2.4.5. Thalassemia β intermedia
Penderita Thalassemia intermedia mengalami anemia yang lebih berat dari Thalassemia minor tetapi tidak memerlukan transfusi untuk menjaga kadar eritrosit
dan kualitas hidup seperti pada Thalassemia mayor. Meskipun kadar Hb selalunya lebih dari 7 gdl, ia tidak menjadi jaminan untuk menegakkan diagnosis tetapi harus
tetap memperhatikan keadaan klinis. Ketidakseimbangan sintesis rantai α dan β berada di antara Thalassemia minor dan mayor, fenotip pula berada di antara sangat
memerlukan transfusi dan asimptomatik sedangkan dari segi genotipe ia sangat heterogenetik. Akibat keheterogenetik pada sindrom klinis, hasil lab dan klinis
berbeda9beda. Morfologi eritrosit serupa dengan Thalassemia mayor tetapi keparahan anemia dan jaundis bervariasi sesuai tingkat defek genetik yang dialami. Adanya
splenomegali menyebabkan kadar trombosit dan neutrofil berkurang. Iron overload bisa terjadi pada pasien ini walaupun tidak menerima transfusi darah. Ini disebabkan
proses eritropoiesis, meskipun inefektif, meningkat, membawa kepada peningkatan plasma turnover iron yang meningkatkan absorpsi besi di usus. Akibatnya,
komplikasi jantung dan endokrin muncul 10 sampai 20 tahun kemudian dari pasien yang selalu mendapat tranfusi darah Rodak, 2007. Komplikasi lain yang bisa timbul
pada pasien ini adalah artritis, kholelithiasis, ulser kaki, tromboembolis dan mudah terkena infeksi Dunphy, 2010.
2.4.6. Thalassemia β mayor anemia Cooley
Apabila dua individu dengan Thalassemia minor masing9masing menurunkan gen yang defek kepada anak, anak tersebut akan menderita Thalassemia mayor. Pada
Thalassemia β, rantai α akan dihasilkan lebih banyak tetapi rantai ini cenderung untuk berikatan dengan membran eritrosit, merusak dan membentuk substansi toksik
Dunphy, 2010. Badan inklusi toksik yang terbentuk menghancurkan eritroblast di
dalam sum9sum tulang tetapi proeritroblast yang mulai maturasi eritroid akan selamat. Eritrosit yang mengandungi badan inklusi tersebut akan dideteksi oleh limpa,
mengurangi masa hidupnya dan menyebabkan anemia hemolitk yang berat. Keadaan ini akan menstimulasi pelepasan eritropoietin dan hiperplasia eritroid sebagai
kompensasi. Akan tetapi respon sum9sum tulang ini tidak berhasil akibat dari
Universitas Sumatera Utara
eritropoiesis yang tidak efektif menyebabkan anemia menetap. Anemia hemolitik ini akan menyebabkan pucat, hepatosplenomegali, ulser kaki, batu empedu dan gagal
jantung kongestif. Hiperplasia bisa terjadi secara berlebihan dan menghasilkan massa jaringan eritropoietik ekstramedular di hati dan limpa hepatosplenomegali Harrison,
2008. Pelebaran diploe pada tulang fasial dan tengkorak menghasilkan karakteristik
bentuk muka “thalassemia” di mana terjadi splaying of the teeth dan frontal bossing. Namun, hasil dari terapi efektif keadaan ini jarang terlihat di negara maju. Deformitas
tulang selain dari pada tengkorak juga dapat terjadi di tempat lain menyebabkan tulang dan tangan yang panjang Dunphy, 2010. Penggunaan kalori berlebihan untuk
pada proses eritropoiesis akan menyebabkan lelah, cenderung mengalami infeksi, disfungsi endokrin dan paling parah kematian pada 10 tahun kehidupan Harrison,
2008.
Kadar Hb bisa sampai 293 gdl dengan morfologi eritrosit hipokrom yang berat, mikrositosis, polikromasia, basophillic stippling dan sel target. Eritrosit bernukleus
dijumpai di dalam sirkulasi tetapi jumlah retikulosit rendah akibat dari eritropoiesis yang inefektif Dunphy, 2010. Kurang lebih 5 anak9anak dengan Thalassemia β
mayor masih menghasilkan Hb F dan apabila diberikan hidroxiurea HbF yang diproduksi meningkat. Selepas lahir kondisinya biasanya normal tetapi setelah 6
bulan di mana sintesis HbF menurun dan HbA meningkat, anemia berat mula bermanifestasi dan transfusi darah diperlukan. Tranfusi darah yang berulang9ulang
bisa menyebabkan iron overload yang menyebabkan gagal jantung, sirrosis dan endokrinopati di mana kematian bisa berlaku pada umur 20930 tahun Madara, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Diagnosa dan pemeriksaan penunjang