55
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab II tentang profil lokasi penelitian, maka pada bab III ini peneliti akan mencoba menjelaskan
jawaban dari rumusan pertanyaan yang ada pada bab I yaitu menegenai sebab-sebab terjadinya konflik dan bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang
dialami oleh masyarakat Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan. Peneliti akan membagi bab III ke dalam tiga sub-bab. Sub-bab
pertama akan membahas tentang pendeskripsian kronologi konflik yang terjadi di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan
sesuai berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti. Sub-bab kedua, akan mencoba memaparkan bagaimana bentuk okupasi lahan yang dilakukan oleh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara TNI AU dan pada sub-bab ketiga, peneliti akan menganalisis kasus ini dengan menggunakan teori
konflik oleh Karl Marx dan menganalisis Pelanggaran HAM yang terjadi di konflik tersebut.
3.1. Asal Muasal Konflik Agraria Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia
Sengketa kepemilikan tanah antara masyarakat Kelurahan Sari Rejo dan TNI-AU diawali oleh klaim TNI-AU terhadap 260 Ha tanah yang
dihuni masyarakat di register 50506001. Pernyataan yang menguatkan pihak
Universitas Sumatera Utara
56
TNI-AU adalah surat keterangan hak pakai nomer 1 tanggal 13 Juni 1997 seluas 35,35 Ha dan surat keterangan hak pakai nomer 4 tanggal 25 Juni
1997 seluas 267,53 Ha atas nama Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
Masyarakat menilai bahwa tanah yang mereka duduki tidak pernah diterbitkan surat keputusan hak pakai atas nama Departemen Pertahanan dan
Keamanan. Hal senada juga diungkapkan bapak Riwayat Pakpahan:
“Surat keputusan Mendagri saat itu yang berisi tentang pemberian HPL Hak Pengelolaan Lahan kepada Komando
Wilayah Udara I Pangkalan Udara Medan kan sudah pernah dicabut. Tetapi mereka TNI-AU diberikan hak untuk
mengajukan HPL lagi tetapi dengan syarat tanah yang mereka ajukan bebas dari pihak ketiga. Nah masalahnya masyarakat
kan sudah lebih dulu ada di area ini yang artinya tanah ini tidak bebas dari pihak ketiga”.
28
28
Wawancara dilakukan dengan Bapak Riwayat Pakpahan pada 22 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Menurut penuturan informan di atas menunjukkan bahwa seharusnya TNI-AU tidak lagi berhak mengklaim bahwa tanah di register 50506001
merupakan hak TNI-AU. Dengan landasan ini masyarakat mulai berusaha untuk mempertahankan apa yang dianggap menjadi hak mereka. Masyarakat
menganggap bahwa keberadaan mereka sejak 1948 sampai dengan sekarang menunjukkan bahwa tanah ini merupakan hak mereka yang diperoleh turun
menurun maupun pemindahtanganan dari pemilik sebelumnya yang juga tinggal sejak 1940an.
Universitas Sumatera Utara
57
Masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Sari Rejo saat ini berjumlah sekitar 26.083 kepala keluarga, tersebar di sembilan lingkungan
dan sebagian telah menetap sejak tahun 1948 hingga sekarang dan terus berkembang. Bukti masyarakat telah berada di tanah Sari Rejo juga
dikuatkan oleh pernyataan oleh Bapak Supadi :
“Saya masih ingat, saya dulu pindah bersama orang tua sekitar tahun 1946. Saat itu Belanda bersama sekutunya
kembali ke Indonesia, dulu tempat ini semuanya tembakau dan sebagian rambung pohon karet. Saya masih
mengingat ada orang India di tanah ini yang sekarang menjadi wilayah administratif Kelurahan Sari Rejo banyak
yang berternak sapi perah, bahkan sampai sekarang ada walaupun tidak sebanyak dulu”
29
Konflik yang melibatkan masyarakat dan TNI-AU ini memuncak yang diawali gugatan dari 87 warga penggarap terhadap Tentara Nasional
Indonesia – Angkatan Udara TNI-AU sebagai tergugat pada register IKN No 50506001 yang terdapat di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan
. Awal masuknya penduduk ke tanah Sari Rejo memang terjadi
setelah masa kemerdekaan. Masyarakat pendatang mulai berdatangan ke tanah Sari Rejo akibat adanya pemilik tanah yang dulu banyak ditempati
oleh suku bangsa India yang mayoritas bermatapencaharian peternak sapi perah mengalihkan kepemilikan tanah mereka ke masyarakat pendatang
mengingat saat itu Sari Rejo tidak lagi memungkinkan digunakan sebagai lahan peternakan karena semakin padatnya penduduk yang bermukim di
area ini.
29
Wawancara dilakukan dengan Bapak Supadi pada 24 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Universitas Sumatera Utara
58
Polonia. Putusan Pengadilan Negeri Medan No 310Pdt G1989PN-Mdn tanggal 8 Mei 1990. Putusan tersebut memenangkan masyarakat penggarap
tanah di register 50506001. Tidak hanya itu saja, TNI-AU juga dinilai telah melanggar hukum oleh pengadilan dengan melakukan pelarangan kegiatan
pembangunan oleh masyarakat di area yang mereka klaim menjadi bagian dari tanah mereka.
Di sisi lain, keputusan Pengadilan Negeri Medan tidak serta merta menyurutkan semangat TNI-AU untuk memperjuangkan tanah Sari Rejo
menjadi bagian dari otoritas mereka. TNI-AU yang saat itu kalah di tingkatan Pengadilan Negeri banding ke Pengadilan Tinggi PT Medan.
Melalui putusan PT Medan No 294PDT1990PT-MDN tanggal 26 September 1990, menguatkan putusan PN Medan 310Pdt G1989PN-Mdn
tanggal 8 Mei 1990. Pihak TNI-AU melakukan kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi Medan ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung
MA RI No 229 KPdt1991 tanggal 18 Mei 1995 menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi yaitu TNI-AU. Hal senada juga diungkapkan
oleh bapak Tampilen:
”Di tahun 90an memang masyarakat menggugat TNI-AU di Pengadilan Negeri Medan. Tetapi saat itu TNI-AU kalah
sampai tingkatan kasasi. Ini kan jelas bukti TNI-AU memang tidak memiliki hak atas tanah yang mereka klaim sebagai
tanah meraka”.
30
30
Wawancara dilakukan dengan Bapak Tampilen pada 24 Maret 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Universitas Sumatera Utara
59
Keputusan Mahkamah Agung yang menyebutkan tindakan pelarangan mendirikan bangunan yang dilakukan TNI-AU kepada 56 persil
nomor pokok wajib pajak milik masyarakat Kelurahan Sari Rejo merupakan bentuk pelanggaran hukum dan secara otomatis menganulir
batas-batas wilayah yang tercantum pada keputusan KSAP No 023PKSAP50 tanggal 25 Mei 1950. Tetapi, keputusan Mahkamah Agung
tidak serta merta memberikan sedikit kejelasan atas penyelesaian konflik di Kelurahan Sari Rejo pada register IKN No 50506001. Keputusan
Mahkamah Agung yang hanya memenangkan 56 persil nomor pokok wajib pajak juga tidak serta merta membuat masyarakat puas, dari 260 Ha yang di
gugat. Hanya sebagian kecil yang bisa dimenangkan tetapi, masyarakat tetap menganggap bahwa klaim TNI-AU terhadap 260 Ha tanah di wilayah
kelurahan Sari Rejo merupakan tindakan ilegal.
Kondisi obyektif masyarakat Kelurahan Sari Rejo saat ini memang merupakan masyarakat yang meduduki wilayah Sari Rejo lebih dari 20
tahun. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomer 24 tahun 1997 pasal 24 ayat 2 yang mengungkapkan bahwa “penguasaan secara
fisik atas sebidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh warga masyarakat, dapat didaftarkan hak atas tanahnya. Hal ini juga
ditegaskan oleh pernyataan bapak Supadi:
“Saya tinggal di sini sejak 62 tahun silam seharusnyakan saya sudah mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah yang saya
tinggali sekarang. Tapi kan TNI-AU tetap saja ngotot bahwa ini adalah bagian dari mereka. Ini kan jadi sesuatu yang aneh
Universitas Sumatera Utara
60
terjadi di negeri ini. Jelas-jelas masyarakat di sini lebih duluan bermukin dibanding pendirian pangkalan mereka”.
31
31
Wawancara dilakukan dengan Bapak Supadi pada 24 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Menurut penuturan informan di atas bahwa penerbitan setifikat kepemilikan hak atas tanah yang ditempatinya sampai sekarang belum
mendapat realisasi dari pemerintah.Pemerintah seakan mengabaikan hak masyarakat yang harusnya telah mendapatkan sertifikat hak atas tanah
mereka.Dalam hal ini jelas pemerintah telah melakukan pelanggaran dengan tidak diterbitkannya sertifikat masyarakat atas tanah yang mereka tempati
selama lebih dari 20 tahun.
Di sisi lain pada tanggal 26 April 2011 Badan Pertanahan Nasional BPN mengeluarkan surat yang merujuk pada pemberian legalitas atas
kawasan CBD Central Business District. Surat Keputusan SK Kepala BPN Kota Medan nomor 541HGBBPN.12.71.2011. Badan Pertanahan
Nasional BPN Kota Medan telah mengeluarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan HGB untuk pusat bisnis CBD Polonia. Namun dari total
341.586 meter areal CBD, baru 79.028 meter yang dikeluarkan sertifikatnya. BPN Kota Medan mengeluarkan setifikat tanah di area CBD
menyusul dibayarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB oleh PT Mestika Mandala Perdana MMP selaku pemilik areal
CBD kepada Pemko Medan. Hal ini juga ditegaskan juga oleh pernyataan bapak Riwayat Pakpahan:
Universitas Sumatera Utara
61
“Saya sudah mendengar hal itu sejak tahun 2011.Memang itu ada dan saya menilai ini permainan orang berkuasa. Kami
selama ini kan demonstrasi untuk memberikan kesadaran pemerintah kalau kami itu masyarakat Sari Rejo. Kalau begini
ceritanya kan memang masyarakat tidak dianggap, apa lagi kami masyarakat yang memenangkan perkara di Mahkamah
Agung, bukan mereka CBD”.
32
Realisasi dari rekomendasi DPRD tersebut juga belum menunjukkan dampak bagi penyelesaian konflik antara masyarakat dangan TNI-AU. Hal
ini ditunjukkan dengan penerbitan surat oleh Komandan Lanud Soewondo kepada pemerintahan Kelurahan Sari Rejo untuk tidak menerbitkan surat
keterangan tanah di atas tanah TNI-AU. Hal ini di nilai sebagai pelanggaran Ketidak jelasan posisi pemerintah lagi-lagi menciptakan kondisi
semakin memanas.Negara kembali tidak menempatkan posisinya sebagai wadah emansipasional terhadap warganya. Hal ini jelas akan menimbulkan
rasa tidak percaya warga negara terhadap negara yang akhirnya berujung munculnya potensi konflik di tengah-tengah masyarakat.
Di pihak lain, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD kota Medan pada tanggal 30 Juli 2008 sebenarnya telah memberikan
rekomendasi kepada Mentri Keuangan, Mentri Pertahanan, dan Kepala BPN RI untuk meralat batas-batas tanah yang ada di register 50506001 karena
dianggap tanah tersebut tidak pernah dikuasai TNI-AU. DPRD Kota Medan juga merekomendasikan penerbitan sertifikat tanah yang telah ditempati
masyarakat Sari Rejo sejak 1948.
32
Wawancara dilakukan dengan Bapak Riwayat Pakpahan pada 22 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Universitas Sumatera Utara
62
dan tidak lebih dari interfensi militer kepada masyarakat sipil. Hal ini juga ditegaskan oleh bapak Rinto Pasaribu:
“Hal yang paling menunjukkan bahwa tentara itu suka ngasih intervensi ya ini. Masak tentara ngasih surat yang isinya
melarang lurah mengeluarkan surat keterangan atas tanah yang di klaim milik mereka. Jelas itu bukan bagian dari
pekerjaannya, tetapi tetap saja dilakukan”
33
Pertemuan di tanggal 30 April 2012 sebenarnya merupakan bentuk mediasi masyarakat Sari Rejo dengan pemerintah Kota Medan karena isu
penutupan Bandara Polonia Medan dalam rangka aksi bersama Dewan Intervensi militer sangat kental dalam usaha penyelesaian konflik
ini. Walau saat itu pihak kelurahan tidak menggubris surat Komandan Pangkalan Lanud Soewondo karena dianggap itu bukan merupakan hak
mereka.
Sebelumnya Walikota Medan juga telah mengeluarkan surat yang sama yaitu pelarangan pengeluarkan surat dalam bentuk apapun di area 260
Ha yang menjadi sengketa dengan masyarakat. Akan tetapi, surat tersebut telah dicabut pada tanggal 30 April 2012. Rahudman Harahap yang saat itu
menjabat sebagai Wali Kota Medan beranggapan jika surat pelarangan penerbitan surat dalam bentuk apapun di lahan seluas 260 Ha yang menjadi
wilayah sengketa merupakan upaya pemerintah untuk mencari jalan keluar terhadap sengketa yang melibatkan masyarakatnya.
33
Wawancara dilakukan dengan Bapak Rinto Pasaribu pada 26 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo
Universitas Sumatera Utara
63
Buruh Sumatera Utara. Saat itu juga Wali Kota Medan mencabut surat pelarangan dengan diterbitkannya surat nomor 5936939 tentang
“Pencabutan Surat Tentang Tidak Menerbitkan Surat Berkaitan dengan Tanah Sari Rejo” yang disaksikan masyarakat, perwakilan dari kepolisian,
camat Medan Polonia dan pimpinan aliansi yang tergabung dalam DBSU.
3.2. Gambaran Konflik Agraria Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.