kimia lingkungan di lapangan, intensitas cahaya di lokasi penelitian ini adalah 97 Lux Tabel 4.6. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto 2006, pada fase awal
perkembangan hutan sekunder, kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak- semak digantikan oleh jenis- jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif
mudacepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek 7-25
tahun, berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon
pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh jenis-jenis
pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikanditutupi oleh pionir-pionir awal
yang cepat tumbuh. Intensitas cahaya yang tinggi serta fluktuasi radiasi dan kelembaban menguntungkan bagi permudaan jenis-jenis pionir awal, sedangkan
intensitas cahaya yang rendah diperlukan untuk pertumbuhan jenis pohon klimaks yang tumbuh dibawah naungan tajuk.
4.1.2 Perbandingan Jumlah Jenis dan Individu Pole
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan sekunder 30 tahun desa Telagah Kabupaten Langkat, didapatkan data perbandingan jumlah jenis dan individu
pole seperti pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Perbandingan Jumlah Jenis dan Individu Pole di Kawasan Hutan Sekunder 30 Tahun Desa Telagah Kabupaten Langkat
No FAMILI
SPESIES Jumlah
Jenis Persentase
Jenis
Jumlah individu
0,8 Ha Persentase
Individu 1
Alangiaceae Alangium salvifolium
1 3.846
1 0.971
2 Anacardiaceae
Buchanania sessifolia 1
3.846 1
0.971 3
Apocynaceae Rauwolfia sp.1
1 3.846
2 1.942
4 Arecaceae
Dypsis decipiens 1
3.846 1
0.971 5
Chlorantaceae Chlorantus elatior
1 3.846
2 1.942
6 Combretaceae
Terminalia belerica 1
3.846 1
0.971 7
Euphorbiaceae Baccaurea polyneura
2 7,692
6 5.825
Universitas Sumatera Utara
Macaranga tanaria 4
3.883 8
Fagaceae Quercus lamponga
1 3.846
1 0.971
9 Flacourtiaceae
Homalium longifolium 1
3.846 5
4.854 10
Guttiferae Cratoxylon arborescens
2 7.692
3 2.913
Cratoxylon cochinense 2
1.942 11
Lechytidaceae Planchoria valida
1 3.846
1 0.971
12 Moraceae
Ficus auranthiaceae 5
19.23 21
20.388 Ficus carthacea
6 5.825
Ficus sp. 1 1
0.971 Ficus sp. 2
1 0.971
Ficus trichocarpa 2
1.942 13
Myrsinaceae Ardisia wrayi
1 3.846
15 14.563
14 Myrtaceae
Eugenia polyantha 1
3.846 5
4.854 15
Piperaceae Piper sp.
1 3.846
12 11.650
16 Rubiaceae
Anthocepalus cadamba 5
19.23 5
4.854 Canthium horridum
1 0.971
Coffea malayana 3
2.913 Coffea robusta
1 0.971
Total 26
103
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jenis Ficus cartachea ditemukan paling banyak yaitu 21 individu 20, 388, diikuti oleh jenis Ardisia wrayi dengan
15 individu 14, 563, dan jenis Piper sp. 12 individu 11, 65. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis ini lebih cepat tumbuh pada intensitas cahaya yang tinggi sehingga
banyak dijumpai di areal hutan yang terbuka. Menurut Whitmore 1997, setiap spesies pohon membutuhkan jumlah intensitas cahaya yang berbeda untuk proses
regenerasi. Jenis pole yang paling sedikit ditemukan yaitu: Alangium salvifolium, Buchanania sessifolia, Canthium horridum, Coffea robusta, Dypsis decipiens,
Ficus sp.1, Ficus sp.2, Planchoria valida, Quercus lamponga, Terminalia belerica yang
masing-masing terdiri dari 1 individu 0, 971.
Menurut Polunin 1990, tumbuhan hanya dapat tumbuh di tempat yang kondisinya cukup sesuai bagi pertumbuhan, dan jenis-jenis yang berbeda seing kali
mempunyai kebutuhan yang berbeda pula. Dalam hal ini, air, suhu, pengaruh cahaya, dan iklim memiliki peranan yang sangat tinggi bagi keberlangsungan hidup,
perkembangan yang normal, proses reproduksi, serta adaptasi yang dilakukan tumbuhan tersebut untu bertahan pada lingkungan yang ekstrim. Ini berarti bahwa
kondisi lingkungan sekitar tumbuhan merupakan faktor-faktor utama yang membatasi penyebaran jenis-jenis tumbuhan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Dalam beberapa kondisi lahan hutan yang terbuka, tegakan yang berada pada areal yang sudah mendapatkan perlakuan penebangan memiliki tingkat pertumbuhan
dan perkembangan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan areal yang belum ditebang. Hal ini disebabkan oleh adanya ruang terbuka dan terjadinya penurunan
persaingan diantara tegakan dalam mendapatkan unsur hara, sehingga mempercepat terjadinya pertumbuhan dan perkembangan diantara tegakan Saputra, 2009.
4.2 Struktur Vegetasi Pohon