peningkatan eosinofil 3 kecuali pada saat infeksi sekunder karena sel neutrofil sekunder yang akan meningkat Leung dan Milgrom, 2007 ; IDAI, 2010.
2.1.4.3. Asma
A. Defenisi Asma merupakan suatu gangguan inflamasi pada saluran pernafasan yang
bersifat kronis dan banyak melibatkan sel – sel inflamasi seperti sel mast, eosinofil, limfosit T, sel dendrit, makrofag, dan netrofil. Reaksi inflamasi kronis
ini berhubungan dengan hiperaktivitas jalan nafas sehingga menyebabkan episode mengi wheezing yang berulang, sesak, rasa dada tertekan, dan batuk terutama
pada waktu malam atau dini hari GINA, 2012. Berdasarkan ISAAC prevalensi mengi pada usia 1314 tahun di Indonesia
adalah 2,1 – 4,4. Sedangkan pada kelompok usia 67 tahun adalah 4,1 – 32,1. B. Patogenesis
Asma merupakan gangguan inflamasi pada saluran nafas yang banyak melibatkan sel – sel inflamasi dan mediator inflamasi. Hiperaktivitas bronkus
merupakan dasar terjadinya asma. Hiperaktivitas bronkus yaitu peningkatan respon bronkus terhadap berbagai rangsangan seperti alergen, udara dingin,
latihan fisik, zat-zat kimia sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas IDAI, 2010. Mekanisme terjadinya hiperresponsif pada saluran nafas adalah
karena meningkatnya kontraksi pada otot polos saluran nafas, penebalan dinding saluran nafas, dan tersensitisasi saraf sensorik sehingga bronkokonstriksi GINA,
2012. Proses inflamasi pada sluran nafas dapat terjadi secara imunologik maupun
secara non imunologik. Secara imunologis yaitu, akibat pajanan alergen akan menyebabkan terjadinya respon inflamasi seperti respon inflamasi cepat dan
respon inflamasi lambat. -
Respon inflamasi cepat Terjadi 10 – 20 menit setelah pajanan alergen dan berlangsung 1 – 2 jam.
Akibat alergen yang terikat dengan IgE pada sel mast, maka akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
degranulasi sel mast yang akan melepaskan mediator seperti histamine, ECF, NCF, dll sehingga akibatnya adalah terjadi spasme otot polos bronkus,
inflamasi, edema, hipersekresi, dan jumlah eosinofil dan netrofil akan meningkat akibat pelepasan ECF dan NCF.
- Respon inflamasi lambat
Terjadi kurang lebih 4 – 8 jam setelah pajanan alergen, berlangsung selama 12 – 48 jam. Respon ini terjadi karena aktivasi eosinofil, leukotrien,
prostaglandin, bradikinin, dan serotonin.
Sedangkan jalur non imunologisnya adalah akibat pajanan asap rokok sehingga epitel saluran nafas rusak. Epitel saluran nafas yang rusak akan
melepaskan sitokin, kemokin, mediator lipid IDAI, 2010. C. Manifestasi Klinis dan Faktor Pencetus
Kebanyakan gejala asma adalah mengi. Gejala lain adalah nafas pendek, dada terasa tertekan atau nyeri, batuk kronik, ada gangguan tidur karena batuk dan
mengi. Berdasarkan GINA 2012, Gejala asma dapat dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan obesitas dan sex.
1. Faktor genetik
Pada patogensesis asma banyak gen yang terlibat. Dimana gen ini akan fokus pada 4 area utama seperti untuk produksi antibodi IgE, membuat saluran nafas
menjadi hiperresponsif, melepaskan mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, growth factor, dan sel Th2. Adanya peningkatan level total serum IgE sehingga
membuat hiperresponsif pada saluran nafas yaitu pada kromosom 5q. 2.
Faktor lingkungan Terdiri dari faktor alergen, infeksi, asap rokok, dan polusi udara. Ada 2 faktor
alergen yang dapat menyebabkan asma seperti IDAI,2010 : -
Alergen makanan yaitu sering ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda yaitu 3 tahun. Biasanya alergi pada susu sapi, telur, dan
kedelai. Sedangkan pada anak yang lebih besar makanan penyebab alergi seperti ikan, kerang dan kacang tanah.
Universitas Sumatera Utara
- Alergen hirup yaitu tungau debu rumah, bulu binatang peliharaan seperti bulu
kucing dan bulu anjing, dan serbuk sari yang biasanya di negara 4 musim.
3. Sex
Prevalensi asma pada usia yang lebih muda, laki-laki lebih banyak dibandingkan pada perempuan. Sedangkan pada usia dewasa lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki. Dikarenakan ukuran paru pada anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan pada waktu lahir, tapi setelah dewasa
kebalikannya.
D. Diagnosa Berdasarkan anamnesis, didapatkan adanya gejala asma seperti, episode mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, batuk yang kronik. Gejala akan memburuk pada malam hari. Selain itu, adanya riwayat keluarga atau orang tua
yang memiliki penyakit atopik seperti rinitis alergi, dermatitis atopik, dan alergi makanan dapat mendukung diagnosis asma. Pada pemeriksaan fisik dada biasanya
normal tetapi pada pemeriksaan auskultasi di dengar adanya wheezing. Selain itu, pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar penurunan suara nafas pada lapangan
paru terutama pada lobus posterior kanan bawah akibat obstruksi saluran nafas dan terdengar adanya ronki dan crackle dikarenakan produksi mukus yang
berlebihan dan eksudat inflamasi pada saluran pernafasan. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan spirometri yang digunakan untuk mengukur aliran udara
airflow dan volume paru dapat mendukung diagnosa asma dan menentukan tingkat keparahannya Leung,2007 ; IDAI,2010 ; GINA,2012.
2.2. Makanan Padat