Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR).
Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Rhodes daan digunakan untuk memberikan informasi tentang
mual, muntah, dan retching.Kuesioner ini lebih sering digunakan karena lebih sederhana dan lebih mudah untuk membacanya (Rhodes & McDaniel, 2001).
Kuesioner ini memiliki nilai validitas konstruk 0.87 dan reliabilitas yang
diuji dengan Alpha-Cronbach 0.98.Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) memiliki 8 item pengkajian dan 5 skala likert. Rentang skor berkisar dari 0 sampai
32. Dimana 0: tidak mual-muntah, 1-8: mual-muntah ringan, 9-16: mual-muntah
(41)
McDaniel, 2001).Dan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
mual-muntah post kemoterapi digunakan kuesioner data demografi (karakteristik
(42)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Pada kerangka konseptual ini, mual adalah sensasi yang tidak
menyenangkan di bagian belakang tenggorokan dan epigastrium.Mual dapat
menjadi pengalaman yang mengerikan.Terkadang lebih buruk daripada nyeri.
Mual adalah sensasi dari ketidaknyamanan di dalam perut, biasanya disebabkan
oleh kondisi di tempat lain dari tubuh (Kendall & Bower, 2007). Mual setelah
pemberian kemoterapi biasanya terjadi karena efek samping dari obat kemoterapi
itu sendiri (Hawkins & Grunberg, 2009).
Muntah didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan
ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price & Willson, 2003).
Retching adalah suatu upaya yang kuat dan involunter untuk muntah tanpa mengeluarkan apapun (Rhodes & McDaniel, 2001).
Retching merupakan suatu proses dimana terjadi kontraksi yang kuat dari diafragma dan otot abdomen tanpa adanya pengeluaran isi dari lambung (Grace &
Borley, 2007). Retching dapat digambarkan dengan istilah tercekik (gagging) dan rasa ingin muntah yang tidak mengeluarkan isi (Rhodes & McDaniel, 2001).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post
kemoterapi adalah kategori obat kemoterapi yang digunakan, dosis obat
(43)
jenis kelamin, riwayat muntah yang tidak terkontrol, riwayat mengonsumsi
alkohol, dan motion sickness) (National Comprehensive Cancer Network, 2007).
2. Kerangka Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka dibawah ini dapat dilihat
skema kerangka penelitian gejala mual-muntah dan faktor-faktor yang
mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker.
Skema 1. Kerangka Penelitian Gejala Mual-Muntah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gejala Mual-Muntah Post Kemoterapi pada Pasien
Kanker
Gejala Mual-Muntah Post Kemoterapi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Gejala Mual-Muntah Post
Kemoterapi
1. Karakteristik individu 1.1Usia
1.2Jenis kelamin
1.3Riwayat Motion Sickness
1.4Riwayat mengonsumsi alkohol
(44)
3. Definisi Operasional
No Variabel
Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Mual, Muntah,
dan Retching
Mual adalah
sensasi dari
ketidaknyamanan
di dalam perut,
biasanya
disebabkan oleh
kondisi di tempat
lain dari tubuh
Muntah didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi
isi lambung atau
usus atau
keduanya ke mulut
Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) 0: tidak mual-muntah 1-8: mual-muntah ringan 9-16: mual-muntah sedang 17-24: mual-muntah berat 25-32: mual-muntah buruk ordinal
(45)
Retching
merupakan suatu
proses dimana
terjadi kontraksi
yang kuat dari
diafragma dan otot
abdomen tanpa
adanya
pengeluaran isi
dari lambung
4. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang dibuktikan dari penelitian ini adalah:
4.1. Ha1: Terdapat perbedaan skor gejala mual-muntah post kemoterapi
responden usia muda dengan usia tua
4.2. Ha2: Terdapat perbedaan skor gejala mual-muntah post kemoterapi
responden laki-laki dengan perempuan
4.3. Ha3: Terdapat perbedaan skor gejala mual-muntah post kemoterapi siklus
1-5 dengan siklus 6-10
4.4. Ha4: Terdapat perbedaan skor gejala mual-muntah post kemoterapi
responden yang memiliki riwayat motion sickness dengan yang tidak memiliki riwayat motion sickness
(46)
4.5. Ha5: Terdapat perbedaan skor gejala mual-muntah post kemoterapi
responden yang memiliki riwayat mengonsumsi alkohol dengan yang tidak
(47)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode deskritif eksplorasi, yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang mual-muntah dan faktor-faktor
yang mempengaruhi mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP
H. Adam Malik Medan.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien kanker yang sedang menjalani
kemoterapi di RSUP H. Adam Malik dalam 3 bulan terakhir (Oktober
2013-Desember 2013) berjumlah 568 orang.
2.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sesuai dengan kriteria sampel yang telah dilakukan. Dengan kriteria inklusi meliputi: pasien yang menjalani perawatan
kemoterapi karena kanker, pasien yang bersedia menjadi responden, pasien yang
sadar dan kooperatif, pasien yang mengerti bahasa Indonesia. Sedangkan kriteria
eksklusi meliputi: pasien yang tidak menjalani perawatan kemoterapi karena
kanker, pasien yang tidak bersedia menjadi responden, pasien yang tidak sadar
(48)
Jika sampel populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya
diambil keseluruhan.Selanjutnya jika jumlah populasinya lebih besar dari 100,
maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto,
2002).Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 57 orang.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di bagian RSUP H. Adam Malik 27
Maret 2014 sampai 27 April 2014. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan merupakan sebuah Rumah Sakit Kelas A sesuai SK Menkes
No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai
SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi dan misi sebagai
pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan, juga merupakan pusat
rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi
Sumatera Utara, D.I Aceh, Sumatera Barat dan Riau.
Penelitian ini dilakukan pada Unit Kemoterapi yang berada di lantai 3
Rindu A. Unit Kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
memiliki sarana dan prasana penunjang untuk kebutuhan pasien dalam melakukan
kemoterapi.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian dilakukan setelah mendapat rekomendasi atas persetujuan dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
(49)
mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin dari institusi dan
rekomendasi dari RSUP H. Adam Malik. Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada
beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan
kerahasiaan menjadi responden, serta bebas dari rasa sakit baik secara fisik dan
tekanan psikologis. Sebelum penelitian dilaksanakan, responden akan diberi
penjelasan mengenai manfaat dan tujuan penelitian. Dan untuk menjaga
kerahasiaan respomden maka pada lembar kuesioner tidak dicantumkan nama
responden.
Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent) tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada
tekanan fisik ataupun psikologis.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
bagian.Bagian pertama yaitu instrumen penelitian yang berisi tentang pengkajian
data demografi pasien, bagian kedua yaitu berisi lembar pengukuran Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR).
Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) digunakan untuk mengukur mual-muntah post kemoterapi dengan memberikan beberapa pertanyaan yang
memiliki skor. Total skor dari semua pertanyaan adalah 32. Dimana 0: tidak
(50)
mual-muntah berat, 25-32: mual-mual-muntah buruk (Rhodes & McDaniel, 2001).
Pengukuran volume muntah akan dibantu dengan menggunakan cangkir dimana 1
cangkir berisi 240 cc.
Kuesioner Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) ini merupakan kuesioner berbahasa inggris sehingga diperlukan untuk melakukan proses back translation terhadap kuesioner ini. Tujuan dilakukan proses back translation ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan makna setelah diterjemahkan dalam
beberapa tahap.
Tahap pertama back translation yaitu kuesioner yang berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Lembaga Bahasa dan Pendidikan
Profesional-Lembaga Indonesia-Amerika (LBPP-LIA). Tahap kedua yaitu
kuesioner hasil terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh LBPP-LIA
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh BBC-Learning Center. Dan
tahap ketiga yaitu kuesioner hasil terjemahan dalam bahasa Inggris oleh
BBC-Learning-Center dibandingkan maknanya dengan kuesioner asli yang berbahasa
Inggris oleh pakar yaitu Bapak Yoffi Andinata, S.Pd, M.Si dari Professional
in-House Training.
Hasil dari tahap ketiga ini menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan
makna terhadap kuesioner yang telah dua kali diterjemahkan dengan kuesioner
aslinya sehingga kuesioner Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) tidak perlu dilakukan uji validitas.
(51)
5.1Reliabilitas Instrumen
Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat
pengukur dapat dipercaya dan diandalkan untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data.Dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yang
diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan (Arikunto,
2002). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan cara mencoba instrumen sekali saja
dan dianalisis dengan teknik Chronbach’s Alpha.Hasil uji reliabilitas yang diperoleh yaitu 0.892 maka instrumen dinyatakan reliabel.
6.Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:
6.1 Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin
pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mendapat izin dari Direktur
RSUP H. Adam Malik.
6.2 Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, prosedur
pengumpulan data serta menanyakan kesediaan calon responden. Dimana
calon responden telah memenuhi kriteria penilaian.
6.3 Bagi calon yang bersedia menjadi responden, peneliti memberikan
informed consent dan responden diminta untuk menandatanganinya. Sebelum kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan dan
(52)
6.4 Setelah mendapat persetujuan, pengumpulan data dimulai, kuesioner data
demografi, lembar pengukuran Index Nausea, Vomiting, and Retching
(INVR), dan lembar pertanyaan faktor-faktor yang mempengaruhi gejala
mual-muntah post kemoterapi diisi oleh peneliti dengan melakukan
wawancara pada responden atau keluarganya.
6.5 Data yang diperoleh kemudian dikumpul untuk dianalisa.
7.Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh akan diolah dengan beberapa tahap yaitu:
7.1 Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan.Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data.
7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori.Pemberian kode ini sangat penting
bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
7.3 Entri Data
Data entri dilakukan untuk memasukan data yang telah dikumpulkan
kedalam master table atau database computer, kemudian membuat
distribusi frekuensi, persentase, mean (nilai rata-rata), nilai minimum, nilai maksimum, dan standard deviasi.
(53)
7.4 Melakukan Teknis Analisis
Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitianakan
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
dianalisis.
8.Analisa Data
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis secara univariat dan bivariat.
8.1 Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi
dan persentasi dari semua variabel penelitian yaitu: gejala mual-muntah
(variabeldependen) serta faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah
(variabel independen).
8.2 Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor
yang kemoterapi mempengaruhigejala mual-muntah pada pasien post. Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitneyuntuk mengetahui pengaruh variabel karakteristik individu (usia, jenis kelamin, siklus kemoterapi,
riwayat motion sickness, dan riwayat mengonsumsi alkohol) terhadap gejala mual-muntah.
Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Kriteria pengambilan
(54)
value) dengan nilai α(0,05),dengan ketentuan: jikap value ≤ nilai α (0,05),maka terdapatpengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Dan jikap value >nilai α (0,05),maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan yang kedua yaitu dengan melihat nilai uji
z, jika nilai �ℎ�����> 1.96 atau �ℎ�����< -1.96 maka Ho ditolak. Dan jika -1.96 <�ℎ�����< 1.96 maka Ho diterima
(55)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai gejala mual-muntah
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada pasien kanker post kemoterapi di
RSUP H. Adam Malik Medan dengan jumlah responden 57 orang.
1. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 27 Maret 2014 sampai
dengan 7 April 2014.Data diambil dari ruangan kemoterapi, setelah mendapatkan
izin dari bagian Litbang.Penelitian ini memaparkan karakteristik demografi dan
riwayat responden, gejala mual-muntah post kemoterapi, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi gejala mual-muntah.
1.1 Karakteristik demografi
Responden penelitian ini berada pada rentang usia 25-69 tahun (M=48.39,
SD=9.836) dan lebih dari setengah (54.4%) berusia 25-50 tahun dan diikuti
(45.6%) berusia 51-69 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden
adalah perempuan (87.7%).Berdasarkan diagnosa medis, responden dalam
penelitian ini, lebih dari setengah (52.6%) merupakan penderita kanker payudara.
Berdasarkan siklus kemoterapi responden, mayoritas responden (75.4%)
menjalani kemoterapi pada siklus 1-5.Berdasarkan riwayat dari responden,
mayoritas responden (77.2%) tidak mengalami motion sickness.Hampir semua responden tidak mengonsumsi alkohol (96.5%).
(56)
Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi dan riwayat
responden dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik demografi dan riwayat responden n=57
Karakteristik Demografi dan Riwayat Responden Frekuensi Persentase Usia
Usia 25-50 tahun Usia 51-69 tahun
(Mean=48.49, SD=9.836, Max=69, Min=25)
31 26 54.4 45.6 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 50 7 87.7 12.3 Diagnosa Kanker payudara Kanker serviks Kanker paru Kanker nasofaring 30 16 9 2 52.6 28.1 15.8 3.5 Siklus Kemoterapi 1-5 6-10 43 14 75.4 24.6 Riwayat motion sickness
Tidak Ya 44 13 77.2 22.8 Riwayat konsumsi alkohol
Tidak Ya 55 2 96.5 3.5
1.2 Gejala mual-muntah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden
(52.6%) melaporkan gejala mual-muntah post kemoterapi mereka ditingkat
sedang, lebih dari seperempat responden dengan mual-muntah ringan (24.6%),
kurang dari seperempat responden tidak mual-muntah sebanyak (12.3%), dan
(57)
klasifikasi muntah sedang (Mean=12.19). Distribusi frekuensi gejala
mual-muntah pada responden dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi gejala mual-muntah responden n=57
Gejala Mual-Muntah Frekuensi Persentase
Tidak mual-muntah (0) Mual-muntah ringan (1-8) Mual-muntah sedang (9-16) Mual-muntah berat (17-24)
(Mean=12.19, SD=6.418, Max=24, Min=0)
7 14 30 6
12,3 24,6 52,6 10,5
Kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah
post kemoterapi ini terdiri dari 8 pertanyaan meliputi 3 kategori yaitu gejala mual,
gejala muntah, dan gejala retching. Hasil analisa data menunjukkan bahwa kategori dengan nilai tertinggi adalah gejala mual (M = 6.02 dan SD = 2.360)
Tabel 3. Nilai mean, standar deviasi, minimal, dan maksimal komponen dari gejala mual-muntah n=50
Komponen Gejala Mual-Muntah M SD Min Max
Gejala mual 6.02 2.360 3 11
Gejala muntah 4.62 2.381 0 10
(58)
1.3 Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan gejala mual-muntah post kemoterapi
Sebelum menentukan uji untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi dengan gejala mual-muntah post kemoterapi, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji analisis Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian diperoleh bahwa keenam variabel (gejala mual-muntah, usia, jenis kelamin, siklus kmoterapi, riwayat motion sickness, dan riwayat mengonsumsi alkohol) terdistribusi tidak normal dengan nilai p pada variabel
gejala mual-muntah = 0.010, nilai p pada variabel usia = 0.000, nilai p pada
variabel jenis kelamin = 0.000, nilai p pada variabel siklus kemoterapi = 0.041,
nilai p pada variabel riwayat motion sickness = 0.000, dan nilai p pada variabel riwayat mengonsumsi alkohol = 0.000.
Dengan hasil ini, maka uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelima
variabel ini adalah uji non-parametrik Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney
digunakan untuk mengidentifikasi apakah kelima variabel (usia, jenis kelamin,
siklus kemoterapi, riwayat motion sickness, riwayat mengonsumsi alkohol) mempengaruhi skor gejala mual-muntah. Hasil yang diperoleh yaitu tidak terdapat
perbedaan yang signifikan skor gejala mual-muntah dari responden usia muda
(25-50) dan responden usia tua (51-69) (z = -0.36, p = 0716).
Berdasarkan jenis kelamin terdapat hasil yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan skor gejala mual-muntah post kemoterapi dari
(59)
diperoleh hasil dimana terdapat perbedaan yang signifikan skor gejala
mual-muntah dari siklus 1-5 dan siklus 6-10 ( z= -2.24, p = 0.025).
Pada penelitian ini juga terdapat hasil dimana tidak terdapat perbedaan
yang signifikan skor gejala mual-muntah post kemoterapi dari responden yang
memiliki riwayat motion sickness dan responden yang tidak memiliki riwayat
motion sickness (z = -0.81, p = 0.415).
Selain itu, pada penelitian ini juga diperoleh hasil yang menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor gejala mual-muntah post
kemoterapi dari responden dengan riwayat mengonsumsi dan responden yang
tidak memiliki riwayat mengonsumsi alkohol (z = -0.02, p = 0.982). Perbandingan faktor-faktor dan skor gejala mual-muntah dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan faktor-faktor dan skor gejala mual-muntah dengan Menggunakan Uji Mann-Whitney
Variabel N % M z P
Usia
Usia Muda (25-50) Usia Tua (51-69)
31 26 54.4 45.6 29.71 28.15
-0.36 0.716
Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki 50 7 87.7 12.3 28.75 30.79
-0.31 0.754
Siklus Kemoterapi 1-5 6-10 43 14 75.4 24.6 31.72 20.64
-2.24 0.025
Riwayat Motion Sickness
Tidak Ya 44 13 77.2 22.8 28.06 32.19
-0.81 0.415
Riwayat Mengonsumsi Alkohol Tidak Ya 55 2 96.5 3.5 29.01 28.75
(60)
2. Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti akan membahas gejala mual-muntah post
kemoterapi pada pasien kanker dan faktor-faktor yang mempengaruhi di Rumah
Sakit H. Adam Malik Medan dengan jumlah responden penelitian sebanyak 57
orang.
2.1 Gejala mual-muntah
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas
responden mengalami mual-muntah post kemoterapi (87.7%) dengan pembagian 3
kategori yaitu mual-muntah ringan, mual-muntah sedang, dan mual-muntah berat.
Kurang dari seperempat responden mengalami mual-muntah ringan
(24.6%).Lebih dari setengah responden mengalami mual-muntah sedang
(52.6).dan diikuti responden mengalami mual-muntah berat (10.5%). Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindley (2006, dalam Richardson,
2008) menyatakan bahwa 70-80% pasien kanker mengalami mual-muntah post
kemoterapi.
Mual-muntah post kemoterapi disebabkan oleh adanya agen kemoterapi
atau metabolit di aliran darah atau cairan serebrospinal yang berperan secara
langsung pada chemoreceptor trigger zone di area postrema (Hawkins & Grunberg, 2009). Peneliti telah menunjukkan bahwa pasien yang menjalani
kemoterapi melaporkan bahwa mual-muntah merupakan gejala yang paling
menakutkan (Weaver, 2006 dalam Richardson, 2007). Mual-muntah post
kemoterapi dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan pasien
(61)
interaksi sosial, dehidrasi, gangguan tidur, dan cemas (Foubert & Vaessen, 2005
dalam Molassiotis, Stricker, Eaby, Velders, & Coventry, 2008).
Berhubungan dengan diagnosa penyakit, lebih dari setengah responden
merupakan penderita (52.6%) kanker payudara dan lebih dari seperempat
responden (28.1%) kanker serviks.Kanker payudara dan kanker serviks
menduduki prevalensi tertinggi di Indonesia (Aziz, 2009 dalam Sinambela,
2011).Kanker payudara menempati peringkat pertama dan diikuti dengan kanker
serviks pada peringkat kedua untuk keseluruhan penyakit kanker pada wanita di
Indonesia (Yastati, 2010).
Terdapat beberapa penanganan yang dilakukan pada pasien kanker
payudara yaitu pembedahan, rekonstruksi payudara, penyinaran (radioterapi), dan
terapi sistemis (kemoterapi).Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang berarti
obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
Pemberian kemoterapi dapat menimbulkan efek mual dan
muntah.Mual-muntah merupakan efek samping yang paling menyakitkan bagi pasien.Di dalam
penelitian Tsao & Stewart (2006, dalam Yeung, 2009) menyatakan bahwa gejala
yang paling berat dirasakan oleh pasien adalah kelemahan akibat supresi sumsum
(62)
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi
2.2.1 Usia
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden
(54.4%) berada pada rentang usia 25-50 tahun dan sisanya (45.6%) pada rentang
usia 51-69 tahun. Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan skor gejala mual-muntah dari responden usia muda
(25-50 tahun) dan responden usia tua (51-69 tahun) (z = -0.36 dan p = 0.716)
Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa pasien dengan usia muda <
50 tahun lebih memungkinkan untuk muntah. Hal ini dapat disebabkan oleh
masalah psikologis bagi pasien muda (Allen & Reily, 1999). Pada pasien usia
muda memiliki harapan yang besar pada kesehatan dan kemampuannya sehingga
perubahan status kesehatannya akan sangat dirasakan dan berdampak pada
psikologisnya (Watter et al, 2003).
Usia muda secara tidak langsung sering mengalami reaksi distonia akut
ketika menerima anti-muntah (Allen & Reily, 1999). Distonia akut adalah spasme
atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet.Spasme atau kontraksi
involunter ini dapat terjadi beberapa menit dan dalam waktu yang lama (Widana,
2000 dalam Putri, 2010).
Distonia akut dapat disebabkan oleh pemberian obat anti-muntah dimana
obat tersebut pada sistem saraf pusat memblok reseptor-reseptor dopamin
terutama reseptor D-2 pada CTZ. Proses pemblokan ini menyebabkan fungsi
(63)
sindrom extrapirimidal dengan manifestasi yang terjadi yaitu distonia akut
(Darmansjah, 2005 dalam Putri, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noonan (2005, dalam Prapti,
2012) menunjukkan bahwa pasien usia tua (> 50 tahun) memiliki respon terhadap
anti-muntah lebih baik dibandingkan pasien usia muda (< 50 tahun). Penelitian
lain yang juga mendukung pernyataan tersebut yaitu Molassiotis dan Olver (2005)
menunjukan bahwa pasien dewasa muda (usia< 50 tahun) mengalami gejala
mual-muntah dalam kategori berat daripada pasien dewasa tua (usia > 50 tahun).
2.2.2 Jenis kelamin
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas yang menjalani
kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan adalah perempuan (87,7%) dan
diikuti (12,3%) laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Anderson
(2002) yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih
sering menderita penyakit kronis daripada laki-laki.Hal ini disebabkan karena
harapan hidup perempuan lebih besar daripada laki-laki sehingga perempuan
berpeluang besar menderita penyakit kronis dibandingkan laki-laki.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan skor gejala mual-muntah post kemoterapi dari responden perempuan
dan laki-laki (z = -0.31 dan p = 0.754). Akan tetapi, penelitian terdahulu menyatakan bahwa wanita lebih sulit mengontrol muntah dibandingkan dengan
laki-laki (Balfour, 2001). Sehingga mempengaruhi skor gejala mual-muntah pada
(64)
Dan apabila dihubungkan dengan diagnosa penyakit responden,
perempuan juga berpeluang memiliki skor gejala mual-muntah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki.Hal ini disebabkan karena kanker payudara
menempati tingkat pertama penyebab kematian di Indonesia (Yastati, 2010 dalam
Sinambela, 2011).Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu.
2.2.3 Siklus kemoterapi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden
(75,4%) menjalani kemoterapi pada siklus 1-5 dan sisanya (24,6%) pada siklus
6-10. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan skor gejala
mual-muntah dari siklus 1-5 dan siklus 6-10 (z = -2.24 dan p = 0.025). Sehingga dapat disimpulkan bahwa siklus kemoterapi memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap gejala mual-muntah post kemoterapi.
Pada dasarnya siklus kemoterapi dapat mempengaruhi gejala mual-muntah
pada pasien post kemoterapi. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat
Grunberg dan Ireland (2005) yang mengatakan bahwa mual-muntah post
kemoterapi dipengaruhi oleh siklus kemoterapi, semakin lanjut siklus kemoterapi
maka mual-muntah akan bertambah berat. Selain itu, gejala mual-muntah
biasanya lebih berat pada siklus berikutnya McRonald & Fleisher (2005, dalam
Prapti, 2012), terutama pada siklus keempat (Roscoe, Morrow, Molassiotis, &
Oler, 2010).
Tjokronegoro (2006) menjelaskan bahwa pemberian kemoterapi tidak
(1)
2.
Data Hasil Penelitian
no res umur jenis kelamin diagnosa siklus
motion sickness
konsumsi
alkohol q1 q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8
1 44 2 1 4 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2 37 2 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 54 2 3 3 0 0 1 1 1 1 1 1 1
4 58 2 1 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 57 2 3 1 1 0 3 2 1 3 2 2 2 2
6 52 1 2 4 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
7 54 2 3 7 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
8 36 2 1 4 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
9 51 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
10 51 2 2 6 0 0 0 0 0 2 2 0 3 0
11 69 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
12 35 2 3 3 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
13 43 2 2 6 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
14 42 2 1 4 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2
15 47 2 3 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
16 25 1 2 4 0 0 1 1 1 2 2 1 1 2
17 40 2 1 3 1 0 1 1 1 2 2 1 2 2
18 58 2 1 5 0 0 0 1 0 4 3 0 4 1
19 48 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
20 33 2 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(2)
22 40 2 1 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
23 51 2 2 1 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
24 46 2 3 5 1 0 0 1 0 4 2 0 4 3
25 42 2 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 62 2 1 4 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
27 41 2 3 6 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
28 46 2 3 2 0 0 4 1 3 4 3 3 4 2
29 45 2 3 1 0 0 2 2 4 4 3 2 4 3
30 68 2 1 3 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
31 51 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
32 44 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
33 48 2 1 1 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
34 47 2 1 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
35 56 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
36 43 2 1 2 1 0 2 1 2 2 2 2 2 2
37 30 2 3 4 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
38 40 2 2 3 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0
39 41 1 2 2 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2
40 51 1 4 9 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
41 53 1 4 10 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
42 67 2 1 7 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
43 62 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
44 60 2 1 8 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
45 34 2 1 3 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2
46 29 2 1 2 1 0 2 1 2 4 1 2 4 1
(3)
47 59 2 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 49 2 1 2 0 0 0 2 0 1 2 0 4 2
49 58 2 1 5 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2
50 60 2 3 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
51 41 2 3 3 0 0 0 1 0 4 2 0 4 1
52 59 2 1 1 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2
53 52 2 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
54 55 2 3 2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
55 49 1 2 4 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
56 43 1 2 8 1 1 2 2 2 4 2 2 4 4
(4)
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
No Aktivitas Penelitian
Tahun 2013 Tahun 2014
Sept Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Mengajukan dan Acc judul proposal
penelitian
2 Menyusun proposal penelitian dan
kuesioner
3 Sidang proposal penelitian
4 Perbaikan hasil sidang proposal
5 Mengajukan izin uji reliabilitas data
6 Back Translate kuesioner gejala mual-muntah
7 Uji Reliabilitas
8 Mengajukan izin pengumpulan data
9 Pengumpulan data penelitian
10 Analisa data
11 Penyusunan laporan hasil penelitian
12 Seminar hasil skripsi
13 Revisi dan pengumpulan laporan penelitian
(5)
Lampiran 4
TAKSASI DANA
1.
Persiapan Proposal
−
Biaya tinta dan kertas print proposal
Rp 200.000,-
−
Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka
Rp 50.000,-
−
Perbanyak proposal
Rp 100.000,-
−
Konsumsi saat sidang proposal
Rp 100.000,-
2.
Pengumpulan Data
−
Izin penelitian dan uji reliabilitas
Rp
300.000,-−
Fotokopi lembar kuesioner dan data demografi
Rp
50.000,-−
Transportasi
Rp
100.000,-3.
Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan
−
Biaya kertas dan tinta print
Rp
100.000,-−
Penjilidan
Rp
50.000,-−
Penggandaan laporan penelitian
Rp
100.000,-−
Souvenir
Rp
150.000,-4.
Biaya Tidak Terduga
Rp
(6)