Panglima TNI Nomor Kep01PI1984, tanggal 20 Januari 1984 tentang Organisasi Babinkum TNI, Surat Keputusan Panglima ABRI Nomor
Kep792XII1997 tanggal 31 Desember 1997 perihal Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis tentang Penyelenggaraan Masmil, Surat Keputusan
Panglima TNI Nomor Kep24VIII2005 tanggal 10 Agustus 2005 Lampiran 5 perihal Pokok-Pokok Oragnisasi dan Prosedur Masmil, dan Peraturan
Panglima TNI Nomor Perpang12III2009 tanggal 11 Maret 2009 tentang Naskah Stratifikasi Doktrin Di Lingkungan TNI.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari
kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek telaahan dalam penelitian ini;
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari
internet, surat kabar, dan majalah mingguan sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan studi lapangan di Masmil
Medan dengan melakukan identifikasi data yang ada. Data yang diperoleh melalui
Universitas Sumatera Utara
penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal dalam undang-undang terkait dengan pembinaan narapidana TNI yang
mengandung kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan. Kemduian melakukan sistematika data sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara deduktif untuk sampai pada kesimpulan,
sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.
64
4. Analisis Data
Analisis data di dalam penelitian ini, dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam
undang-undang terpenting yang relevan dengan permasalahan dan dari penelitian lapangan yang dikumpulkan melalui wawancara di Masmil Medan, dan kalangan
masyarakat. Kemudian membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Data
yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya
semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat
memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
64
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 195-196.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PEMBINAAN NARAPIDANA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG
DILAKUKAN OLEH PEMASYARAKATAN MILITER
A. Komponen Dalam Sistim Peradilan Pidana Militer
Terangkum beberapa unsur atau elemen dalam teori legal sistim legal system theory yang berperan penting dalam proses peradilan pidana. Sistim peradilan pidana
merupakan tatanan yang teratur dari suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian- bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil
dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan.
65
Sudikno Mertokusumo, mengatakannya sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
66
Lebih luas diungkapkan Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan suatu kesatuan sistim besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil, yaitu sub sistem
pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain. Sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistim yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk
memahami keutuhan prosesnya.
67
Ada tiga komponen legal system menurut Lawrence M. Friedman, yaitu: Pertama, struktur hukum, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada
beserta aparatnya, mencakup antara lain Kepolisian dengan para Polisinya, Kejaksaan
65
R. Subekti, dalam H. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 169.
66
Ibid.
67
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Loc. cit., hal. 151.
Universitas Sumatera Utara
dengan para Jaksanya, Pengadilan dengan para Hakimnya, dan lain-lain; Kedua, substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum, dan asas hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan; dan Ketiga, kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan keyakinan-
keyakinan, kebiasaan-kebiasaan, cara berfikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai
fenomena yang berkaitan dengan hukum.
68
Hukum akan mampu secara efektif bekerja di tengah-tengah kehidupan masyarakat apabila instrumen-instrumen pelaksananya dilengkapi dengan
kewenangan-kewenangan dalam bidang penegakan hukum mencakup sub-sub sistim hukum yakni: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Elemen-elemen
hukum ini sebagai faktor penentu apakah suatu sistim hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak.
69
Jika salah satu dari elemen ketiga-tiga sistim hukum di atas tidak bekerja dengan baik, maka akan berimplikasi kepada terganggunya elemen yang lain dalam
sistim hukum tersebut, hingga pada gilirannya mengakibatkan penegakan hukum yang tidak efektif. Komponen-komponen sistim hukum itu merupakan bagian faktor-
68
Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta: Tatanusa, 2001, hal. 9.
69
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicialprudence Termasuk Interpretasi Undang-Undang Legisprudence, Jakarta: Kencana,
2009, hal. 204.
Universitas Sumatera Utara
faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.
70
Berbeda pandangan dengan yang disebutkan Romli Atmasasmita, bahwa dalam Sistim Peradilan Pidana SPP secara umum melibatkan 4 empat unsur
penegak hukum yang meliputi: Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam penegakan hukum secara litigasi harus melalui dan
melibatkan keempat unsur tersebut. SPP disebut juga sebagai Criminal Justice System CJS yang berarti penegakan hukum dimulai dari proses penangkapan, penahanan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
71
Menurut Romli Atmasasmita, istilah SPP atau CJS telah menjadi suatu istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam
penegakan hukum dengan menggunakan dasar pendekatan sistim.
72
Peradilan pidana memiliki: Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana; Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan
oleh komponen peradilan pidana; Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efesiensi penyelesaian perkara; dan Penggunaan hukum sebagai instrumen
untuk memantapkan administrasi peradilan pidana.
73
70
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali, 1983, hal. 5.
71
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta: Putra Bardin, 1996, hal. 33. Lihat juga: Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Konteks
Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni, 1982, hal. 70.
72
Ibid., hal. 14.
73
Yesmi Anwar dan Adang, Sistim Peradilan Pidana, Konsep, Komponen, Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung: Widya Padjajaran, 2009, hal. 34-
35.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang diungkapkan Romli, bahwa UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, SPP atau CJS tersebut terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan
Lembaga Pemasyarakatan. Keempat penegak hukum tersebut sangat berhubungan erat dan sangat menentukan pelaksanaan penegakan hukum berdasarkan KUHAP
yang merupakan suatu rangkaian yang sistematis.
74
Misalnya Polisi melakukan tugas penegakan hukum, ketika terjadinya suatu perkara mulai dari penyelidikan,
penyidikan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, hingga pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan. Tugas tersebut harus dilakukan Polri dengan menjunjung tinggi
prinsip-prinsip etika profesi yang diatur dalam Kode Etik Kepolisian. Sebab, pelaksanaan tugas di lapangan sangat bergantung pada etika manusianya dalam
menyikapi peluang bagi oknum Polisi melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum. Itulah sebabnya, Robert B. Seidman, mengatakan bahwa oknum itu mereka yang
membuat, melaksanakan hukum, justru terkena sasaran peraturan perundang- undangan karena melanggar hukum.
75
SPP yang lazim selalu melibatkan dan mencakup sub sistim dengan ruang lingkup masing-masing komponen dalam SPP. Kepolisian berdasarkan UU No.2
Tahun 2002 dengan tugas utamanya menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat manakala terjadi suatu pelanggaran atau tindak pidana, melakukan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, melakukan penyaringan kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan ke
74
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Op. cit., hal. 62.
75
Robert B. Seidman, dalam Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama, 2005, hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana. Kejaksaan berdasarkan UU No.16 Tahun 2004 dengan tugas pokok:
menyaring kasus-kasus yang layak diajukan ke sidang pengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan; melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.
Pengadilan melalui hakim-hakimnya, berkewajiban: menegakkan hukum dan keadilan; melindungi hak-hak terdakwa; saksi dan korban dalam proses peradilan
pidana; melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efektif; memberikan putusan yang adil berdasarkan hukum dan perasaan hakim. Selanjutnya lembaga
pemasyarakatan sebagai tempat untuk menjalankan putusan pengadilan dalam hal melakukan pembinaan kepada narapidana; memastikan perlindungan kepada hak-hak
narapidana; melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana; mempersiapkan bekal narapidana untuk kembali ke masyarakat. Sementara Advokat atau pengacara
yang melakukan pembelaan terhadap kliennya, dan menjaga hak-hak kliennya untuk dipenuhi dalam proses peradilan pidana.
SPP sebagai suatu sistim pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga kepolisianPM, kejaksaanOditur militer, pengadilan umumpengadilan militer, dan
lembaga pemasyarakatanMasmil yang dengan sub-sub sistim inilah kejahatan dapat ditanggulangi. Menanggulangi diartikan sebagai pengendalian kejahatan agar berada
dalam batas-batas toleransi masyarakat. Sub-sub sistim di dalam SPP menggunakan hukum pidana materil, hukum pidana formil, dan pelasaksanaan pidananya.
76
76
Romli Atmasasmita, Sistim Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bandung: Binacipta, 1996, hal. 14 dan hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana Sistim Peradilan Pidana SPP yang telah dijelaskan di atas, pada hakikatnya elemen-elemen atau unsur-unsur yang saling terkait dalam Sistim
Peradilan Pidana Militer SPPM sama halnya dengan SPP. Namun, terdapat perbedaan dimana bahwa dalam SPPM, atasan yang berhak menghukum Ankum
adalah penyidik selain dari Polisi Militer serta Oditur sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 69 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sedangkan dalam
SPP, penyidik adalah Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS tertentu disebutkan dalam Pasal 6 ayat 1 KUHAP. Oditur dalam SPPM yang seharusnya
sebagai penuntut sebagaimana juga dapat melakukan penyidikan dasar hukumnya adalah Pasal 64 ayat 2 UU No.31 Tahun 1997.
Dapat dijelaskan secara rinci perbedaan komponen antara SPP dengan SPPM dapat dilihat dalam tabel berikut:
77
No. Komponen SPP
No. Komponen SPPM
1 Atasan yang berhak menghukum Ankum
2 Perwira Penyerahan Perkara Papera
1. Polisi
3 Polisi Militer
2. Jaksa
4 Oditur Militer
3. Hakim
5 Hakim Militer
4. Lembaga Pemasyarakatan
6 Masmil
Ankum adalah atasan langsung yang mempunyai wewenang untuk
menjatuhkan hukuman disiplin menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
77
Pasal 1 angka 2, angka 4, angka 9, angka 10, angak 11, Pasal 256 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Lihat juga: Pasal 4, Pasal 13 KUHAP, Pasal 1 angka 5 UU No.48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lihat juga: Paul Sihombing, Kewenangan Peradilan Militer Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia, Tesis, Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum-Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
dan berwenang melakukan penyidikan berdasarkan undang-undang.
78
Selain asas komando, asas kepentingan militer juga mendasari Ankum. Asas kepentingan militer selalu diutamakan melebihi dari kepentingan golongan dan
perorangan namun khusus dalam SPPM kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum. Asas ini merupakan kekhususan dari KUHAP yang
dianut dalam UU No.31 Tahun 1997. Walaupun Ankum diberi wewenang menghukum, namun dalam SPPM terdapat Papera sebagai elemen kedua dari SPPM
yang bisa saja tidak bersedia menyerahkan anak buahnya yang disangka melakukan tindak pidana dengan tidak mengeliarkan Surat Keputusan Penyerahan Perkara
Skeppera untuk diadili di pengadilan militer, oditur sekalipun selaku penuntut tetap tidak dapat melakukan fungsinya.
Keterlibatan Ankum dalam hal penyidikan dalam SPPM berkaitan erat dengan asas yang
mendasari kehidupan dalam militer. Misalnya asas komando, komando berasal dari seorang komandan yang menempati kedudukan penting dalam militer. Komandan
diberi wewenang penyerahan perkara dalam SPPM. Asas komando tidak mengenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan melainkan dalam hukum acara militer
dikenal adanay lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.
Berdasarkan Pasal 74 UU No.31 Tahun 1997, atasan yang berhak menghukum Ankum, diberi wewenang sebagai berikut:
78
Petunjuk Pelaksanaan Kasal Nomor: Juklak14III2006 tentang Penyelesaian Administrasi Tindak Pidana Desersi di Lingkungan TNI Angkatan Laut.
Universitas Sumatera Utara
1. Melakukan penyidikan terhadap Prajurit bawahannya yang ada di bawah
wewenang komandonya yang pelaksanaannya dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf b atau huruf c;
2. Menerima laporan pelaksanaan penyidikan dari Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf b atau huruf c; 3.
Menerima berkas perkara hasil penyidikan dari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf b atau huruf c; dan
4. Melakukan penahanan terhadap Tersangka anggota bawahannya yang ada di
bawah wewenang komandonya. Wewenang yang disebutkan dalam Pasal 74 huruf a sedikit membingungkan
jika dibandingkan dengan huruf b sebab menurut huruf a Ankum yang melakukan penyidikan sementara dalam huruf b Ankum menerima laporan penyidikan dari
penyidik yaitu Polisi Militer. Makna yang tidak tersirat dalam Pasal 74 huruf a dan huruf b ini dipertimbangkan oleh sebab waktu atau kesempatan bahwa Ankum
melakukan penyidikan itu terkadang bertabrakan dengan tugas-tugas lain yang terpenting. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda, dijelaskan
dalam penjelasan Pasal 74 UU No.31 Tahun 1997 bahwa pengaturan yang demikian dibuat demi efektifnya pelaksanaan kewenangan penyidikan dari Ankum tersebut dan
untuk membantu supaya Ankum dapat lebih memusatkan perhatian, tenaga, dan waktu dalam melaksanakan tugas pokoknya, pelaksanaan penyidikan tersebut
dilakukan oleh Penyidik Polisi Militer atau Oditur.
79
Polisi Militer atau Oditur setelah melakukan penyidikan terhadap tindak pidana, hasilnya diserahkan kepada Ankum sesuai dengan Pasal 71 ayat 2 huruf b
junto Pasal 74 huruf b UU No.31 Tahun 1997. Bahkan dalam pelaksanaan penyidikan, Ankum bisa langsung melakukan penyidikan atau menyerahkannya
79
Penjelasan Pasal 74 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Universitas Sumatera Utara
kepada penyidik Polisi Militer atau Oditur. Pasal 99 ayat 2 UU No.31 Tahun 1997 diatur ketentuan tersebut bahwa dalam hal yang menerima laporan atau pengaduan
adalah Ankum, maka Ankum harus segera menyerahkan pelaksanaan penyidikan kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf b atau huruf c
untuk melakukan penyidikan. Jelas ditegaskan kewenangan Ankum dalam UU No.31 Tahun 1997, Ankum mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegekan
hukum militer, Polisi Militer sekalipun yang melakukan penyidikan harus melalui ijin Ankum kecuali si pelaku tertangkap tangan seperti diatur dalam Pasal 102.
80
Menurut SPP dalam KUHAP, apabila suatu berkas perkara dari hasil penyidikan Polisi sudah berada di Kejaksaan dan Jaksa menilai bahwa berkas perkara
tersebut telah sesuai atau telah lengkap, maka Jaksa harus menyerahkan berkas tersebut kepada Ketua Pengadilan untuk di sidangkan.
81
80
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2006, hal. 99.
Namun, dalam SPPM, Jaksa MiliterOditur Militer bukanlah pihak yang menentukan untuk menyerahkannya
kepada Hakim, melainkan harus melalui campur tangan Ankum atau Komandan secara langsung. Penentu terakhir mengenai suatu perkara diserahkan atau tidak
diserahkan ke pengadilan, bukan terletak pada Oditur Militer meskipun Oditur Militer yang mempersiapkan segal sesuatu mengenai perkara tersebut sampai selesai,
melainkan Oditur Militer harus terlebih dahulu meminta pendapat dari Ankum dan
81
Pasal 143 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
Papera. Dengan demikian, Ankum merupakan salah satu komonen atau elemen dalam SPPM.
82
Wewenang Perwira Penyerah Perkara Papera dalam Pasal 123 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 berwenang:
1 Perwira Penyerah Perkara mempunyai wewenang:
a. Memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan;
b. Menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan;
c. Memerintahkan dilakukannya upaya paksa;
d. Memperpanjang penahanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78;
e. Menerima atau meminta pendapat hukum dari oditur tentang penyelesaian
suatu perkara; f.
Menyerahkan perkara kepada pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili;
g. Menentukan perkara untuk diselesaikan menurut hukum disiplin prajurit;
dan h.
Menutup perkara demi kepentingan hukum atau demi kepentingan umummiliter.
2 Kewenangan penutupan perkara demi kepentingan umummiliter hanya ada
pada Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat 1 huruf a.
3 Panglima selaku Perwira Penyerah Perkara tertinggi melakukan pengawasan
dan pengendalian penggunaan wewenang penyerahan perkara oleh Perwira Penyerah Perkara lainnya.
Ketentuan dalam Pasal 1 huruf f di atas, penyerahan perkara kepada Pengadilan yang berwenang mengandung maksud memerintahkan Oditur Militer
supaya perkara tersebut dilakukan penuntutan di persidangan Pengadilan. Ketentuan dalam ayat 1 huruf h mengandung makna bahwa perkara ditutup demi kepentingan
hukum atau demi kepentingan umummiliter berarti perkara yang bersangkutan dihentikan penyidikannya atau dihentikan penuntutannya dan perkaranya tidak
diserahkan ke Pengadilan. Perkara ditutup demi kepentingan hukum antara lain
82
Paul Sihombing, Op. cit, hal. 117.
Universitas Sumatera Utara
karena tidak terdapat cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, perkaranya kedaluwarsa, tersangkaterdakwa meninggal dunia, nebis in idem, telah
dibayarkannya maksimum denda yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku sepanjang ancaman pidananya berupa denda saja, atau dalam
delik aduan pengaduannya sudah dicabut. Perkara ditutup demi kepentingan umummiliter adalah perkara tidak diserahkan ke Pengadilan karena kepentingan
negara, kepentingan masyarakatumum danatau kepentingan militer lebih dirugikan dari pada apabila perkara itu diserahkan ke Pengadilan.
Berdasarkan Pasal 127 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997, apabila pendapat Oditur Militer bertentangan dengan pendapat Papera berkaitan dengan penyelesaian
perkara di luar pengadilan militer dimana Oditur berpendapat bahwa untuk kepentingan peradilan, perkara perlu diajukan ke pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum. Jika Oditur tetap dalam pendiriannya, maka Oditur tersebut harus mengajukan permohonan disertai dengan alasan-alasan kepada Papera agar perbedaan
pendapat ini diputuskan oleh Pengadilan Militer Utama Dilmiltama. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 127 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997, Papera tidak dibenarkan
semena-mena dalam hal menentukan penyelesaian perkara di luar pengadilan atau dalam peradilan militerumum karena pada akhirnya perbedaan demikian akan tetap
saja diputuskan oleh hakim Dilmiltama yang berada di bawah Mahkamah Agung.
83
Mengenai Polisi Militer Pom, sebagai salah satu elemen atau unsur atau sub sistim dari SPPM melakukan kewenangannya yakni penyelidikan dan penyidikan
83
Ibid., hal. 119.
Universitas Sumatera Utara
yang ditegaskan dalam Pasal 71 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 bahwa selain melakukan penyidikan, Pom diberi wewenang untuk:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya suatu
peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana; 2.
Melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian; 3.
Mencari keterangan dan barang bukti; 4.
Menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya;
5. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat-
surat; 6.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; 7.
Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
8. Meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan orang ahli
yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; dan 9.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain yang harus dilakukan oleh Pom dimaksud pada angka 9 yaitu
tindakan dari penyidik Pom untuk kepentingan penyidikan dengan syarat: Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; Selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan; Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk di lingkungan jabatannya; Atas pertimbangan yang layak
berdasarkan keadaan memaksa; dan Menghormati hak asasi manusia dan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut di atas penyidik wajib menjunjung tinggi hukum
yang berlaku.
84
Selain itu, Jaksa sebagai salah satu unsur dalam SPP menurut KUHAP diposisikan sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk
melakukan penuntutan dan juga diberi wewenang sebagai penyidik dalam kasus-
84
Ibid., hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
kasus tertentu misalnya kasus korupsi. Sama halnya dengan kewenangan Oditur Militer dalam SPPM selain sebagai pihak yang berhak melakukan penuntutan juga
diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan. Bedanya kalau dalam SPPM, Oditur Militer tidak diberikan kewenangan untuk menyerahkan perkara yang sudah
dipersiapkannya secara langsung ke pengadilan melainkan harus terlebih dahulu melalui gelar pendapat dari Ankum dan Papera.
85
Lebih jelasnya ketentuan mengenai ruang lingkup kekuasaan Oditur Militer ditegaskan dalam Pasal 64 UU No.31 Tahun 1997 yaitu:
1 Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang Terdakwanya:
1 Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;
2 Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan
huruf c yang Terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Kapten ke bawah;
3 Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh
Pengadilan Militer; b.
Melaksanakan penetapan hakim atau putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum; c.
Melakukan pemeriksaan tambahan. 2
Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Oditurat Militer dapat melakukan penyidikan.
Kewenangan Oditur Militer dalam Pasal 64 di atas, mencakup sebagai penuntut dan penyidik terhadap pelaku pelanggaran atau tindak pidana apabila
subjeknya adalah prajurit yang berpangkat kapten ke bawah atau berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit sesuai Pasal 9 ayat 1 huruf b
sedangkan terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana sementara yang
85
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan berpangkat mayor ke atas, maka yang melakukan penuntutan adalah Oditur Militer Tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 65 UU No.31 Tahun 1997.
86
Komponen lain dari SPPM adalah pengadilan. Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, seperti ditegaskan dalam Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1997 yaitu:
1. Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa
dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 satu orang Hakim Ketua dan 2 dua orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 satu orang
Oditur Militer Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 satu orang Panitera.
2. Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat pertama dengan 1 satu orang Hakim Ketua dan 2 dua orang Hakim Anggota yang dibantu 1
satu orang Panitera.
3. Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Utama bersidang untuk
memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan 1 satu orang Hakim Ketua dan 2 dua orang Hakim Anggota yang dibantu 1 satu
orang Panitera.
4. Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat banding dengan 1 satu orang Hakim Ketua dan 2 dua orang Hakim Anggota yang dibantu 1
satu orang Panitera.
Hakim adalah pejabat peadilan negara yang diberi wewenang oleh undang- undang untuk mengadili. Mengadili artinya adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak pada sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara-cara
yang diatur dalam KUHAP.
87
86
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Op. cit., hal. 32-33. Mengenai kepangkatan dijelaskan dalam Pasal 40 UU No.31 Tahun 1997 bahwa dalam hal penentuan tingkat
pangkat Kapten ke bawah didasarkan atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Sebagai contoh, orang sipil yang
Pegawai Negeri Sipil dengan golongan IIIc setingkat kepangkatannya dengan Kapten.
Hakim sebagai aparat penegak hukum dalam SPPM merupakan suatu tumpukan harapan dari para pencari keadilan yang selalu
87
Pasal 1 angka 8 UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
menghendaki peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Keadilan yang hakiki merupakan suatu syarat yang utama mempertahankan kelangsungan hidup
suatu masyarakat dalam penegakan hukum khususnya hukum pidana agar tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan.
88
Peranan hakim sangat penting sebagai corong undang-undang. Hakim dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus mampu melakukan penafsiran terhadap
realitas yang sering disebut dengan penemuan hukum sebab eksistensi hakim sebagai penegak hukum seolah-olah penganut paham legisme belaka. Penafsiran hakim dalam
memutus suatu perkara dengan memperhatikan persoalan filsafat hukum.
89
Kekuasaan kehakiman sebagai alat negara itu berdiri sendiri di samping dan sejajar kedua kekuasaan negara lainnya yaitu kekuasaan pelaksanaan executive power dan
kekuasaan perundang-undangan legislative power oleh sebab itu kekuasaan kehakiman terbebas dari pengaruh dari kedua kekuasaan tersebut.
90
Hakim peradilan militer sebagai sub sistem dalam SPPM sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
88
Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit., hal. 218.
89
Roscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law, New Haven: Yale University Press, 1953, hal. 48.
90
Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit., hal. 221.
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama dalam perkara koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No. 48 Tahun 2009 oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan
tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Kebebasan kekuasaan
kehakiman yang dalam penyelenggaraannya diserahkan kepada badan-badan peradilan menurut Eman Suparman, merupakan ciri khas negara hukum.
91
B. Pemasyarakatan Militer Sebagai Salah Unsur Dalam Sistim Peradilan Militer
Sebagaimana telah disebutkan bahwa salah satu komponen dalam Sisitim Peradilan Pidana Criminal Justice System di Indonesia adalah Lembaga
Pemasyarakatan Lapas. Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk menjalankan putusan pengadilan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana,
memastikan perlindungan hak-hak narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana, dan mempersiapkan narapidana untuk kembali ke
masyarakat.
92
91
Eman Suparman, Kitab Undang-Undang Peradilan Umum, Bandung: Fokusmedia, 2004, hal. 84.
Secara umum dasar hukum sebagai rujukan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan UU Pemasyarakatan. Pasal 3 UU Pemasyarakatan
92
Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit., hal. 64.
Universitas Sumatera Utara
menegaskan fungsi Lembaga Pemasyarakatan adalah “Menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab”.
Sebelum keluar UU Pemasyarakatan, konsep pembinaan narapidana tidak dikenal melainkan konsep pemenjaraan. Bagian umum penjelasan UU
Pemasyarakatan menjelaskan bahwa: Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan
penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur- angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan
konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan
kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.
93
Berdasarkan Pancasila, pemikiran- pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha
rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan setelah diundangkannya UU Pemasyarakatan tanggal 30 Desember 1995 telah melahirkan
suatu sistim pembinaan yang dinamakan sistem pemasyarakatan. Secara filosofis, sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan,
sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi Narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah.
93
Alinea ke-3 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan dalam kemiliteran, suatu undang-undang yang mengatur tentang pembinaan narapidana militer belum ada secara khusus sebab saat ini konsep yang
dijadikan sebagai dasar hukumnya. Salah satu dasar hukumnya adalah Staatblad 1934 Nomor 169 Sebagaimana Telah Diubah Melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1947 tentang Kepenjaraan. Konsep dalam undang-undang ini masih dianut konsep “Kepenjaraan” yang bisa bernuansa sistem pemenjaraan yang menekankan pada
unsur balas dendam dan penjeraan. Oleh sebab itu, sehubungan dengan diundangkannya UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang meletakkan
dasar suatu konsep pembinaan kepada narapidana, maka oleh Panglima TNI pada tanggal 31 Desember 1997 Pemerintah melalui Surat Keputusan Panglima TNI
Nomor Skep792XII1997 Tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Masmil yang kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan
Panglima TNI Nomor Kep24VIII2005 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Pusmasmil. Sehingga dengan demikian dikeluarkannya Skep792XII1997
dan Kep24VIII2005 ini meletakkan dasar hukum pelaksanaan konsep pembinaan narapidana anggota militerTNI dan meninggalkan konsep pemenjaraan.
Sehingga dengan demikian, Staatblad 1934 Nomor 169 Sebagaimana Telah Diubah Melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1947 tentang Kepenjaraan sebagai
dasar hukum masih berlaku, tetapi masih menggunakan konsep “penjara” sehingga tidak sesuai dengan konsep pembinaan dimaksud. Sementara jika dirujuk kepada
Skep Panglima TNI tampak telah ada perubahan konsep dari sistim kepenjaraan ke sistim pemasyarakatan. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997
Universitas Sumatera Utara
tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Masmil dan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep24VIII2005 tentang Pokok-Pokok Organisasi
dan Prosedur Pusmasmil merupakan konsep penundukan terhadap UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagaimana yang dimaksud dengan Pemasyarakatan
dalam Pasal 1 angka 1 adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Fungsinya dalam Pasal 3 ditegaskan untuk menyiapkan Warga Binaan
Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab.
94
Masmil sebagai salah satu elemen dalam SPPM sebagaimana disebutkan Ismay Hadley, dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana di
lingkungan peradilan pidana dikenal adanya Sistim Peradilan Pidana Terpadu Integrated Criminal Justice System yang dalam hal khusus militer terdiri dari:
Lembaga Penyidik Pom, Lembaga Penuntut Odmil, Lembaga Peradilan Hakim Militer, dan Masmil. Masing-masing lembaga tersebut memiliki tugas dan
kewenangan yang berbeda namun dalam pelaksanaan tugasnya saling terkait serta memiliki kedudukan yang sama sebagai Lembaga Penegak Hukum.
95
94
Ismay Hadley, Peningkatan Pembinaan Narapidana Militer, Makalah disampaikan pada Seminar Pembinaan Narapidana Militer di Markas Besar TNI, Badan Pembinaan Hukum Babinkum,
Jakarta: tanggal 1 Desember 2009, hal. 3
95
Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Skema 1: Sistem Peradilan Pidana Militer
96
PELAKSANAAN
96
Oditurat Militer I-02 Medan.
TAHAP EKSEKUSI
TAHAP PERSIDANGAN
TAHAP PENUNTUTAN
TAHAP PENYIDIKAN
Dasar Penyidikan
Tkt. BANDING PAPERA
- Laporan - Pengaduan
- Tertangkap tangan
Oditur POM
Ankum
- Penangkapan - Penahanan
Max 20 hari - Penggeledahan
- Penyitaan
Terhadap tindak pidana khusus
penyidikan dilakukan POM
dan Oditur
Perpanjangan penahanan
sementara setiap kali 30 hari max 180
hari
- Skep penyerahan perkara
- Skep hukuman disiplin
- Skep penutupan perkara
- Berita Acara Pendapat Oditur
- Pendapat hukum berupa permintaan:
Skep penyerahan perkara
Skep hukuman disiplin
Skep penutupan perkara
- Surat dakwaan - Surat tuntutan
- Eksekusi
- Penangkapan - Penahanan
Max 20 hari - Penggeledahan
- Penyitaan
Tkt. PERTAMA
Dilmilti Mayor ke atas
Dilmil Kapten ke bawah
DILMILTI DILMILTAMA
OTMILOTMILTI
Dilmilti tingkat banding ke bawah
Dilmiltama mayor ke atas
Putusan yg telah berkekuatan
hukum tetap
MA RI
MA semua tingkat kepangkatan
Tkt. Kasasi
DILMILDILMILTI ODMILODMILTI
PIDANA PENJARA PIDANA KURUNGAN
PIDANA PERCOBAAN
MASMIL STALTAHTIBMIL
KESATRIAAN
Kembali Ke.....
KESATUAN
Universitas Sumatera Utara
Proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana di lingkungan Peradilan Militer jika dirujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer dikenal Polisi Militer Pom sebagai penyidik, Oditur Militer Odmil sebagai penuntut, Hakim Militer sebagai pemeriksa dan pemutus perkara
serta Masmil sebagai tempat pelaksanaan pidana atas putusan Pengadilan Militer yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 256 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1997 bahwa, “Pidana penjara atau kurungan dilaksanakan di Masmil atau di tempat lain
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” kecuali yang ditegaskan dalam ayat 3 bahwa “Apabila terpidana dipecat dari dinas keprajuritan,
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum”, jika dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum
maka dasar hukum pembinaannya adalah UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sedangkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
berupa perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan kepada terpidana yang masih berstatus anggota TNI dilaksanakan di Masmil.
Dalam Pasal 256 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 terdapat penegasan “…..di tempat lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Hal ini
dikarenakan masih terbatasnya jumlah Masmil yang ada dan adanya ST ORJEN TNI Nomor ST162004 tanggal 14 Oktober 2004 serta keterbatasan anggaran yang
tersedia. Misalnya, dari data yang ada terdapatnya narapidana anggota TNI yang
Universitas Sumatera Utara
menjalani pidananya di luar Masmil yakni di Staltahmil POMDAM, bilik hukuman POMAL, sel tahanan POMAU, dan di Lembaga Pemasyarakatan Umum.
97
Masmil merupakan sub sistem terakhir dalam sistem peradilan militer. Dengan tetap berpedoman kepada UU Pemasyarakatan, Masmil memiliki fungsi
untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana militer selama menjalani pidana. Masmil dalam organisasi TNI merupakan unit pelaksanaan teknis dari Pusat
Pemasyarakatan Militer Pusmasmil dan merupakan bagian dari Badan Pembinaan Hukum TNI Babinkum TNI yang berada di bawah komando Panglima TNI.
Saat ini ada 5 lima Masmil berada di bawah Pusmasmil di seluruh wilayah Republik Indonsia. Empat Masmil telah dioperasionalkan dan satu Masmil masih
dalam tahap pembangunan. Masmil tersebut adalah: 1.
Masmil Medan; 2.
Masmil Cimahi; 3.
Masmil Surabaya; 4.
Masmil Ujung Pandang-Makassar; dan 5.
Masmil Papua-Irian Jaya saat ini sedang dalam pembangunan. Pemasyarakatan Militer Medan Masmil Medan adalah salah satu elemen
dalam SPPM untuk melaksanakan pekerjaan dan kegiatan pembinaan, pengamanan, rehabilitasi, dan teknis administrasi terhadap narapidana TNI yang melaksanakan
pidananya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
97
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
tetap in kracht van gewijsde dalam wilayah rayonisasi yang telah ditetapkan sehingga setelah selesai melaksanakan pidananya.
Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep01PI1984 tanggal 20 Januari 1984 tentang Organisasi Babinkum TNI, maka Masmil-Masmil secara
organisasi, personel, keuangan, logistik, dan administrasi berada di bawah Babinkum TNI namun dalam penyelenggaraan fungsi teknis Masmil-Masmil di seluruh wilayah
Republik Indonesia berada di bawah Pusat Pemasyarakatan Militer Pusmasmil. Babinkum TNI sebagai badan pelaksana pusat yang bertugas membantu
Panglima TNI dalam menyelenggarakan pembinaan hukum dan HAM di lingkungan TNI, pembinaan penyelenggaraan Oditurat, dan Pemasyarakatan Militer. Semua
peradilan pidana termasuk peradilan pidana militer saat ini sudah berada di bahwa pembinaan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pusmasmil adalah sebagai pembina teknis penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer yang bertugas membantu Panglima TNI dalam menyelenggarakan pembinaan
terhadap narapidana TNI yang menjalani pidana. Masmil sebagai tempat pelaksanaan pidana bagi terpidana yang masih berstatus anggota TNImiliterprajurit harus aktif
melakukan pembinaan untuk membina narapidana TNI dengan tujuan untuk dapat mengembalikan terpidana menjadi prajurit TNI yang berjiwa Pancasila dan Sapta
Marga, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi melakukan tindak pidana sehingga siap melaksanakan tugas di kesatuannya.
98
98
Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Skep 792XII1997 tanggal 31 Desember 1997 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknik Penyelenggaraan
Pemasyarakatan Militer dan sesuai dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep 24VIII2005 tanggal 10 Agustus 2005 sub Lampiran V tentang Pokok-Pokok
Oraginsasi dan Prosedur Pusat Pemasyarakatan Militer, Kapusmasmil dijabat oleh seorang Pamen berpangkat Kolonel dan saat ini berdasarkan Peraturan Panglima TNI
Nomor 38VI2008 tanggal 16 Juni 2008 Kapusmasmil TNI dijabat oleh Pati Bintang Satu.
C. Pembinaan yang Dilakukan oleh Pemasyarakatan Militer Terhadap Narapidana Anggota Tentara Nasional Indonesia
Pasal 256 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 menegaskan kewenangan Masmil Masmil adalah melaksanakan pembinaan, namun dalam Pasal 256 ayat 1 UU
No.31 Tahun 1997 tersebut masih digunakan kata “penjara” yang pada prinsipnya tidak mencerminkan maksud pembinaan sebagaimana ditegaskan berikut: “Pidana
penjara atau kurungan dilaksanakan di Masmil atau di tempat lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” kecuali yang ditegaskan dalam ayat 3
bahwa “Apabila terpidana dipecat dari dinas keprajuritan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum”, jika
dilaksanakan di Lapas maka dasar hukum pembinaannya adalah UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
Universitas Sumatera Utara
tetap berupa perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan kepada terpidana yang masih berstatus anggota TNI dilaksanakan di Masmil.
Pelaksanaan putusan dilaksanakan oleh Oditur Militer dimana bahwa Oditur berwenang mengirimkan salinan berita acara pelaksanaan putusan Pengadilan yang
ditandatangani oleh Oditur, Kepala Masmil, dan Terpidana kepada Pengadilan yang memutus, Atasan yang Berhak Menghukum, dan Perwira Penyerah Perkara,
selanjutnya salinan berita acara pelaksanaan putusan yang diterima Pengadilan tersebut dicatat oleh Panitera dalam buku register pengawasan dan pengamatan.
Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 263 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997. Mengenai kewenangan pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan
putusan dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat Hakim Wasmat. Para Kamasmil mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada Hakim Wasmat yang
melakukan kunjungan atau pemeriksaan di Masmil mengenai hal-hal sebagai berikut:
99
1. Kebenaran tentang pelaksanaan pidana yang dijatuhkan;
2. Perlakuan terhadap para Narapidana TNI;
3. Tata kehidupan antara sesama Narapidana TNI;
4. Sistim pembinaan yang diterapkan kepada Narapidana TNI;
5. Himpunan data mengenai perilaku Narapidana TNI; dan
6. Evaluasi mengenai hubungan antara perilaku Narapidana TNI dengan pidana
yang diterimanya. Sehubungan dengan itu dalam Pasal 262 ayat 4 UU No.31 Tahun 1997
ditentukan terhadap Hakim Wasmat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian
99
Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer, hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
demi ketepatan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku Narapidana atau pembinaan di Masmil serta pengaruh timbal balik terhadap
Narapidana selama menjalani pidananya. Oleh karena dalam Pasal 256 ayat 1 UU No.31 Tahun 1997 masih
digunakannya kata “penjara” yang pada prinsipnya tidak mencerminkan maksud pembinaan, maka dikeluarkanlah Surat Keputusan Panglima TNI Nomor
Skep792XII1997 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer dapat dipahami secara umum pembinaan
terhadap Narapidana TNI mencakup pelaksanaan rehabilitasi yaitu suatu upaya atau kegiatan dilakukan dalam rangka mengembalikan suatu keadaan narapidana TNI
yang tidak baik kepada kondisi yang baik sehingga pelaksanaannya mengarah kepada konsep pembinaan bukan konsep kepenjaraan.
Melalui Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer
dijadikan sebagai dasar pembahasan dalam sub bab ini yang di dalamnya diatur berbagai macam dan bentuk pembinaan teradap Narapidana TNI dan hingga sampai
saat ini sebagai dasar pelaksanaan pembinaan Narapidana TNI di Masmil adalah Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997 tentang Naskah
Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997
disebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan di Masmil ditujukan kepada Narapidana TNI, maka dengan sendirinya kegiatan tersebut merupakan upaya
Universitas Sumatera Utara
untuk membina para Narapidana TNI agar nantinya setelah selesai melaksanakan pidananya dapat kembali menjadi Prajurit Sapta Marga. Berhasil atau tidaknya
kegiaan pembinaan tersebut, tidak terlepas juga daripada sikap maupun tingkah laku dari petugas Masmil, oleh sebabnya petugasnya harus mengetahui dan melaksanakan
ketentuan yang berlaku, larangan serta kewajiban-kewajibannya. Setiap petugas di samping menunjukkan sikap tegas dan berdisiplin, harus
juga memiliki sifat kemanusiaan, kejujuran, dan kecakapan untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya di dalam melaksanakan tugasnya. Setiap petugas harus bisa
menjadi contoh tauladan terhadap para Narapidana TNI serta memberikan perlakuan yang sama terhadap para Narapidana TNI tanpa memandang suku dan agama.
Sedapat mungkin kebiasaan dalam agama serta adat istiadatnya juga harus diperhatikan. Terhadap petugas Masmil yang tidak mengindahkan ketentuan tersebut
akan diambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, terhadap para petugas ditentukan larangan sebagai berikut:
1. Menerima hadiah atau pinjaman baik dalam bentuk uang maupun barang dari
Narapidana TNI atau keluarganya; 2.
Menerima hadiah baik langsung ataupun tidak langsung dari orang lain yang ada hubungannya dengan Narapidana TNI;
3. Membawakan barang atau alat milik Narapidana TNI ke dalam maupun ke
luar Masmil dengan maksud yang tidak wajar; dan
Universitas Sumatera Utara
4. Membawamenganjurkan Narapidana TNI untuk keluar dari Masmil guna
menemui keluarga namun tujuannya agar petugas tersebut mendapatkan imbalan berupa uang.
Dalam hal kewajiban yang wajib dilakukan para petugas dalam Masmil adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab
masing-masing; 2.
Membantu Kamasmil untuk ikut mengawasi segala tingkah laku para Narapidana TNI sehari-hari; dan
3. Melaporkan semua pelanggaran atau permasalahan yang terjadi di lingkungan
Masmil kepada Kamasmil untuk diselesaikannya sebagaimana mestinya. Ditentukan pula larangan terhadap para Narapidana TNI agar tidak
diperkenankan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1.
Para Narapidana TNI tidak diperbolehkan memakai tanda pangkat ataupun atribut TNI lainnya selama melaksanakan pidananya melainkan harus
disimpan pada Urusan Penitipan Barang di Masmil; 2.
Tanpa ijin dari petugas, para Narapidana TNI dilarang berada di tempat lain selain yang telah ditentukan baginya;
3. Setiap Narapidana TNI dilarang membuat kegaduhan, baik dengan ucapan
maupun dengan tindakan-tindakan sehingga ketenteraman di Masmil terganggu;
Universitas Sumatera Utara
4. Setiap Narapidana TNI dilarang membuat tulisan, lukisan ataupun coretan
pada bagian bangunan serta benda-benda lain di Masmil; dan 5.
Setiap Narapidana TNI dilarang menambah, mengurangi serta merubah barang-barang atau peralatan yang dipercayakan kepadanya, sehingga
keadaannya menjadi tidak sesuai dilihat dari segi keamanan, kebersihan, dan keindahan.
Bidang-bidang kegiatan yang dilakukan di Masmil dalam rangka melakukan pembinaan terhadap para Narapidana TNI meliputi: pembinaan pendidikan,
keterampilan, olah raga, kesenian, dan lain-lain. Kegiatan dalam bidang pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat pokok dalam rangka pembinaan terhadap
Narapidana TNI. Pembinaan dalam bidang pendidikan ini meliputi: 1.
Pembinaan Rohani. Meliputi pemberian pelajaran atau ceramah-ceramah yang berkaitan dengan keagamaan dan pemberian kesempatan kepada para
Narapidana TNI untuk melaksanakan ibadah sesusi dengan agamanya; 2.
Bintara Juang. Meliputi: Pelestarian nilai-nilai-45; Sapta Marga; Sumpah Prajurit
100
100
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Op. cit., hal. 153. Pengertian “militer” dan “prajurit” adalah sama, hanya yang berbeda adalah selera pengguanaan istilah saja atau
penerapannya oleh pembentuk undang-undang.
; Delapan wajib TNI; Nilai-nilai sejarah perjuangan TNI; Kesadaran nasional; Etos kerja; Bin MATRA AD, AL, AU; Mental ideologi;
Penyuluhan hukum; penerapan Peraturan Militer Dasar Permildes misalnya: Peraturan Baris-Berbaris PBB, Peraturan Penghormatan Militer PPM,
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Disiplin Militer PDM, Peraturan Urusan Dalam PUD, dan Peraturan Dinas Garnisum PDG.
Uraian mengenai pelaksanaan pembinaan dalam bidang pendidikan ada 3 tiga yakni: bersifat pokok; bersifat penunjang; dan rohani. Pembinaan peniddikan
yang bersifat pokok berlaku ketentuan berikut: 1.
Dilaksanakan sebagaimana yang berlaku di Masmil; 2.
Diberikan di ruang kelas yang telah tersedia di Masmil; 3.
Banyaknya jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran disesuaikan dengan jenis mata pelajaran yang diberikan;
4. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit;
5. Diadakan test setiap mata pelajaran yang telah selesai diberikan dengan
maksud untuk mengetahui sampai dimana kemampuan tiap Narapidana TNI menghayati dan menyerap pengetahuan yang diberikan kepadanya; dan
Bidang pendidikan yang bersifat penunjang secara teori diberikan di dalam ruang kelas dan praktiknya dilaksanakan di lapangan, berlaku:
1. Untuk pelajaran teori setiap jam mata pelajaran lamanya 45 menit;
2. Banyaknya pelajaran untuk setiap mata pelajaran disesuaikan dengan jenis
mata pelajaran yang diberikan; 3.
Kepada Narapidana TNI diberikan kesempatan untuk memilih jenis mata pelajaran yang diminatinya dengan pertimbangan harus tetap juga mengikuti
semua mata pelajaran keterampilan yang diberikan; dan
Universitas Sumatera Utara
4. Diadakan test ketarampilan di lapangan terhadap masing-masing pelajaran
yang diminatinya. Pembinaan di bidang pendidikan yang bersifat rohani adalah pembinaan yang
diberikan berdasarkan sudut pandang religi atau keagamaan. Melalui pemberian ceramah-ceramah agama agar dijadwalkan dan diberikan di ruang kelas. Pemberian
kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianut Narapidana TNI yang bersangkutan misalnya untuk yang beragama Islam ditekankan melaksanakan
Sholat lima waktu dan melaksanakan Sholat Juma’at dan lain sebagainya. Untuk yang beragama Nasrani diharuskan melaksanakan kebaktian setiap pada hari minggu.
Begitu pula bagi Narapidana TNI yang memeluk agama lainnya tetap diberikan kesempatan melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama yang dianutnya.
Mengenai waktu yang disiapkan untuk keperluan belajar, melakukan pekerjaan serta keperluan istirahat, hendaknya diupayakan dibuat berimbang dengan
maksud agar mengindari perasaan jenuh di kalangan Narapidana TNI, memberikan cukup waktu untuk meresapkan setiap ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya
baik dari pembina maupun pengajar, serta menjaga kondisi para Narapidana TNI agar selalu sehat dalam menjalani masa pidananya di Masmil.
Kegiatan dalam bidang keterampilan merupakan pendidikan yang bersifat penunjang dan merupakan kegiatan yang diberikan kepada para Narapidana TNI
dengan maksud untuk mengurangi rasa jenuh selama melaksanakan pidananya dan dapat berguna bila selesai menjalankan pidana. Bidang-bidang keterampilan ini
meliputi: pengetahuan pertanian, pengetahuan pertukangan kayu, pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
perikanan, pengetahuan menjahit, pengetahuan anyam-menganyam, dan lain-lain. Pelaksanaan kegiatan dalam keterampilan ini disesuaikan dengan sarana yang tersedia
di masing-masing Masmil. Selain memberikan pengetahuan keterampilan terhadap Narapidana TNI, di
luar jam kerja kepada Narapidana TNI juga diberikan pekerjaan untuk kepentingan dinas yang jenis dan waktunya ditentukan oleh Kamasmil. Beberapa hal yang
diperhatikan dalam pemberian pekerjaan adalah: 1.
Dengan pekerjaan tersebut, para Narapidana TNI melakukan pemeliharaan kesehatan, mengembangkan dan mempertinggi daya maupun keterampilan
kerja; 2.
Pemberian pekerjaan tersebut jangan sampai menimbulkan kesan sebagai pengurus tenaga Narapidana TNI dengan dalih untuk kepentingan dinas serta
lamanya kerja tidak dibenarkan sampai 8 delapan jam dalam satu hari; 3.
Jika ada hasil pekerjaan yang dapat dipasarkan, maka kepada Narapidana TNI yang bersangkutan wajib diberikan imbalan yang ditentukan oleh Kamasmil
yang disesuaikan dengan nilai serta volume hasil pekerjaan tersebut; dan 4.
Imbalan yang diterima Narapidana TNI yang bersangkutan tersebut ditabung secara tercatat untuk keperluan Narapidana itu sendiri sewaktu-waktu atas ijin
Kamasmil. Kegiatan lainnya yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas
pembinaan di Masmil adalah kegiatan olah raga. Kepada para Narapidana TNI diberikan juga ksemepatan untuk melakukan kegiatan olah raga dalam waktu yang
Universitas Sumatera Utara
cukup dan apabila perlu serta dengan pertimbangan keamanan yang mengijinkan dapat dilakukan di luar Masmil di bawah pengawasan dan penjagaan petugas yang
cukup. Adapun jenis-jenis olah raga tersebut meliputi: Sepak Bola, Bola Volly, Bulu Tangkis, Bola Basket, Tenis Meja, dan lain sebagainya.
Jenis olah raga yang kemungkinan tidak bisa dilakukan di dalam Masmil dan memingkunkan dilakukan di laur Masmil haruslah jenis olah raga yang dilakukan
secara bersama seperti Sepak Bola, Bola Volly dan lain-lain. Sementara untuk jenis olah raga perorangan yang dilakukan di dalam Masmil tetap diawasi agar tidak
digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan asas-asas pembinaan dan keamanan. Semua perlengkapan dan peralatan alah raga disediakan oleh Masmil dan
waktunya diatur oleh Kamasmil. Selain kegiatan olah raga sebagaimana disebutkan di atas, setiap melaksanakan apel pagi, kepada para Narapidana TNI diwajibkan untuk
melakukan senam pagi bersama. Diadakan pula latihan kesemaptaan jasmani dan bela diri. Dalam hal kegiatan kesenian, terhadap para Narapidana TNI seharusnya
diberikan waktu untuk melakukan kegiatan kesenian, misalnya latihan musik, sandiwara dan lain-lain. Kegiatan tersebut, di samping sebagai penyaluran minat dan
bakat juga sebagai sarana hiburan. Perpustakaan pada setiap Masmil hendaknya disediakan yang isi buku-
bukunya bernuansa keagamaan, ilmu pengetahuan dan lain-lain yang berguna untuk membantu dan menambah pengetahuan para Narapidana TNI. Tetapi dilarang
terhadap buku-buku yang isinya dapat mempengaruhi jiwa Narapidana TNI atau
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan dapat berakibat buruk atau kurang baik dampaknya bagi Narapidana TNI.
Dalam hal menerima kunjungan keluarga dan tamu Narapidana TNI, para Narapidana TNI diberikan kesempatan untuk menerima kunjungan dari keluarga
maupun rekannya. Kunjungan dilaksanakan pada tempat yang telah disediakan dan kalau memungkinkan, penentuan tempat tersebut dibagi menurut klasifikasi
Narapidana TNI dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan. Kunjungan dilakukan pada hari kerja atau pada hari-hari besar tertentu hari raya agama yang
diakui Pemerintah seperti: hari kerja Senin sampai dengan Kamis jam 10.00 WIB sd 12.30 WIB dan hari liburbesar jam 10.00 WIB sd 12.30 WIB.
Begitu pula dalam hal kiriman barang-barang dari setiap pengunjung maupun rekan-rekannya yang dapat diterimakan kepada Narapidana TNI berupa: alat-alat
untuk membersihkan badan sepanjang alat-alat tersebut tidak membahayakan; minuman yang tidak mengandung alkohol dan tidak memabukkan; dan makanan-
makanan yang tidak perlu dimasak lagi. Selain itu, diperbolehkan pula alat-alat olah raga sepanjang alat-alat tersebut baik bentuk maupun keadaannya tidak dapat
digunakan untuk usaha-usaha melarikan diri atau untuk membuat gangguan ketertiban di dalam Masmil.
Buku-buku bacaan yang tidak dilarang oleh yang berwajib dan tidak boleh dikirimkan secara berlebihan serta jumlahnya harus dibatasi. Kamasmil akan
menentukan lebih lanjut tentang jumlah dan jenis barang kiriman yang harus diterima oleh Narapidana TNI setelah melalui pemeriksaan petugas. Sebab, pada waktu
Universitas Sumatera Utara
berkunjung tamu-tamu wajib lapor terhadap petugas dan melalui pemeriksaan serta dilarang membawa senjata tajam maupun alat-alat lain yang membahayakan.
Terhadap Narapidana TNI yang berkelakuan baik dan telah memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan pada setiap tanggal 17 Agustus dapat diusulkan untuk
diberikan remisi atau pengurangan masa pidana dengan tujuan pemberian remisi tersebut adalah sebagai dorongan bagi para Narapidana TNI agar selalu berkelakuan
baik selama melaksanakan pidananya. Remisi diberikan harus terlebih dahulu ada dilakukan penilaian dan
penghargaan dari Kamasmil terhadap Narapidana TNI. Penilaian dilakukan secara berkala terhadap Narapidana TNI dengan maksud agar petugas mengetahui apakah
pembinaan yang dilakukan tersebut berhasil atau tidak, dapat menentukan sikap atau langkah selanjutnya yang akan dilakukan apakah Narapidana TNI tersebut masih bisa
dibina atau kemungkinan disarankan kepada DANSAT-nya untuk diberhentikan secara tidak hormat. Penilaian itu juga dilakukan sebagai dorongan atau rangsangan
terhadap para Narapidana TNI untuk selau berbuat baik selama melaksanakan pidananya dan pada akhirnya mendapatkan remisi dari Kamasmil.
Selama menjanai masa pidananya, Narapidana TNI yang berbuat baik patut dipuji dan diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan tersebut sebagai dorongan
agar para Narapidana TNI selalu berbuat baik dan menambah rasa tanggung jawab dalam rangka memasyarakatkan dirinya. Bentuk penghargaan tidak boleh berupa
bahan pokok kebutuhan sehari-hari melainkan memberikan fasilitas tertentu. Bagi Narapidana TNI yang selalu menunjukkan tingkahlaku yang baik atau telah berjasa
Universitas Sumatera Utara
besar terhadap negara, dapat diusulkan untuk memperoleh remisi, baik sebagaian atau seluruhnya.
Apabila Narapidana TNI mengalami sakit dan mesti harus ditangani oleh dokter ahli di bidangnya, maka harus diperlukan ijin berobat yang dikeluarkan oleh
Kamasmil. Perobatan itu dilakukan ke laur dari Masmil apabila tidak tersedia unit kesehatan tertentu sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Penunjukan dokter hali
tersebut harus pula melalui dokter TNI yang telah memeriksa penyakit Narapidana TNI tersebut. Apabila Narapidana TNI yang bersangkutan harus dirawat di rumah
saki, maka harus di rumah sakit TNI agar memudahkan pengawasan dan tetap dalam pengawalan.
Ada kalanya Narapidana TNI yang sedang menjalani masa pidanaya di Masmil diperlukan sebagai saksi dalam persidangan baik dalam perkara perdata
maupun pidana, maka harus ada: pemberitahuan dari instansi yang memerlukannya; tetap harus dikawal oleh petugas dari Masmil; dan jika Narapidana TNI tersebut
harus menginap di luar Masmil maka tempat menginapnya adalah di Rutan TNI terdekat terhadap tempat tujuan ijinnya. Berbeda dengan dalam kondisi penyidikan
terhadap Narapidana. Penyidikan jika diperlukan terhadapnya, maka penyidik harus melakukan penyidikan itu tetap berada di dalam Masmil dan petuas penyidik
diijinkan untuk memasuki Masmil. Pemberian ijin lainnya seperti mengunjungi kelaurganya sendiri misalnya:
Istri, Suami, anak-anak yang masih dalam tanggungan yang sakit keras atau meninggal dunia. Diberikan pula ijin dalam hal menjadi wali untuk pernikahan
Universitas Sumatera Utara
anaknya dan hal ini hanya dapat dimintakan ijin dari Kapusmasmil dan diketahui Kepala Pengadilan Militer setempat selaku Hakim Pengawas dan Pengamat Hakim
Wasmat. Mengenai tanggungan biaya-biaya ijin keluar dari Masmil terkait dengan urusan pribadi Narapidana TNI ditanggung sendiri olehnya atau kelaurganya.
Setiap Narapidana TNI diberikan pula kesempatan untuk mengirim atau menerima surat dari keluarga atau kesatuannya dan harus diperiksa oleh petugas
Masmil terlebih dahulu. Terhadap suart-surat yang isi dan maksudnya dapat mempengaruhi Narapidana TNI untuk berbuat melanggar ketentuan di Masmil, maka
petugas harus membatasinya dan tidak perlu diteruskan kepada yang bersangkutan. Setiap Narapidana TNI dapat mengajukan surat permohonan ataupun
pengaduan yang ditujukan kepada Kamasmil baik mengenai perlakuan ataupun perawatan yang diberikan oleh petugas Masmil yang tidak sesuai pada tempatnya
maupun mengenai persoalan yang menyangkut dirinya sendiri. Terhadap Narapidana TNI sebagai pelaku dengan sengaja mengajukan permohonan atau membuat surat
pengaduan yang tidak benar serta isinya bersifat fitnah atau menghina baik terhadap sesama Narapidana TNI maupun petugas, maka terhadap pelaku oknum harus
diambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Masmil. Sebagai bagian dari pembinaan Narapidana TNI, perlu pula diperhatikan
kesejahteraan terhadap Narapidana TNI misalnya di dalam Masmil disediakan kantin yang menyediakan barang-barang keperluan sehari-hari dimana barang-barang
tersebut tidak diberikan oleh Masmil serta dijual dengan harga yang patut dan tidak dibenarkan memungut keuntungan yang besar. Dalam hal ini Kamasmil membuat
Universitas Sumatera Utara
ketentuan lebih lanjut mengenai waktu dan lamanya kantin tersebut dibuka, macam dan jenis barang yang boleh dijual serta daftar harga dan lain-lain yang dianggap
perlu. Selama melaksanakan kegiatan pembinaan di Masmil, jika ada Narapidana
TNI yang melakukan pelanggaran tata tertib yang berlaku di Masmil, maka petugas melalui kewenangan Kamasmil harus memberikan sanksi. Misalnya tindakan paksa
dilakukan terhadap Narapidana TNI pelaku yang sengaja tidak taat ataupun melakukan pelanggaran terhadap tata tertib Masmil. Tujuannya adalah untuk
memberikan efek jera kepada pelaku dan agar Narapidana TNI yang lainnya tidak mengikuti jejak atau langkah dari rekannya yang melakukan pelanggaran tersebut.
Hukuman yang dijatuhkan terhadapnya berupa pengasingan dari Narapidana TNI yang lainnya serta dimasukkan ke dalam kamar atau sel khusus untuk tidak lebih dari
8 delapan hari. Hukuman yang dijatuhkan tersebut dicatat dalam Register Hukuman Tatib Masmil.
Perlakuan terhadap Narapidana TNI yang dipidana mati harus ditempatkan di kamar sel khusus yang terpisah dari sel kamar sel lainnya. Kepadanya diberikan
kesempatan untuk membersihkan dirimandi dan menghirup udara segar. Sekalipun pidana mati yang dijatuhkan oleh Hakim sudah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap artinya terpidana mati tidak memohon banding, tidak memohon grasi, bahkan menerima pidana tersebut, namun pidana mati belum boleh dilaksanakan sebelum
Universitas Sumatera Utara
turun keputusan dari Presiden mengenai pelaksanaannya. Hal ini diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No.3 Tahun 1950 LN No.40 Tahun 1950 tentang Grasi.
101
Pelaksanaan pembinaan di Masmil dilakukan sampai pada akhirnya Narapidana TNI yang bersangkutan bebas dari pelaksanaan hukuman pidanan atau
pembebasan. Pembebasan terhadap Narapidana TNI yang dibina di Masmil harus berdasarkan surat keputusan ataupun pemberitahuan secara tertulis dari instansi yang
menitipkan misalnya instansi yang menitipkan itu adalah Pengadilan Militer. Kelengkapan administrasi berupa surat perintah pembebasan dibuat oleh Kamasmil.
Kamasmil menyerahkan Narapidana TNI tersebut kepada instansi yang menitipkan. Sebelum melaksanakan pembebasannya, Narapidana TNI yang akan dibebaskan itu
wajib mengisi formulir angket yang disediakan guna sebagai bahan evaluasi pentelenggaraan pemasyarakatan di Masmil.
101
SR. Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia, 2010, hal. 75.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA TENTARA NASIONAL
INDONESIA DI PEMASYARAKATAN MILITER MEDAN
A. Gambaran Umum Pemasyarakatan Militer Medan
Pusat Pemasyarakatan Militer Pusmasmil adalah badan Masmil di lingkungan TNI yang berkedudukan di bawah Babinkum TNI. Pusmasmil sebagai
badan pelaksana teknis penyelenggaraan Masmil bertugas membantu Panglima TNI dalam membina Narapidana TNI untuk kembali menjadi Prajurit Sapta Marga yang
siap melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
102
Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep792XII1997 Tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pemasyarakatan
Militer yang kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Panglima TNI Nomor Kep24VIII2005 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Pusmasmil,
Pusmasmil dibajat seorang kepala yang disebut Kapusmasmil seorang Pamen berpangkat kolonel dan saat ini berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor
Perpang38VI2008 tanggal 16 Juni 2008 Kapusmasmil TNI dijabat oleh Pati Bintang Satu.
Secara teknis penyelenggaraan, Pusmasmil membawahi empat Masmil di seluruh Indonesia yaitu: Masmil Medan; Masmil Cimahi; Masmil Surabaya; dan
Masmil Makassar. Masmil Medan bertempat di jalan Raya Binjai km 7,5 Pasar II
102
Pasal 2 Lampiran V Keputusan Panglima TNI Nomor Kep24VIII2005 tanggal 10 Agustus 2005.
Universitas Sumatera Utara
Medan saat ini masih menyatu dengan Staltahmil Pomdam I Bukit Barisan. Bangunannya belum memenuhi standar fasilitas Masmil. Kapasitas hunian untuk
prajurit binaan Narapidana TNI sejumlah 60 enam puluh dengan penempatan sistim sel. Ruangan kelas untuk kegiatan pembinaan Narapidana TNI berupa
keterampilan masih terbatas.
103
Alat-alat perlengkapan dan peraga untuk kegiatan pembinaan Narapidana TNI sudah banyak yang rusak dan jumlahnya masih sangat terbatas seperti untuk kegiatan
pertukangan, perbengkelan montir untuk keterampilan stafumum seperti mengetik, komputer belum mendukung, demikian juga untuk keterampilan militer seperti
membaca kompas, navigasi daratlautudara, dan sebagainya. Alat perlengkapan untuk pengamanan masih terbatas dan banyak yang belum mendukung seperti menara
pengawas, lampu sorot, alarm, CCTV, borgol, knopel, tameng, dan HT serta senjata api senjata laras panjang dan pistol, dan alat-alat pelumpuh lainnya. Instalasi listrik
sangat perlu diperbaiki dan belum terdukung oleh persediaan genzet, perlengkapan dapur, ketersediaan air bersih, poliklinik, perpustakaan, kesenian, perlengkapan olah
raga, sarana rumahmess untuk personil Masmil baru ada hanya 10 unit, namun sarana ibadah Mesjid dan Gereja sudah memadai.
104
Struktur organisasi Masmil Medan digambarkan dalam bentuk skema berikut ini:
103
Wawancara dengan Kapten C.H.K. Sri Armansyah, SH, Kepala Urusan Pengamanan Kaurpam Pemasyarakatan Militer Medan pada tanggal 3-5 Oktober 201. Lihat juga Ismay Hadley,
Op. cit, hal. 5.
104
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Skema 2: Struktur Organisasi Masmil Medan
105
Komando dan pengendalian pembinaan di Masmil Medan dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Kamasmil Medan. Dalam hal tertentu Kamasmil Medan dapat
melaporkan kepada Kapusmasmil untuk mendapatkan persetujuan sebagai penanggung jawab teknis penyelenggaraan Masmil yang bertanggung jawab kepada
105
Lampiran I Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 01 VII 2010 tentang Mengahadapi Bahaya Kebakaran di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran II Prosedur Tetap Nomor: PROTAP
02 VII 2010 tentang Mengahadapi Bencana Alam di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran III Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 03 VII 2010 tentang Mengahadapi Huru-Hara di Masmil
Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran IV Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 04 VII 2010 tentang Klasifikasi, Penempatan, dan Pengawasan Narapidana TNI di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga:
Lampiran V Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 05 VII 2010 tentang Penerimaan Narapidana TNI di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran VI Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 06 VII 2010
tentang Tindakan Terhadap Narapidana TNI yang Melarikan Diri di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran VII Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 07 VII 2010 tentang Pengamanan Narapidana TNI
yang Melarikan Diri di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran VIII Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 08 VII 2010 tentang Tradisi Pembebasan Narapidana TNI di Masmil Medan, hal. 2.
Lihat juga: Lampiran IX Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 09 VII 2010 tentang Pengawalan Narapidana TNI di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran X Prosedur Tetap Nomor: PROTAP
10 VII 2010 tentang Pengurusan Narapidana TNI yang Menderita Sakit atau Meninggal Dunia di Masmil Medan, hal. 2. Lihat juga: Lampiran XI Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 11 VII 2010
tentang Tata Cara Menerima Kunjungan Keluarga atau Tamu di Masmil Medan, hal. 2.
KAMASMIL
WAKAMASMIL KAURTAUD
KAURPAM KAURREHAB
KAURNISMIN
KA BIN BLOK KA TIM PELATIH
Universitas Sumatera Utara
Kababinkum TNI dan Kababinkum TNI ini bertanggung jawab kepada Panglima TNI.
106
Masmil Medan bertanggung jawab atas terselenggaranya pembinaan di bidang pengamanan, rehabilitasi, dan administrasi teknis dengan tujuan agar
penyelenggaraan Masmil dapat terlaksana sehingga Narapidana TNI yang dibina di Masmil kembali menjadi prajurit Sapta Marga yang siap melaksanakan tugasnya di
kesatuannya. Masmil Medan secara organisasi, personil, keuangan, logistik, dan administrasi berada di bawah Babinkum TNI namun dalam penyelenggaraan fungsi
teknis Masmil-Masmil berada di bawah Pusmasmil. Masmil Medan adalah salah satu instansi untuk melaksanakan usaha, pekerjaan, kegiatan pengamanan, rahbilitasi, dan
teknis administrasi terhadap Narapidana TNI yang akan melaksanakan pidananya berdasarkan putusan pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap BHT dalam
wilayah rayonisasi yang telah ditetapkan. Kamasmil Medan sebagai pelaksana tugas dan tanggung jawab Kapusmasmil
dalam pelaksanaan pembinaan berupa pengamanan, rehabilitasi, dan administrasi terhadap Narapidana TNI yang berada di Masmil Medan. Dalam menyelenggarakan
tugas sehari-hari, Kamasmil Medan dibantu oleh beberapa Kaur yang disebut dengan Kepala Urusan Pengamanan Kaurpam, Kepala Urusan Rehabilitasi Kaurrehab,
dan Kepala Urusan Administrasi KaurnisminKaurtaud beserta staf-stafnya. Tugas dan kewajiban Kamasmil yaitu: memberikan pertimbangan dan saran
kepada Kapusmasmil mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang tugasnya;
106
Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan pembinaan, pengamanan, rehabilitasi dan administrasi serta perawatan terhadap Narapidana TNI; mengordinasikan, mengawasi dan memberikan
pengarahan kepada staf tentang penyelenggaraan fungsi Masmil; mengawasi pelaksanaan prosedur kerja di lingkungan Masmil; menentukan kebijakan dan
mengambil keputusan dalam rangka memimpin Masmil guna terselenggaranya fungsi Masmil.
Kaurpam dalam melaksanakan tugas dibantu oleh Petugas Jaga Masmil, Petugas Planton, dan Petugas Pengamanan yang memiliki tugas dan kewajiban
sebagai berikut:
107
1. Merencanakan, menyusun dan menyelenggarakan serta mengembangkan
sistim pengamanan Narapidana TNI, materi, nahan keterangan dan kegiatan di lingkungan Masmil dalam rangka pengamanan;
2. Merumuskan sistim pengamanan Satuan Masmil;
3. Menyusun dan merencanakan kebijakan pembinaan teknis pengendalian
gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungan Masmil; 4.
Melaksanakan pengamanan secara eksternal yaitu mencegah kemungkinan timbulnya bahaya atau serangan dari pihak yang bermaksud mengacaukan
atau ingin mengeluarkan Narapidana TNI secara tidak sah; 5.
Melaksanakan pengamanan secara internal yaitu mencegah timbulnya pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh Narapidana TNI di Masmil
maupun oleh personil atau petugas-petugas di Masmil.
Kaurrehab memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
108
1. Merencanakan, menyusun dan menyelenggarakan teknik pendidikan, latihan
dan pembinaan tata tertib, disiplin serta pembinaan mental Narapidana TNI; 2.
Merencanakan, menyusun dan menyelenggarakan bimbingan dan latihan bagi Narapidana TNI;
3. Melaksanakan teknis pengklasifikasian dan perlakuan terhadap Narapidana
TNI;
107
Ahmad Jumali, Prosedur dan Tata Tertib Pemasyarakatan Militer Medan, Pemasyarakatan Militer Medan, 2010, hal. 4.
108
Ibid., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
4. Menyiapkan dan menyusun pemberian remisi, bebas bersyarat, asimiliasi dan
cuti kembali ke kesatuan menjelang bebas bagi Narapidana TNI; dan 5.
Melaksanakan penelitian, analisa dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Masmil.
Kaurnismin memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai administrator fungsi organik berikut:
109
1. Membina administrasi teknis Masmil; Menyiapkan, menyusun, dan
melaksanakan pengumpulan dan pemeliharaan data penyelenggaraan Masmil; Merumuskan prosedur dan tata cara penerimaan, perijinan mutasi, penitipan,
dan pembebasan Narapidana TNI; Menyiapkan dan menyusun laporan hasil pelaksanaan penyelenggaraan Masmil;
2. Administrasi pengurusan Narapidana TNI misalnya: pembuatan buku-buku
register; ketentuan pelaksanaan pidana; perawatan pidana; 3.
Pembebasan Narapidana TNI; dan 4.
Dokumen-dokumen file terkait Narapidana TNI. Petugas Jaga Masmil Medan dilaksanakan oleh Prajurit TNI berpangkat
Bintara, Tamtama dan PNS yang diatur dalam Peraturan Urusan Dalam dan sesuai perintah Kamasmil secara bergilir selama 1 x 24 jam. Petugas Jaga Masmil senantiasa
berpakaian dinas resmi dengan dilengkapi senjata laras pendek dan sangkur serta menggunakan tanda pengenal khusus. Penggantian jaga dilakukan pada setiap jam
08.00 WIB atau waktu lain yang ditentukan Kamasmil. Tugas dan tanggung jawab Petugas Jaga Masmil Medan adalah menegakkan
tata tertib, disiplin, dan Peraturan Urusan Dalam agar ditaati seluruh Narapidana TNI, petugas maupun seluruh tamu. Melaksanakan tugas pengamanan di lingkungan
Masmil, menjaga kebersihan, melaporkan segala kegiatan, kejadian di Masmil kepada Kamasmil dan mewakili Kamasmil di luar jam dinas apabila Kamasmil tidak berada
109
Ibid., hal. 5-6.
Universitas Sumatera Utara
di tempat. Melakukan pengecekan terhadap Narapidana TNI melalui apel pagi, siang, malam, dan apel luar biasa. Membuka dan mengunci barak-barak sesuai perintah
Kamasmil, melakukan kordinasi dengan jaga Staltahmil Pomdam I Bukit Barisan dan petugas Planton. Melakukan pengontrolan ke barak-barak, menampung dan
menyelesaiakan semua laporan-laporan dari petugas Palnton dan mengawasi kunjungan tamu. Selain itu ketentuan lain dapat juga disampaikan secara lisan oleh
Kamasmil. Petugas Planton Masmil Medan disediakan oleh Komandan
GarnisumKomandan Satuan TNI setempat atas permintaan Kamasmil Medan. Tugas Planton dilaksanakan oleh pasukan bersenjata di Bawah Kendali Operasi BKO
Kamasmil Medan. Tugas Planton dilaksanakan selama 1 x 24 jam dan penggantiannya dilakukan setiap jam 18.00 WIB waktu setempat atau disesuaikan
dengan keadaan. Pada saat melaksanakan tugasnya, Petugas Planton berpakaian dinas lapangan lengkap dan bersenjata laras panjang dibekali peluru hampa, karet, dan
tajam serta memakai tanda pengenal khusus. Petugas Planton yang ditempatkan pada pos dilakukan secara bergiliran dan diganti setiap satu jam sekali pada malam hari,
dan dua jam sekali waktu siang hari. Termasuk pula tugas dan tanggung jawab Petugas Planton yang lain adalah
menempati pos-pos yang telah ditentukan, menjaga dan mengawasi kemungkinan terjadinya serangan ataupun gangguan dari laur Masmil, ikut serta mengawasi
langsung pelaksanaan Peraturan Urusan Dalam Masmil Medan dan peraturan lainnya
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku di Masmil Medan. Membuat laporan harian maupun laporan khusus dan segera melaporkannya kepada Kamasmil.
B. Pembinaan Terhadap Narapidana TNI yang Menjalani Pidananya di Pemasyarakatan Militer Medan
Ada 11 Prosedur Tetap Protap yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembinaan Narapidana TNI di Pemasyarakatan Militer Masmil Medan. Diantaranya
adalah: Protap Menghadapi Bahaya Kebakaran; Menghadapi Bencana Alam; Menghadapi Huru-Hara; Klasifikasi, Penempatan, dan Pengawasan Narapidana TNI;
Penerimaan Narapidana TNI; Tindakan Terhadap Narapidana TNI yang Melarikan Diri; Pengamanan Narapidana TNI; Tradisi Pembebasan Narapidana TNI;
Pengawalan Narapidana TNI; Pengurusan Narapidana TNI yang Menderita Sakit atau Meninggal Dunia; dan Tata Cara Menerima Kunjungan Keluarga atau Tamu.
110
Prosedur dan tata tertib pembinaan Narapidana TNI dibuat agar ada keseragaman sebagai pedoman guna mendukung kelancaran tugas Masmil Medan
dalam melaksanakan usaha, pekerjaan, dan kegiatan pengamanan, rehabilitasi, dan teknis administrasi dalam rangka pembinaan Narapidana TNI di Masmil Medan.
Selain itu, sebagai acuan dalam membentuk pribadi Narapidana TNI agar memiliki sifat dan sikap yang berwawasan, bertanggung jawab dan sesuai dengan nroma-
norma keprajuritan, menumbuhkan motivasi, inovasi, dedikasi sekaligus untuk
110
Ahmad Jumali, Op. cit., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
menghadapi tugas selanjutnya apabila Narapidana TNI tersebut telah dibebaskan dari Masmil.
12. Menghadapi Bahaya Kebakaran
Dalam menghadapi kebakaran di Masmil Medan, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah:
111
a. Membunyikan lonceng tanda bahaya selama 2 dua menit;
b. Menyiapkan dan menyiagakan petugas Masmil dan petugas Staltahmil
Pomdam I Bukit Barisan yang berkantor satu atap dengan Masmil Medan; c.
Membuka pintu-pintu kamarsel dan mengungsikan Narapidana TNI ke tampat yang aman;
d. Mematikan handel listrik dan menghubungi pihak PLN;
e. Mengerahkan tenaga untuk memadamkan api dengan bantuan sarana dan
prasarana yang disiapkan serta meminta bantuan kepada Dinas Kebakaran Pemko Medan;
f. Menyelamatkan alat peralatan yang vital milik Masmil dan dokumen-
dokumen penting; g.
Melaporkan dan memberitahukan kejadian tersebut kepada instansi TNI terdekat dan Melaporkannya secara tertulis kepada Kababinkum TNI.
Menghadapi bahaya kebakaran merupakan bagian dari penyelenggaraan pembinaan di Masmil Medan yang bertujuan untuk melaksanakan tugas apabila
sewaktu-waktu terjadi kebakaran di Masmil. Petugas yang mengetahui adanya kebakaran harus menyelamatkan jiwa para Narapidana TNI dan menyelamatkan alat-
alat peralatan yang vital.
13. Menghadapi Bencana Alam
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi bencana alam di Masmil Medan sama dengan langkah-langkah dalam menghadapi bahaya kebakaran
111
Lampiran I Prosedur Tetap Nomor: PROTAP 01 VII 2010 tentang Mengahadapi Bahaya Kebakaran di Masmil Medan, hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana disebut di atas. Menghadapi bencana alam adalah bagian dari penyelenggaraan pembinaan Masmil yang merupakan suatu usaha, pekerjaan,
kegiatan yang dilaksanakan di Masmil Medan terhadap Narapidana TNI apabila terjadi bencana alam berupa gempa, tanah longsor banjir, dan lain-lain.
112
14. Menghadapi Huru-Hara