Proses asosiatif dalam pembagian teanteanan Proses disosiatif dalam pembagian teanteanan

harta warisan seiring dengan perkembangan zaman dan juga pengaruh lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat kita hindari dengan memegang teguh prinsip norma adat Batak Toba yaitu sistem kekerabatan yang disebut sebagai Dalihan Na Tolu.

4.4.2.5 Hubungan manusia dengan sesamanya

Hakikat hubungan sesama manusia itu bersifat kolateral horizontal yaitu rasa ketergantungan kepada sesamanya tenggang rasa. Usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesamanya merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam hidup. Hal ini dapat kita lihat dalam pembagian teanteanan pada masyarakat Batak Toba, bahwa dalam proses pembagian ini tidak bisa lepas sistem sosial, artinya banyak tokoh yang terlibat di dalamnya, seperti halnya peranan falsafah Dalihan Na Tolu. Hal inilah yang disebut sebagai sistem sosial masyarakat Batak Toba. Jadi orientasi nilai budaya yang dapat di ambil dari pembagian teanteanan ini yaitu: nilai tenggang rasa atau berjiwa gotong royong.

4.4.3 Dampak sosial budaya dalam pembagian teanteanan

Dampak sosial budaya yang dimaksud disini adalah perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas sosial budaya, khususnya dalam pembagian teanteanan. Adapun dampak sosial budaya dalam pembagian teanteanan ini yaitu terjadinya proses asosiatif dan proses disosiatif.

4.4.3.1 Proses asosiatif dalam pembagian teanteanan

1 Kerja sama coorperation Dalam pembagian teanteanan kerja sama timbul karena adanya orientasi dan mufakat para ahli waris untuk mencapai suatu kesejahteraan. Jika para ahli waris tidak saling kerja sama, maka proses pembagian teanteanan itu pun tidak akan jadi. 2 Akomodasi Pembagian teanteanan tentunya memiliki nilai-nilai sosial untuk mencapai suatu keseimbangan. Nilai-nilai yang dimaksud seperti: nilai kekeluargaan. Nilai ini menjadi akomodasi yang pertama untuk mencapai suatu mufakat dan jauh dari pertikaian. 3 Akulturasi Adapun proses sosial yang muncul dalam pembagian teanteanan yaitu perbedaan struktur sosial laki-laki dan perempuan yang menyebabkan perempuan tidak mendapat harta warisan, melainkan hanya pemberian saja. 4 Asimilasi Perubahan sistem pembagian teanteanan terjadi karena munculnya budaya lain yang lambat laun dapat menyebabkan budaya tercampur, dan tidak sesuai dengan norma adat Batak. Misalnya: pembagian teanteanan di kecamatan Onan Runggu sudah mulai bergeser, dan lebih mengarah pada pembagian warisan menurut hukum nasional, dimana anak perempuan sudah mendapat bagian warisan. 5 Integrasi sosial. Struktur sosial dalam pembagian teanteanan yaitu adanya peranan Dalihan Na Tolu guna untuk menciptakan kesejahteraan para ahli waris tersebut dikemudian hari.

4.4.3.2 Proses disosiatif dalam pembagian teanteanan

1 Persaingan Persaingan antara ahli waris untuk mencari keuntungan dalam pembagian teanteanan dapat menyebabkan perkelahian dan pertikaian, maka karena itulah peranan Dalihan Na Tolu sangat penting. 2 Kontravensi Kontravensi atau perkelahian muncul karena adanya ketidakpuasan dari salah satu ahli waris dalam pembagian teanteanan tersebut.jika ada kontravensi, maka boru yang menjadi penengah atau untuk meredakan pertikaian tersebut. 3 Pertentangan Konflik ini juga merupakan proses sosial yang melibatkan salah satu ahli waris untuk memenuhi tujuannya di sertai dengan ancaman atau kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan pertentangan antara anggota keluarga. Tetapi, berdasarkan penelitian, bahwa di kecamatan Onan Runggu, jika ada pertentangan antara para ahli waris, maka Dalihan Na Tolu sangat berperan untuk mendamaikan anggota keluarga tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1 Berdasarkan sistem kekerabatan masyarakat adat Batak Toba yang patrilineal, dimana kedudukan anak laki-laki lebih dihargai dalam keluarga, hal ini berdampak pada pembagian teanteanan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam pembagian teanteanan pada masyarakat Batak Toba, bahwa anak laki-laki bungsu yang lebih banyak mendapatkan harta warisan orangtuanya, misalnya: rumah, tanah, dan bahkan kedudukan orangtua di kampung tersebut jatuh kepada anak bungsu. 2 Pembagian teanteanan menurut norma adat Batak Toba kuno, bahwa hanya anak laki-laki saja yang diberikan teanteanan, sedangkan anak perempuan tidak diberikan bagian dalam warisan, melainkan hanya pemberian saja. Akan tetapi pembagian teanteanan di kecamatan Onan Runggu sudah mengalami perubahan, sebelumnya anak perempuan tidak mendapat bagian dari warisan tersebut, kecuali pemberian. Namun sekarang sudah mendapat warisan orangtuanya seperti: sawah, perhiasan, bahkan rumah pewaris meskipun