Konflik Masyarakat dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

63 Buruh Sumatera Utara. Saat itu juga Wali Kota Medan mencabut surat pelarangan dengan diterbitkannya surat nomor 5936939 tentang “Pencabutan Surat Tentang Tidak Menerbitkan Surat Berkaitan dengan Tanah Sari Rejo” yang disaksikan masyarakat, perwakilan dari kepolisian, camat Medan Polonia dan pimpinan aliansi yang tergabung dalam DBSU.

3.2. Gambaran Konflik Agraria Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

3.2.1. Konflik Masyarakat dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

Pada masa awal sengketa kepemilikan tanah ini terjadi, masyarakat Sari Rejo mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum AURI TNI-AU saat mereka hendak melakukan pembangunan tempat tinggal. Kondisi ini menciptakan suasana Sari Rejo semakin memanas dimana kedua belah pihak TNI-AU dan masyarakat merasa mempunyai hak atas tanah yang mereka duduki saat itu. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan ibu Boru Bondar: ”Saya dulu pernah mau ganti atap, dulu kan masih yang apa adanya saya bangun rumah ini, namanya baru berumahtangga, terus datang tentara menyuruh saya untuk tidak membongkar atap lama yang saya punya karena mengganggu penerbangan dan gak Cuma itu aja yang pernah kualami, pernah lupa tahunnya kapan kami tidak boleh masang air dan listrik, padahal itu yang paling penting sama kami yang berkeluarga inikan” 34 . 34 Wawancara dilakukan dengan Ibu Boru Bondar pada 26 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo Universitas Sumatera Utara 64 Hal ini juga dibenarkan oleh bapak Supadi: ”Dulu mau ganti seng aja udah gak boleh, paling banter kalo boleh diganti sengnya harus di cat hijau, katanya biar gak ganggu penerbangan. Tapi dari atas kan nanti kalo di cat hijau semua jadi kayak perumahan AURI. Jadinya kayak AURI mau klaim tanah ini”. Kejadian ini sempat menimbulkan kepanikan ditengah masyarakat mengingat posisi mereka sebagai masyarakat sipil di era Orde Baru yang kental dengan nuansa militerismenya. Tidak jarang mereka melakukan ronda malam untuk mengantisipasi tentara yang masuk ke pemukiman mereka untuk melakukan hal yang serupa yang telah mereka lakukan. Masyarakat saat itu mulai terorganisir walau dalam tahap ronda malam dan aksi-aksi gotong royong lainnya. Simbolisasi militer di era orde baru tidak bisa dipungkiri dapat mendeskripsikan dominasi, kekuasaan dan kekuatan politik yang besar. Penggunaan otoritas dalam rangka melarang masyarakat melakukan pembangunan tempat tinggal jelas menunjukkan bagaimana dominasi, kekuasaan dan kekuatan politik itu digunakan. Permasalahan yang timbul adalah masyarakat dihadapkan dengan pilihan mempertahankan dominasinya terhadap tanah yang mereka anggap bagian dari miliknya dan kekuatan militer saat itu. Tanah tidak hanya memiliki segi ekonomis, tanah juga memiliki unsur budaya. Tidak jarang tanah di kelurahan Sari Rejo merupakan tanah Universitas Sumatera Utara 65 yang ditinggalkan turun menurun oleh pendahulunya yang akhirnya tanah tersimbolkan menjadi sesuatu yang sakral bagi masyarakat. Kebijakan pemberlakuan jam malan, pembongkaran bangunan drainase dan pelarangan melakukan pembangunan membuat warga dari Kelurahan Sari Rejo mendatangi pintu masuk kawasan militer angkatan udara. Warga membakar ban bekas di dekat portal yang dijaga oleh sejumlah tentara secara bergantian. Tidak sampai disitu saja, masyarakat yang belum puas dengan membakar ban kemudian menyulut api di dalam pos jaga. Setelah kejadian itu masyarakat beramai-ramai mendatangi markas TNI-AU di Pangkalan Udara Medan. Di pangkalan udara masyarakat mendesak dipertemukan langsung dengan komandan pangkalan udara. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan bapak Rinto Pasaribu: ”Jujur kami merasa tertekan sejak dilakukannya sistem portal oleh TNI-AU. Kami sering mendiskusikannya dengan warga lainnya karena itu jelas mengganggu aktivitas kami. ditambah lagi dengan penghancuran pembangunan irigasi, ini kan proyek pemerintah kok dirusak?. Saat itu masyarakat melihat pihak AURI semakin arogan saja kepada masyarakat Sari Rejo makanya secara spontan masyarakat membakar pos tersebut”. 35 Aksi-aksi sporadis menjadi ciri masyarakat Kelurahan Sari Rejo untuk menunjukkan reaksi terhadap penolakan atas kebijakan yang dilakukan TNI-AU terhadap masyarakat seperti pemberian portal di setiap pintu masuk bandara polonia yang juga menjadi pintu masuk ke wilayah 35 Wawancara dilakukan dengan Bapak Rinto Pasaribu pada 26 April 2015 di Kelurahan Sari Rejo Universitas Sumatera Utara 66 kelurahan Sari Rejo dan pemberlakukan jam malam terhadap setiap warga kelurahan Sari Rejo. Hal ini menyulut reaksi masyarakat dengan menutup akses pintu masuk bandara Polonia dari arah jalan Avros dengan aksi bakar ban. Saling mengklaim antara TNI-AU dan masyarakat seakan tidak mendapatkan perhatian pemerintah Kota Medan selaku pemangku kekuasaan. Pemerintah hanya memposisikan dirinya saat konflik berubah menjadi sebuah gerakan perlawanan namun belum ada usaha signifikan untuk menyelesaiakannya sampai ke akarnya. Pemerintah Kota Medan selaku pemangku kekuasaan selayaknya dapat menjadi penengah dalam kasus ini.Mediator diantara kedua belah pihak yang berkonflik sangat diperlukan. Tetapi faktanya proses pembiaran masih dilakukan pemerintah Kota Medan dengan tidak memberikan kepastian hukum terhadap tanah yang menjadi pokok masalah dalam terjadinya konflik di Kelurahan Sari Rejo. Salah satu bentuk proses pembiaran yang dilakukan adalah dimana pemerintah Kota Medan menerbitkan suratpelarangan pihak kelurahan mengeluarkan surat dalam bentuk apapun termasuk jual beli di wilayah konflik seluas 260Ha yang berlokasi di kelurahan Sari Rejo di tahun 2011. FORMAS meluapkan kekecewaanya terhadap pemerintah Kota Medan dan Badan Pertanahan Nasional. FORMAS meminta kepala BPN Kota Medan untuk segera memproses permohonan legalitas atas tanah Universitas Sumatera Utara 67 masyarakat di Kelurahan Sari Rejo sesuai Putusan Mahkamah Agung RI, Nomor 229 KPdt1991, tanggal 18 Mei 1995, sekaligus realisasi dari Surat Pernyataan Kepala Badan Pertahanan Kota Medan, bertanggal 07 Januari 2008. FORMASSari Rejo juga meminta kepada Kepala BPN Kota Medan untuk segera mencabutmembatalkan Sertifikasi Hak Pakai No.1 Tahun 1997 karena jelas secara fakta bahwa proses penerbitannya mengandung Cacat Hukum dan batal demi hukum dengan adanya Putusan Mahkamah Agung RI No.229 KPdt1991,tanggal 18 Mei 1995. Gambar 2 Aksi yang Dilakukan FORMAS Bersama DBSU Menutup Bandara Polonia Medan Bersama dengan aliansi Dewan Buruh Sumatera Utara DBSU, FORMAS melakukan mediasi dengan walikota Medan tanggal 30 April Universitas Sumatera Utara 68 2012 sebelum melakukan aksi yang bertepatan dengan peringatan hari buruh saat itu. Walikota Medan yang saat itu dijabat Rahudman Harahap langsung bertindak mencabut surat perintah itu di tanggal yang sama dengan kegiatan mediasi di saksikan oleh perwakilan Polda Sumatera Utara, pimpinan aksi DBSU, dan masyarakat Sari Rejo. Melihat bahwa tujuan utama adalah pengakuan atas tanah yang mereka duduki, FORMAS bersama DBSU tetap melakukan aksi dengan menutup bandara Polonia Medan di tanggal 1 Mei 2012. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan kepada pemerintah pusat dan daerah agar memperhatikan apa yang menjadi tuntutan mereka. Masyarakat yang semakin tertekan semakin solid mengingat ini adalah konflik vertikal yang melibatkan masyarakat dan TNI-AU. Gerakan- gerakan ini akan terus mencari klimaks untuk memenuhi eksistensi kepentingan kelompoknya. Dalam hal ini gerakan sosial baru melihat fenomena gerakan masyarakat Sari Rejo dengan wadah FORMAS sebagai gerakan insidental yang tidak bertujuan untuk merubah supra-strukturnya. Gerakan ini hanya mencoba memperjuangkan kepentingan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang hakiki bagi kelompoknya. Hal ini berarti gerakan dengan tipe ini akan meledak kapanpun saat mendapatkan tekanan dari luar kelompoknya. Universitas Sumatera Utara 69

3.2.2. Konflik Horizontal Organisasi Forum Masyarakat Sari Rejo