Analisis Data .1 Analisis Vegetasi Kerapatan Frekuensi Luas Basal Area Dominansi Indeks nilai penting Indeks Keanekaragaman dari Shanon-Wiener Struktur Vegetasi Pohon

16 Jumlah individu suatu jenis Luas Plot contoh Plot pengamatan Latihan Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis Sutarno Soedarsono, 1997 d. Malayan Wild Flowers Dicotyledon Henderson, 1959 e. Malesian Seed Plants Volume 1 – Spot-Characters An Aid for Identification of Families and Genera. Balgooy, 1997. f. Malesian Seed Plants Volume 2 – Portraits of Tree Families Balgooy, 1998. g. Plant Classification. L. Berson , 1957. h. Taxonomy Of Vascular Plants. Lawrence, 1958. i. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 1 Whitmore, 1972 j. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 2 Whitmore, 1973 k. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 3 Phil, 1978 3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis Vegetasi Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif KR, Frekuensi Relatif FR, Dominansi Relatif DR, Indeks Nilai Penting INP, Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman,dari masing-masing lokasi penelitian. Untuk analisis vegetasi pohon, nilai INP terdiri dari KR, FR,dan DR, dianalisis menurut buku acuan Ekologi Hutan Indriyanto, 2006.

a. Kerapatan

Kerapatan Mutlak KM = Kerapatan Relatif KR =

b. Frekuensi

Frekuensi Mutlak FM = Kerapatan mutlak suatu jenis x100 Jumlah total kerapatan mutlak seluruh jenis Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Jumlah seluruh plot pengamatan Universitas Sumatera Utara Frekuensi Relatif FR =

c. Luas Basal Area

Luas basal area = π r 2 = π = 3,14.

d. Dominansi

Dominansi Mutlak DM = Jumlah dominansi suatu spesies Dominansi Relatif DR = x 100 Jumlah dominansi seluruh spesies

e. Indeks nilai penting

INP = KR + FR + DR

f. Indeks Keanekaragaman dari Shanon-Wiener

H’ = - ∑pi ln pi pi = ni N Keterangan; ni = jumlah individu suatu jenis. N = jumlah total individu seluruh jenis Frekuensi suatu jenis x 100 Frekuensi total seluruh jenis 1 π d 2 4 Luas basal area suatu jenis Luas area penelitian Universitas Sumatera Utara 18

g. Indeks Keseragaman

E = H’ H maks Keterangan: E = indeks keseragaman H’ = indeks keragaman Hmaks = indeks keragaman maksimum ln S S = jumlah Genusjenis

3.4.2 Potensi Karbon Tersimpan

Potensi karbon tersimpan pada pohon dan pole dianalisis berdasarkan Persamaan Allometrik Ketterings: BK = 0,11 x ρ x D 2,62 Kettering 2001 dalam Hairiah Rahayu 2007. Untuk tanaman kopi dianalisa dengan persamaan: BK= 0,281 x D 2,62 Arifin 2001 dalam Hairiah Rahayu 2007. Keterangan : BK : Berat kering ρ : Berat jenis kayu g cm -3 http:\\www.worldagroforestry.org D : Diameter pohon cm Total Biomassa = BK 1 + BK 2 + .......BK n . Total Biomassa Biomassa per satuan luas = Luas aream 2 Karbon tersimpan = Biomassa per satuan luas x 0,46 Hairiah Rahayu, 2007 Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kekayaan Jenis Pohon dan Pole

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah Kabupaten Langkat, didapatkan jenis pohon dan pole yang cukup bervariasi seperti pada Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Jenis-Jenis dan Jumlah Individu Pohon dan Pole di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat No Famili Spesies Jumlah Individu0,8 Ha Pohon Pole 1 Alangiaceae Alangium salvifolium 3 1 2 Anacardiaceae Buchanania sessifolia - 1 3 Apocynaceae Rauwolfia perakensis 1 - Rauwolfia sp.1 5 2 Rauwolfia sp. 2 2 - Rauwolfia sp. 3 2 - 4 Arecaceae Dypsis decipiens 2 1 5 Chlorantaceae Chlorantus elatior 28 2 6 Combretaceae Terminalia belerica 2 1 7 Euphorbiaceae Baccaurea polyneura 15 6 Macaranga tanaria. 25 4 Mallotus paniculatus. 6 - 8 Fagaceae Lithocarpus sp. 3 - Quercus lamponga - 1 9 Flacourtiaceae Homalium longifolium 3 5 Osmelia maingayi 8 - 10 Guttiferae Cratoxylon arborescens 2 3 Cratoxylon cochinense 9 2 11 Lechytidaceae Planchoria valida - 1 12 Meliaceae Toona sinensis 2 - 13 Moraceae Ficus auranthiaceae 20 21 Ficus carthacea - 6 Ficus sp. 1 - 1 Ficus sp. 2 - 1 Ficus trichocarpa 2 2 14 Myrsinaceae Ardisia wrayi 14 15 15 Myrtaceae Eugenia polyantha 2 5 16 Piperaceae Piper sp. 1 12 17 Rubiaceae Anthocepalus cadamba - 5 Canthium horridum - 1 Coffea malayana 6 3 Coffea robusta - 1 Jumlah Individu 103 163 Jumlah Spesies 23 26 Jumlah Famili 15 16 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jenis pohon dan pole di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah terdiri dari 15 famili dan 23 spesies. Sedangkan pole yang ditemukan terdiri dari 16 famili dan 26 spesies. Data ini menunjukkan bahwa kekayaan jenis pohon dan pole di kawasan ini masih cukup rendah dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya diantaranya: Susilo 2004 melaporkan bahwa di kawasan Hutan Tangkahan, Stasiun Resort Tangkahan Subseksi Langkat Sikundur Taman Nasional Gunung Leuser ditemukan 159 jenis pohon yang termasuk dalam 35 famili; Ihsan 2007 melaporkan bahwa di kawasan hutan pegunungan bawah gunung Sinabung ditemukan 114 jenis pohon yang termasuk dalam 33 famili; Astuti 2009 melaporkan bahwa di kawasan hutan taman wisata alam Sicike-cikeh ditemukan 43 jenis pohon yang termasuk ke dalam 18 famili; dan Zaini 2011 melaporkan bahwa di kawasan hutan lindung kabupaten Pakpak Bharat ditemukan 97 jenis pohon yang terdiri dari 33 famili. Dari jenis-jenis yang ditemukan, beberapa jenis diantaranya tergolong pada fase pohon namun tidak ditemukan pada fase pole. Sebaliknya, beberapa jenis ditemukan dalam fase pole namun tidak ditemukan pada fase pole. Hal ini disebabkan karena perbedaan toleransi masing-masing jenisindividu terhadap intensitas cahaya yang mempengaruhi perkecambahan biji. Menurut Whitmore 1997, spesies pohon- pohon pionir akan tumbuh dengan cepat pada intensitas cahaya yang tinggi dan membentuk kanopi. Di bawah kanopi tersebut akan tumbuh semaian-semaian pohon klimaks, ketika pohon-pohon pionir mati, maka akan digantikan oleh pohon-pohon klimaks. Menurut Baker et al. 1979, pepohonan yang toleran terhadap berbagai kondisi fisik lingkungan akan tumbuh dan berkembang membentuk lapisan tajuk hutan. Pepohonan tersebut berada di atas lapisan tajuk pepohonan yang kurang toleran serta mampu bereproduksi dengan sukses. Pepohonan yang intoleran bereproduksi dengan sukses hanya di tempat terbuka atau pada kondisi tajuk yang mendapatkan cahaya matahari secara penuh dari cahaya matahari yang masuk ke dalam hutan. Selain itu toleransi suatu jenis pohon dipengaruhi juga oleh umur pohon yang bersangkutan, artinya jenis pohon tersebut dapat menjadi intoleran dengan bertambahnya umur pohon tersebut. Universitas Sumatera Utara

4.1.1 Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Pohon

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah Kabupaten Langkat, didapatkan data perbandingan jumlah jenis dan individu pohon seperti pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Pohon di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat No Famili Spesies Jumlah Jenis Persentase Jenis Jumlah Individu0, 8 Ha Persentase individu 1 Alangiaceae Alangium salvifolium 1 4.348 3 1.840 2 Apocynaceae Rauwolfia perakensis 4 17.391 1 0.613 Rauwolfia sp.1 5 3.067 Rauwolfia sp. 2 2 1.227 Rauwolfia sp. 3 2 1.227 3 Arecaceae Dypsis decipiens 1 4.348 2 1.227 4 Chlorantaceae Chlorantus elatior 1 4.348 28 17.178 5 Combretaceae Terminalia belerica 1 4.348 2 1.227 6 Euphorbiaceae Baccaurea polyneura 3 13.043 15 9.202 Macaranga tanaria. 25 15.337 Mallotus paniculatus. 6 3.681 7 Fagaceae Lithocarpus sp. 1 4.348 3 1.840 8 Flacourtiaceae Homalium longifolium 2 8.696 3 1.840 Osmelia maingayi 8 4.908 9 Guttiferae Cratoxylon arborescens 2 8.696 2 1.227 Cratoxylon cochinense 9 5.521 10 Meliaceae Toona sinensis 1 4.348 2 1.227 11 Moraceae Ficus auranthiaceae 2 8.696 20 12.270 Ficus trichocarpa 2 1.227 12 Myrsinaceae Ardisia wrayi 1 4.348 14 8.589 13 Myrtaceae Eugenia polyantha 1 4.348 2 1.227 14 Piperaceae Piper sp. 1 4.348 1 0.613 15 Rubiaceae Coffea malayana 1 4.348 6 3.681 Total 23 163 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jenis Chlorantus elatior ditemukan dalam jumlah individu paling banyak yaitu 28 individu 17, 178, Macaranga tanaria ditemukan sebanyak 25 individu 15, 337, dan Ficus auranthiaceae 20 individu 12, 270. Jumlah individu pohon yang paling sedikit ditemukan yaitu Piper sp. dan jenis Rauwolfia perakensis masing-masing 1 individu 0,613. Tingginya nilai persentase Chlorantus elatior dan Macaranga tanaria yang ditemukan pada daerah penelitian disebabkan karena jenis-jenis dari famili ini memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif cepat pada wilayah lahan yang terbuka dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi. Berdasarkan pengukuran faktor fisik- Universitas Sumatera Utara kimia lingkungan di lapangan, intensitas cahaya di lokasi penelitian ini adalah 97 Lux Tabel 4.6. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto 2006, pada fase awal perkembangan hutan sekunder, kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak- semak digantikan oleh jenis- jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif mudacepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek 7-25 tahun, berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikanditutupi oleh pionir-pionir awal yang cepat tumbuh. Intensitas cahaya yang tinggi serta fluktuasi radiasi dan kelembaban menguntungkan bagi permudaan jenis-jenis pionir awal, sedangkan intensitas cahaya yang rendah diperlukan untuk pertumbuhan jenis pohon klimaks yang tumbuh dibawah naungan tajuk.

4.1.2 Perbandingan Jumlah Jenis dan Individu Pole

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah Kabupaten Langkat, didapatkan data perbandingan jumlah jenis dan individu pole seperti pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Perbandingan Jumlah Jenis dan Individu Pole di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat No FAMILI SPESIES Jumlah Jenis Persentase Jenis Jumlah individu 0,8 Ha Persentase Individu 1 Alangiaceae Alangium salvifolium 1 3.846 1 0.971 2 Anacardiaceae Buchanania sessifolia 1 3.846 1 0.971 3 Apocynaceae Rauwolfia sp.1 1 3.846 2 1.942 4 Arecaceae Dypsis decipiens 1 3.846 1 0.971 5 Chlorantaceae Chlorantus elatior 1 3.846 2 1.942 6 Combretaceae Terminalia belerica 1 3.846 1 0.971 7 Euphorbiaceae Baccaurea polyneura 2 7,692 6 5.825 Universitas Sumatera Utara Macaranga tanaria 4 3.883 8 Fagaceae Quercus lamponga 1 3.846 1 0.971 9 Flacourtiaceae Homalium longifolium 1 3.846 5 4.854 10 Guttiferae Cratoxylon arborescens 2 7.692 3 2.913 Cratoxylon cochinense 2 1.942 11 Lechytidaceae Planchoria valida 1 3.846 1 0.971 12 Moraceae Ficus auranthiaceae 5 19.23 21 20.388 Ficus carthacea 6 5.825 Ficus sp. 1 1 0.971 Ficus sp. 2 1 0.971 Ficus trichocarpa 2 1.942 13 Myrsinaceae Ardisia wrayi 1 3.846 15 14.563 14 Myrtaceae Eugenia polyantha 1 3.846 5 4.854 15 Piperaceae Piper sp. 1 3.846 12 11.650 16 Rubiaceae Anthocepalus cadamba 5 19.23 5 4.854 Canthium horridum 1 0.971 Coffea malayana 3 2.913 Coffea robusta 1 0.971 Total 26 103 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jenis Ficus cartachea ditemukan paling banyak yaitu 21 individu 20, 388, diikuti oleh jenis Ardisia wrayi dengan 15 individu 14, 563, dan jenis Piper sp. 12 individu 11, 65. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis ini lebih cepat tumbuh pada intensitas cahaya yang tinggi sehingga banyak dijumpai di areal hutan yang terbuka. Menurut Whitmore 1997, setiap spesies pohon membutuhkan jumlah intensitas cahaya yang berbeda untuk proses regenerasi. Jenis pole yang paling sedikit ditemukan yaitu: Alangium salvifolium, Buchanania sessifolia, Canthium horridum, Coffea robusta, Dypsis decipiens, Ficus sp.1, Ficus sp.2, Planchoria valida, Quercus lamponga, Terminalia belerica yang masing-masing terdiri dari 1 individu 0, 971. Menurut Polunin 1990, tumbuhan hanya dapat tumbuh di tempat yang kondisinya cukup sesuai bagi pertumbuhan, dan jenis-jenis yang berbeda seing kali mempunyai kebutuhan yang berbeda pula. Dalam hal ini, air, suhu, pengaruh cahaya, dan iklim memiliki peranan yang sangat tinggi bagi keberlangsungan hidup, perkembangan yang normal, proses reproduksi, serta adaptasi yang dilakukan tumbuhan tersebut untu bertahan pada lingkungan yang ekstrim. Ini berarti bahwa kondisi lingkungan sekitar tumbuhan merupakan faktor-faktor utama yang membatasi penyebaran jenis-jenis tumbuhan tertentu. Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa kondisi lahan hutan yang terbuka, tegakan yang berada pada areal yang sudah mendapatkan perlakuan penebangan memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan areal yang belum ditebang. Hal ini disebabkan oleh adanya ruang terbuka dan terjadinya penurunan persaingan diantara tegakan dalam mendapatkan unsur hara, sehingga mempercepat terjadinya pertumbuhan dan perkembangan diantara tegakan Saputra, 2009.

4.2 Struktur Vegetasi Pohon

Untuk mengkaji struktur hutan, Luas Basal Daerah LBD menjadi salah satu indikator yang sering digunakan. LBD ini meliputi ukuran lingkar pohon atau diameter pohon. Gambar 4.3 berikut menyajikan data Luas Basal Area LBD dari masing-masing famili pohon yang terdapat pada 0, 8 Ha lokasi penelitian di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat. Gambar 4.1 Luas Bidang Dasar Masing-Masing Famili pada Tingkatan Pohon Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa famili Euphorbiaceae memiliki nilai Luas Bidang Dasar LBD yang paling besar yaitu 10, 171 m 2 . Nilai ini sangat berbeda nyata dibanding dengan nilai LBD famili lainnya. Famili Chlorantaceae hanya memiliki nilai LBD sebesar 4, 964 m 2 . Sedangkan nilai LBD paling kecil adalah dari famili Piperaceae yang hanya memiliki nilai LBD 0, 048 m 2 . Universitas Sumatera Utara Adanya perbedaan yang cukup signifikan dan sangat variatif pada tingkatan pohon yang ditemukan di daerah penelitian menunjukkan adanya perbedaan kemampuan masing-masing famili untuk bertoleransi terhadap faktor fisik-kimia lingkungan Tabel 4.6 yang mendukung pertumbuhan individu maupun jenis masing- masing famili. LBD juga ditentukan oleh umur masing-masing individu atau jenis pohon. Lebih lanjut Krebs 1994 menyatakan bahwa keberhasilan setiap jenis tumbuhan untuk mengokupasi suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik temperatur, cahaya, struktur tanah, kelembaban, dan faktor fisik lingkungan lainnya, faktor biotik interaksi antar jenis, kompetisi, parasitisme, dan lain-lain dan faktor kimia yang meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah, dan faktor lainnya yang saling berinteraksi. Secara spesifik, LBD dari masing-masing jenis pohon disajikan dalam Gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2 Luas Bidang Dasar Jenis-Jenis Pohon Berdasarkan Gambar 4.2, LBD pohon tertinggi terdapat pada jenis Macaranga tanaria yaitu 7, 153 m 2 , dan diikuti oleh jenis Chlorantus elatior dengan nilai LBD 4, 964 m 2 . Nilai LBD jenis ini sangat berbeda jauh dengan nilai LBD Macaranga tanaria. Selanjutnya Baccaurea polyneura 1, 337 m 2 , Eugenia polyantha 1, 323, Ardisia wrayi 1, 116 m 2 , Ficus auranthiaceae 0, 969m 2 , Cratoxylon cochinense 0, 646m 2 , Universitas Sumatera Utara Homalium longifolium 0, 369 m 2 , Osmelia maingayi 0, 342 m 2 , Coffea malayana 0, 240 m 2 , Dypsis decipiens 0, 183 m 2 , Alangium salvifolium 0, 163 m 2 , Ficus trichocarpa 0, 143 m 2 , Cratoxylon arborescens 0, 105 m 2 , dan selebihnya terdapat pada jenis pohon yang lainnya dengan nilai LBD 3, 846 m 2 Lampiran 3. Perbedaan luas bidang dasar disebabkan adanya perbedaan kemampuan masing-masing jenis untuk beradaptasi dengan faktor lingkungan yang ada. Tingginya nilai LBD suatu jenis menunjukkan jenis tersebut memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan kelas diameter dan kelas tajuk. Hasil pengukuran faktor fisik-kimia lingkungan di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.6. Seperti yang dinyatakan oleh Soerianegara Indrawan 1987 bahwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai adaptasi yang tinggilah yang bisa hidup sukses di suatu daerah. Selain itu juga jenis- jenis tersebut juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dari bibit atau kecambah dari suatu jenis dimana kecambah yang terlebih dahulu tumbuh dapat menguasai daerah tutupan tajuk nantinya, yang kemudian akan berpengaruh terhadap kecambah yang lambat dalam tahap pertumbuhannya dikarenakan adanya perbedaan toleransi terhadap naungan. Struktur tegakan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu struktur tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal merupakan sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk, sedangkan yang dimaksud struktur tegakan horizontal yaitu sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter. Struktur tegakan yang digunakan adalah struktur tegakan horizontal, karena ukuran kenormalan hutan alam salah satunya dapat dilihat dari kondisi struktur tegakan horizontal yang merupakan sebaran dimensi tegakan banyaknya pohon per satuan luas pada berbagai ukuran diameter kelas diameter pohon Utami, 2007. Luas penutupan coverage adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh suatu jenis tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar luas basal area. Beberapa penulis menggunakan istilah dominansi untuk menyatakan luas penutupan suatu spesies tumbuhan karena parameter tersebut merupakan bagian untuk Universitas Sumatera Utara menunjukkan spesies tumbuhan yang dominan dalam suatu komunitas Indriyanto, 2005.

4.3 Struktur Vegetasi Pole