Slip Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Pada kondisi t 3 : i a = 0 F a = 0 i b = F b = F max i c = F c = F max Gambar 2.5 a kondisi t dan t 4 , b kondisi t 1 , c kondisi t 2 , d kondisi t 3 . Kecepatan putaran medan putar stator dinamakan kecepatan sinkron, medan putar stator kemudian memotong konduktor pada batang rotor sehingga pada konduktor rotor timbul tegangan induksi yang mengakibatkan rotor ikut berputar setelah melalui beberapa proses. Arah putaran rotor motor induksi searah dengan arah putaran medan putar, namun kecepatan putaran rotor lebih rendah dari kecepatan sinkronnya. Perbedaan kecepatan putaran ini dinamakan slip motor induksi.

2.4 Slip

Kecepatan putaran rotor motor induksi harus lebih lambat dari kecepatan sinkronnya supaya konduktor pada rotor selalu dipotong oleh medan putar, sehingga pada rotor timbul tegangan induksi yang akan menghasilkan arus induksi pada rotor. Arus induksi ini kemudian berinteraksi dengan fluks yang dihasilkan stator sehingga menghasilkan torsi. Selisih antara kecepatan putaran rotor dengan kecepatan a b c d 11 Universitas Sumatera Utara 2.2 sinkronnya disebut slip s. Pada umumnya slip dinyatakan dalam persen dari kecepatan sinkron, Dimana : N s = kecepatan sinkron N r = kecepatan putaran rotor

2.5 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik ke bentuk energi mekanik. Listrik yang diubah merupakan listrik tiga fasa. Dalam motor induksi, tidak ada hubungan listrik ke rotor, arus rotor merupakan arus induksi. Tetapi ada kondisi yang sama seperti motor dc, dimana pada rotor mengalir arus. Arus ini berada dalam medan magnetik sehingga akan terjadi gaya F pada rotor yang akan menggerakkan rotor dalam arah tegak lurus medan. Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam langkah – langkah berikut: 1. Apabila terminal stator motor induksi tiga fasa dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa, maka pada kumparan stator mengalir arus tiga fasa. 2. Arus pada tiap fasa mengahasilkan fluksi bolak – balik yang berubah – ubah. 3. Penjumlahan atau interaksi ketiga fluksi bolak – balik tersebut menghasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan putar sinkron N s . Besarnya nilai N s ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan : rpm Dimana : 12 Universitas Sumatera Utara 2.3 2.4 f = frekuensi sumber P = jumlah kutub 4. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong konduktor pada batang rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi ggl sebesar E 2 yang besarnya adalah : Volt dimana : E 2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam Volt N 2 = Jumlah lilitan kumparan rotor Ф m = Fluksi maksimumWb 5. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I 2

6. Adanya arus I

2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor. 7. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator 8. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator N s dan kecepatan rotor N r disebut slip s dan dinyatakan seperti pada persamaan 2.1. 9. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E 2s yang besarnya Volt dimana : E 2s =tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar Volt 13 Universitas Sumatera Utara 1 V 1 E c R m X 1 I m I I + - - + c I 1 jX 1 R 2 I f 2 =s.f = frekuensi rotor frekuensi rotor dalam keadaan berputar 10. Bila N s = N r , tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika N r N s. Apabila N r N s maka mesin induksi akan beroperasi sebagai generator induksi yang akan menghasilkan energi listrik.

2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Sebuah motor induksi identik dengan sebuah transformator. Oleh sebab itu, rangkaian ekivalen motor induksi mirip dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaannya hanyalah bahwa kumparan rotor dari motor induksi berputar, yang berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai- nilai perfasa hal ini dimaksudkan untuk mempermudah analisis.

2.6.1 Rangkaian Ekivalen Stator

Putaran gelombang fluks pada celah udara membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang pada belitan stator. Rangkaian ekivalen stator, seperti gambar 2.6 berikut ini. Gambar 2.6. Rangkaian ekivalen stator per-fasa motor induksi. 14 Universitas Sumatera Utara 2.5 Besarnya tegangan terminal stator manjadi penjumlahan ggl lawan . dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator , dapat dinyatakan sebagai berikut : dimana: = tegangan terminal stator Volt = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan Volt = arus stator Ampere = tahanan efektif stator Ohm = reaktansi bocor stator Ohm Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor. Komponen lainnya yaitu , arus ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi inti yang sefasa dengan komponen rugi-rugi inti dan komponen magnetisasi yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal dari . 2.6.2 Rangkaian Ekivalen Rotor Pada saat rotor dalam kondisi diam yaitu kondisi sesaat rotor sebelum bergerak, kecepatan relative diantara putaran medan magnet dengan konductor rotor adalah kecepatan sinkron N s . Pada kondisi ini tegangan induksi yang dibangkitkan pada rangkaian rotor adalah . karena seluruh belitan rotor dihubung-singkat maka akan mengalir arus akibat ggl induksi pada rotor. Sehingga dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut : 15 Universitas Sumatera Utara 2.6 2.7 2.8 2.9 Dari bentuk persamaan di atas, rangkaian ekivalen rotor perfasa dalam keadaan diam digambarkan seperti gambar berikut. 2 I 2 R 2 E 2 jX Gambar 2.7. Rangkaian ekivalen per-fasa rotor motor induksi keadaan diam dimana : = arus rotor dalam keadaan diam Ampere = ggl induksi rotor dalam keadaan diam Volt = resistansi rotor Ohm = reaktansi rotor dalam keadaan diam Ohm Setelah rotor berputar maka ggl rotor perfasa dan reaktansi rotor perfasa masing-masing dipengaruhi oleh frekuensi, nilai reaktansi rotor dapat dijelaskan dari persamaan di bawah ini dimana nilainya tergantung dari induktansi dan frekuensi rotor. = ω r L 2 = 2 πf 2 L 2 Dengan f 2 = sf, Maka: = 2 πsfL 2 = s2 πfL 2 =sX 2 16 Universitas Sumatera Utara 2.10 2.11 2.12 Dengan demikian nilai dan X 2 bergantung terhadap slip s, sementara nilai resistansi rotor perfasa tidak dipengaruhi oleh frekuensi sehingga tidak tergantung terhadap nilai slip s. Sehingga dari persamaan di atas dapat dibuat persamaannya menjadi : Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan di atas dengan s, maka nilai arus rotor diperoleh seperti berikut : Nilai dari sekarang lebih besar dari R 2 dikarenakan s memiliki nilai dalam bentuk pecahan. Untuk itu, dapat dipecah menjadi sebuah bagian yang bernilai konstan R 2 dan sebuah bagian yang variabel , yaitu: = + – =       −1 1 s Bagian pertama R 2 merupakan tahanan rotorfasa dan mewakilkan rugi tembaga. Bagian kedua R 2       −1 1 s merupakan sebuah beban tahanan-variabel. Daya yang dikirim ke beban ini mewakilkan daya mekanik keseluruhan yang dibangun di rotor. Untuk itu beban mekanik pada motor dapat digantikan dengan sebuah beban tahanan-variabel dengan nilai R 2       −1 1 s . Ini diketahui sebagai tahanan beban R L . 17 Universitas Sumatera Utara 2.13 2.14 R L = R 2       −1 1 s Dengan demikian persamaan 2.11 dapat dirubah menjadi :       −1 1 2 s R Dari persamaan 2.10, 2.11, 2.12 dan 2.14 di atas maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen rotor seperti gambar 2.8. di bawah ini. 2 R 2 E s s R 2 2 jsX 2 jX 2 I 2 I a b 2 E + + - - Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen rotor per-fasa keadaan berputar pada slip = s 2.6.3 Rangkaian Ekivalen Lengkap Dari penjelasan rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen perfasa motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasa, seperti halnya seperti rangkaian ekivalen sebuah transformator. 2 R 1 1 2 − s R 2 jX 2 I c 2 E + - 18 Universitas Sumatera Utara 1 V 1 E c R 1 I m I + - c I 2 E 2 jX 2 I 2 I 1 R 1 jX m jX I s R 2 Gambar 2.9. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar di atas dapat dilihat dari sisi stator, seperti gambar rangkaian ekivalen berikut. c R m I c I I 1 I 1 V 1 E s R 2 1 R 1 jX 2 jX m jX 2 I + - c R m I c I I 1 I 1 1 2 − s R 2 R 1 V 1 E 1 R 2 I 2 jX 1 jX m jX + - Gambar 2.10. Rangkaian ekivalen per-fasa motor induksi dengan bagian rangkaian rotor dinyatakan terhadap sisi stator a dengan tahanan konstan s R 2 a b 19 Universitas Sumatera Utara b dengan tahanan variabel 1 1 2 − s R Dibawah kondisi kerja normal pada tegangan dan frekuensi konstan, rugi inti pada motor induksi biasanya juga konstan. Dalam pandangan pada kenyataan ini, tahanan rugi inti R c yang mewakili rugi inti motor, dapat dihilangkan dari rangkaian ekivalen motor induksi. Akan tetapi, untuk menentukan daya poros atau torsi poros, rugi inti yang konstan harus diikut-sertakan dalam pertimbangan, bersama dengan gesekan, rugi-rugi beban buta stray-load losses dan angin. Dengan penyederhanaan ini, maka dapat digambar rangkaian ekivalen baru gambar 2.11 seperti berikut ini. I 1 I 1 1 2 − s R 2 R 1 V 1 E 1 R 2 jX 1 jX m jX 2 I + - Gambar 2.11. Rangkaian ekivalen per-fasa motor induksi tanpa rugi inti 2.7 Analisis Rangkaian ekivalen Semua karakteristik kinerja motor induksi tiga fasa dapat ditentukan dari rangkaian ekivalennya. Dalam menganalisis rangkaian ekivalen sebuah transformator, bagian parallel dari rangkaian yang terdiri dari R e dan X Ø dapat diabaikan atau menggeser bagian parallel tersebut ke arah terminal primer. Namun cara ini tidak diijinkan dalam menganalisis rangkaian ekivalen motor induksi. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa arus penguatan pada transformator berkisar antara 2 sampai 6 dari arus beban penuh dan juga reaktansi bocor primer per unitnya juga sangat kecil. Sedangkan pada motor induksi, arus penguatan berkisar antara 30 sampai 50 dari 20 Universitas Sumatera Utara 2.15 2.16 2.17 arus beban penuh dan juga reaktansi bocor primer per unit cukup besar. Oleh sebab itu, apabila komponen parallel rangkaian ekivalen motor induksi diabaikan maka akan terdapat kesalahan yang besar dalam hal perhitungan daya dan torsi motor induksi. m I 1 I 1 V 1 E s R 2 1 R 1 jX 2 jX m jX 2 I + - Gambar 2.12. Rangkaian ekivalen motor induksi Dari gambar rangkaian ekivalen diatas, arus stator dan rotor juga impedansi dapat ditentukan seperti berikut. + = Dari nilai arus stator dan rotor di atas maka daya celah udara dan torsi internal per fasa dapat ditentukan. Daya celah udara adalah daya yang ditransfer dari stator ke rotor sepanjang celah udara. Daya celah udara P g dapat dituliskan seperti berikut. 21 Universitas Sumatera Utara 2.18 2.19 2.20 2.21 P g = rugi ohmic rotor + daya mekanik internal yang dibangkitkan di rotor P m P g = s P g + 1-s P g Sedangkan torsi internal yang dibangkitkan per fasa adalah : =

2.8 Penentuan Parameter Rangkaian Ekivalen Motor Induksi