BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat
- Spektrofotometer FT-IR
Shimadzu -
Spektroskopi
1
H-NMR JeolDelta2NMR
500MHz -
Spektrofotometer UV-Visible -
Kolom kromatografi -
Rotarievaporator Buchi R114
- Labu Rotarievaporator
SchootDuran -
Lampu UV UVGL 58
- Neraca analitis
Mettler AE 200
- Chamber
- Maserator
- Alat destilasi
- Corong pisah
Pyrex -
Labu takar Pyrex
- Gelas Beaker
Pyrex -
Erlenmeyer Pyrex
- Penangas air
- Corong kaca
- Gelas ukur
Pyrex -
Tabung reaksi -
Botol vial -
Pipet tetes -
Pipa kapiler
Universitas Sumatera Utara
3.2 Bahan-Bahan
- Daun mawar putih
- Metanol
Destilasi
- N-heksana
Teknis
- Etil asetat
Teknis
- Aquadest
Teknis
- Aseton
ProAnalis
- Klorofom
Teknis
- Silika gel 40
KGaA
- FeCl
3
5
- Plat KLT
silika 60 F
254
- Kapas
- Petroleum Benzene
ProAnalis
- Kertas saring biasa
- Pereaksi Benedict
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Sampel
Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan mawar putih yang diperoleh dari daerah Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Daun Mawar putih
dikeringkan diudara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun Mawar putih sebanyak 1080 g.
3.3.2. Uji Flavonoida
Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida yang terdapat dalam daun bunga mawar putih maka akan dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi
warna sebagai berikut; 10 g serbuk daun mawar putih yang telah dikeringkan kedalam dua gelas erlenmeyer lalu ditambahkan 100 mL metanol kedalam gelas
erlenmeyer I dan 100 mL etil asetat ke dalam gelas erlenmeyer II.
Universitas Sumatera Utara
Didekantasi lalu dibagi masing-masing ekstrak sampel kedalam 2 tabung reaksi. Untuk ekstrak metanol dan etil asetat :
a. Tabung I ekstrak metanol : dengan FeCl
3
5 menghasilkan larutan berwarna hitam
b. Tabung II ekstrak etil asetat : dengan FeCl
3
5 menghasilkan larutan berwarna hitam
3.3.3 Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan terhadap daun tumbuhan bunga mawar putih sebanyak 1080 g, dimana daun mawar putih yang telah dikering anginkan dan dihaluskan.
Kemudian dimaserasi dengan menggunakan metanol sebanyak 15 Liter sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama ± 24 jam. Perendaman dilakukan
secara berulang-ulang hingga ekstrak menunjukkan hasil negatif dengan menggunakan perekasi FeCl
3
5. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol.
Kemudian diuapkan pada penangas air hingga semua pelarut metanol menguap dan dihasilkan ekstrak pekat berwarna hitam.
3.3.3.1 Pemisahan Tanin
Ekstrak pekat metanol dari daun tumbuhan bunga mawar putih yang telah diuapkan hingga pelarut metanol habis menguap, kemudian dilarutkan dengan
pelarut etil asetat untuk memisahkan tannin dan flavonoida, tannin merupakan senyawa polifenol yang tidak larut dalam pelarut polar aprotik, misalnya etil
asetat. Kemudian disaring dan filtrat yang didapatkan dirotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat bebas tannin berwarna hitam
sebanyak 87,4248 g.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3.2 Ekstraksi Partisi dengan n-heksana
Ekstrak pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol kembali yang bertujuan untuk ekstraksi partisi dengan menggunakan n-heksana. Pada ekstraksi partisi syaratnya
yaitu pelarut harus tidak bercampur agar terbentuk 2 lapisan, sehingga digunakan metanol karena metanol tidak bercampur dengan n-heksana. Ekstrak kemudian
dipartisi dengan pelarut n-heksana berkali-kali hingga diperoleh ekstrak metanol bebas nonpolar flavonoida glikosida. Kemudian ekstrak metanol diuapkan
kembali hingga seluruh pelarut menguap dan dihasilkan ekstrak pekat metanol bebas nonpolar berwarna hitam sebanyak 40,39 g.
3.3.3.3 Hidrolisa
Ekstrak pekat metanol bebas tannin dan bebas nonpolar flavonoida glikosida dihidrolisa yang bertujuan untuk memutuskan ikatan gula pada senyawa
flavonoida dengan menggunakan HCl 6. Ekstrak pekat metanol bebas tannin dan bebas nonpolar dilarutkan dengan HCl 6 dengan perbandingan sampel
adalah 2:5 kemudian ditambahkan aquadest lalu dipanaskan diatas waterbath selama 60 menit, setelah air mendidih lalu disaring untuk memperoleh filtrat yang
dimana merupakan aglikon flavonoida Mabry et al, 1970.
3.3.3.4 Ekstraksi Partisi dengan Kloroform
Filtrat yang sudah bebas gula diekstraksi partisi dengan kloroform secara berulang-ulang hingga saat diuji lapisan kloroform dengan menggunakan
pereaksi FeCl
3
5 menunjukkan hasil negatif, kemudian didapatkan ekstrak kloroform dan dipekatkan kembali dan dipanaskan diatas penangas hingga
seluruh pelarut kloroform habis menguap sehingga diperoleh ekstrak pekat kloroform sebanyak 1,1561 g.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3.5 Pemisahan Komponen-Komponen dengan Kromatografi Kolom
Pemisahan komponen-komponen secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat kloroform yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel dan
fasa gerak yaitu n-heksana 100 , campuran pelarut n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 90:10 vv
, 80:20 vv, 70:30 vv, 60:40 vv . Dirangkai alat kolom
kromatografi terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 70-230 mesh ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan
dalam kolom kromatografi . Ekstrak pekat klorofom dilarutkan dengan etil asetat lalu dicampurkan
dengan silika gel. Kemudian pelarut etil asetat diuapkan pada penangas air sampai etil asetat menguap, lalu dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Kemudian
dielusi dengan menggunakan n-heksana 100 hingga silika gel padat dan homogen, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana : etil asetat 90:10
vv secara
perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas.
Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 80:20 vv, 70:30 vv,
60:40 vv. Eluat yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 10 ml dan diperoleh 122 botol vial.
Kemudian diuji dengan FeCl
3
dan yang menunjukkan hasil positif fraksi 18 – 122 selanjutnya di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama serta
pola noda yang sama fraksi 40-54. Kemudian diuapkan dan ditimbang. Pasta yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan kembali dengan
etil asetat lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang diperoleh sudah murni atau belum dan mencari fasa gerak yang sesuai untuk preparatif
KLT.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT
Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F
254
dengan fasa gerak n-heksana : etil asetat 7:3 vv
.
Dalam hal ini prosedur yang dilakukan yaitu dimasukkan 10 ml eluen ke dalam chamber, lalu dijenuhkan. Ditotolkan fraksi positif FeCl
3
5 fraksi 18-122 yang sebelumnya sudah dilarutkan dengan etil asetat pada batas
bawah plat KLT. Kemudian ditunggu hingga plat kering dan dimasukkan plat KLT tersebut kedalam chamber yang telah jenuh. Setelah eluen merembes sampai
batas atas plat KLT , plat KLT kemudian dikeluarkan dari chamber, dikeringkan dan difiksasi dengan pereaksi FeCl
3
5 dan menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida. Kemudian ditentukan harga RF
dari tiap noda dan digabungkan tiap fraksi dari botol vial yang memiliki harga Rf yang sama dan pola noda yang sama yaitu fraksi 18-23, fraksi 24-39, fraksi fraksi
40-54, fraksi 55-88, fraksi 89-102 dan fraksi 103-122. Kemudian gabungan fraksi 40-54 di KLT kembali dan terdapat 3 noda pada plat KLT dan menunjukkan
senyawa belum murni kemudian dilakukan pemurnian dengan KLT preparatif.
3.3.5 Pemurnian Hasil Isolasi
3.3.5.1 Pemurnian Hasil Isolasi Dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Setelah dilakukan kromatografi lapis tipis dan pada kromatogram terdapat 3 noda pada gabungan fraksi 40-54, selanjutnya dimurnikan dengan cara kromatografi
lapis tipis preparatif. Kristal hasil isolasi dari kromatografi kolom dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian ditotolkan pada plat KLT yang berukuran
20x20 cm yang telah diberi batas atas dan batas bawah, kemudian noda dikeringkan dan ditotolkan lagi berulang dengan cara penotolan horizontal lalu
dikeringkan kembali sampai benar-benar terserap silika pada plat KLT yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Dimasukkan plat KLT pada chamber yang berisi perbandingan pelarut yang sesuai untuk menaikkan noda yaitu digunakan petroleum benzena : aseton
70 : 30 vv pada
saat mencapai batas atas plat KLT diangkat dan didiamkan kemudian dimasukkan kembali sampai 2 kali pemasukkan plat kedalam chamber
agar noda-noda benar-benar terpisah dengan baik, kemudian diangkat dan dikeringkan, plat disinari dengan lampu UV kemudian ditandai noda yang
terpisah kemudian dikeruk dengan menggunakan alat pengeruk dan dimasukkan kedalam corong kaca kecil yang bawahnya telah dibuat kapas sebagai
penyaringan kemudian diekstraksi pada bagian atas corong menggunakan pelarut metanol : etil asetat 1 : 1 dibiarkan sampai filtratnya habis turun, filtrat yang
ditampung dimurnikan dengan penguapan kembali pelarut sampai terbentuk pasta, kemudian di KLT kembali untuk melihat apakah senyawa hasil isolasi sudah
murni menghasilkan 1 noda, ada adsorpsi pada sinar UV dan positif dengan pereaksi FeCl
3
.
3.3.5.2 Pemurnian
Senyawa yang diperoleh dari isolasi dilarutkan kembali dengan etil asetat diaduk sehingga semua padatan larut sempurna. Kemudian etil asetat diuapkan sampai
sedikit saja tertinggal, lalu ditambahkan n-heksana, yang mana tidak dapat melarutkan senyawa yang diisolasi, secara perlahan-lahan sehingga terjadi
pengendapan senyawa didasar wadah. Kemudian didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan sisa pelarut dari yang masih tertinggal sehingga diperoleh
senyawa yang benar-benar bebas dari pelarut berupa pasta berwarna merah kecoklatan.
Universitas Sumatera Utara
3.3.6 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
3.3.6.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel UV-Vis
Analisis dengan alat spektrofotometer Ultraviolet-Visibel UV-Vis diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia- LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong,
Tangerang dengan menggunakan pelarut metanol.
3.3.6.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Infra-Merah FT-IR
Analisis dengan alat spektrofotometer Inframerah FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia- LIPI, Kawasan PUSPITEK Serpong,
Tangerang dengan menggunakan KBr.
3.3.6.3 Identifikasi dengan Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR
Analisis dengan alat spektrofotometern
1
H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia-LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan aseton-d
6
sebagai pelarut.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Bagan Uji Polifenol dan Uji Flavonoida
3.4.1 Bagan Uji Polifenol dengan Metanol
Serbuk daun Mawar Putih
Tabung I diamati
warna larutan
ditambahkan pereaksi
FeCl
3
5 diamati
perubahan warna
Larutan Hitam
di ekstraksi dengan metanol disaring
dimasukkan kedalam tabung reaksi
Positif polifenol
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Bagan Uji Flavonoida dengan etil asetat
Serbuk daun Mawar Putih
Tabung I diamati
warna larutan
ditambahkan pereaksi
FeCl
3
5 diamati
perubahan warna
Larutan Hitam
di ekstraksi dengan etil asetat disaring
dimasukkan kedalam tabung reaksi
Positif Flavonoida
Universitas Sumatera Utara
3.5 Bagan Penelitian
1080 gram serbuk daun tumbuhan mawar putih Rosa alba L.
dimaserasi dengan metanol hingga terendam didiamkan selama
± 24 jam diulangi sebanyak 5 kali
disaring
ekstrak metanol ampas
ektrak pekat metanol dilarutkan dengan etilasetat sampai larutan negatif bila diuji dengan FeCl
3
5 disaring
Ekstrak Etilasetat diuji dengan FeCl
3
5 + dipekatkan dengan rotarievaporator
Ekstrak pekat etilasetat diuapkan hingga seluruh etil asetat menguap
dilarutkan dengan metanol diekstraksi partisi dengan n-heksana hingga bening
lapisan n-heksana tidak dilanjutkan
lapisan metanol diuji dengan FeCl
3
5 + di pekatkan dengan rotarievaporator
dilakukan uji kandungan gula dengan penambahan pereaksi Benedict + di Hidrolisa dengan menggunakan HCl 6 sambil dipanaskan hingga 60 menit sambil diaduk
didinginkan disaring
ekstrak metanol asam Residu
dipartisi dengan klorofom hingga lapisan kloroform negatif bila diuji dengan FeCl
3
5 Lapisan metanol
asam lapisan klorofom
diuji dengan FeCl
3
5 + dipekatkan dengan rotarievaporator
Ekstrak pekat kloroform diuji dengan FeCl
3
5 + dipekatkan dengan rotarievaporator
diuapkan hingga seluruh pelarut metanol habis menguap
Residu
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak pekat kloroform
diuji FeCl
3
5 + diuji KLT untuk mengetahui eluen yang sesuai
dikolom kromatografi dengan fase diam silika gel dan fase gerak eluen n-heksana : etil asetat 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 vv
ditampung tiap fraksi sebanyak ± 10 mL dalam botol vial diuji Kromatografi Lapis Tipis
digabung fraksi dengan harga Rf yang sama
Fraksi 18-23 diuji FeCl
3
5 Hasil Positif
Fraksi 24-39 diuji FeCl
3
5 Hasil positif
Fraksi 40-54 diuji FeCl
3
5 Hasil Positif
Fraksi 55-88 diuji FeCl
3
5 Hasil positif
Fraksi 89-102 diuji FeCl
3
5 Hasil Positif
Fraksi 103-122
diuji FeCl
3
5 Hasil Positif
dianalisis Kromatografi Lapis Tipis dipreparatif dengan eluen Petroleum Benzena : Aseton 70:30
dikeringkan disinari dibawah lampu UV
digerus dari plat dilarutkan dengan campuran metanol : etil asetat 1:1
disaring diuapkan
dianalisis Kromatografi Lapis Tipis
Senyawa Hasil Isolasi
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis,
spektrofotometer Inframerah FT- IR, spektroskopi
1
H-NMR, Hasil Analisis
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
Hasil uji flavonoida terhadap ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dari daun tumbuhan mawar putih menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi
FeCl
3
5. Hasil elusi dari perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat 70:30 vv
pada fraksi 40-54, dilakukan KLT preparatif dengan eluen Petroleum Benzena : Aseton 70:30 vv untuk mendapatkan senyawa murni. Sehingga diperoleh
senyawa murni berupa pasta berwarna coklat kemerahan, seberat 8,8 mg dan nilai Rf 0,33.
Spektrum UV-Visibel senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol ditunjukkan pada gambar 4.1 dibawah ini
Gambar 4.1 Spektrum UV-Visibel Senyawa Hasil Isolasi Panjang gelombang nm
Abs 328
298 0,758
0,865 328
298
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil karakterisasi dan elusidasi menggunakan Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel UV-Vis menunjukkan adanya dua serapan panjang
gelombang maskimum λ maks yaitu pada pita I menunjukkan panjang
gelombang 328 nm dan pada pita II menunjukkan panjang gelombang 298 nm. Spektrum FT-IR pasta hasil isolasi memberikan puncak-puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang cm
-1
pada gambar 4.2 sebagai berikut :
Gambar 4.2 Spektrum Inframerah Merah FT-IR Senyawa Hasil Isolasi
O O
HO
OCH
3
OCH
3
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
1 2
3 4
5 6
4
R
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR dari pasta hasil isolasi menghasilkan pita- serapan pada daerah bilangan gelombang pada tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Analisis Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi Gugus Fungsi
intensitas Bilangan Gelombang
cm
-1
-OH Rendah
3226,91-3336,85 C-H alifatis
Rendah 2854,65-2951,09
C-H aromatis Rendah
3157,47 C=O
Tajam 1699,29
C=C aromatik Sedang
1442,75, 1517,98, 1602,85 -CH
3
Rendah 1367,53
-C-O gugus Alkohol Sedang
1280,73 C-O-C
Rendah 1039,63-1118,71
Berdasarkan data hasil analisis spektrofotometer inframerah diatas menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi memiliki gugus fungsi yang lazim
ditemukan pada senyawa flavonoida. Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H- NMR terhadap senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d
6
dan TMS dan hasil analisis memberikan signal-signal pergeseran kimia pada daerah
ppm pada gambar 4.3 sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
z
Gambar 4.3 Spektrum
1
H- NMR Senyawa Hasil Isolasi pada δ
H
= 0-13,5 ppm
Gambar 4.4 Spektrum
1
H- NMR Senyawa Hasil Isolasi δ
H
= 6,2 ppm-7,9 ppm
O O
HO
OCH
3
OCH
3
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
1 2
3 4
5 6
4
R
O O
HO
OCH
3
OCH
3
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
1 2
3 4
5 6
4
R
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan pergeseran kimia dan jenis peak
1
H-NMR senyawa hasil isolasi pada tabel 4.3 :
Tabel 4.3 Pergeseran kimia dan jenis peak
1
H-NMR senyawa hasil isolasi Daerah pergeseran kimia Chemical shift
Jenis Peak δ = 7,4792 ppm - 7,4830 ppm
δ = 7,4071 ppm - 7,4110 ppm δ = 7,3905 ppm - 7,3945 ppm
δ = 7,0054 ppm - 7,0089 ppm δ = 6,9890 ppm - 6,9927 ppm
δ = 6,8919 ppm - 6,9085 ppm δ = 6,8606 ppm - 6,8769 ppm
δ = 6,2552 ppm - 6,2870 ppm
δ = 3,7031 ppm δ = 3,7865 ppm
puncak doublet puncak doublet
puncak doublet puncak doublet
puncak doublet puncak doublet
puncak doublet puncak doublet
puncak singlet puncak singlet
4.2 Pembahasan Isolasi senyawa flavonoida dari 1080 gram daun tumbuhan Mawar Putih tahap
awal dilakukan uji polifenol dan flavonoida yaitu dengan merendam daun tumbuhan Mawar Putih menggunakan pelarut metanol dan etil asetat dengan
menggunakan pereaksi FeCl
3
5 dan menunjukkan hasil positif. Dimana uji positif FeCl
3
5 ekstrak metanol belum cukup menunjukkan sampel mengandung flavonoida karena bisa kemungkinan senyawa polifenol seperti tanin sehingga
dilakukan perlakuan kedua yaitu dilarutkan dengan etilasetat karena tanin tidak larut dalam pelarut aprotik sedangkan flavonoid larut dalam pelarut protik dan
aprotik sehingga uji positif FeCl
3
5 pada ekstrak etil asetat menunjukkan sampel mengandung flavonoida. Kemudian sampel ekstraksi maserasi dengan
pelarut metanol dan dipekatkan. Kemudian dilarutkan dengan etilasetat untuk memisahkan flavonoid dari tanin. Kemudian fraksi etil asetat dilarutkan dengan
metanol dan dipartisi dengan n-heksana, tujuannya yaitu untuk memisahkan senyawa-senyawa non polar seperti lemak, klorofil dan asam lemak.
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak pekat metanol dihidrolisis dengan HCl 2 N yang bertujuan untuk memutuskan ikatan gula. Kemudian dipartisi dengan kloroform dan dipekatkan.
Sebelum dimasukkan kedalam kolom ekstrak pekat dianalisis dengan kromatografi lapis tipis. Dari hasil kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa
perbandingan pelarut yang baik untuk memisahkan senyawa flavonoida dari daun tumbuhan daun mawar putih adalah 70:30 vv yang menunjukkan pemisahan
yang lebih baik dari noda yang dihasilkan lampiran 4. Setelah pemisahan dengan kromatografi kolom kemudian dilakukan
analisis KLT untuk penggabungan fraksi dan diperoleh 6 penggabungan lampiran 5. Fraksi yang dilanjutkan yaitu fraksi 40-54 sebanyak 75,5 mg karena
pemisahan noda yang dihasilkan lebih baik dan noda berada ditengah plat dibandingkan dengan fraksi 55-88, fraksi 89-102, fraksi 103-108 yang nodanya
bersifat sangat polar dan fraksi 18-23, fraksi 24-39 lebih nonpolar. Kemudian dianalisis KLT dengan sistem pelarut petroleum benzene : aseton 70:30 vv,
kloroform : metanol 80:20 vv, kloroform : etil asetat 80:20 vv, n-heksana : etil asetat 60:40 vv lampiran 6. Kemudian dianalisis kromatografi Lapis Tipis
Preparatif dengan sistem pelarut yang cocok adalah petroleum benzene : aseton 70:30 vv diamati dengan lampu UV, lalu diambil noda, kemudian silika gel
dikerok dan dielusi dengan perbandingan pelarut metanol : etil asetat 1:1 vv di dalam corong kecil. Senyawa yang diperoleh kemudian kemurniannya diuji KLT
dengan eluen petroleum benzene aseton 70:30 vv lampiran 7 yang menunjukkan hanya satu noda pada senyawa yang dihasilkan.
Untuk menganalisa struktur senyawa flavonoida yang diperoleh diperlukan alat spektrofotometer Ultraviolet-Visibel UV-Vis, Spektrofotometer
Inframerah FT-IR dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H- NMR. Ultraviolet-Visibel UV-Vis digunakan untuk menentukan golongan dari
senyawa flavonoida yang diperoleh. Spektrofotometer Inframerah FT-IR digunakan untuk menganalisa gugus-gugus fungsi yang terdapat didalam
flavonoida. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR digunakan untuk menentukan jenis proton.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil interpretasi spektrum UV-Visibel dengan pelarut metanol Gambar 4.1 memberikan panjang gelombang λ maks 328 nm pada pita I dan
298 nm pada pita II Tabel 4.1. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi sesuai dengan spektrum UV-Visibel dari senyawa pembanding Flavonoid
lampiran 3 kemungkinan yaitu Flavon dan terjadi penyimpangan dari literatur yaitu terjadi pergeseran absorbsi maksimum ke daerah yang panjang gelombang
yang lebih tinggi atau disebut batokromik batochromic shift . Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya pengaruh subtituen yang diikatnya.
Hasil interpretasi Spektrum Infra Merah FT-IR, Spektrum Resonansi Magnetik inti proton
1
H-NMR dengan menggunakan pelarut aseton-d
6
menunjukkan Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 6,2552 ppm - 6,2870 ppm terdapat puncak doublet menunjukkan proton yang berjodohan antara proton H-6 dan H-8
pada cincin A dikarenakan adanya subtituen yaitu dapat berupa –OH dan –OCH
3
pada C-7. Hal ini didukung oleh spektrum IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang
3157,47 cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik. Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 6,9890 ppm - 6,9927 ppm terdapat puncak doublet dan δ
H
= 7,0054 ppm - 7,0089 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan proton yang berjodohan antara proton H-3 dan H-5 pada cincin B
dikarenakan adanya kemungkinan subtituen yaitu OH dan –OCH
3
pada C-4 yang menyebabkan pergeseran kimianya hampir sama. Hal ini didukung oleh
spektrum IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3157,47 cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik.
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 7,3905 ppm - 7,3945 ppm terdapat puncak doublet dan δ
H
= 7,4071 ppm - 7,4110 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan proton yang berjodohan antara proton H-2 dan H-6 pada cincin B.
Hal ini didukung oleh spektrum IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3157,47
cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik. Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 7,4792 ppm - 7,4830 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan proton H -6
̎ yang bertetangga dengan proton dari H-5
̎ pada cincin D R= aromatis . Hal ini didukung oleh IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada
bilangan gelombang 3157,47 cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik.
Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 6,8919 ppm - 6,9085 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan proton H
-2 ̎ dan H -3̎ pada cincin D R=
aromatis. Hal ini didukung oleh IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3157,47
cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,8606 ppm - 6,8769 ppm terdapat
puncak doublet yang menunjukkan proton H -4 ̎ dan H -5̎ pada cincin D R=
aromatis. Hal ini didukung oleh IR pada bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
, 1517,98 cm
-1
dan 1602,85 cm
-1
puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3157,47
cm
-1
menunjukkan vibrasi rendah –CH sistem aromatik. Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 3,7031 ppm terdapat puncak singlet menunjukkan adanya proton dari –OCH
3
. Hal ini didukung oleh data dari spektrum inframerah pada bilangan gelombang 2854,65-2951,09 cm
-1
puncak rendah menunjukkan adanya vibrasi ulur –CH alifatis, vibrasi tekuk –CH
3
puncak rendah pada bilangan gelombang 1367,53 cm
-1
, dan pada bilangan gelombang
Universitas Sumatera Utara
1039,63 cm
-1
dan 1118,71 cm
-1
puncak rendah menunjukkan adanya vibrasi ulur dari C-O-C.
Pergeseran kimia pada daerah δ
H
= 3,7865 ppm terdapat puncak singlet menunjukkan adanya proton –OCH
3
. Hal ini didukung oleh data dari spektrum inframerah pada bilangan gelombang 2854,65-2951,09 cm
-1
puncak rendah menunjukkan adanya vibrasi ulur –CH alifatis, vibrasi tekuk –CH
3
puncak rendah pada bilangan gelombang 1367,53 cm
-1
, dan pada bilangan gelombang 1039,63 cm
-1
dan 1118,71 cm
-1
puncak rendah menunjukkan adanya vibrasi ulur dari C-O- C.
Berdasarkan dengan spektrum
1
H-NMR bahwa di C-5 tidak terdapat subtituen OH karena tidak ada peak muncul pada 12 ppm, kemungkinan yaitu
dapat berupa subtituen R aromatik dan –OCH
3
. Pada cincin B yaitu pada C-4’ diduga subtituen OH atau –OCH
3
hal ini diperkuat oleh muculnya peak doublet- doublet. Demikian halnya pada cincin A, dimana subtituen pada C-7 dapat berupa
OH atau –OCH
3
. Oleh karena analisa yang dilakukan hanya
1
H-NMR maka belum bisa menentukan atau menginterpretasi peak doublet-doublet yang terletak pada 6,9
ppm. Dan diduga bahwa peak ini adalah peak dari senyawa aromatis R, dan belum dapat juga menentukan posisi dari senyawa aromatis ini sama halnya
dengan subtituen lainnya seperti –OCH
3
dan OH. Berdasarkan analisis data dan interpretasi yang dilakukan pada spektrum
UV-Visible, spektrum Inframerah FT-IR dan spektrum
1
H-NMR, pasta yang diisolasi dari daun tumbuhan Mawar Putih Rosa alba L. adalah senyawa
flavonoida golongan flavon dengan dugaan struktur senyawa sebagai berikut :
Gambar 4.5 Kemungkinan Struktur Senyawa Hasil Isolasi Flavon
O O
OCH
3
HO
OCH
3 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 1
2 3
4 5
6
H H
H H
H
H
R
Universitas Sumatera Utara
Ogiso et al 1972 menemukan sifat toksisitas dalam ekstrak metanol dari Leucothoe keiskei miq. Dimana dari tumbuhan ini yang telah diuji aktivitasnya
diperoleh senyawa toksik yaitu poriolide Lampiran 14 . Berdasarkan struktur poriolide tersebut memiliki kemiripan dengan struktur senyawa hasil isolasi yang
telah diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan