Data dan Sistem Informasi
63
The Economist tahun 2011 juga memberikan gambaran yang hampir sama. Pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 17, akan meningkat menjadi berada pada
peringkat 12 pada tahun 2025 dan akan meningkat lagi menjadi berada pada peringkat tujuh dunia.
Gambar II.23 Posisi PDB, PDB per Kapita dan Populasi
Untuk mewujudkan hal tersebut, sumber daya manusia merupakan faktor prioritas. Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh World Economic Forum WEF terkait
peringkat daya saing global tahun 2013-2014 the Global Competitiveness Report 2013- 2014, daya saing Indonesia naik 12 peringkat dari 50 pada 2012-2013 menjadi 38 pada
2013-2014 dari 148 negara. Indonesia kini semakin memiliki daya tarik yang besar bagi investasi asing. Kondisi ini harus dipertahankan dan dimanfaatkan, terutama dalam setelah
ASEAN Economic Community dicanangkan pada tahun 2015 ini. Peringkat daya saing ini diukur berdasarkan beberapa faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
tingkat produktivitas dan pembangunan suatu negara. Pada tahun ini, peringkat teratas masih ditempati oleh Swiss, diikuti Singapura dan Finlandia yang masing-masing berada
diurutan kedua dan ketiga. Dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia termasuk cukup kompetitif. Selain Singapura, hanya Malaysia, Brunei Darussalam dan
Thailand yang berada di atas Indonesia peringkatnya, yaitu masing-masing berada di urutan 24, 26, dan 37. Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia masih harus terus memperbaiki
beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi iklim usaha, antara lain tingkat korupsi,
64
birokrasi pemerintah yang kurang efisien, infraktruktur yang belum baik, akses terhadap pembiayaan, regulasi tenaga kerja yang ketat, dan ketidakstabilan politik
Dari sisi jumlah SDM, Indonesia diperkirakan akan menikmati bonus demografi selama periode tahun 2010-2040. Bonus demografi tersebut merupakan peluang window
of opportunity yang dinikmati suatu negara sebagai akibat karena turu ya rasio
keterga tu ga dependency ratio sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk usia produktif rentang usia 15-64 tahun dibandingkan dengan penduduk usia non produktif 0-
15 tahun dan di atas 64 tahun. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, semakin berpeluang negara tersebut mendapatkan bonus demografi sebagai modal
pembangunan. Saat ini tercatat 43 dari total populasi penduduk 250 juta orang Indonesia berada di bawah umur 25 tahun yang merupakan umur produktif.
Tabel II. 46 Performa Anggota ASEAN dalam GCI 2013-2014 dari 148 negara
Gambar II.24
The Global Competitive Report 2013-2014, World Economic Forum
Jika dilihat dari dua belas pilar pendukung Global Competitive Index pada Tabel II. 20, Indonesia mempunyai kekuatan pada pilar ke-10 yakni Market Size. Pada indikator tersebut
Indonesia menduduki peringkat 15. Kekuatan Indonesia berikutnya terdapat pada pilar ke-3
65
Macroeconomic Environment. Indonesia menempati peringkat ke-26 pada indikator tersebut.
Kondisi sosial, budaya dan lingkungan juga mempengaruhi pembangunan pendidikan dan kebudayaan dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Jumlah penduduk yang makin
tinggi menempatkan Indonesia dalam posisi yang semakin penting dalam percaturan global. Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak
beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kita menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan sejak era
Orde Baru hingga sekarang. Dengan demikian Indonesia memiliki bonus demografi yang merupakan bonus atau peluang window of opportunity yang dinikmati suatu negara
sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif rentang usia 15 —64 tahun
dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Kemudian muncul parameter yang disebut rasio keterga tu ga dependency ratio, yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan
antara kelompok usia produktif dan nonproduktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia nonproduktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia
produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, negara tersebut semakin berpeluang mendapatkan bonus demografi sebagai modal pembangunan di masa
mendatang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar II.9 .
Gambar II.25 Bonus Demografi Indonesia
66
Meskipun memiliki potensi pengembangan SDM yang besar, strategi dan kualitas upaya peningkatan SDM di Indonesia masih dinilia rendah. Kondisi pendidikan di Indonesia
belumlah ideal, terutama bila dilihat dari sisi kualitas. Tingkat partisipasi pendidikan masih rendah. Penduduk yang dapat menikmati pendidikan tinggi S2 dan S3 pada tahun 2014
baru sekitar 5 atau 12,3 juta orang. Di samping itu, diparitas antar wilayah, Jawa-Luar jawa, Kota-Desa, atas akses pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, juga sangat tinggi.
Disparitas tersebut muncul karena berbagai faktor, baik geografis, ekonomi, sosial, budaya. Program-program terobosan di bidang pendidikan harus terus diupayakan, sebagai salah
satu upaya peningkatan SDM tersebut. Salah satu tantangan yang muncul dalam melaksanakan semua program pendidikan tersebut adalah bagaimana menyediakan
pendanaan dalam jumlah yang cukup, secara kontinyu dalam jangka panjang. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah diatur bahwa dalam APBN dan APBD harus dialokasikan
anggaran pendidikan sebesar 20 untuk menjamin ketersediaan anggaran. Namun, tidak serta merta dengan penyediaan anggaran pendidikan 20, masalah pendanaan program
pendidikan akan selesai. Pasalnya, secara nominal, anggaran pendidikan akan naik-turun sesuai dengan kemampuan negara dalam menyediakan anggaran dalam APBN dan APBD.
Memperhatikan hal tersebut, pemerintah telah mengalokasikan DPPN yang dikelola sebagai endowment fund dana abadi dan cadangan yang merupakan bagian dari 20 anggaran
pendidikan. Ketika, keadaan tidak memungkinkan, pemerintah tidak harus menyediakan tambahan anggaran untuk DPPN dan dapat memanfaatkan DPPN yang telah dialokasikan
tahun sebelumnya.