Latar Belakang Politik Anggaran : Keterkaitan Musrenbang terhadap Pembuatan APBD Binjai Tahun 2014

1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1.Latar Belakang Politik anggaran adalah upaya-upaya untuk mengelola sumber daya, terutama yang dapat dinilai dengan uang dan barang serta mengalokasikan nilai- nilai tersebut untuk kepentingan bersama didalam kehidupan bermasyarakat. Dalam maknanya yang lebih luas, politik juga senantiasa berkenaan dengan produksi, distribusi dan penggunaan sumber-sumber daya untuk mempertahankan hidup. Masalah mengelola sumber daya yang ada menjadi penghasilan output jangka panjang yang dikalkulasikan dalam satu tahun anggaran tidaklah mudah. Upaya-upaya yang strategis harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan nilai-nilai yang nantinya akan didistribusikan. Hal ini juga terkhusus bagi politik anggaran di daerah atau secara langsung berkaitan dengan masalah mengatur dan mengurus daerah otonom sejak di rumuskannya konsep otonomi. 1 Pemberian otonomi daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah ditetapkan menjadi undang-undang, ditekankan pada prinsip keadilan, demokrasi, pemerataan, keistimewaan, kekhususan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, serta partisipasi 1 Julmansyah, Moh Taqiuddin. 2003. Politik Anggaran Daerah. Mataram: Pustaka Konsepsi Nusa. Universitas Sumatera Utara 2 masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut telah membuka peluang dan kesempatan yang luas kepada daerah otonomi untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas, nyata dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari upaya dalam mencapai suatu pemerintahan yang baik good governance. “Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Daerah harus berupaya dalam menyelenggarakan politik pemerintahan dengan berprinsip pada tata kelola pemerintahan yang baik dan berorientasi kepada hasil result oriented government sesuai dengan kewenangannya. Dalam sistem tata kelola telah disamakan dengan sistem “mengatur”, yang keduanya merupakan suatu aspek penting dalam sistem pemerintahan”. 2 Berdasarkan pendekatan fungsionalisme yang berkaitan dengan persoalan pembuatan kebijakan, maka David Easton menyatakan bahwa politik itu adalah alokasi nilai-nilai. Ia menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang hendak ditujukan untuk kebaikan bersama, kepentingan umum dan kesejahteraan sosial. Hal ini berarti merupakan suatu kesempatan dalam membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karir politik, mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang partisipatif, efektif dan responsif terhadap kepentingan masyarakat luas yang berasas pada pertanggung jawaban publik. Alokasi nilai - nilai tersebut tentunya akan diarahkan secara langsung dalam menyelesaikan fenomena-fenomena fisik dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan kita rinci nantinya dalam politik anggaran. Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan 2 Syamsuddin Haris. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi, dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: LIPI Press. Hal. 10. Universitas Sumatera Utara 3 keseimbangan balanced, keadilan justice, persamaan equality dan kebebasan freedom serta aspek-aspek kemanusiaan human beings. “David Easton - kebijakan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output”. 3 H.D.Laswelth –“who get, what get and how get”. Kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika perumusan tersebut didukung oleh mayoritas dan kebijakan publik adalah output yang paling nyata dan yang paling utama dari setiap sistem politik serta kebijakan publik adalah bentuk nyata dari politik. Masalah mengelola sumber daya yang ada menjadi penghasilan output jangka panjang yang dikalkulasikan dalam setahun atau satu tahun anggaran tidaklah mudah. Upaya-upaya yang strategis harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan nilai-nilai yang nantinya akan didistribusikan. Hal ini juga terkhusus bagi politik anggaran di daerah atau secara langsung berkaitan dengan masalah mengatur dan mengurus daerah otonom sejak di rumuskannya konsep otonomi daerah. Masing-masing daerah berupaya memanfaatkan sumber- sumbernya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD diluar dari bagaimana kemampuan daerah untuk melakukan upaya tambahan. 4 Upaya tambahan tersebut menjadi sesuatu yang perlu membangun hubungan dan akses dengan pemerintahan pusat . Hal ini untuk memengaruhi siapa yang mendapat daerah, apa yang didapat Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus dan bagaimana mendapatkan serta mempertahankannya demi mendukung pembangunan dan mengakomodir kepentingan di daerah tersebut. 3 AG.Subarsono. 2009. Analisis Kebijakan Publik. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Hal 103. 4 Miriam Budiardjo. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 13. Universitas Sumatera Utara 4 Demikianlah upaya untuk meningkatkan pendapatan dan nilai adalah proses yang tidak mudah. Maka dari itu perlu pula diimbangi dengan pengalokasian dari nilai tersebut dengan baik. Artinya, baik itu pusat ataupun daerah tidak ingin mendistribusikan dan mengalokasikan ke arah dan tujuan yang tidak tepat atau menganggarkan dana untuk dibelanjakan kepada hal yang tidak berguna, sia-sia dan pemborosan. Dengan demikian akan sangat sia-sia upaya yang telah dikelola dari awal. Suksesnya pengelolaan dan pengalokasian nilai-nilai serta anggaran adalah sangat mempengaruhi kualitas dan aspek-aspek kehidupan publik dan orang banyak, maka perlu dikelola dan dirumuskan sedemikian jelas. Hal ini yang kemudian oleh Pemerintahan Daerah diterjemahkan kedalam politik anggaran atau keuangan yang dikemudian hari harus menjadi sebuah ruang lingkup baru dalam perpolitikan.Termasuk dalam upaya percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah. Tentunya tidak relevan lagi untuk penyeragaman dan penggunaan tolak ukur yang sama dalam pembangunan dan pengelolaan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Maka ada hal-hal tertentu yang sangat menarik untuk dikaji didalam pengelolaan dan pengurusan daerah otonom. Dalam melakukan penyesuaian dan melihat aspek yang dibutuhkan dalam suatu pembangunan guna mewujudkan kemajuan daerah, maka dibutuhkan suatu perumusan dasar yang jelas mengenai anggaran politik daerah per tahunnya. Namun, yang menarik disini ialah bahwa perumusan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bukan hanya dilaksanakan oleh pihak legislatif melainkan juga bersama dengan Pemerintah Daerah. Hal ini juga penting dalam Universitas Sumatera Utara 5 upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pelaksanaan pelayanan publik terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah saat ini 5 Pelaksanaan Musrenbang daerah berpedoman kepada Surat Edaran Bersama antara Menteri Perencanaan Pembangunan NasionalKetua BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 1354M.PPN032004 dan 050744SJ Tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Partisipatif Daerah. Dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang dimulai dari Musrenbang tingkat DesaKelurahan, Musrenbang Kecamatan, Musrenbang KabupatenKota dan Musrenbang Provinsi. Hal ini kemudian diikuti oleh keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri PERMENDAGRI No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah . Pemerintah Daerah telah menetapkan kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah atau Musrenbang sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap daerah harus melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka penyusunan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. 6 5 Permendagri No. 27 Tahun 2013 tentang Teknis Penyusunan APBD 2014. 6 Permendagri No. 54 Tahun 2010. . Universitas Sumatera Utara 6 Musrenbang adalah forum pembangunan multi-pihak terbuka yang secara bersama mengindentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kegiatan ini berfungsi sebagai proses negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya. Forum pembangunan merupakan wujud nyata dari political will dan komitmen pemerintah untuk mengaplikasikan Sistem Manajemen Pembangunan melalui pendekatan bottom up planning yang lebih konsisten dan tepat sasaran. Disamping itu, forum ini mengandung nilai peningkatan peran serta dan partisipasi masyarakat yang lebih optimal dalam proses perumusan kebijakan pembangunan mulai dari proses perencanaan, implementasi dan pengawasan secara internal dan eksternal organisasi. Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, KabupatenKota, Propinsi, regionalwilayahpembangunan dan Pusat. Forum pembangunan ini merupakan media yang cukup efektif untuk menampung aspirasi masyarakat yang sekaligus juga menjadi media pemberdayaan masyarakat selaku subjek dan objek dalam proses pembangunan yang turut membantu pembentukan pemerintahan yang baik. Untuk mendukung hal tersebut, sistem perencanaan pembangunan partisipatif diperlukan sebagai yang menempatkan masyarakat sebagai subyek atau pelaku utama dalam pembangunan. Program tersebut selama ini telah dilaksanakan secara efektif sebagai upaya srategis dan dianggap dapat menjawab Universitas Sumatera Utara 7 tuntutan kebutuhan masyarakat.Kegiatan ini dikoordinatori oleh Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Keterlibatan masyarakat yang aktif mendorong progresifitas didalam pembangunan politik di suatu daerah dan dengan tidak mengenyampingkan aspirasi dan kepentingan publik akan menciptakan kehidupan bernegara yang lebih demokratis dan harmonis antara pihak pemerintahan dan masyarakat. Adanya komentar masyarakat mengenai keberhasilan dan ketidakberhasilan instansi pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan harapan dan kepedulian publik yang harus direspon. Namun, antara harapan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para elit dan pengelola pemerintahan sering berbeda. Artinya, terjadi kesenjangan harapan yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara instansi pemerintah dengan masyarakat, hal ini sebagai akibat lambannya pelaksanaan sistem permusyawaratan yang melembagai setiap aspirasi dan kepentingan masyarakat secara demokratis dan transparan, sehingga cenderung terkesan tidak melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif didalam perumusan perencanaan pembangunan dalam negara, khususnya didaerah seperti misalnya penyusunan APBD Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah. Dalam politik anggaran, kebutuhan akan kemampuan yang hampir tidak bisa dihindari adalah kemampuan untuk mengalokasikan nilai-nilai. Dan ini merupakan prasyarat yang tentunya dibutuhkan dalam merumuskan RAPBNRAPBD sebagai tahapan awalnya. Kemudian proses bagaimana konsisten melaksanakannya dengan unsur-unsur keterbukaan akuntabilitas atau merealisasikannya hingga melakukan alternatif-alternatif tertentu untuk merespon Universitas Sumatera Utara 8 kendala atau ketidaksesuaian dalam hal-hal tertentu. Sehingga adanya perubahan revisi dan hal inilah yang bisa kita pahami sebagai APBN-PAPBD-P. Ini dikarenakan anggaran menjadi sangat penting dan relevan di Pemerintahan Daerah yang berdampak terhadap kinerja pemerintah yang dikaitkan dengan fungsi pemerintah dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat. APBD merupakan alat untuk mencegah informasi asimetri dan perilaku disfungsional dari Pemerintah Daerah, serta merupakan proses akuntabilitas publik. Disamping itu, anggaran merupakan kontrak politik antara Pemerintah Daerah dengan DPRD untuk masa yang akan datang. 7 Terdapat perbedaan yang mendasar dalam penetapan APBD antara sebelum dan sesudah otonomi daerah. Pada sebelum otonomi daerah, penetapan APBD cenderung berstruktur sentralisasi yang didasarkan pada keputusan pihak-pihak tertentu Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah, masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD kurang berperan dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran sangat diperlukan dalam pengelolaan sumber daya untuk mencapai APBD yang merupakan pondasi Pemerintah Daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan dan pedoman dalam jalannya pemerintahan daerah, maka penetapan dan pengesahan APBD yang tepat waktu merupakan hal penting. Hal ini tidak terlepas membantu terutama untuk mempercepat proses pembangunan di daerah melalui pelaksanaan program-program pemerintah dalam tahun anggaran. Selain itu, penetapan APBD yang tepat waktu juga akan menghindari suhu politik yang memanas di daerah, sehingga akan mengundang investor untuk berinvestasi di daerah tersebut karena iklim investasi yang kondusif. 7 Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Hal. 124. Universitas Sumatera Utara 9 kinerja yang diharapkan, sedangkan setelah otonomi penetapan APBD bersifat desentralisasi. Desentralisasi disini ialah bahwa dalam penetapan APBD harus berdasarkan partisipasi, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur yang terdesentralisasi. Oleh karena itu, dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama DPRD berpartisipasi menyusun arah dan kebijakan umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati dalam batas waktu yang ditentukan sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Arah dan Kebijakan umum APBD memuat komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan pada setiap lini kewenangan pemerintah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran secara obyektif dengan memperhatikan unsur masyarakat. Secara obyektif, keberadaan unsur masyarakat dalam musrenbang sendiri seringkali tidak terwakili dengan baik, sehingga hasil keputusan musrenbang seringkali tidak benar-benar menfasilitasi kepentingan masyarakat. Alhasil, keputusan politik didalam suatu perencanaan pembangunan dan APBD cenderung pincang. Padahal dengan adanya desentralisasi memberikan harapan bagi masyarakat di daerah-daerah tersebut untuk berpartisipasi dan memberi aspirasi guna mewujudkan pembangunan politik di daerah yang bersifat dinamis, dan demokratis. Selain itu, kepentingan yang sering tidak terwakili ini juga mengakibatkan keterlambatan dalam melakukan penetapan perumusan APBD di daerah yang terkait tersebut yang seharusnya paling lambat tanggal 31 desember 2013. Apa yang dihasilkan dalam musrenbang terkadang kita melihat adanya ketidaksesuaian terhadap implementasi yang terjadi dilapangan. Ada beberapa Universitas Sumatera Utara 10 program atau sasaran dari APBD tidak tepat orientasinya, sehingga cenderung menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat atas kinerja pemerintahan. Hal yang sama seperti inilah yang peneliti lihat terjadi di Kota Binjai. Binjai pada tahun 1950-1956 menjadi kota Administratif kabupaten Langkat dan sebagai Walikota adalah OK Salamuddin yang kemudian dilanjutkan oleh T.Ubaidullah tahun 1953-1956.Berdasar kan Undang-Undang Darurat No.9 Tahun 1956 Kota Binjai menjadi otonom dengan Walikota pertama SS.Parumuhan.Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Utara telah melakukan pembenahan dengan melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah Kota daerah Kota Binjai telah diperluas menjadi 90,23 Km dengan 5 lima wilayah Kecamatan; Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai Utara, Kecamatan Binjai Selatan, Kecamatan Binjai Timur dan Kecamatan Binjai Barat yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan. Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993, maka jumlah desa menjadi 17 dan kelurahan menjadi 20. Perubahan ini berdasarkan keputusan Gubenur Sumatra Utara No.140-1395 SK1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang pembentukan 6 desa persiapan dan kelurahan persiapan di Kota Binjai. Berdasarkan SK Gubenur Sumatera Utara No.146-2624SK1996 tanggal 7 Agustus 1996 maka17 desa menjadi kelurahan. 8 Berdasarkan pada Pasal 1 Sub 2 Undang-Undang Darurat No. 9 Tahun 1956tentang batas wilayah Kota Binjai, yaitu: disebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan Kecamatan Hamparan Perak Kab.Deli 8 Http:www.binjaikota.go.idprofil-12.html. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2015, pukul 10.25 WIB. Universitas Sumatera Utara 11 Serdang, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kab.Deli Serdang, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Bingei Kab.Langkat dan Kecamatan Kutalimbaru Kab.Deli Serdang dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Selesai Kab.Langkat. 9 Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, terbit Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya antara lain menetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung.Pada tanggal 6Juli 2010 diselenggarakan Pemilihan langsung Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kotamadya Binjai putaran keduadi Kota Binjai oleh Komisi Pemilihan Umum. Berdasarkan hasil pemilihan langsung putaran kedua tersebut maka ditetapkan H.M.Idaham SH MSi dan Timbas Tarigan SE sebagai Walikota dan Wakil Walikota Binjai Periode Jabatan Tahun 2010-2015. Kemudian pada tanggal 13 Agustus 2010, 10 Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kotamadya Binjai sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Darurat No.9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Kota Binjai di Provinsi Sumatera Utara serta berbagai ketentuan yang berlaku terkait dengan tugas dan kewajiban pemerintahan, Pemerintah Kota Binjai bersama DPRD Kota Binjai telah berhasil menetapkan RAPBD yang kemudian berlanjut menjadi APBD tahun 2014 sebagai Walikota dan Wakil Walikota Binjai terpilih dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Presiden Republik Indonesia. 9 Http:kodepos.nomor.net_kodepos.php?_i=undang-undangsby=000000nkri=uudrt1956-no9. Diakses pada Minggu, 14 Juni, pukul 11.04 WIB. 10 Http:eksponews.comview1715084Wali-Kota-Binjai-Dilantik-13-Agustus.html. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2015, pukul 11.51 WIB. Universitas Sumatera Utara 12 wujud dalam pengelolaan keuangan daerah guna mendukung efisiensi dan efektifitas pembangunan yang berkemajuan. Dalam proses pembuatan APBD 2014 tersebut, pemerintah kota Binjai terlebih dahulu membentuk musrenbang dalam rangka penyerapan aspirasi masyarakat dalam menaruh kepentingan dan kebutuhan mereka dalam pembangunan Kota Binjai. Musrenbang tersebut dilaksanakan pada tahun 2013, tepatnya pada tanggal 14 Maret 2013. Musrenbang ini merupakan dasar pelaksanaan RKPD kota Binjai tahun 2014 sekaligus tahun ke-empat pelaksanaan RPJMD kota Binjai tahun 2011-2015.Setelah itu hasil dari Musrenbang kemudian diverifikasi kembali bersamaan dengan resis DPRD yang kemudian menghasilkan suatu kesepakatan dalam mengeluarkan jumlah APBD di Kota Binjai Tahun 2014. Dalam proses pengesahan APBD Kota Binjai tahun 2014 mengalami keterlambatan dan perubahan. Pada mulanya tanggal 14 Februari 2014 telah disetujui dengan rincian jumlah anggaran belanja kota sebesar Rp 902.000.000.000,- Sembilan ratus dua miliyar dan pendapatan daerah senilai Rp809.000.000.000,- Delapan ratus Sembilan miliyar. 11 11 Http:www.binjaikota.go.idartikel-351-apbd-kota-binjai--ta-2014--rp-902--miliar-.html. Diakses pada Rabu, 17 Juni 2015, pukul 11.00 WIB. Namun, pada tanggal 9 Oktober 2014 Pemko Binjai mengajukan PAPBD 2014 melalui Sidang Paripurna DPRD Kota Binjai. Pemko Binjai beralasan pengajuan PAPBD 2014 dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan pendapatan daerah, sehingga pengajuan perubahan APBD tahun 2014, merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan sebelumnya, yang diawali dari pembahasan KUA perubahan APBD Kota Binjai tahun anggaran 2014 dan PPAS perubahan APBD Kota Binjai tahun 2014, yang telah mendapat kesepakatan. Selain itu, peneliti juga melihat bahwa pembangunan Universitas Sumatera Utara 13 di kota Binjai hanya berjalan ditempat terfokus pada mikro dan kurang terlihat pada bagian makro pembangunan. Berdasarkan hal tersebut diatas, menarik minat peneliti untuk menganalisis keterkaitan dan pengaruh Musrenbang daerah dalam pembuatan APBD Kota Binjai Tahun 2014 guna terwujudnya suatu pembangunan di daerah yang bersifat menyeluruh. Selain itu, pada akhirnya, peneliti dapat menyimpulkan mengenai sifat fungsional dari forum Musrenbang daerah dalam praktiknya membahas rencana awal program pembangunan di Kota Binjai, yakni terfokus pada pembuatan APBD 2014 yang dikoordinatori oleh Bappeda, sehingga dengan kata lain dapat menjadi evaluasi dalam pelaksanaan musrenbang di Kota Binjai.

1. 2.Rumusan Masalah