4.1.1 Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Pohon
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah Kabupaten Langkat, didapatkan data perbandingan jumlah jenis
dan individu pohon seperti pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Perbandingan Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Pohon di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat
No Famili
Spesies Jumlah
Jenis Persentase
Jenis
Jumlah Individu0,
8 Ha Persentase
individu 1 Alangiaceae
Alangium salvifolium 1
4.348 3
1.840 2 Apocynaceae
Rauwolfia perakensis 4
17.391 1
0.613 Rauwolfia sp.1
5 3.067
Rauwolfia sp. 2 2
1.227 Rauwolfia sp. 3
2 1.227
3 Arecaceae Dypsis decipiens
1 4.348
2 1.227
4 Chlorantaceae Chlorantus elatior
1 4.348
28 17.178
5 Combretaceae Terminalia belerica
1 4.348
2 1.227
6 Euphorbiaceae Baccaurea polyneura
3 13.043
15 9.202
Macaranga tanaria. 25
15.337 Mallotus paniculatus.
6 3.681
7 Fagaceae Lithocarpus sp.
1 4.348
3 1.840
8 Flacourtiaceae Homalium longifolium
2 8.696
3 1.840
Osmelia maingayi 8
4.908 9 Guttiferae
Cratoxylon arborescens 2
8.696 2
1.227 Cratoxylon cochinense
9 5.521
10 Meliaceae Toona sinensis
1 4.348
2 1.227
11 Moraceae Ficus auranthiaceae
2 8.696
20 12.270
Ficus trichocarpa 2
1.227 12 Myrsinaceae
Ardisia wrayi 1
4.348 14
8.589 13 Myrtaceae
Eugenia polyantha 1
4.348 2
1.227 14 Piperaceae
Piper sp. 1
4.348 1
0.613 15 Rubiaceae
Coffea malayana 1
4.348 6
3.681
Total 23 163
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jenis Chlorantus elatior ditemukan dalam jumlah individu paling banyak yaitu 28 individu 17, 178, Macaranga
tanaria ditemukan sebanyak 25 individu 15, 337, dan Ficus auranthiaceae 20 individu 12, 270. Jumlah individu pohon yang paling sedikit ditemukan yaitu
Piper sp. dan jenis Rauwolfia perakensis masing-masing 1 individu 0,613.
Tingginya nilai persentase Chlorantus elatior dan Macaranga tanaria yang ditemukan pada daerah penelitian disebabkan karena jenis-jenis dari famili ini
memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif cepat pada wilayah lahan yang terbuka dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi. Berdasarkan pengukuran faktor fisik-
Universitas Sumatera Utara
kimia lingkungan di lapangan, intensitas cahaya di lokasi penelitian ini adalah 97 Lux Tabel 4.6. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto 2006, pada fase awal
perkembangan hutan sekunder, kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak- semak digantikan oleh jenis- jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif
mudacepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek 7-25
tahun, berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon
pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis
pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikanditutupi oleh pionir-pionir awal
yang cepat tumbuh. Intensitas cahaya yang tinggi serta fluktuasi radiasi dan kelembaban menguntungkan bagi permudaan jenis-jenis pionir awal, sedangkan
intensitas cahaya yang rendah diperlukan untuk pertumbuhan jenis pohon klimaks yang tumbuh dibawah naungan tajuk.
4.1.2 Perbandingan Jumlah Jenis dan Individu Pole