ACETOGENIN ASETON C Ekstraksi Acetogenin Dari Biji Sirsak (Annona muricata L) dengan Pelarut Aseton

8

2.3 ACETOGENIN

Acetogenin merupakan metabolit sekunder dari tanaman suku Annonaceae yang disintesis melalui reaksi antara asam asetat - turunan poliketida yang memiliki rantai panjang pada asam lemak yaitu 35-39 atom karbon. Sifat dari senyawa ini berupa rantai panjang alipatik dengan gugus fungsi hidroksil, dan asetil karbonil serta cincin 1-3 tetrahidrofuran [17]. Secara ilmiah acetogenin memiliki nama International Union of Pure and Applied Chemistry IUPAC 5S-5-Methyl-3-[2R,8R,13R-2,8,13-trihydroxy-13- [2,5R-5-[iR-1-hydroxytridecyl]-2-tetrahydrofuranyl] tridecyl]-5H-furan 2-one. Molekular formula acetogenin C 35 H 64 O 7 dan massa molekul relatif Mr 596,88 gmol [18]. Acetogenin memiliki efek biologis yang beragam termasuk sitotoksik, antitumor, antimalaria, pestisida dan kegiatan antifeedant. Secara khusus, efek penghambatan acetogenin pada mitokondria NADH-ubiquinone oksido reduktase kompleks I yang menjadi catatan penting karena aktivitas biologis yang beragam. Beberapa jenis senyawa seperti bullatacin rolliniastatin-2 dan rolliniastatin-1, adalah inhibitor yang paling ampuh dari enzim teridentifikasi sampai saat ini. Acetogenin ditandai dengan dua unit fungsional, α tetrahidrofuran hydroxylated THF, cincin -lakton -unsaturated, dipisahkan oleh rantai alkil panjang, meskipun dua unit masing-masing bisa memainkan peran penting dalam mengikat interaksi dengan enzim [19]. Acetogenin tersebar di hampir seluruh bagian tumbuhan sirsak seperti daging buah, daun, biji, dan akar. Dari hasil penelitian terdahulu ada lebih dari 100 jenis asetogenin yang dapat diisolasi dari tanaman sirsak ini. Berikut akan ditunjukkan beberapa struktur asetogenin yang terdapat pada beberapa bagian tumbuhan sirsak. Universitas Sumatera Utara 9 Gambar 2.3 Struktur Berbagai Jenis Asetogenin [15] Universitas Sumatera Utara 10

2.3 EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu senyawa dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya [20].

2.3.1 Metode Ekstraksi

Adapun metode ekstraksi yang digunakan dalam ektraksi tanaman yaitu: a. Maserasi Dalam proses ini, seluruh atau kasar bubuk simplisia bahan yang mengandung solute yang akan diekstrak ditempatkan dalam wadah tertutup yang diisi pelarut yang sesuai dan dibiarkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimal 3 hari dengan proses pengadukan sampai materi larut. Campuran kemudian disaring, marc bahan padat basah ditekan, sehingga diperoleh campuran solut dan pelarut yang kemudian dimurnikan untuk memperoleh ekstrak yang diinginkan [20]. b. Soxhlet Extraction SXE Metode Soklet merupakan standar untuk ekstraksi zat padat – cair lainnya. Fungsi soklet seperti ekstraksi kontinu dimana padatan secara kontinu dikontakkan dengan pelarut yang fresh . Padatan serbuk yang akan diekstrak diletakkan di dalam kertas saring thimble yang dimasukkan ke dalam extraction chamber. Pelarut yang dipilih diletakkan di dalam solvent vessel yang terletak dibagian bawah dan dipanaskan sampai titik didihnya. Pelarut akan berubah jadi uap kemudian akan mengalami kondensasi di sepanjang kondensor, kemudian pelarut yang sudah cair akan jatuh kebahan yang akan diekstrak. Kemudian akan terjadi proses maserasi antar bahan dengan hasil kondensasi pelarut. Bahan yang akan diekstrak akan terikut oleh pelarut yang mengalir kebawah dan masuk kedalam solvent vessel. Kemudian pelarut akan diuapkan kembali dan zat yang diekstrak akan tertinggal di bawah. Oleh karena itu pelarut akan selalu fresh. Dan proses akan terus berulang seperti itu [21]. Universitas Sumatera Utara 11 Ekstraksi dengan menggunakan soxhlet dengan cara pemanasan dimana pelarut yang digunakan akan menguap dan terkondensasi kembali sehingga akan menjadi lebih hemat, namun acetogenin merupakan suatu senyawa yang mana ekstraknya rentan terhadap suhu tinggi, dan tidak bisa dilakukan jika suhu ekstraksi melewati 60 o C [22]. c. Ekstraksi berlawanan Arah Aliran umpan mengandung zat terlarut A yang akan diekstraksi masuk pada ujung yang satu sedangkan aliran pelarut masuk pada ujung satunya lagi. Aliran ekstrak dan rafinat mengalir secara countercurrent dari satu tahap ke tahap lain dan produk akhir adalah aliran ekstrak V 1 yang meninggalkan kolom 1 dan aliran rafinat L N yang meninggalkan kolom N [23]. Gambar 2.4 Ekstraksi Multi Tahap Countercurrent [23] d. Ekstraksi Ultrasionik dan Superkritik Cairan superkritis telah diteliti sejak abad terakhir, Pada awalnya penelitian ini berfokus pada penggunaan toluene superkritis dalam minyak bumi dan hasil samping penyulingan minyak selama tahun 1970-an. Gas superkritis juga sedang diselidiki sebagai salah satu cara menangani limbah beracun, dan sebagai media sintesis yang terbaru. Penemuan terbesar pada decade terakhir adalah dengan ditemukannya CO 2 superkritis, karena memiliki nearambient sebuah suhu kritis 31 o C, sehingga bahan-bahan biologis dapat diproses di suhu sekitar 35 o C. Kepadatan superkritis CO 2 sekitar 200 tekanan bar dekat hampir mendekati kondisi untuk pelarut n- heksana, dan karakteristik solvasi juga mirip dengan heksana, dengan demikian, CO 2 dianggap bersifat non polar seperti pelarut n- heksan [24]. Metode ekstraksi konvensional, seperti ayakan dan ekstraksi menggunakan pelarut, telah menunjukkan efisiensi yang rendah dan potensi pencemaran lingkungan karena volume besar pelarut organik yang digunakan, serta waktu Universitas Sumatera Utara 12 ekstraksi yang lama dan suhu tinggi yang diperlukan dalam metode-metode. Fluida superkritis, microwave, dan metode ekstraksi ultrasonik muncul sebagai alternatif yang sangat baik bila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional, terutama karena kurangnya kebutuhan untuk pelarut organik dan waktu ekstraksi yang relatif singkat. Namun, metode ekstraksi fluida superkritis memiliki beberapa kekurangan seperti waktu ekstraksi yang lebih lama dan tekanan ekstraksi yang tinggi, sehingga biaya operasi yang tinggi dan membatasi aplikasi industri skala besar [25]. Setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari setiap metode, maka metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode sokletasi. Dengan keuntungan sebagai berikut : 1. Merupakan salah satu metode yang sudah mapan 2. Proses ekstraksi berjalan efisien karena sampel akan terus menerus kontak dengan pelarut segar. 3. Dapat menghasilkan yield yang tinggi 4. Pengoperasian sederhana 5. Ekonomis. [22]

2.3.2 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya: 1. Suhu Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan [26]. 2. Penyiapan bahan sebelum ekstraksi Agar proses ekstraksi berlangsung dengan cepat dan efisien perlu dilakukan tahap persiapan bahan baku seperti pengeringan dan penggilingan untuk memperkecil ukuran partikel dan memperbesar luas permukaan yang bersentuhan dengan pelarut. Pengurangan kadar air ini juga akan membuat bahan dapat bertahan lama sebelum proses ekstraksi berlangsung. Bahan baku Universitas Sumatera Utara 13 juga perlu disimpan pada tempat yang kering untuk menjaga kelembabannya sehingga tidak merusak kualitas hasil ekstraksi. Dengan pengeringan yang sempurna akan dihasilkan ekstrak yang memiliki kemurnian tinggi [27]. 3. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi [28]. 4. Waktu Semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin tinggi yield yang diperoleh, namun bila ekstraksi telah mencapai batas maksimum maka penambahan waktu tidak akan mempengaruhi laju ekstraksi [29]. 5. Faktor solven Dalam pemilihan pelarut ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan : a. Selektivitas Pelarut yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen – komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi. b. Kelarutan Nilai kelarutan bahan yang diekstak terhadap pelarut harus cukup tinggi agar pelarut mampu melarutkan ekstrak. c. Viskositas Viskositas pelarut berpengaruh pada koefisien difusi dan laju ekstraksi. Viskositas pelarut yang rendah akan meningkatkan koefisien difusi sehingga laju ekstraksi meningkat. d. Kecocokan dengan solut Pada umumnya pelarut tidak boleh bereaksi atau menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen – komponen bahan ekstraksi. e. Titik didih Untuk memudahkan proses pemurnian ada baiknya perbedaan titik didih antara pelarut dan bahan yang diekstrak cukup besar. [30] Universitas Sumatera Utara 14

2.4 ASETON C

3 H 6 O Aseton adalah keton yang paling penting. Cairan volatil titik didih 56 o C dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk senyawa organik banyak digunakan sebagai pelarut pernis, lak dan plastik. Aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Sifat ini digabungkan dengan volatilitasnya membuat aseton sering digunakan sebagai pengering alat – alat gelas laboratorium [31]. Asetogenin termasuk salah satu senyawa yang rentan terhadap suhu. Struktur asetogenin akan berubah pada suhu di atas 60 C. Oleh karena itu dengan metode sokletasi yang menggunakan media pemanas diperlukan pelarut yang memiliki titik didih dibawah suhu 60 C [32]. Salah satu syarat pelarut yang baik adalah selektivitas pelarut tersebut terhadap zat yang akan diekstrak. Seperti untuk mengekstrak senyawa polar digunakan pelarut yang bersifat polar begitu juga sebaliknya. Sifat fisika kimia zat aktif asetogenin yaitu memiliki nilai log P sebesar 7,71 yang menunjukkan bahwa asetogenin bersifat non polar [33]. Kepolaran suatu senyawa dapat dilihat dari angka tetapan dielektrik [4]. Konstanta dielektrikum semakin besar maka sifat kepolaran dari suatu zat tinggi begitu juga sebaliknya semakin kecil nilai konstanta dielektrikum suatu zat maka sifat kepolarannya semakin rendah [34]. Berikut akan ditampilkan deret eluotropik menurut Stahl untuk setiap zat pada suhu 25 C. Tabel 2.3 Deret Eluotropik Pelarut [34] Pelarut Tetapan Dielektrik Viskositas n-heksan Heptana Siklon-heksana Karbon tetrakloria Benzen Klorofom Eter Dietil eter Etil Asetat Piridin Aseton Etanol Metanol Air 1,890 1,924 2,023 2,238 2,284 4,806 4,34 6,02 + 12,3 + 20,7 + 24,30 + 33,62 + 80,37 + 0,326 0,409 1,02 0,969 0,652 0,580 0,233 0,55 0,974 0,316 + 1,2 0,597 1,005 Universitas Sumatera Utara 15 Peneliti terdahulu banyak menggunakan etanol dan metanol sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa asetogenin dari tanaman sirsak ini. Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa nilai konstanta dielektrik aseton lebih kecil dibandingkan etanol maupun metanol sehingga dapat disimpulkan bahwa aseton merupakan pelarut yang kurang polar sehingga dapat dengan baik mengekstrak asetogenin dari sampel.

2.5 FTIR Fourier Transform Infrared Spectroscopy