a. Tahap pertama: Loyalitas
Kognitif
Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya.
Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Karena loyalitas ini hanya didasarkan atas kognisi saja, maka loyalitas ini tidak cukup
kuat untuk membuat konsumen tetap loyal.
b. Tahap kedua: Loyalitas
Afektif
Pada tahap ini, loyalitas konsumen didasarkan atas aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi pengharapan pada
periode awal pembelian masa pra konsumsi dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya masa pasca
konsumsi. Loyalitas afektif muncul akibat dorongan fakor kepuasan. Tetapi, kepuasan belum menjamin adanya loyalitas, karena kepuasan
konsumen berkorelasi tinggi dengan niat membeli ulang di masa mendatang. Niat, bahkan pembelian ulang belum menunjukkan adanya
loyalitas, hanya dapat dianggap tanda awal munculnya loyalitas. Loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah, karena loyalitasnya
sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai afek dan bukan sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah
berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhan tentang suatu merek Oskamp, 1991 seperti dikutip
oleh Dharmamesta, 1999.
c. Tahap Ketiga: Loyalitas
Konatif
Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu,
loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Komitmen sepertiini
sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional,sedangkan komitmen melakukan menunjukkan suatu
keinginan untuk menjalankan tindakan. Tahap Keempat: Loyalitas Tindakan
Aspek konatif atau niat melakukan adalah kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan
untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang
sangat didukunh oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi
kenyataan: loyalitas kognitif loyalitas afektif
loyalitas konatif loyalitas tindakan loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan.
2.2.7.1.Tipe-Tipe Loyalitas.
Menurut Aaker 1997: 57 terdapat beberapa tingkat loyalitas, dimana setiap tingkat mewakili tantangan pemasaran yang berbeda yang
mewakili juga tipe aset yang berbeda dalam mengelola dan mengeksploitasinya, yaitu :
a. Pembeli komit. b. Menyukai merek menganggap merek sebagai sahabat.
c. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan. d. Pembeli yang puas bersifat kebiasaan tidak ada masalah untuk beralih.
e. Berpindah-pindah terhadap perubahan harga tidak ada loyalitas merek.
Gambar 2.4. : Piramida Loyalitas
Sumber : Aaker. A, David. 1997, Managing Brand Equity. New York : The Free Press a Division of Macmillan, inc. P. 57.
Tingkat yang paling dasar adalah pembeli yang tidak loyal sama sekali yang menganggap bahwa semua merek adalah sama dan peran
merek adalah kecil dalam keputusan pembelian. Apapun yang diobral atau menawarkan kenyamanan akan lebih disukai. Pembeli tipe ini mungkin
dapat diistilahkan sebagai pembeli harga atau pengalih. Tingkat kedua adalah pembeli yang puas dengan suatu merek
tertentu atau setidaknya tidak kecewa terhadap suatu merek. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk
menstimulasi suatu peralihan merek terutama jika peralihan tersebut 1
2 3
4 5
Menganggap merek sebagai
sahabat
Tidak ada masalah
untuk beralih Pembeli
komit Puas dengan
biaya peralihan
Tidak ada loyalitas
membutuhkan usaha. Para pembeli tipe ini mungkin bisa disebut rentan terhadap kompetitor yang mampu menciptakan suatu manfaat nyata untuk
peralihan merek. Akan tetapi,. para pembeli ini mungkin juga sulit dirangkul karena tidak ada alasan bagi mereka untuk memperhitungkan
berbagai alternatif. Segmen ini sangat potensial untuk direbut pesaing jika pesaing dapat menawarkan nila yang lebih pada produknya.
Tingkat ketiga adalah orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan switching cost yaitu, biaya dalam waktu, uang
atau resiko kinerja yang berhubungan dengan perpindahan ke suatu merek lain. Barangkali mereka telah melakukan investasi dalam mempelajari
suatu sistem yang berkaitan dengan suatu merek. Untuk menarik minat para pembeli ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan
menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi. Kelompok ini mungkin bisa
disebut pelanggan yang loyal terhadap biaya peralihan. Tingkat keempat, kita temukan mereka yang sungguh-sungguh
menyukai merek yang menganggap merek sebagai sahabat, dimana preferensi mereka mungkin didasarkan pada suatu asosiasi seperti simbol,
pengalaman menggunakan merek tersebut, atau karena kualitas merk tersebut. Namun, rasa suka seringkali merupakan suatu perasaan yang
umum yang tidak bisa ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam sesuatu yang spesifik. Orang-orang tidak selalu sanggup untuk
mengidentifikasikan mengapa mereka menyukai sesuatu, apalagi bila
hubungan tersebut terbentuk dalam waktu lama. Berbagai segmen pada tingkat keempat ini disebut sebagai teman-teman dari merek friends of
the brand karena terdapat perasaan emosional yang terikat. Tingkat teratas adalah pembeli komit atau para pelanggan yang
setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna dari suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi
mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Rasa percaya diri mereka termanisfestasi pada
tindakan semacam rekomendasi merek tersebut pada orang lain. nilai dari kondisi yang berkomitmen tersebut tidaklah begitu besar pada perusahaan,
tapi lebih pada tampak terhadap orang lain dan juga terhadap pasar itu sendiri.
2.2.7.2. Membangun Loyalitas Pelanggan
Pada saat situasi krisis, perusahaan harus memperhatikan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada existing customer daripada
harus mencari pelanggan baru terus-menerus yang memerlukan biaya cukup besar. Perusahaan seharusnya mulai mengembangkan budaya
loyalitas agar pelanggan tetap setia, diantaranya dengan Widjaja, 1999: 135 :
a. Mengukur tingkat loyalitas pelanggan. Perusahaan dapat melakukan hal ini dengan melihat data yang dimiliki oleh setiap wiraniaga atau
supervisor penjualan.
b. Mengevaluasi tingkat loyalitas setiap bulan. Ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan reward kepada pelanggan yang sangat
loyal. c. Menggunakan berbagai taktik pemasaran. Hal ini dilakukan untuk
menarik pelanggan agar tetap loyal, misalkan program peduli “skin care class” yang dilakukan oleh Esther House of Beauty.
d. Mengingatkan pentingnya loyalitas pelanggan kepada para bawahan sehingga mereka selalu berusaha untuk menomersatukan pelanggan.
e. Mengkaitkan tujuan membangun loyalitas pelanggan terhadap prestasi dan rencana kompensasi bawahan.
f. Mengajak bawahan terlibat dalam pengembangan dan mempertahankan program loyalitas pelanggan.
g. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan pindah ke pesaing. Misalkan, faktor harga, pelayanan, atau kualitas dan
setelah itu dicoba untuk diperbaiki. Menurut Lele dan Sheth 1996: 47 loyalitas pelanggan dapat
dijabarkan oleh produsen dalam bentuk : a. Sikap dan perilaku berkelanjutan mempersembahkan karya produk dan
pelayanan bermutu terbaik demi kepuasan pelanggan. b. Fleksibilitas menyesuaikan mutu produk ke kebutuhan pelanggan yang
nyata. c. Antusias menyambut dan memperhatikan customer complaint, bukan
menghindarinya.
d. Berupaya tulus memperhatikan kepentingan setiap pelanggan sebagai insan manusia, bukan sekedar data, nomer atau sumber siap
dieksploitasi demi kepentingan profit produsen. e. Kesadaran bahwa itu harus didukung suasana employees satisfaction.
2.2.7.3. Pengaruh CRM Terhadap Kepuasan Pelanggan
Menurut Shoemaker dan Lewis 1996, biaya untuk memperoleh pembeli baru dapat lima kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya untuk
memelihara pelanggan lama. Pelanggan yang puas akan dengan senang hati mengungkapkan hal-hal yang positif dan memberikan rekomendasi mengenai
perusahaan kepada orang lain. Shoemaker dan Lewis 1998 mendefinisikan program kepuasan pelanggan seperti Customer Relationship Management
sebagai program yang ditawarkan kepada pelanggan yang bertujuan untuk membangun ikatan emosional terdapat perusahaan atau merek perusahaan.
Senada dengan pengertian di atas, Butscher menyatakan bahwa tujuan utama dari program kepuasan pelanggan adalah untuk membangun hubungan
dengan pelanggan sehingga mereka menjadi pelanggan setia perusahaan dalam jangka panjang 2002, : 39. Menurut Barnes 2003 : 63, dalam
Hendra 2009 : 7 mengatakan bahwa dengan penerapan CRM yang baik dalam suatu perusahaan akan dapat mencapai tingkat kepuasan pelanggan
tertinggi yang merupakan tujuan utama pemasaran. CRM meliputi sentralisasi semua data pelanggan perusahaan dan
otomatisasi kegiatan mengelola sales, marketing, dan customer service yang membosankan sehingga para profesional dapat menggunakan waktunya untuk
melayani pelanggannya secara lebih efektif dan efisien terutama dalam melakukan kegiatan administrasinya. Sejak ditemukannya 12 tahun lalu,
CRM terbukti telah membantu perusahaan untuk melakukan transaksi lebih cepat, membantu dalam menentukan segmentasi dan mencapai target
pelanggannya lebih baik, serta meningkatkan customer satisfaction and loyalty secara dramatis dengan memberikan layanan yang prima Wijaya,
2008 : 6
2.2.7.4. Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Dalam pasar yang tingkat persaingannya cukup tinggi, perusahaan mulai bersaing untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya agar
pelanggan mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap jasa layanan Iklan yang ditawarkan oleh perusahaan. Menurut Jones dan Sasser 1994:745
menyatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan suatu variabel endogen yang disebabkan oleh kombinasi dari kepuasan sehingga loyalitas
pelanggan merupakan fungsi dari kepuasan. Jika hubungan antara kepuasan dengan loyalitas pelanggan adalah positif, maka kepuasan yang
tinggi akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Musanto, 2004:128
Customer Relationship
Management X1
Loyalitas Pelanggan
Y
2.3. Model Konseptual Gambar 2.5. Model Konseptual