BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Atopik 2.1.1. Defenisi Penyakit Atopik
Atopi adalah kecenderungan untuk menghasilkan imunoglobulin E IgE sebagai respon terhadap paparan alergen atau peningkatan reaktivitas terhadap
alergen pada seseorang dengan predisposisi genetic Greer et al., 2008. Alergen adalah antigen yang bereaksi secara spesifik dengan antibodi IgE. Alergen yang
paling banyak mencetus respon IgE adalah protein dengan berat molekul 10-70 kDA Leung, 2007.
Atopi berasal dari kata atopos yang dalam bahasa Yunani berarti tidak biasa. Istilah atopi ini pertama kali diperkenalkan oleh Coca 1923 yaitu istilah
yang dipakai untuk menyatakan suatu keadaan hipersensitivitas yang berbeda atau tidak biasa dengan hipersensitivitas pada orang normal karena adanya predisposisi
genetik Subowo, 2010.
2.1.2. Patogenesis Penyakit Atopik
Penyakit atopik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya atopi pada seseorang atau keluarga yaitu kecenderungan untuk mengasilkan antibodi
immunoglobulin E IgE yang merespon terhadap alergen Greer et al., 2008. Sehingga penyakit atopik termasuk reaksi hipersensitivitas I Baratawidjaja dan
Rengganis, 2010. Alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cells APC seperti sel
dendrit, sel langerhans, monosit, dan makrofag dan akan disajikan pada sel T dengan bantuan Mayor Histocompatibility Complex MHC kelas II. Sel T terdiri
atas sel CD4
+
, sel CD8
+
, sel T naif, dan sel T regulatory Sel Treg Th3. Sel T naif adalah sel T yang berperan sebagai respon imun primer pada fase sensitisasi
alergi. Sel T naif ini merupakan sel limfosit matang yang belum berdiferensiasi dan belum pernah terpajan dengan antigen yang akan dibawa oleh darah dari
timus ke limfoid perifer. Sel naif yang terpajan dengan antigen akan berkembang
Universitas Sumatera Utara
menjadi sel Tho. Sel Tho akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan sel Th2. Sel Th2 merupakan sel T yang paling berperan dalam reaksi alergi. Sel Th2 akan
melepaskan sitokin seperti IL 4 dan IL 13, sehingga mengaktivasi sel B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan IgE. IgE akan berikatan dengan sel mast dan
sel basofil melalui reseptor Fc ƩR1. Antibodi IgE ini memiliki sifat khusus yaitu
kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. Satu sel mastbasofil dapat mengikat setengah juta molekul antibodi IgE. Sehingga pada
paparan alergen kedua atau fase aktivasi, alergen yang berikatan dengan IgE pada sel mast dan basofil, menyebabkan terjadinya perubahan segera pada membran sel
mastbasofildegranulasi sel mast. Sehingga sel mast akan mengeluarkan mediator – mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien C4 LTC4, protease, substansi
kemotaktik eosinofil, substansi kemotaktik netrofil dan prostaglandin PGD2. Mediator – mediator ini akan menyebabkan efek seperti dilatasi pembuluh darah
setempat, penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat yang reaktif, peningkatan permeabilitas kapiler, hilangnya cairan ke dalam jaringan dan
kontraksi sel otot polos. Ini merupakan fase efektor Guyton dan Hall, 2007 ; Leung, 2007 ; Baratawidjaja dan Rengganis, 2010.
Selain itu, sel Treg sel Th3 juga berperan dalam penyakit atopik karena sel Treg sel Th3 dapat menghambat pembentukan sel Th1 dan sel Th2 yang
berperan dalam terjadinya inflamasi melalui pembentukan cluster of differentiation 4
CD4
+
, cluster of differentiation 25 CD25
+
, sitokin yang bersifat imunosuppresor seperti IL-10 dan transforming growth factor TGF-
β1. Sel CD4
+
dan sel CD25
+
akan melepaskan gen FOXP3. Sehingga jika ada mutasi pada gen FOXP3 ini akan membuat sistem imun menjadi tidak teratur, level
serum IgE akan meningkat, dan terjadi alergi makanan Leung, 2007.
2.1.3. Prevalensi Penyakit Atopik