Evaluasi Penggunaan Analgetika Pada Pasien Yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIKA PADA PASIEN

YANG MENDERITA KANKER SISTEM REPRODUKSI

WANITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

yarat untuk memperolehgelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Farmasi

Universitas Sumatera Utar

OLEH:

PUSPITA DEWI

NIM 121524073

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIKA PADA PASIEN

YANG MENDERITA KANKER SISTEM REPRODUKSI

WANITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

yarat untuk memperolehgelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas S Umater

a Utar

OLEH:

PUSPITA DEWI

NIM 121524073

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIKA PADA PASIEN

YANG MENDERITA KANKER SISTEM REPRODUKSI

WANITA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH: PUSPITA DEWI

NIM 121524073

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 04 Februari 2015

.

Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara a.n Dekan,

Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Pembimbing I

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP.195503121983032001

Pembimbing II

Dra. Yusmainita, SpFRS., Apt. NIP. 196205091992032002

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP.195503121983032001

Dr. Poppy A. Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Evaluasi Penggunaan Analgetika pada Pasien yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku pembimbing I, serta ibu Dra. Yusmainita, Sp.FRS., Apt., selaku pembimbing II yang telah mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan dan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan yang telah menyediakan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Ekstensi Sarjana Farmasi USU Medan. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Hasibuan, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.


(5)

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda Ahmad Basri (alm) dan Ibunda Yastuti, serta Ayuk Susilawati, S.Si., Kakak Dr. Stopenson, Ayuk Astina Yulianti (alm) yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi serta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat dan teman-teman mahasiswa/i Farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala budi baik dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Puspita Dewi NIM 121524073


(6)

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIKA PADA PASIEN YANG MENDERITA KANKER SISTEM REPRODUKSI WANITA RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN ABSTRAK

Kanker merupakan suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak normal dan tidak terkendali. Di Indonesia kanker menempati posisi ke lima penyebab kematian. Lebih dari 40% kanker ganas pada wanita adalah kanker sistem reproduksi. Salah satu gejala yang sering dialami pasien kanker adalah nyeri. Kurangnya kontrol nyeri yang memadai adalah masalah yang sering terjadi pada pasien kanker. Rasa nyeri yang dialami pasien kanker harus diobati dengan analgetika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ketepatan dan kesesuaian dosis analgetika serta interaksi obat pada pasien kanker sistem reproduksi wanita.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross sectional. Sebanyak 81 rekam medik pasien kanker sistem reproduksi wanita di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM) periode Mei – Juli 2014 memenuhi kriteria inklusi dan dijadikan sebagai sampel. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan Statistical Package For Social Sciences (SPSS) versi 16,0.

Hasil penelitian ini menunjukkan penderita kanker sistem reproduksi wanita terbanyak pada rentang usia 40 - 59 tahun (71,6%). Kanker serviks menempati urutan tertinggi diantara jenis kanker lainnya yaitu (63,0%). Pasien yang berobat ke RSUP HAM Medan sudah pada stadium 3 yaitu (51,9%). Sebagian besar (70,4%) dari pasien kanker organ reproduksi wanita mengalami nyeri ringan. Sebesar 67,9% pasien kanker sistem reproduksi wanita telah diberi analgetika yang tepat. Dosis analgetika yang diberikan pada pasien kanker sistem reproduksi wanita sudah sesuai. Interaksi yang paling sering terjadi adalah antara ibuprofen dengan cefadroxil.

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analgetika yang diberikan sebagian besar sudah tepat dan dosis sudah sesuai. Interaksi yang paling sering terjadi adalah antara ibuprofen dengan cefadroxil.


(7)

THE EVALUATION OF ANALGESIC USE IN PATIENTS OF THE FEMALE REPRODUCTIVE SYSTEM CANCER IN HAJI ADAM MALIK

HOSPITAL ABSTRACT

Cancer is a disease with abnormal or continuous and uncontrolled cells growth. In Indonesia cancer ranks the fifth cause of death. More than 40% of female malignant cancers is reproductive cancer. One of the symptoms often experienced by the patients is pain. The lack of adequate pain control is a problem of cancer patients. The pain always experienced by the cancer patients should be treated with analgesics. The purpose of this study was to analyze the accuracy of analgesics and their dose rationality and drug interactions in patients with cancer of the female reproductive system.

This study applied a descriptive cross sectional method. Eighty one medical records of the patients with female reproductive cancer hospitalized in General Hospital Haji Adam Malik (RSUP HAM) in the period from May to July 2014 fulfiled inclusion criteria and used as a sample. The obtained data were descriptively analyzed using Statistical Package For The Social Sciences (SPSS) version 16,0.

The results of this study indicated that most of cancer of the female reproductive system was in the age range 40-59 years (71.6%). Cervical cancer ranks the highest among other cancer types, namely (63.0%). Patients who admitted to RSUP HAM were at stage 3 (51.9%). Most of the female reproductive organ cancer patients (70.4%) experienced mild pain. Amounted to 67.9% of the female reproductive system cancer patients have been given appropriate analgesics. Analgesic doses given to patients with cancer of the female reproductive system were appropriate. The most common occured interaction was between the ibuprofen with cefadroxil.

It can be concluded that most of the analgesic given were appropriate and the doses were appropriate. The most common interaction is between the ibuprofen with cefadroxil.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kanker ... 6

2.1.1 Pengertian Kanker ... 6

2.1.2 Pembentukan Sel Kanker ... 6


(9)

2.1.4 Jenis Kanker Sistem Reproduksi Wanita ... 10

2.2 Nyeri ... 13

2.2.1 Definisi Nyeri ... 13

2.2.2 Klasifikasi Nyeri ... 13

2.2.3 Pengukuran nyeri ... 14

2.2.4 Penatalaksanaan nyeri dengan obat-obatan ... 15

2.3 Analgetika ... 15

2.3.1 Pengertian Analgetika ... 15

2.3.2 Penggolongan Analgetika ... 16

2.3.2.1 Analgetika Non Narkotik ... 16

2.3.2.2 Analgetika Narkotika ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Populasi dan Sampel ... 19

3.2.1 Populasi ... 19

3.2.2 Sampel ... 20

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.3.2 Waktu Penelitian ... 21

3.4 Definisi Operasional ... 21

3.5 Tahapan Penelitian ... 22

3.6 Bagan Alur Penelitian ... 23

3.7 Cara Kerja ... 24


(10)

3.7.2 Seleksi Data ... 24

3.8 Pengolahan Data ... 24

3.8.1 Evaluasi Penggunaan Analgetika ... 24

3.8.2 Analisa Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ... 26

4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kanker Sistem Reproduksi Wanita ... 27

4.3 Karakteristik Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita Berdasarkan Stadium Penyakit ... 28

4.4 Tingkat Nyeri Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita ... 29

4.5 Ketepatan Analgetik ... 30

4.6 Dosis Analgetik Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita ... 31

4.7 Interaksi obat ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Distribusi pasien kanker sistem reproduksi wanita

berdasarkan usia ... 26 Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kanker sistem reproduksi

wanita ... 27 Tabel 4.3 Distribusi pasien kanker sistem reproduksi wanita

Berdasarkan stadium penyakit ... 28 Tabel 4.4 Hasil uji statistik distribusi tingkat nyeri berdasarkan

Stadium pada pasien kanker sistem reproduksi wanita (uji Chi-square test) ... 29 Tabel 4.5 Ketepatan analgetik pada pasien kanker sistem

reproduksi wanita berdasarkan skala nyeri ... 30 Tabel 4.6 Dosis analgetik yang diberikan kepada pasien kanker

sistem reproduksi wanita dibandingkan dengan dosis yang direkomendasikan ... 31 Tabel 4.7 Interaksi analgetik dengan obat lain pada pasien kanker


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 3

Gambar 2.1 Fase pembelahan sel normal ... 7

Gambar 2.2 Visual Analogue Scale (VAS) ... 14

Gambar 2.3 Numeric Rating Scale (NRS) ... 15

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian Evaluasi Penggunaan Analgetik Pada Pasien Yang Menderita Kanker Organ Reproduksi Wanita Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan ... 23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Pemberian dosis analgetika pada pasien kanker sistem

reproduksi wanita ... 40 Lampiran 2 Data Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Berdasarkan Usia dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 54 Lampiran 3 Data Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Berdasarkan Jenis dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 55 Lampiran 4 Data Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Berdasarkan Stadium Penyakit dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 56 Lampiran 5 Tingkat Nyeri Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

dengan Analisis Uji Statistik Chi-square ... 57 Lampiran 6 Data Ketepatan Analgetik Pada Pasien Kanker

Sistem Reproduksi Wanita dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 59 Lampiran 7 Data interaksi analgetik dengan obat lain pada pasien

kanker sistem reproduksi wanita dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif ... 60 Lampiran 8 Surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara ... 61 Lampiran 9 Surat izin penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan ... 62 Lampiran 10 Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian di


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak normal secara terus-menerus dan tidak terkendali (American Cancer Society, 2013). Sel kanker dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penyebaran sel kanker ke jaringan sehat pada organ tubuh lainnya dapat merusak organ tubuh tersebut sehingga fungsi organ tersebut menjadi terganggu (Lubis dan Hasnida, 2009).

Berdasarkan data GLOBOCAN pada tahun 2008 terdapat 12,7 juta kasus kanker dan kematian yang disebabkan oleh kanker sebanyak 7,6 juta (20%). Sedangkan pada tahun 2012 terdapat 14,1 juta kasus kanker dan kematian yang disebabkan oleh kanker sebanyak 8,2 juta (58%). Dari data ini terlihat kematian yang disebabkan oleh kanker terjadi peningkatan setiap tahunnya (WHO, 2013).

Kanker di Indonesia menempati posisi ke lima penyebab kematian, lebih dari 40% kanker ganas pada perempuan adalah kanker reproduksi (Aziz, 2009). Menurut Office of Population Affairs, kanker reproduksi dimulai dari organ yang berhubungan dengan reproduksi. Organ-organ ini terletak di panggul. Panggul adalah area di bawah perut antara pinggul dan tulang. Jenis kanker yang mempengaruhi organ reproduksi wanita yaitu serviks, endometrium, ovarium, dan vulva (Ndirangu, et al., 2013).


(15)

Salah satu gejala umum yang dialami penderita kanker adalah nyeri. Nyeri dapat terjadi akibat dari kanker itu sendiri atau pengobatan kanker. Lebih dari 50% dari semua pasien yang didiagnosis kanker mengalami rasa sakit. Kurangnya kontrol nyeri yang memadai adalah masalah yang sering dilaporkan oleh pasien kanker (Ali, et al., 2013). Meskipun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi, dan memudahkan diagnosis, tetapi pasien merasakan nyeri sebagai hal yang tidak disukai, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha agar terhindar dari rasa nyeri (Mutschler, 2010). Untuk menangani nyeri ini diperlukan obat antinyeri yang biasa disebut dengan analgetika. Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat (SSP) secara selektif dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit (Siswandono, 2008).

Dalam praktek dokter selalu menanggulangi keluhan rasa sakit atau nyeri pada pasien dengan pemberian obat-obatan analgetika sederhana, dan pada kenyataannya belum mampu mengontrol rasa sakit tersebut. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) merupakan obat yang paling luas peresepannya. Dalam peresepan AINS hal yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan efek samping yang berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini. Dimana efek samping AINS dapat terjadi pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan ginjal (Fajriani, 2008).

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penelitian ini difokuskan terhadap evaluasi penggunaan analgetika pada pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (HAM) Medan menggunakan data rekam medik dan SIRS


(16)

(Sistem Informasi Rumah Sakit) pasien periode Mei - Juli 2014 dengan diagnosis kanker sistem reproduksi wanita dan mendapat terapi analgetika.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini menggambarkan evaluasi penggunaan analgetika pada pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanitayang meliputi usia, stadium yang diderita, tingkat keparahan nyeri, penggunaan jenis analgetika sebagai variabel bebas (independent variable) dan sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah tepat obat, kesesuaian dosis, kejadian interaksi obat. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka penelitian ini di tunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik pasien:

• Usia

• Stadium yang diderita Penggunaan jenis

analgetika

Tingkat keparahan nyeri

•Tepat obat

•Kesesuaian dosis


(17)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. apakah analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita sudah tepat?

b. apakah dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita sudah sesuai?

c. apakah terjadi interaksi obat pada pasien kanker sistem reproduksi wanita?

1.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita masih belum tepat.

b. dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita masih belum sesuai dengan acuan.

c. terjadi interaksi obat pada pasien kanker sistem reproduksi wanita.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. mengetahui persentase ketepatan analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita.

b. mengetahui kesesuaian dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker


(18)

c. mengetahui persentase interaksi obat yang paling banyak terjadi pada pasien kanker sistem reproduksi wanita.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengunaan analgetika pada pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita di RSUP HAM Medan juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan kefarmasian di rumah sakit.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker

2.1.1 Pengertian Kanker

Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak normal secara terus-menerus dan tidak terkendali (American Cancer Society, 2013). Sel kanker tumbuh dengan cepat dan dapat menyebar (metastasis) ke bagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penyebaran sel kanker ke jaringan sehat pada organ tubuh lainnya dapat merusak organ tubuh tersebut sehingga fungsi organ tersebut menjadi terganggu (Lubis dan Hasnida, 2009).

2.1.2 Pembentukan Sel Kanker

Ciri dari sel kanker adalah tumbuh secara tidak normal. Sel kanker tumbuh dengan cara mitosis, yaitu membelah diri dan berubah secara permanen dengan mutasi (Subagja, 2014).

Dalam keadaan normal sel berkembang melalui suatu siklus yang terdiri dari lima fase, yaitu G0, G1, S, G2, dan M. Fase G0 (Fase istirahat) merupakan periode siklus sel ketika jaringan baru yang normal tidak berproliferase aktif atau sel tidak membelah. Fase G1 merupakan fase persiapan sel untuk sintesis DNA, dimana sel tumbuh membesar sebagai kontrol mitosis selanjutnya. Fase S (Sintesis) merupakan fase replikasi DNA yang terdiri dari fase transkripsi (DNA membentuk MRNA) dan translasi (penerjemahan susunan nukleotida). Fase G2 terjadi duplikasi DNA. Pada tahap ini sel mengecek hasil sintesis protein dari fase


(20)

sintesis, bila ada kerusakan DNA maka akan diperbaiki oleh gen DNA polimerase atau diprogram apoptosis. Fase mitosis yaitu fase pembelahan sel (Otto, 2005).

Gambar 2.1 Fase pembelahan sel normal (Romadhon, 2013)

Kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel kanker adalah hiperplasia, displasia, dan neoplasia. Hiperplasia merupakan keadaan dimana sel normal dalam jaringan tumbuh secara berlebihan. Displasia merupakan kondisi ketika sel berkembang tidak normal dan terlihat adanya perubahan pada nukleus, sedangkan neoplasma merupakan kondisi sel pada jaringan yang sudah berproliferase (tumbuh pesat) secara tidak normal dan memiliki sifat invasif (Subagja, 2014).

Pertumbuhan sel yang tidak terkendali tersebut disebabkan karena terjadi kerusakan pada DNA yang diakibatkan mutasi gen (Subagja, 2014). Mutasi tersebut diakibatkan oleh agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi adalah perubahan susunan nukleotida pada DNA. Deoxyribonucleic acid

berperan dalam pengkodean protein dan sifat yang diturunkan. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan susunan nukleotida pada DNA, maka asam amino penyusun protein yang dikodenya akan mengalami perubahan, sehingga protein menjadi abnormal (Sudiana, 2008). Protein yang abnormal dapat menyebabkan


(21)

terjadinya onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen merupakan pembelahan sel yang tidak terkendali, sedangkan inaktivasi gen supresor tumor menyebabkan tidak terjadinya apoptosis (kematian sel terprogram). Oleh karena itu protein yang abnormal dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel kanker (Kumar, et al., 2010).

2.1.3 Faktor Risiko Kanker

Kerusakan pada sel atau mutasi gen dapat terjadi melalui beberapa faktor berikut:

a. Faktor Internal

Kesalahan genetik yang diturunkan oleh orang tua merupakan faktor internal. Faktor genetik ini menyebabkan beberapa keluarga memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita kanker dibandingkan dengan keluarga lainnya (Subagja, 2014).

b. Faktor Eksternal i. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya kanker, yaitu sinar ultraviolet dari matahari. Radiasi ultraviolet (UV), terutama UVB dengan spektrum 290 – 320 nm diduga sebagai faktor risiko utama karsinoma sel basal, yaitu kanker kulit yang berasal dari sel yang tidak mengalami keratinisasi dan terdapat pada lapisan basal di epidermis. Pada panjang gelombang tersebut radiasi UV dapat memicu mutasi pada tumor-suppressor gene yang mengakibatkan kerusakan DNA. Fungsi normal tumor-suppressor adalah mengontrol siklus sel dengan memberi kode pada protein yang menghambat pertumbuhan dan


(22)

reproduksi sel serta merangsang sel yang rusak untuk mengalami apoptosis (kematian sel terprogram) (Carucci dan Leffell, 2008).

ii. Faktor virus

Human Papiloma Virus (HPV) merupakan penyebab terjadinya kanker serviks. Onkoprotein E6 merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan berinteraksi dan menginaktivasi protein p53. Fungsi p53 adalah sebagai tumor supressor gene yang bekerja pada fase G1 dan p53 pada siklus sel berfungsi menghentikan siklus sel pada fase G1. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel melalui hambatannya pada kompleks cdk-cyclin. Cdk-cyclin merupakan ikatan protein yang membantu dalam proses pembentukan DNA. Kompleks ini berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Akibat hilangnya fungsi p53 maka penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan DNA tidak terjadi dan sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan. Sel abnormal ini akan terus berploriferasi tanpa kontrol. Selain itu hilangnya fungsi p53 menyebabkan apoptosis tidak berjalan yang akan menyebabkan terbentuknya sel kanker (Rusmana, 2009).

iii. Faktor prilaku

Faktor prilaku yang menyebabkan terjadinya kanker adalah kebiasaan merokok. Rokok yang terbuat dari tembakau dapat menyebabkan terjadinya kanker. Tembakau mengandung nitrosamine dan derivate nikotin bersifat karsinogen, yang mudah di absorbsi ke dalam darah sehingga dapat merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi (Subagja, 2014).


(23)

iv. Gangguan Keseimbangan Hormonal

Hormon bukan karsinogen tetapi dalam keadaan tertentu memicu terjadinya kanker. Estrogen dan progesteron merupakan hormon yang saling bertolak belakang. Hormon estrogen berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel yang cenderung mendorong terjadinya kanker. Hormon progesteron berfungsi untuk melindungi terjadinya pertumbuhan sel yang berlebihan. Ketidakseimbangan hormon estrogen dapat mengakibatkan terjadinya kanker rahim. Sebelum menopause, ovarium memproduksi hormon estrogen dan progesterone yang membantu mengendalikan siklus bulanan (masa haid). Pada masa ini, sel telur akan dilepas dari ovarium dan membuat dinding rahim tumbuh lebih tebal untuk mempersiapkan kehamilan. Apabila tidak terjadi pembuahan maka lapisan dinding rahim akan datang dan pergi setiap bulannya. Setelah menopause, ovarium tidak lagi memproduksi hormon, akan tetapi wanita masih dapat menghasilkan beberapa estrogen dalam lemak tubuh mereka. Ketika estrogen terlalu banyak dan tidak ada progesteron yang mengimbanginya maka risiko kanker rahim akan meningkat (Subagja, 2014).

2.1.4 Jenis Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Beberapa jenis kanker sistem reproduksi wanita, yaitu: a. Kanker Serviks

Kanker serviks adalah penyakit tumor ganas pada daerah mulut rahim yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (Subagja, 2014).


(24)

Gejala yang dialami pasien kanker serviks biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal telah berubah menjadi ganas dan menyebar ke jeringan sekitarnya. Gejala-gejala tersebut seperti (Subagja, 2014):

i. pendarahan vagina yang tidak normal (terjadi diantara 2 menstruasi) setelah melakukan hubungan intim dan setelah menopause

ii. menstruasi yang tidak normal (lebih lama dan lebih banyak)

iii. keputihan yang menetap dengan cairan yang encer, berwarna pink, cokelat, merah atau hitam serta berbau busuk.

iv. nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan merasa lelah. v. nyeri panggul

b. Kanker Endometrium

Kanker endometrium disebut juga kanker rahim. Kanker rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam lapisan rahim, yaitu endometrium (tempat menempelnya ovum yang telah dibuahi (Subagja, 2014). Penyebab kanker rahim belum diketahui secara pasti. Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kanker rahim terjadi karena ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan terjadinya tumor ganas pada lapisan dalam rahim (endometrium) (Setiati, 2009).

Gejala-gejala yang mungkin timbul dari adanya kanker rahim yaitu (Setiati, 2009):

i. terjadi pendarahan pada wanita menopause ii. terasa sakit sewaktu berhubungan seks iii.terasa sakit saat berkemih


(25)

v. terdapat rasa nyeri pada perut bagian bawah atau kram panggul. c. Kanker Ovarium

Kanker Ovarium merupakan salah satu keganasan ginekologi yang paling sering ditemukan pada perempuan dan menempati urutan kedua setelah kanker serviks (Sihombing dan Sirait, 2007). Kanker ovarium terjadi ketika sel-sel pada ovarium berubah dan tumbuh tidak terkendali (Subagja, 2014).

Keluhan yang dirasakan oleh penderita kanker ovarium biasanya dirasakan pada stadium yang sudah lanjut. Adapun keluhan dan gejala yang dialami penderita kanker ovarium yaitu (Subagja, 2014):

i. bagian perut membengkak

ii. perut terasa kembung

iii. gangguan pencernaan (kandungan gas tinggi atau mual yang berkepanjangan)

iv. hilangnya selera makan

v. sakit punggung pada bagian bawah

vi. merasa sakit saat berhubungan badan dengan pasangan

vii. sering buang air kecil d. Kanker Vulva

Kanker vulva adalah tumor ganas yang terjadi di daerah vulva. Vulva adalah bagian luar dari sistem reproduksi wanita. Kanker vulva termasuk jenis kanker yang jarang ditemukan, kira-kira hanya sekitar 4 - 5% dari kanker sistem reproduksi wanita dan banyak terjadi pada wanita pascamenopause. Insidennya meningkat seiring dengan pertambahan usia (Setiati, 2009).


(26)

Penderita kanker vulva datang dengan keluhan benjolan di daerah vulva, dapat disertai dengan riwayat gatal-gatal kronis berkaitan dengan adanya distrofi dinding vulva (Rasjidi, 2007).

2.2 Nyeri

Nyeri merupakan masalah yang sering dijumpai pada penderita kanker. Intensitas nyeri yang dirasakan pasien kanker tergantung kepada berapa banyak syaraf yang rusak akibat kanker itu sendiri (Baradero dan Koleganya, 2007).

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan (Setiyohadi, et al., 2010).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri Nosiseptif (Akut)

Nyeri akut memiliki durasi yang pendek yaitu kurang dari 6 bulan. Nyeri ini dapat diidentifikasi penyebabnya, mula terjadinya, serta memiliki batas dan durasi yang dapat diprediksi, misalnya nyeri setelah pembedahan. Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan cedera. Nyeri akut akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak (Smeltzer dan Bare, 2003).

b. Nyeri Neuropatik (Kronik)

Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang suatu periode waktu, biasanya lebih dari 6 bulan. Penyebab nyeri kronik tidak diketahui pasti,


(27)

daerah yang mengalami cedera mungkin telah memulih sejak lama, tetapi nyeri masih menetap (Smeltzer dan Bare, 2003).

2.2.3 Pengukuran Nyeri

Nyeri merupakan respon subjektif sehingga sulit untuk mengukurnya. Pengukuran nyeri dapat dilakukan dengan cara, yaitu:

a. Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) adalah instrumen pengukuran nyeri yang digunakan pada pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat menjelaskan intensitas nyeri yang dirasakan, akan tetapi dapat dinilai dari mimik dan raut wajah pasien. Pengukuran dengan VAS pada nilai dibawah 4 dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4 - 6 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan diatas 6 dianggap sebagai nyeri hebat (Setiyohadi, et al., 2010).

Gambar 2.2 Visual Analogue Scale (VAS) (Setiyohadi, et al., 2010) b. Numeric Rating Scale (NRS)

Numeric rating scale (NRS) digunakan untuk nyeri sebagai ukuran intensitas nyeri pada orang dewasa dan pada semua pasien yang dapat memberi penjelasan peringkat intensitas dari rasa nyeri mereka. NRS adalah versi skala analog visual (VAS) dimana responden memilih seluruh nomor (0 - 10 bilangan bulat) yang paling mencerminkan intensitas nyeri mereka. Responden diminta untuk menunjukkan nilai numerik pada skala yang paling tepat menggambarkan


(28)

intensitas nyeri mereka. Skor yang lebih tinggi menunjukkan intensitas nyeri yang lebih besar (Setiyohadi, et al., 2010).

Gambar 2.3Numeric Rating Scale (NRS) (Setiyohadi, et al., 2010)

2.2.4 Penatalaksanaan nyeri dengan obat-obatan

Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya tepat obat, tepat dosis, dan tidak terjadi interaksi. World Health Organization, (1996), mengembangkan suatu program 3 langkah untuk memandu pengelolaan nyeri kanker yaitu:

a. langkah pertama untuk nyeri ringan pada skala 1 – 3 dapat diberikan parasetamol atau NSAIDs

b. langkah kedua untuk nyeri sedang pada skala 4 – 6 dapat diberikan NSAIDs atau opioid lemah atau kombinasi keduanya

c. langkah ketiga untuk nyeri berat pada skala 7 – 10 dapat diberikan opioid kuat atau NSAIDs atau kombinasi keduanya

2.3 Analgetika

2.3.1 Pengertian Analgetika

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi SSP secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit (Siswandono, 2008).


(29)

2.3.2 Penggolongan Analgetika

Berdasarkan mekanisme kerjanya, analgetika dibagi menjadi 2 golongan, yaitu analgetika non narkotik dan analgetika narkotik.

2.3.2.1Analgetika non narkotik

Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai sedang, sehingga sering disebut analgetika ringan. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat (Siswandono, 2008).

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda (Gan dan Wilmana, 2011).

Selain menimbulkan efek terapi, AINS juga memiliki efek samping karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ, yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Efek smping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (deudenum dan lambung) yang kadang-kadang disertai dengan anemia sekunder akibat pendarahan lambung (Gan dan Wilmana, 2011).

Berdasarkan struktur kimianya obat analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok (Siswandono, 2008), yaitu:

a. Analgetik-antipiretika

i. turunan anilin dan para-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin


(30)

b. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

i. turunan asam salisilat, seperti aspirin, salisilamid, diflunisal

ii. turanan 5-pirazolidindion, seperti fenilbutazon, oksifenbutazon, sulfinpirazon dan bumadizon kalsium semihidrat

iii. turunan asam n-arilantranilat, seperti asam mefenamat, asam flufenamat, natrium meklofenamat, glafenin, dan floktafenin

iv. turunan asam arilasetat, seperti diklofenak Na, ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, loksoprofen, fenbufen

v. turunan asam heteroarilasetat, seperti fentiazak, asam tiaprofenat, asam metiazinat, ketorolak

vi. turunan oksikam, seperti piroksikam, meloksikam, tenoksikam. vii. turunan lain-lain, seperti benzidamin HCl, tinoridin, asam niflumat

2.3.2.2 Analgetika narkotik

Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang sedang atau berat. Aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar dibandingkan dengan golongan analgetika non narkotik, sehingga disebut analgetika kuat (Siswandono, 2008).

Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara terus menerus dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena terjadinya depresi pernafasan (Siswandono, 2008).


(31)

Opioid menimbulkan analgetika dengan cara berikatan dengan reseptor opioid di SSP dan medula spinalis yang berperan pada tranmisi dan modulasi nyeri (Dewoto, 2011).

Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu (Siswandono, 2008):

i. turunan Morfin, seperti Morfin, Kodein, Dionin, Heroin

ii. turunan Meperidin, seperti Meperidin, Difenoksilat, Loperamid, Fentanil, Sufentanil

iii.turunan Metadon, seperti Metadon, Propoksifen iv.turunan Lain-lain, seperti Tromadol, Butorfanol tartrat


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross sectional. Berdasarkan penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan situasi atau keadaan tertentu. Cross sectional digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel independen dan variabel dependen. Desain ini melibatkan pengumpulan data, yang diambil dari seluruh populasi atau sebagian populasi (WHO, 2001).

Pengambilan data pasien dilakukan secara retrospektif. Retrospektif adalah penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi (Notoatmodjo, 2010). Data yang dikumpulkan adalah data rekam medik, dan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita yang dirawat inap di RSUP HAM Medan periode Mei - Juli 2014.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik dan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita periode Mei - Juli 2014 yang dirawat inap di RSUP HAM Medan. Subjek yang dipilih memenuhi kriteria adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria esklusi.


(33)

Kriteria inklusi adalah :

a. pasien penderita kanker sistem reproduksi wanita yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei - Juli 2014.

b. pasien penderita kanker sistem reproduksi wanita yang menerima resep obat analgetika.

c. pasien dengan rekam medis dan SIRS pasien yang lengkap (memuat informasi dasar yang diperlukan dalam penelitian).

Kriteria esklusi adalah :

a. rekam medik pasien penderita kanker sistem reproduksi wanita yang tidak ada pengukuran skala nyeri.

b. Rekam medik pasien penderita kanker sistem reproduksi wanita yang tidak terdapat stadium yang diderita.

3.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan jenis purposivesampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri didasari ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2010). Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan. Sebelum dilakukan pengumpulan sampel terlebih dahulu dilakukan penentuan ukuran sampel. Dengan mengambil nilai presisi (d) 10%, interval konfidensi (ά) 95% (Zά 1,96), proporsi sampel 50%. Karena jumlah populasi tidak diketahui, maka penentuan ukuran sampel dapat dihitung menggunakan rumus (Lameshow dan David, 1997).


(34)

n =

21−∝/2 P (1P)

�2

Keterangan :

n = Jumlah Sampel Minimal Z1−∝/2 = Derajat Kemaknaan P = Populasi sampel

d = tingkat presisi / deviasi maka,

n =

1,96

2 . 0,5 (10,5)

0,12 = 96

jadi jumlah minimal sampel adalah 96 pasien.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP HAM Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP HAM Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

3.3.2 Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei - Juli 2014.

3.4 Defenisi Operasional

a. analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi SSP secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran (Siswandono, 2008).


(35)

b. tingkatan nyeri adalah rasa nyeri yang dialami oleh pasien kanker sistem reproduksi wanita.

c. tepat analgetika adalah pemberian analgetika sesuai dengan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien kanker sistem reproduksi wanita.

d. dosis adalah takaran obat yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita yang dapat memberikan efek farmakologis yang diinginkan.

e. dosis salah adalah dosis obat terlalu rendah atau dosis terlalu tinggi yang diberikan kepada pasien.

f. interaksi adalah interaksi obat yang dapat menurunkan atau meningkatkan efektivitas kerja analgetika.

g. karakteristik pasien adalah kelompok usia, dan stadium kanker.

3.5 Tahapan Penelitian

a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di RSUP HAM Medan.

b. menghubungi Badan Litbang RSUP HAM Medan untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

c. mengumpulkan data rekam medik dan SIRS pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan kriteria inklusi.

d. analisis data dan menyajikannya dalam bentuk tabel sehingga didapatkan kesimpulan terhadap permasalahan.


(36)

3.6 Bagan Alur Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa proses sebelum pada akhirnya data disajikan. Proses penyajian data tersebut dapat dilihat pada alur penelitian di bawah ini.

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian Evaluasi Penggunaan Analgetika Pada Pasien Yang Menderita Kanker Sistem Reproduksi Wanita Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan

3.7 Cara Kerja

3.7.1 Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medis, dan SIRS pasien yang menderita kanker sistem reproduksi wanita rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Mei - Juli 2014.

Adapun data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. mengelompokkan data rekam medis, dan SIRS pasien berdasarkan kriteria inklusi.

Mengumpulkan data penggunaan analgetika dari rekam medis dan SIRS pasien

Merekrut data yang memenuhi kriteria inklusi

Melakukan evaluasi data berdasarkan ketepatan penggunaan analgetika, kesesuaian dosis, dan kejadian interaksi obat

Melakukan pengolahan data

Melakukan penyajian hasil


(37)

b. mengelompokkan data penanganan pasien kanker yang menerima pengobatan analgetika meliputi tingkat keparahan nyeri, jenis analgetika yang diterima, dan data pasien (usia, stadium kanker).

c. mengevaluasi data berdasarkan ketepatan analgetika, kesesuaian dosis, dan terjadinya interaksi obat berdasarkan studi literatur.

3.7.2 Seleksi Data

Memilah data yang memenuhi kriteria inklusi.

3.8 Pengolahan Data

3.8.1 Evaluasi Penggunaan Analgetika

Evaluasi penggunaan analgetika pada pasien kanker sistem reproduksi wanita yaitu sebagai berikut:

a. ketepatan analgetika dianalisis dengan berpedoman kepada referensi resmi yaitu prosedur tetap penatalaksanaan nyeri yang disusun oleh RSUP HAM Medan yang mengacu kepada World Health Organization (WHO).

b. kesesuaian dosis analgetika dianalisis dengan berpedoman kepada refrensi resmi yaitu guidelines on pain management dan situs internet terpercaya

.

c. kajian interaksi obat dievaluasi menggunakan situs internet terpercaya

dan literatur berupa E-book (Stockley’s Drug Interaction, 2008)


(38)

3.8.2 Analisis Data

Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif menggunakan Statistical Package For The Social Sciences (SPSS) versi 16,0.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh populasi target sebesar 103 pasien kanker sistem reproduksi wanita yang menjalani rawat inap di RSUP HAM Medan periode Mei – Juli 2014 dan hanya 81 pasien kanker sistem reproduksi wanita yang memenuhi kriteria inklusi (populasi studi). Seluruh populasi studi akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Karakteristik pasien penderita kanker sistem reproduksi wanita tertera pada Tabel 4.1.

4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Distribusi gambaran karakteristik pasien berdasarkan usia ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan usia. Kelompok Usia Jumlah Pasien Persentase (%) Dibawah 20 tahun

20 - 39 tahun 40 - 59 tahun 60 - 69 tahun Diatas 69 tahun

2 9 58 10 2

2,5 11,1 71,6 12,3 2,5

Total 81 100

Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan penderita kanker sistem reproduksi wanita terbanyak adalah pada rentang usia 40 - 59 tahun yaitu sebesar 71,6%. Peningkatan jumlah penderita kanker ini akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya usia hingga puncaknya pada rentang usia 40 - 59 tahun. Berdasarkan penelitian Higashi, et al., (2012), kelompok umur penyakit kanker sistem reproduksi wanita dimulai pada umur < 20 tahun hingga >70 tahun, dan


(40)

menggambarkan penderita kanker mengalami peningkatan maksimal di umur 40 - 59 tahun.

Peningkatan penyakit kanker sejalan dengan bertambahnya usia, ini dikarenakan timus yang terletak di atas jantung di belakang tulang dada adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T sangat penting sebagai limfosit untuk membunuh bakteri dan membantu sel lain dalam sistem imun. Seiring perjalanan usia, volume jaringan timus berkurang maka jumlah sel T atau limfosit T juga berkurang. Jika hal ini terjadi, maka dapat mengarah pada penyakit autoimun yaitu sistem imun tidak dapat mengidentifikasi dan melawan kanker atau sel-sel jahat. Inilah alasan mengapa resiko penyakit kanker meningkat sejalan dengan usia (Fatmah, 2006).

4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Berdasarkan jenisnya, kanker sistem reproduksi wanita dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu kanker cervix, kanker endometrium, kanker ovarium dan kanker vulva (Ndirangu,2013). Berikut hasil distribusi karakteristik pasien berdasarkan jenis kanker sistem reproduksi wanita dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kanker sistem reproduksi wanita. Jenis Kanker Sistem Reproduksi

Wanita

Jumlah Pasien

Persentase (%) Kanker Serviks

Kanker Endometrium Kanker Ovarium Kanker Vulva

51 9 17

4

63,0 11,1 21,0 4,9

Total 81 100

Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan tertinggi diantara jenis kanker lainnya yaitu sebesar 63,0%.


(41)

kanker endometrium sebesar 11,1%, kanker ovarium sebesar 21,0%, dan kanker vulva sebesar 4,9%. Menurut data Yayasan Kanker Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama dengan persentase 16% dari jenis kanker yang banyak menyerang perempuan di Indonesia. Tingginya angka kejadian kanker serviks berkaitan dengan prilaku seksual dan reproduksi, seperti berhubungan seksual pada usia muda, berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual, infeksi virus, merokok, serta tingkat kebersihan individu yang rendah terutama kebersihan organ genital (Fitriana dan Ambarani, 2012).

4.3 Karakteristik Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita Berdasarkan Stadium Penyakit

Distribusi jumlah pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan stadium penyakit yang diderita dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan stadium penyakit. Stadium Penyakit Kanker Serviks Kanker Endometrium Kanker Ovarium Kanker Vulva Jumlah Persentase (%) -Stadium 1

-Stadium 2 -Stadium 3 -Stadium 4

6 14 29 3 1 3 5 0 1 4 6 5 0 2 2 0 8 23 42 8 9,9 28,4 51,9 9,9

Total 52 9 16 4 81 100

Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa stadium 3 merupakan stadium yang paling banyak terjadi pada pasien kanker sistem reproduksi wanita yaitu sebesar 51,9%. Data ini menunjukkan bahwa banyak penderita kanker datang terlambat dan mencari pertolongan saat terjadi keluhan. Hal ini dikarenakan penderita tidak mengetahui adanya pertumbuhan kanker pada


(42)

stadium dini sehingga datang ke rumah sakit dalam kondisi kanker pada fase stadium lanjut (Oemiati, et al., 2007).

4.4 Tingkat Nyeri Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Distribusi tingkat nyeri pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan stadium penyakit yang diderita dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Distribusi Tingkat Nyeri Berdasarkan Stadium pada Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita (Uji Chi-square test)

Skala Nyeri

Karakteristik

Nyeri Stadium Jumlah Persentase (%)

P Value I II III IV

1-3 Nyeri Ringan 8 19 28 3 58 71,6

0,009

4-6 Nyeri Sedang 0 4 14 4 22 27,2 7-10 Nyeri Berat 0 0 0 1 1 1,2

Total 8 23 42 8 81 100

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat tingkat nyeri yang paling banyak terjadi pada pasien kanker organ reproduksi wanita adalah nyeri ringan yaitu sebesar 71,6%. Hasil analisis Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara rasa nyeri dengan stadium kanker sistem reproduksi wanita. Menurut Abram dan Haddox (2000), derajat nyeri kanker tidak selalu proporsional dengan stadium kanker yang diderita, karena nyeri merupakan pengalaman subyektif terhadap sensasi yang tidak menyenangkan, sehingga setiap orang akan mengalami nyeri dalam persepsinya masing-masing serta merekalah yang menentukan arti atau makna dari nyeri itu bagi diri mereka sendiri.


(43)

4.5 Ketepatan Analgetika

Penggunaan analgetika dimaksudkan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran (Siswandono, 2008). Ketepatan analgetika pada pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan skala nyeri terdapat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Ketepatan analgetika pada pasien kanker sistem reproduksi wanita berdasarkan skala nyeri. (n=81)

No. Skala Nyeri Jenis Analgetika Tepat Analgetika

Tidak Tepat Analgetika 1. 1-3 Parasetamol

Ibuprofen Asam Mefenamat Ketorolac Meloxicam 10 9 7 - 1 - - - 26 - 2. 4-6 Ketorolac

Ibuprofen Asam Mefenamat Codein 24 1 1 1 - - - -

3. 7-10 Morfin 1 -

Total 55 (67,90%) 26 (32,10%) Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa 67,90% pasien kanker sistem reproduksi wanita telah diberi analgetika yang tepat. Pada skala nyeri ringan pemberian ketorolac termasuk dalam kategori tidak tepat analgetika, karena ketorolac digunakan untuk penanganan nyeri sedang sampai berat. Pemberian ketorolac pada nyeri ringan mungkin disebabkan karena kebiasaan dalam pemilihan analgetika hanya berpedoman kepada stadium penyakit tidak mempertimbangkan skala nyeri pasien. Ketorolac merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang memiliki aktivitas analgetika sistemik yang lebih besar dari pada aktivitas anti-inflamasinya. Penggunaan ketorolac dapat menyebabkan pendarahan gastrointestinal, memperburuk fungsi ginjal dan reaksi alergi yang parah (Mozayani dan Raymon, 2013).


(44)

4.6 Dosis Analgetika Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita

Hasil distribusi dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker system Reproduksi wanita dibandingkan dengan dosis yang direkomendasikan.

Kesesuaian

Dosis Analgetika Jumlah

Persentase (%)

Sesuai 432 100

Tidak Sesuai 0 0

Total 432 100

Berdasarkan hasil penelitian, pada bulan Mei – Juli 2014 dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita sudah sesuai dengan studi literatur guidelines on pain management dan situs internet terpercaya

. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian dosis telah mempertimbangkan dosis minimal dan dosis maksimal per hari yang masih dapat diterima oleh pasien. Penggunaan dosis analgetika pada pasien kanker sistem reproduksi wanita dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 41.

4.7 Interaksi obat

Pada pengobatan kanker sering beberapa obat diberikan secara bersamaan, maka dapat mengakibatkan interaksi obat. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah interaksi analgetika dengan obat lain sebagaimana tercantum pada Tabel 4.7.


(45)

Tabel 4.7 Interaksi analgetika dengan obat lain pada pasien kanker system reproduksi wanita. Obat Analgetika Obat analgetika lain/obat lain Pengaruh terhadap terapi

Interaksi Jumlah % Ketorolac Sefadroksil Ringan Meningkatkan efek

ketorolac

1 0,8 Ibuprofen Sefadroksil Ringan Meningkatkan efek

ibuprofen

26 21,0 Ibuprofen Metronidazol Ringan Meningkatkan efek

ibuprofen dengan menghambat enzim CYP2C9/10

11 8,9

Meloxicam Metronidazol Ringan Meningkatkan efek meloxicam dengan menghambat enzim CYP2C9/10

1 0,8 Asam

Mefenamat

Sefadroksil Ringan Meningkatkan efek

asam mefenamat 14 11,3 Ketorolac Gentamicin Menengah Meningkatkan risiko

gangguan ginjal

3 2,4 Ketorolac Ciprofloksasin Menengah Meningkatkan risiko

gangguan sistem saraf pusat

3 2,4

Ketorolac Deksametason Menengah Meningkatkan risiko gangguan

gastrointestinal

13 10,5

Ketorolac Furosemid Menengah Meningkatkan risiko gangguan ginjal dan melawan efek hipotensi

5 4,0

Ketorolac Bisoprolol Menengah Menurunkan efek antihipertensi dan meningkatkan retensi cairan

1 0,8

Ketorolac Spironolakton Menengah Meningkatkan risiko gangguan ginjal dan melawan efek hipotensi

1 0,8

Ibuprofen Gentamisin Menengah Meningkatkan risiko gangguan ginjal

1 0,8 Ibuprofen Deksametason Menengah Meningkatkan potensi

toksisitas gastrointestinal


(46)

Tabel 4.7 Lanjutan

Ibuprofen Meloksikam Menengah Meningkatkan efek samping NSAIDs

2 1,6 Ibuprofen Kaptopril Menengah Menurunkan efek

antihipertensi dari ACE inhibitor

1 0,8

Meloxicam Deksametason Menengah Meningkatkan potensi toksisitas

gastrointestinal

2 1,6 Asam

Mefenamat

Deksametason Menengah Meningkatkan potensi toksisitas

gastrointestinal

6 4,8 Asam

Mefenamat

Furosemid Menengah Meningkatkan resiko gangguan ginjal dan melawan efek hipotensi

3 2,4 Asam

Mefenamat

Gentamisin Menengah Meningkatkan risiko

gangguan ginjal 3 2,4 Asam

Mefenamat

Meloksikam Besar Meningkatkan efek

samping NSAIDs 1 0,8 Ketorolac Meloksikam Besar Meningkatkan efek

samping NSAIDs

5 4,0

Total 124 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat interaksi analgetika dengan obat lain yang dapat mempengaruhi efektivitas obat. Interaksi paling banyak terjadi adalah antara ibuprofen dengan cefadroxil yaitu sebesar 21,0%.

Obat golongan AINS seperti ketorolac, ibuprofen, asam mefenamat dengan obat sefadroxil dapat meningkatkan efek AINS, karena AINS dan cefadroxil berkompetisi untuk dikeluarkan bersama urin.

Ibuprofen, meloxicam, dan asam mefenamat dengan obat metronidazol akan meningkatkan efek ibuprofen atau meloxicam atau asam mefenamat dengan menghambat enzim CYP2C9/10 dalam proses metabolisme di hati.

Penggunaan gentamicin dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal, dan apabila digunakan secara bersamaan dengan ketorolac, ibuprofen, atau asam mefenamat mengakibatkan peningkatan kerusakan ginjal, terutama jika diberikan


(47)

dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama. Ketorolac, ibuprofen, atau asam mefenamat mengambat pembentukan prostaglandin yang berperan dalam menjaga aliran darah ginjal dan laju filtrasi gromerulus, sehingga penghambatan pembentukan prostaglandin meningkatkan kerusakan ginjal. Jika memungkinkan penggunaan ketorolac, ibuprofen, atau asam mefenamat sebaiknya dihentikan sebelum memulai terapi gentamicin, dan apabila obat harus diberikan secara bersamaan maka fungsi ginjal harus dimonitor secara seksama.

Ketorolac dengan ciprofloksasin dapat terjadi interaksi, ini disebabkan karena pemberian obat ketorolac dapat meningkatkan resiko gangguan sistem saraf pusat akibat peggunaan fluorokuinolon. Mekanisme yang tepat dari interaksi belum diketahui, beberapa peneliti berpendapat bahwa cincin piperazin dari fluorokuinolon dapat menghambat pengikatan asam GABA (Gama Amino Butyrik Acid) reseptor otak dan AINS dapat sinergis menambah efek ini. Pasien dengan riwayat kejang memiliki resiko yang lebih besar. Jika obat harus diberikan secara bersamaan maka harus dilakukan pemantauan klinis untuk tanda-tanda stimulasi SSP seperti tremor, gerakan otot tak sadar, halusinasi, atau kejang.

Ketorolac, ibuprofen, asam mefenamat dengan obat golongan kortikosteroid oral seperti dexamethason dapat meningkatkan resiko gangguan yang serius terhadap gastrointestinal (GI), termasuk peradangan dan pendarahan. Perhatian dianjurkan jika obat harus diberikan secara bersamaan, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit ulkus peptikus atau perdarahan GI dan pasien usia lanjut dan lemah. Selama terapi bersamaan, pasien dianjurkan untuk menggunakan obat bersamaan dengan makanan.


(48)

Ketorolac dan asam mefenamat berinteraksi dengan furosemid, spironolakton, bisoprolol, dan captopril. Ketorolac dan asam mefenamat dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan menurunkan efek antihipertensi karena menghambat sintesis prostaglandin. Dimana fungsi prostaglandin adalah menjaga perfusi ginjal, dan bersifat sebagai vasodilator. Jika obat harus diberikan secara bersamaan maka harus dilakukan pemantauan fungsi ginjal dan tekanan darah pasien.

Ketorolac, ibuprofen dan asam mefenamat dengan AINS lainnya seperti meloxicam dapat meningkatkan resiko efek samping AINS yang serius seperti gagal ginjal, peradangan gastrointestinal, dan pendarahan. Pemberian kombinasi AINS dengan AINS lain dianggap kontraindikasi.

Berdasarkan uraian diatas banyak peluang terjadinya interaksi analgetika dengan obat lain yang dapat menurunkan atau meningkatkan efektivitas obat. Sehubungan dengan adanya interaksi tersebut maka perlu dilaksanakan penanganan yang tepat, sehingga interaksi dapat diminimalisir dan efektivitas dapat ditingkatkan.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan:

a. sebesar 67,9% pasien kanker sistem reproduksi wanita telah diberi analgetika yang tepat.

b. dosis analgetika yang diberikan kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita sudah sesuai.

c. interaksi obat yang paling banyak terjadi kepada pasien kanker sistem reproduksi wanita adalah antara ibuprofen dan cefadroxil yaitu sebesar 21,0%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

a. untuk meminimalisir kejadian interaksi obat, kesalahan dosis analgetika, serta ketepatan analgetika perlu ditingkatkan kerjasama antara dokter, farmasi dan tenaga medis lainnya dalam melakukan pemantauan, dan mengkonseling pada pasien.

b. perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang evaluasi analgetika pada penyakit kanker lainnya seperti kanker payudara dan kanker prostat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abram, S.E., dan Haddox, J.D. (2000). The Pain Clinic Manual.2nd. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins. Hal. 35.

Ali, Z., Njuguna, E., Munyoro, E., Makumi, D., Vijay, K., dan Kanja, J. (2013).

Cancer Pain Management in National Guidelines For Cancer Management Kenya. Kenya: Office of the Director of Medical Services. Hal. 225-234.

American Cancer Society. Vulvar Cancer. www. Canceradvocacy.org. Diakses 28 Februari 2014.

Aziz, F. (2009). Ginecological Cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol. 20(1): 8-10. Bader. P., Echtle. D., Fonteyne. V., Livadas. K., Demeerleer. G., Borda. A.P., Papaioannou. E.G., Vranken. J.H. (2010). guidelines on pain management. European Association of Urology. Hal. 278-303.

Baradero dan Koleganya. (2007). Seri asuhan Keperawatan Klien Kanker. Jakarta: EGC. Hal. 132.

Carucci, J.A. dan Leffell, D.J. (2008). Basal Cell Carcinoma. Dalam Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, 7th ed. Philadelphia:WB Saunders Co. Hal: 1036.

Dewoto, H.R. (2011). Analgesik Opioid dan Antagonis. Dalam Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta: Penerbit Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 210-229. Drugs.com. online 2 juli – 20 oktober 201

Fajriani. (2008). Pemberian Obat-Obatan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Pada Anak. Indonesian Journal of Dentistry. 15(3): 200-204.

Fatmah. (2006). Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara Kesehatan. 10(1): 47-53.

Fitriana, N.A., dan Ambarini, T.K. (2012). Kualitas Hidup pada Penderita Kanker Serviks yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 1(2): 123-129.


(51)

Gan, S., dan Wilmana, P.F. (2011). Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam

Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta: Penerbit Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 210-229.

Higashi. T., Yoshimoto. T., dan Matoba. M. (2012). Prevalence of Analgesic Prescriptions among Patients with Kanker ncer in Japan: An Analysis of Health Insurance Claims Data. Global Journal of Health Sciene. 4(6): 197-203.

Kumar, V., Robbins, Leonard, S. 2010. Neoplasia. Dalam Robbins &Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. Hal:

269-342.

Lameshow, S., dan David, W.H. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2.

Lubis N., dan Hasnida. (2009). Dukungan Sosial Pada Pasien Kanker, Perlukah?. Medan: USU Press. Hal. 1.

Ndirangu, G., Mueke, S., Muchiri, L.M., dan Ojwang. (2013). Gynaecological Cancer in National Guidelines For Cancer Management Kenya. Kenya: Office of the Director of Medical Services. Hal. 85-97.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 127.

Medscape.com. online 2 juli – 20 oktober 2

Mozayani, A. dan Raymon, L.P. (2013). Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis dan Forensik. Jakarta: EGC. Hal. 301-329.

Mutschler, E. (2010). Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi Kelima. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal. 177.

Office of Population Affairs. (2000). Female Reproductive Cancers Fact Sheet. Washington: Departement of Health and Human Service. Hal. 2.

Oemiati, R., Rahajeng, E., dan Kristanto, A.Y. (2007). Prevalensi Tumor dan Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 39(4): 190-204.

Otto, S.E. (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC. Hal. 7-8. Rasjidi, I. (2007). Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan


(52)

Romadhon, Y.A. (2013). Gangguan Siklus Sel dan Mutasi Gen pada Kanker Payudara. CDK-209. 40(10): 786-789.

Rusmana, D. (2009). Aspek Onkologi Human Papillomavirus. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 9(1): 95-101.

Setiati, E. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita, Edisi 1. Yogyakarta: ANDI. Hal: 25 - 35.

Setiyohadi, B., Sumariyono, Kasmir, Y.I., Isbagio, H., Kalim, H. (2010). Nyeri Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal publishing. Hal. 2483-2494.

Sihombing, M., dan Sirait, A.M. 2007. Angka Ketahanan Hidup Penderita Kanker Ovarium di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia. 57(10): 346.

Siswandono. (2008). Kimia Medisinal, Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 27.

Smeltzer, S.C. dan Bare, B. (2003). Brunner and Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing, 10th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal: 218.

Stockley, I.H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, eighth edition. Great Britain: Pharmaceutical Press. Hal. 1-9.

Subagja, H.P. (2014). Waspada Kanker-Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Jogjakarta: FlashBooks. Hal: 13-21, 69-70, 98, 125.

Sudiana, I.K. (2008). Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta: Salemba Madeka. Hal: 27.

World Health Organization. (1996). Cancer Pain Relief, 2nd edition. Gevena: WHO. Hal. 15.

World Health Organization. (2001). Health Research Methodology. A Guide for Training in Research Methods. Second Edition. Geneva: WHO. Hal. 76. World Health Organization. (2013). Latest world cancer statistics Global cancer

burden rises to 14.1 million new cases in 2012: Marked increase in brest cancers must be addressed. Prancs: Cours Albert Thomas. Hal. 1.


(53)

Lampiran 1. Pemberian dosis analgetik pada pasien kanker sistem reproduksi wanita

Skala Tidak

Nyeri Sesuai

55 Ca Cerviks 2 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps 500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 49 Ca Vulva 3 II Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 51 Ca Cerviks 5 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 51 Ca Cerviks 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 45 Ca Endometrium 4 II Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 1 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 51 Ca Cerviks 4 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 7. NL 57 Ca Cerviks 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 8. NP 39 Ca Cerviks 4 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Frek. 4. JF 5. LA 6. MN Sesuai 1.

Dosis Lazim Dosis Maksimum

Umur Diagnosa Stadium

BK

2. ES

3. JM


(54)

9. RP 52 Ca Cerviks 3 IV Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

49 Ca Cerviks 3 I Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

11. RSR 61 Ca Cerviks 4 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √

10. RS


(55)

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 47 Ca Cerviks 5 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ 50 Ca Vulva 2 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 14. AM 55 Ca Ovarium 5 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ 58 Ca Cerviks 6 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 23 Ca Ovarium 6 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 58 Ca Cerviks 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 15 BG

16 EP

17

Lampiran 1. (lanjutan)

12. SMN

13. SK

FR

FY 39 Ca Cerviks 3 I 18


(56)

Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 16 Ca Cerviks 6 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 20 LS 18 Ca Ovarium 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 21 NH 47 Ca Cerviks 4 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 22 NM 41 Ca Vulva 4 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ 69 Ca Endometrium 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 36 Ca Cerviks 2 II Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 47 Ca Ovarium 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 48 Ca Endometrium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 47 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 24 RA 25 RS 26 RW III 3 III 3 27 RN 19 GS 23 NR


(57)

42 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ 55 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 55 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 52 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 23 Ca Ovarium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 1 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 35 EH 43 Ca Cerviks 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ SR

SRN

30

Lampiran 1. (lanjutan)

31 SM 57 Ca Ovarium 6 IV

II 3 III 5 IV 4 III 3 32 SI 33 SL 29 IV 3 34 EP


(58)

Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 76 Ca Vulva Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 2 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 36 EHL

Lampiran 1. (lanjutan)

II 3


(59)

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 39 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 60 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 52 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 36 Ca Endometrium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 59 Ca Endometrium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 1 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 49 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 72 Ca Ovarium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 2 30 mg 120 √ 45 RS 59 Ca Ovarium 3 III Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ 44 RM

LT

Lampiran 1. (lanjutan)

IV 2 II 3 III 3 40 NAJ 41 NW 42 NS 38 I 3 III 4 III 3 II 3 39 MS 43 PBT


(60)

Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Meloxicam supp. 15 mg 1 15 mg 15 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ 44 Ca Ovarium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 1 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 46 Ca Cerviks Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 47 Ca Ovarium Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 49 SR 49 Ca Cerviks 4 I Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ Ketorolac inj. 30 mg/ml, amp 1 ml 3 30 mg 120 √ 46 RH

47 SMN

48 SM 5 IV

II 3

II 3


(61)

Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 56 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 52 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 57 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ 51 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 52 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 55 RHD 60 Ca Endometrium 2 III Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 51 HS

Lampiran 1. (lanjutan)

III 1 II 2 52 MS 53 MNH 54 PN 50 ELR III 2 III 1 2 III


(62)

Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 52 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 50 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 1 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 50 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 1 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 3 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ 50 Ca Cerviks Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Ibuprofen Tab.400 mg 2 200 mg - 400 mg 800 mg - 2400 mg √ Paracetamol tab 500 mg 2 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 49 Ca Cerviks Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ 61 SP 59 Ca Ovarium 2 III Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ Asam Mefenamat kaps.500 mg 3 250 mg - 500 mg 1000 mg - 2000 mg √ Paracetamol tab 500 mg 3 500 mg - 1000 mg 2000 mg - 4000 mg √ III 2 III 3 III 2 58 ES 59 SZ 60 PBS II 2 II 1 Lampiran 1. (lanjutan)

56 SSM


(1)

Lampiran 6. Ketepatan Analgetik Pada Pasien Kanker Sistem Reproduksi Wanita dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent skalanyeri * ketepatan

analgetik 81 100.0% 0 .0% 81 100.0%

Skala nyeri * ketepatan analgetik Crosstabulation Ketepatan analgetik

Total tepat Tidak tepat

Skala nyeri

1-3 Count 27 26 53

% within skalanyeri 50.9% 49.1% 100.0% % within

ketepatananalgetik 49.1% 100.0% 65.4%

% of Total 33.3% 32.1% 65.4%

4-6 Count 27 0 27

% within skalanyeri 100.0% .0% 100.0% % within

ketepatananalgetik 49.1% .0% 33.3%

% of Total 33.3% .0% 33.3%

7-10 Count 1 0 1

% within skalanyeri 100.0% .0% 100.0% % within

ketepatananalgetik 1.8% .0% 1.2%

% of Total 1.2% .0% 1.2%

Total

Count 55 26 81

% within skalanyeri 67.9% 32.1% 100.0% % within

ketepatananalgetik 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

60

Lampiran 7. Data interaksi analgetik dengan obat lain pada pasien kanker sistem reproduksi wanita dengan Analisis Uji Statistik Deskriptif

Obat yang berinteraksi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ketorolac dengan cefadroxil 1 .8 .8 .8

ibuprofen dengan cefadroxil 26 21.0 21.0 21.8 ibuprofen dengan metronidazole 11 8.9 8.9 30.6 meloxicam dengan

metronidazole 1 .8 .8 31.5

asam mefenamat dengan

cefadroxil 14 11.3 11.3 42.7

ketorolac dengan gentamicin 3 2.4 2.4 45.2 ketorolac dengan ciprofloxacin 3 2.4 2.4 47.6 ketorolac dengan dexamethason 13 10.5 10.5 58.1 ketorolac dengan furosemid 5 4.0 4.0 62.1

ketorolac dengan bisoprolol 1 .8 .8 62.9

ketorolac dengan spironolacton 1 .8 .8 63.7

ibuprofen dengan gentamicin 1 .8 .8 64.5

ibuprofen dengan dexamethason 21 16.9 16.9 81.5 ibuprofen dengan meloxicam 2 1.6 1.6 83.1

ibuprofen dengan captopril 1 .8 .8 83.9

meloxicam dengan

dexamethason 2 1.6 1.6 85.5

asam mefenamat dengan

dexamethason 6 4.8 4.8 90.3

asam mefenamat dengan

furosemid 3 2.4 2.4 92.7

asam mefenamat dengan

gentamicin 3 2.4 2.4 95.2

asam mefenamat dengan

meloxicam 1 .8 .8 96.0

21 5 4.0 4.0 100.0

Total 124 100.0 100.0

Statistics Obat yang berinteraksi

N Valid 124 Missing 0


(3)

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


(4)

62

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian Dari RSUP H. Adam Malik Medan


(5)

(6)

64

Lampiran 10. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian di RSUP

HAM Medan