BAB III ANALISIS MAKNA VERBA
HATTEN SURU, HATTATSU SURU DAN SHINPO SURU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
Sebelumnya pada Bab II penulis telah memaparkan mengenai verba hatten suru, hattatsu suru dan shinpo suru. Maka pada Bab III ini penulis mencoba
menganalisis makna verba hatten suru, hattatsu suru dan shinpo suru yang diambil dari kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang terdapat pada beberapa
majalah atau tabloid seperti Nipponia, Jica’s World, Nyuusu Ga Wakaru, dan artikel-artikel berbahasa Jepang lainnya, sesuai dengan beberapa pendapat dari
beberapa ahli linguistik yang telah dipaparkan sebelumnya.
3.1 Verba Hatten Suru
Cuplikan 1 : その後、17-18世紀になると,娯楽用のロボット、つまり
からくり人形が大発展しました Sono ato, juunana-juhasseiki ni naru to, gorakuyou no robotto, tsumari
karakuri ningyou ga 。Nipponia No. 12, 2000:10.
daihattenshimashita Setelah itu, ketika masuk abad 17-18, robot hiburan seperti boneka Karakuri
berkembang pesat. .
Universitas Sumatera Utara
Analisis : Kalimat pada cuplikan 1 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“からくり人形の伝統 Karakuri Ningyou No Dentou” yang berarti ‘Tradisi Boneka Karakuri’. Makna verba hatten suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah
berkembang dengan pesat, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa tradisi boneka Karakuri sudah mulai dikenal sejak abad 12.
Boneka Karakuri adalah robot yang berfungsi untuk mengangkut air di sawah, akan tetapi bukan mengangkut air dalam arti yang sebenarnya. Robot ini hanyalah
sebuah boneka hiburan yang bisa bergerak jika mangkok pada boneka tersebut diisi penuh dengan air. Akan tetapi masyarakat Jepang percaya bahwa jika boneka
Karakuri terus menerus diisi dengan air, maka perairan di sawah akan semakin lancar. Hal inilah yang menyebabkan boneka Karakuri masih terus diminati
hingga abad 17-18, dan boneka ini pun semakin berkembang dalam arti semakin populer di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ogiwara Chikako dan
Sakata Yukiko yang menyebutkan bahwa makna verba hatten suru adalah sesuatu yang menjadi lebih besar, luas dan populer.
Cuplikan 2 : 明治維新を経て、大地震と戦火を乗り越えて、発展して
Meiji ishin o hete, daijishin to senka o norikoete, きた東京。
Nipponia No. 33, 2005:6. hattenshite
Tokyo yang berkembang setelah melewati Restorasi Meiji, mengatasi gempa besar dan api peperangan.
kita Toukyou.
Universitas Sumatera Utara
Analisis : Kalimat pada cuplikan 2 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“地 震 に 備 え る 日本 Jishin Ni Sonaeru Nihon” yang berarti ‘Jepang yang Mempersiapkan Diri terhadap Gempa’ . Makna verba hatten suru pada cuplikan
kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih maju atau makmur, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa dulu Jepang
dikenal sebagai negara tertutup, dan sering mengalami bencana khususnya gempa. Hal ini membuat masyarakat Jepang kini lebih waspada, dan terus belajar untuk
membuat sistem pertahanan gempa yang lebih baik. Sekarang, setelah melewati Restorasi Meiji dan berhasil mengatasi gempa besar, Jepang khususnya kota
Tokyo sudah semakin berkembang menjadi lebih maju. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Nomoto Kikuo yang mengemukakan bahwa makna verba hatten
suru adalah keadaan menjadi lebih maju dan makmur, serta didukung pula oleh pendapat dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa verba hatten suru
khususnya dipakai untuk hal-hal seperti dendam, cerita, peristiwa pembunuhan, hal yang tak diduga, industri, kota, usaha, pertemuan, lalu lintas dan sebagainya,
yang dalam hal ini Tokyo merupakan sebuah kota. Cuplikan 3 :
「瀬戸会場」、を市の南部に置く瀬戸市は、緑豊かな丘陵に囲まれ、 良 質 の 陶 土 に も 恵 ま れ て 、 陶 磁 器 の 町 と し て 発 展 し て き た 。
Nipponia No. 31, 2004:18.
Universitas Sumatera Utara
Seto kaijou, o shi no nanbu ni oku setoshi wa, midori yutaka na kyuuryou ni kakomare, ryoushitsu no toudo ni mo megumarete, toujiki no machi
toshite hattenshite Seto Kaijou, kota barang pecah belah yang terletak di bagian selatan kota,
dikelilingi bukit yang penuh dedaunan, dan juga dikaruniai tanah liat berkualitas baik, berkembang sebagai kota keramik dan porselen.
kita.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 3 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“ 「 せ と も の 」 の 名 を 全 国 に 広 げ た や き も の の 町 Setomono No Na O Zenkoku Ni Hirogeta Yakimono No Machi” yang berarti ‘Kota Keramik yang
Memperluas Nama Setomono di Seluruh Negara’ . Makna verba hatten suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih besar dan lebih
populer, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa di Jepang terdapat kota yang disebut Seto Kaijou, yang memproduksi keramik
atau barang pecah belah yang dulu disebut Yakimono, dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Setomono. Keramik Setomono sangat terkenal di Jepang, sehingga
membuat kota tersebut menjadi lebih berkembang dan besar dengan industri keramiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ogiwara Chikako yang
mengemukakan bahwa makna verba hatten suru adalah sesuatu yang menjadi lebih besar, luas dan populer, serta didukung pula oleh pendapat dari Izuhara
Shouji yang menyebutkan bahwa verba hatten suru khususnya dipakai untuk hal- hal seperti dendam, cerita, peristiwa pembunuhan, hal yang tak diduga, industri,
kota, usaha, pertemuan, lalu lintas dan sebagainya, yang dalam hal ini Seto Kaijou
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah kota, dengan barang pecah belah atau keramik sebagai industrinya.
Cuplikan 4 : 台風の影響が少なく、穏やかな瀬戸内海地域の入り江を中心に、ハ
マチやタイ養殖漁業は発展し、
Taifuu no eikyou ga sukunaku, odayaka na seito naikai chiiki no irie o chuushin ni, Hamachi ya Tai youshoku gyogyou wa
四国や九州地方などでも盛んになっ た。Nipponia No. 21, 2002:16.
hattenshi,
Pengaruh topan menjadi sedikit, memusatkan di daerah Laut Dalam Jepang yang tenang, budidaya ikan Hamachi dan Tai berkembang dan populer,
bahkan sampai ke daerah Shikoku dan Kyuushuu. Shikoku ya
Kyuushuu chihou nado demo sakan ni natta.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 4 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“養殖漁業から日本が見える Youshoku Gyogyou Kara Nihon Ga Mieru” yang berarti ‘Jepang Terlihat dari Budidaya Perikanannya’ . Makna verba hatten suru
pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih populer, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa dulu ikan
Hamachi dan Tai merupakan ikan berkelas tinggi yang jumlahnya masih sedikit sehingga harganya sangat mahal. Akan tetapi karena industri perikanan Jepang
yang semakin banyak membudidayakan kedua ikan tersebut , kini ikan Hamachi dan Tai merupakan ikan yang populer, dan sudah biasa disajikan dalam hidangan
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ogiwara Chikako yang mengemukakan bahwa makna verba hatten suru adalah sesuatu yang
menjadi lebih besar, luas dan populer, serta didukung pula oleh pendapat dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa verba hatten suru khususnya dipakai
untuk hal-hal seperti dendam, cerita, peristiwa pembunuhan, hal yang tak diduga, industri, kota, usaha, pertemuan, lalu lintas dan sebagainya, yang dalam hal ini
Yousoku Gyogyou merupakan sebuah industri perikanan. Cuplikan 5 :
そして、昨年はサマン(アチェの伝統踊り〕が世界遺産に認定され、 インドネシアも文化の多様なそして今後も発展する
Soshite, sakunen wa Saman Aceh no dentou odori ga sekai isan ni ninteisare, Indonesia mo bunka no tayou na soshite kongo mo
ポテンシャルを 感じる国であることの認識を新たにした次第です。Kaniren No. 348,
2012:1.
hattensuru
Kemudian, tahun lalu Saman tarian tradisional Aceh diakui sebagai warisan dunia, juga merupakan keanekaragaman budaya Indonesia, untuk
selanjutnya juga dapat memperbaharui anggapanpengakuan bahwa Indonesia sebagai negara yang merasakan potensi yang berkembang.
potensharu o kanjiru kuni de aru koto no ninshiki o arata ni shita shidai desu.
Universitas Sumatera Utara
Analisis : Kalimat pada cuplikan 5 di atas diambil dari sebuah kutipan salam
pembuka dari pemimpin redaksi Buletin Kaniren yang berjudul “新年のご挨拶 Shinnen No Goaisatsu” yang berarti ‘Salam Tahun Baru’ . Makna verba hatten
suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih populer, akan tetapi pemakaiannya kurang tepat. Karena pada wacana tersebut dijelaskan
bahwa Tuan Sugihara Teijiro selaku pimpinan redaksi Buletin Kaniren, memuji keanekaragaman budaya Indonesia yang sudah terkenal sampai ke Jepang, yang
salah satunya adalah Tari Saman. Dalam hal ini, “potensi yang berkembang” yang dimaksud adalah mengenai budaya atau seni, sehingga pemakaian verba hatten
suru dirasakan kurang tepat, karena verba hatten suru tidak mencakup hal-hal yang berkaitan dengan seni dan budaya dalam pemakaiannya. Verba yang lebih
tepat untuk digunakan pada kalimat di atas adalah verba hattatsu suru, karena sesuai dengan teori dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa hattatsu suru
adalah menunjukkan tingkat pertumbuhan sesuatu menurut patokan dan standar tertentu, dan mengalami perubahan secara kualitas untuk hal-hal yang berkaitan
dengan jasmani dan rohani, intelegensi, saraf motoris, ilmu pengetahuan, seni, sarana pengangkutan, kota, kebudayaan, peradaban, pendidikan dan lain
sebagainya, yang dalam hal ini Tari Saman merupakan sebuah kesenian dan kebudayaan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Verba Hattatsu Suru