b. Thalassemia β mayor  Cooleys Anemia homozygous β
+
β
o
or β
o
β
o
or β
+
β
+
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi Wiwanitkit, 2007. HbA  langsung  tidak  ada  pada  β
o
β
o
dan  menurun  banyak  pada  β
+
β
+
.  Penyakit  ini berhubungan  dengan  gagal  tumbuh  dan  sering  menyebabkan  kematian  pada  remaja
Motulsky,  2010.  Anemia  berat  terjadi  dan  pasien  memerlukan  transfusi  darah Rodak, 2007 dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari
tahun  pertama  kehidupan  atas  akibat  penukaran  dari  sistesis  rantai  globin  γ  Hb  F α
2
γ
2
kepada β Hb A  α
2
β
2
Yazdani, 2011.
c. Thalassemia β intermedia β
+
β
+
atau β
o
β
+
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor Rodak, 2007.
2.3 Epidemiologi
Prevalensi  dan  tingkat  keparahan  Thalassemia  tergantung  kepada  populasi Wiwanitkit,  2007.  Thalassemia  juga  sering  dijumpai  di  daerah  endemik  untuk
malaria  di  seluruh  dunia  Mosby,  2002.  Prevalensi  yang  tinggi  dijumpai  di Mediterranean  dan  Asia  Tenggara.  Thalassemia  β  mayor  pertama  kali  dijumpai  di
Itali tetapi masalah ini lebih besar di Asia Tenggara terutama di Thailand dan Laos. Di  Asia  Tenggara,  penderita  dan  pembawa  Thalassemia  adalah  sebanyak  1
sampai  40  dari  seluruh  populasi.  prevalensi  tertinggi  dilaporkan  di  timur  laut Thailand,  selatan  Laos  dan  daerah  utara  dari  Kemboja.  Tipe  utama  di  daerah  ini
adalah  Thalassemia  α  Wiwanitkit,  2007. Thalassemia  Β  mempunyai  insidens  yang
tinggi  di  Mediterranean.  Pada  African  American,  293  mempunyai  Thalassemia  α minor Mosby, 2002.
Negara9negara ini dapat dibagi kepada tiga kategori berdasarkan fasilitas yang ada. Pertama  adalah  negara  di  Mediterranean  dimana  sebanyak  80  sampai  100
pencegahan  tercapai  hasil  dari  program  pencegahan  yang  sudah  lama  dibangunkan. Kedua,  daerah  industri  yang  maju  dimana  prevalensi  meningkat  akibat  dari  migrasi.
Negara9negara ini mempunyai keupayaan untuk mengontrol masalah ini tetapi payah untuk  mencapai  kelompok  imigran  yang  mempunyai  latar  belakang  budaya  yang
berbeda9beda.  Ketiga  adalah  negara9negara  membangun  yang  mana  penangan
Universitas Sumatera Utara
terhadap Thalassemia terganggu akibat masalah ekonomi, prioritas terhadap masalah kesehatan  yang  lain  seperti  penyakit  infeksius  serta  halangan  dari  segi  agama  atau
budaya. Angastiniotis, 1998 Studi tentang karakteristik pada penderita Thalassemia telah dilakukan di RS Dr.
Pirngadi  dari  tahun  1979  sampai  1989.  didapatkan  131  kasus  di  mana  61.60 menderita  Thalassemia  mayor,  35.71  Thalassemia  Hb  E  dan  2.20  menderita
Hemoglobin H. Sinulingga, 1991
2.4 Patofisiologi dan manifestasi klinis
Hb  A  secara  normal  disintesis  oleh  kombinasi  dua  rantai  α  yang  terletak  di kromosom  16  dan  dua  rantai  β  yang  dijumpai  di  kromosom  11.  Thalassemia  α
disebabkan defek genetik akibat rantai α yg terlalu pendek sedangkan Thalassemia β akibat mutasi di kromosom 11 menyebabkan sintesis rantai β menurun atau tidak ada
sama sekali Dunphy, 2010.
Pada  semua  Thalassemia  akan  timbul  gejala  klinis  yang  menyebabkan  anemia, transfusional  dan  absorptive  iron  overload  yang  serupa  tetapi  berbeda9beda
berdasarkan  keparahannya.  Gejala  klinis  terbagi  kepada  dua,  yaitu,  hematologi  dan non  hematologi.  Gejala  klinis  hematologi  terdiri  dari  anemia  sedangkan  gejala  non9
hematologi  adalah  thalassemic  face,  splenomegali,  retardasi  pertumbuhan, hematopoiesis extramedular dan kolelitiasis Wiwanitkit, 2007.
2.4.1. Thalassemia α dan Thalassemia α minor
Secara  klinis  pasien  dengan  satu  atau  dua  gen  α  yang  disfungsi  tidak  mendapat efek secara klinis Marshall, 2008.
dan menunjukkan ciri9ciri asimptomatik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Thalassemia Hb H
Karakteristik Hemoglobin H adalah anemia hemolitik kronis yang ringan sampai sedang. Kadar Hb berkisar 7910 gdl sedangkan eritrosit 5910. Sum9sum tulangnya
mengalami  hiperplasia  eritroid  dan  limpa  membesar.  Hemolitik  krisis  juga  dapat terjadi.
Rodak, 2007. Jaundis dan splenomegali dapat dijumpai sedangkan morfologi eritrositnya adalah hipokrom dan mikrositik disertai MCV 50973 fl. Komplikasi yang
dapat  timbul  adalah  splenomegali  yang  progresif,  hipersplenism,  batu  empedu, defisiensi folat superimpose, infeksi dan ulser kaki Dunphy, 2010.
2.4.3. Thalassemia Bart
Pada  kondisi  ini,  anemia  berat  yang  terjadi  menyebabkan  edema  pada  jaringan subkutan fetus membawa kepada hydrops fetalis. Hb Bart mempunyai afiniti oksigen
yang  sangat  tinggi  menyebabkan  transportasi  oksigen  ke  jaringan  gagal.  Fetus  yang bertahan  hingga  trimester  ketiga  selalunya  dilahirkan  prematur  dan  stillborn,  atau
mati sejurus selepas lahir.
2.4.4. Thalassemia β minor  Thalassemia trait
Individu  dengan  gen  Thalassemia  yg  heterozigot  dikatakan  mengalami Thalassemia  minor  .  Penderita  selalunya  asimptomatik  tetapi  bisa  mengalami  gejala
ringan  di  mana  eritrosit  yang  diproduksi  adalah  mikrositik  dan  hipokrom, menghasilkan  anemia  hemolitik  ringan  yang  kronik.  Sebagai  kompensasi  produksi
eritrosit cenderung meningkat Dunphy, 2010. Eritrosit lebih kecil dan kurang terisi
dengan hemoglobin menyebabkan penurunan nilai mean cellular hemoglobin MCH dan  mean  cellular  volume  MCV  Motulsky,  2010.  Oleh  karena  terdapat  anemia
hipokrom  dan  mikrositik  maka  diagnosis  bandingnya  adalah  anemia  defisiensi  besi. Ferritin,  serum  besi  dan  total  iron  binding  capacity  adalah  normal  sedangkan  kadar
Hb  selalunya  lebih  tinggi  dari  10  gdl.  MCVnya    75  fl  sedangkan  MCH    26  pg. Kadar eritrosit bisa meningkat sedangkan retikulosit normal ataupun sedikit menurun.
Pemeriksan  apusan  darah  menunjukkan  mikrositosis,  sel  target,  basophilic  stippling dan ovalosit. Hb F bisa meningkat sedikit pada 50 kasus Dunphy, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Thalassemia β intermedia
Penderita  Thalassemia  intermedia  mengalami  anemia  yang  lebih  berat  dari Thalassemia  minor  tetapi  tidak  memerlukan  transfusi  untuk  menjaga  kadar  eritrosit
dan  kualitas  hidup  seperti  pada  Thalassemia  mayor.  Meskipun  kadar  Hb  selalunya lebih dari 7 gdl, ia tidak menjadi jaminan untuk menegakkan diagnosis tetapi harus
tetap  memperhatikan  keadaan  klinis.  Ketidakseimbangan  sintesis  rantai  α  dan  β berada di antara Thalassemia minor dan mayor, fenotip pula berada di antara sangat
memerlukan  transfusi  dan  asimptomatik  sedangkan  dari  segi  genotipe  ia  sangat heterogenetik.  Akibat  keheterogenetik  pada  sindrom  klinis,  hasil  lab  dan  klinis
berbeda9beda. Morfologi eritrosit serupa dengan Thalassemia mayor tetapi keparahan anemia  dan  jaundis  bervariasi  sesuai  tingkat  defek  genetik  yang  dialami.  Adanya
splenomegali  menyebabkan  kadar  trombosit  dan  neutrofil  berkurang.  Iron  overload bisa terjadi pada pasien ini walaupun tidak menerima transfusi darah. Ini disebabkan
proses  eritropoiesis,  meskipun  inefektif,  meningkat,  membawa  kepada  peningkatan plasma  turnover  iron  yang  meningkatkan  absorpsi  besi  di  usus.  Akibatnya,
komplikasi  jantung  dan  endokrin  muncul  10  sampai  20  tahun  kemudian  dari  pasien yang selalu mendapat tranfusi darah Rodak, 2007. Komplikasi lain yang bisa timbul
pada  pasien  ini  adalah  artritis,  kholelithiasis,  ulser  kaki,  tromboembolis  dan  mudah terkena infeksi Dunphy, 2010.
2.4.6. Thalassemia β mayor  anemia Cooley
Apabila dua individu dengan Thalassemia minor masing9masing menurunkan gen yang  defek  kepada  anak,  anak  tersebut  akan  menderita  Thalassemia  mayor.  Pada
Thalassemia β, rantai α akan dihasilkan lebih banyak tetapi rantai ini cenderung untuk berikatan  dengan  membran  eritrosit,  merusak  dan  membentuk  substansi  toksik
Dunphy,  2010. Badan  inklusi  toksik  yang  terbentuk  menghancurkan  eritroblast  di
dalam sum9sum tulang tetapi proeritroblast yang mulai maturasi eritroid akan selamat. Eritrosit  yang  mengandungi  badan  inklusi  tersebut  akan  dideteksi  oleh  limpa,
mengurangi masa hidupnya dan menyebabkan anemia hemolitk yang berat. Keadaan ini  akan  menstimulasi  pelepasan  eritropoietin  dan  hiperplasia  eritroid  sebagai
kompensasi.  Akan  tetapi  respon  sum9sum  tulang  ini  tidak  berhasil  akibat  dari
Universitas Sumatera Utara
eritropoiesis yang tidak efektif menyebabkan anemia menetap. Anemia hemolitik ini akan  menyebabkan  pucat,  hepatosplenomegali,  ulser  kaki,  batu  empedu  dan  gagal
jantung kongestif. Hiperplasia bisa terjadi secara berlebihan dan menghasilkan massa jaringan eritropoietik ekstramedular di hati dan limpa hepatosplenomegali Harrison,
2008. Pelebaran diploe  pada tulang fasial dan tengkorak menghasilkan karakteristik
bentuk muka “thalassemia” di mana terjadi splaying of the teeth dan frontal bossing. Namun, hasil dari terapi efektif keadaan ini jarang terlihat di negara maju. Deformitas
tulang  selain  dari  pada  tengkorak  juga  dapat  terjadi  di  tempat  lain  menyebabkan tulang dan tangan yang panjang Dunphy, 2010. Penggunaan kalori berlebihan untuk
pada  proses  eritropoiesis  akan  menyebabkan  lelah,  cenderung  mengalami  infeksi, disfungsi  endokrin  dan  paling  parah  kematian  pada  10  tahun  kehidupan  Harrison,
2008.
Kadar  Hb  bisa  sampai  293  gdl  dengan  morfologi  eritrosit  hipokrom  yang  berat, mikrositosis,  polikromasia,  basophillic  stippling  dan  sel  target.  Eritrosit  bernukleus
dijumpai  di  dalam  sirkulasi  tetapi  jumlah  retikulosit  rendah  akibat  dari  eritropoiesis yang  inefektif  Dunphy,  2010.  Kurang  lebih  5  anak9anak  dengan  Thalassemia  β
mayor  masih  menghasilkan  Hb  F  dan  apabila  diberikan  hidroxiurea  HbF  yang diproduksi  meningkat.  Selepas  lahir  kondisinya  biasanya  normal  tetapi  setelah  6
bulan  di  mana  sintesis  HbF  menurun  dan  HbA  meningkat,  anemia  berat  mula bermanifestasi  dan  transfusi  darah  diperlukan.  Tranfusi  darah  yang  berulang9ulang
bisa  menyebabkan  iron  overload  yang  menyebabkan  gagal  jantung,  sirrosis  dan endokrinopati di mana kematian bisa berlaku pada umur 20930 tahun Madara, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Diagnosa dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis  untuk  Thalassemia  terdapat  dua  yaitu  secara  screening  test  dan definitive test.
2.5.1 Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia Wiwanitkit, 2007.
a. Interpretasi apusan darah Dengan  apusan  darah  anemia  mikrositik  sering  dapat  dideteksi  pada  kebanyakkan
Thalassemia  kecuali  Thalassemia  α  silent  carrier.  Pemeriksaan  apusan  darah  rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility OF Pemeriksaan  ini  digunakan  untuk  menentukan  fragiliti  eritrosit.  Secara  dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang  dilakukan  menemui  probabilitas  formasi  pori9pori  pada  membran  yang  regang
bervariasi  mengikut  order  ini:  Thalassemia    kontrol    spherositosis  Wiwanitkit, 2007.  Studi  OF  berkaitan  kegunaan  sebagai  alat  diagnostik  telah  dilakukan  dan
berdasarkan  satu  penelitian  di  Thailand,  sensitivitinya  adalah  91.47,  spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40 dan false negative rate 8.53 Wiwanitkit, 2007.
c. Indeks eritrosit Dengan  bantuan  alat  indeks  sel  darah  merah  dapat  dicari  tetapi  hanya  dapat
mendeteksi  mikrositik  dan  hipokrom  serta  kurang  memberi  nilai  diagnostik.  Maka metode matematika dibangunkan Wiwanitkit, 2007.
Universitas Sumatera Utara
d. Model matematika Membedakan  anemia  defisiensi  besi  dari  Thalassemia  β  berdasarkan  parameter
jumlah  eritrosit  digunakan.  Beberapa  rumus  telah  dipropose  seperti  0.01  x  MCH  x MCV²,  RDW  x  MCH  x  MCV  ²Hb  x  100,  MCVRBC  dan  MCHRBC  tetapi
kebanyakkannya  digunakan  untuk  membedakan  anemia  defisiensi  besi  dengan Thalassemia β Wiwanitkit, 2007.
Sekiranya  Indeks  Mentzer  =  MCVRBC  digunakan,  nilai  yang  diperoleh  sekiranya 13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan 13 mengarah ke Thalassemia trait.
Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak  ada  ataupun  ringan.  Pada  anemia  defisiensi  besi  pula  MCV  rendah,  eritrosit
normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut Yazdani, 2011.
2.5.2 Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan  ini  dapat  menentukan  pelbagai  jenis  tipe  hemoglobin  di  dalam  darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A
1
95998, Hb A
2
293, Hb F 0.892  anak  di  bawah  6  bulan  kadar  ini  tinggi  sedangkan  neonatus  bisa  mencapai
80.  Nilai  abnormal  bisa  digunakan  untuk  diagnosis  Thalassemia  seperti  pada Thalassemia minor Hb A
2
495.8 atau Hb F 295, Thalassemia Hb H: Hb A
2
2 dan  Thalassemia  mayor  Hb  F  10990.  Pada  negara  tropikal  membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J Wiwanitkit, 2007.
b. Kromatografi hemoglobin Pada  elektroforesis  hemoglobin,  HB  A
2
tidak  terpisah  baik  dengan  Hb  C. Pemeriksaan  menggunakan  high  performance  liquid  chromatography  HPLC  pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A
2
meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A
2
Wiwanitkit, 2007.
Universitas Sumatera Utara
c. Molecular diagnosis Pemeriksaan  ini  adalah  gold  standard  dalam  mendiagnosis  Thalassemia.  Molecular
diagnosis  bukan  sahaja  dapat  menentukan  tipe  Thalassemia  malah  dapat  juga menentukan mutasi yang berlaku Wiwanitkit, 2007.
2.6 Penatalaksanaan
Pada  Thalassemia    α  silent  carrier,  pasien  selalunya  simptomatik  dengan  kadar Hb  normal  atau  hampir  normal.  Sekiranya  tidak  ada  defisiensi  besi,  perlu  dihindari
pemberian suplemen besi Dunphy, 2010. Pada Thalassemia α Hb H pula, transfusi darah  tidak  diperlukan  melainkan  pada  kasus  yang  berat  dengan  anemia  hemolitik
yang  simptomatik.  Sesetengah  pasien  dengan  anemia  berat  dan  hipersplenism, splenektomi bisa membantu Dunphy, 2010. Pasien dengan Thalassemia  α Hb  Bart
selalunya meninggal di dalam kandungan atau sejurus selepas lahir. Terdapat laporan yang mengatakan terdapat bayi yang dapat diselamatkan dengan melakukan exchange
transfusion  sejurus  selepas  lahir.  Risiko  defek  urogenital,  neurologik  dan  extremitas bagaimanapun  wujud  dan  terapi  transfusi  darah  dan  iron  chelation  seumur  hidup
diperlukan Dunphy, 2010.
Pada Thalassemia β mayor, terapi utama adalah transfusi darah untuk menetapkan kadar  hemoglobin  sekitar  9910  gdl.  Masalah  yang  timbul  pada  terapi  ini  adalah
perlunya  transfusi  seumur  hidup,  kesediaan  suplai  darah  yang  mencukupi,  risiko penyakit  yang  ditransmisi  melalui  transfusi,  iron  overload  dan  timbulnya
hipersplenism.  Matching  donor  yang  optimal  penting  untuk  meminimumkan  risiko alloimmunisasi.  Anak  yang  mendapat  transfusi  yang  mencukupi  selalunya
memerlukan  transfusi  setiap  bulan  maka  terapi  iron  chelation  seperti  deferoxamine diperlukan  akibat  dari  akumulasi  besi  dari  transfusi  darah  dan  peningkatan  absorpsi
besi  di  GIT.  Deferoxamine  selalunya  diberikan  melalui  infusi  subkutan  sepanjang malam  menggunakan  infusion  pump  sekurang9kurangnya  596  hari  per  minggu
Dunphy,  2010.  Transfusi  darah  perlu  dijalankan  sebaik  sahaja  diagnosa  telah ditegakkan  dan  apabila  kadar  Hb    7gdl  pada  dua  pemeriksaan  dengan  jarak  dua
minggu  atau  sekiranya  Hb    7  gdl  terdapat  karekteristik  fisik  seperti  perubahan
Universitas Sumatera Utara
wajah, pertumbuhan jelek, fraktur tulang dan hematopoiesis extramedular TIF, 2010. Pasien  Thalassemia  β  intermedia  pula  tidak  memerlukan  transfusi  darah  akibat
anemia. Terapi iron chelation bisa diberikan pada sesetengah pasien untuk mencegah atau merawat iron overload Dunphy, 2010.
2.7 Karakteristik pasien Thalassemia di Medan