3.2 Verba Hattatsu Suru
Cuplikan 1 : 長いときを経て,民俗的な競技として発達して
Nagai toki o hete, minzokuteki na kyougi toshite きた相撲は、歴史と
伝統を持つ、日本の生きた「文化遺産」でもあるのだ。Nipponia No. 31, 2004:22.
hattatsushite
Melewati waktu yang panjang, sumo sebagai pertandingan secara adat yang sudah berkembang, memiliki sejarah dan tradisi, juga merupakan
kehidupannyawa Jepang warisan budaya. kita sumou wa,
rekishi to dentou o motsu, Nihon no ikita bunka isan de mo aru no da.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 1 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“大相撲の世界 Oozumou No Sekai” yang berarti ‘Dunia Sumo’. Makna verba hattatsu suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang, dan
pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa Sumo merupakan sebuah olahraga tradisional Jepang yang sudah ada sejak dulu, dan
hingga sekarang pun masih terus dilakukan dan dijaga sebagai salah satu warisan budaya Jepang yang terus menerus berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa hattatsu suru adalah menunjukkan tingkat pertumbuhan sesuatu menurut patokan dan standar tertentu,
dan mengalami perubahan secara kualitas untuk hal-hal yang berkaitan dengan jasmani dan rohani, intelegensi, saraf motoris, ilmu pengetahuan, seni, sarana
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan, kota, kebudayaan, peradaban, pendidikan dan lain sebagainya, yang dalam hal ini Sumo merupakan kebudayaan Jepang.
Cuplikan 2 : 中でも保存食としてさまざまな漬物が発達したのは、中国や朝鮮半
島、日本などの東アジアでした。そして他の東アジア諸国と日本の 漬物の大きな違いは、日本で特に野菜の漬物が発達して
Nakademo, hozonshoku toshite samazama na tsukemono ga きたことで
しょう。。Nipponia No. 2, 1997:16. hattatsu shita
no wa, Chuugoku ya Chousen Hantou, Nihon nado no higashi Ajia deshita. Soshite hokano higashi Ajia shokoku to Nihon no tsukemono no ookina
chigai wa, Nihon de toku ni yasai no tsukemono ga hattatsushite
Di antaranya, sebagai makanan yang diawetkan, macam-macam asina yang berkembang adalah dari Asia Timur seperti Cina, Jazirah Korea, dan Jepang.
Lalu perbedaan besar dari asinan Jepang dan negara Asia Timur lainnya, di Jepang yang khususnya berkembang adalah asinan dari sayuran.
kita koto deshou.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 2 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“漬物いまむかし Tsukemono Ima Mukashi” yang berarti ‘Makanan Asinan, Dulu dan Sekarang’ . Makna verba hattatsu suru pada cuplikan kalimat tersebut
adalah berkembang dalam arti lebih berkualitas, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa sejak dahulu kebiasaan membuat makanan
Universitas Sumatera Utara
asinan atau fermentasi sudah dikenal di Jepang dan negara Asia Timur lainnya. Asinanfermentasi biasanya disiapkan ketika hendak menyambut musim dingin.
Dan kini, asinan tersebut sudah makin beraneka ragam jenisnya, dan terkhusus Jepang, yang paling berkembang adalah asinan dari sayuran, karena dianggap
paling menyehatkan untuk tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat dari dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa hattatsu suru adalah menunjukkan
tingkat pertumbuhan sesuatu menurut patokan dan standar tertentu, dan mengalami perubahan secara kualitas untuk hal-hal yang berkaitan dengan
jasmani dan rohani, intelegensi, saraf motoris, ilmu pengetahuan, seni, sarana pengangkutan, kota, kebudayaan, peradaban, pendidikan dan lain sebagainya,
yang dalam hal ini Tsukemonoasinan merupakan sebuah kebiasaan atau peradaban Jepang, dan juga negara Asia Timur lainnya.
Cuplikan 3 : 17世紀以降に発達した
Juunana seiki ikou ni 京都の民家(町家)の特長(間口が狭く奥
に細長い)をよく残している。Nipponia No. 8, 1999:17. hattatsu shita
Setelah abad 17, banyak menyisakan ciri khas rumah penduduk Kyoto yang berkembang bagian depan rumah sempit, bagian dalam ciut panjang.
Kyouto no minka machiya no tokuchou maguchi ga semaku oku ni hosonagai o yoku nokoshite iru.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 3 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“坪庭 Tsuboniwa” yang berarti ‘Taman Dalam Rumah’ . Makna verba hattatsu suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih
Universitas Sumatera Utara
berkualitas, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa setelah abad 17, sudah mulai banyak penduduk Kyoto yang mendesain
rumah mereka tidak terlalu besar, akan tetapi harus terdapat taman kecil di dalamnya, yang berfungsi sebagai penyeimbang dan penyejuk rumah, agar
kehidupan para penghuni rumah menjadi lebih baik. Dan kini ‘taman kecil dalam rumah’ merupakan salah satu ciri khas dari kebanyakan penduduk Kyoto. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa hattatsu suru adalah menunjukkan tingkat pertumbuhan sesuatu menurut patokan
dan standar tertentu, dan mengalami perubahan secara kualitas untuk hal-hal yang berkaitan dengan jasmani dan rohani, intelegensi, saraf motoris, ilmu pengetahuan,
seni, sarana pengangkutan, kota, kebudayaan, peradaban, pendidikan dan lain sebagainya, yang dalam hal ini Tsuboniwa merupakan peradaban dari kebanyakan
masyarakat Kyoto. Cuplikan 4 :
大きめの板に通した紐に、足を引っ掛けて履いたもので、後に発達 する
Ookime no ita ni tooshita himo ni, ashi o hikkakete haita mono de, nochi ni
「下駄」のルーツと考えられてる。Nipponia No. 21, 2002:24.
hattatsu suru Di tali yang dimasukkan di papan besar, karena merupakan barang yang
dipakai untuk mengait kaki, dianggap sebagai asal dari munculnya geta yang akan berkembang.
geta no ruutsu to kangaerarete iru.
Universitas Sumatera Utara
Analisis : Kalimat pada cuplikan 4 di atas diambil dari wacana yang berjudul
“日本の履物 Nihon No Hakimono” yang berarti ‘Alas Kaki Jepang’ . Makna verba hattatsu suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti
lebih berkualitas, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa dulu para petani Jepang menggunakan papan besar yang dikaitkan dengan
tali sebagai alas kaki mereka ketika hendak bekerja di sawah. Alas kaki tersebut mereka gunakan agar tidak mudah terpeleset ketika berjalan di sawah yang
berlumpur. Dan seiring dengan berjalannya waktu, alas kaki para petani tersebutlah yang menjadi inspirasi dari geta yang kini menjadi alas kaki
tradisional Jepang. Dan geta yang kita kenal sekarang ini, bentuknya sudah lebih dimodifikasi menyerupai alas kaki modern, hanya saja masih tetap terbuat dari
papan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari dari Izuhara Shouji yang menyebutkan bahwa hattatsu suru adalah menunjukkan tingkat pertumbuhan sesuatu menurut
patokan dan standar tertentu, dan mengalami perubahan secara kualitas untuk hal- hal yang berkaitan dengan jasmani dan rohani, intelegensi, saraf motoris, ilmu
pengetahuan, seni, sarana pengangkutan, kota, kebudayaan, peradaban, pendidikan dan lain sebagainya, yang dalam hal ini geta merupakan sebuah
peradaban dan kebudayaan Jepang. Cuplikan 5 :
医学の発達していなかった時代、傷や病を癒した温泉は不思議な力 を持つありがたいものだった。Nipponia No. 26, 2003:5.
Universitas Sumatera Utara
Igaku no hattatsushite
Pada masa ilmu kedokteran belum berkembang, pemandian air panas yang mengobati luka dan penyakit, merupakan rahmat yang memiliki kekuatan
yang luar biasa. inakatta jidai, kizu ya yamai o iyashita onsen wa,
fushigi na chikara o motsu arigatai mono data.
Analisis : Kalimat pada cuplikan 5 di atas diambil dari sebuah wacana yang
berjudul “温泉 Onsen” yang berarti ‘Pemandian Air Panas’ . Makna verba hattatsu suru pada cuplikan kalimat tersebut adalah berkembang dalam arti lebih
maju, akan tetapi pemakaiannya kurang tepat. Karena pada wacana tersebut dijelaskan bahwa pada masa ilmu kedokteran belum berkembang, onsen atau
pemandian air panas dipercaya dapat mengobati luka dan berbagai penyakit. Dalam hal ini, hal berkembang yang dimaksud adalah ilmu kedokteran, sehingga
pemakaian verba hattatsu suru dirasakan kurang tepat, karena verba hattatsu suru tidak mencakup hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran dalam
pemakaiannya. Verba yang lebih tepat untuk digunakan pada kalimat di atas adalah verba shinpo suru, karena sesuai dengan teori dari Izuhara Shouji yang
menyebutkan bahwa shinpo suru adalah segala hal yang menjadi lebih baik, dan semakin maju ke arah yang diharapkan, khususnya dibidang teknik, ilmu
kedokteran dan ilmu pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Verba Shinpo Suru